Anda di halaman 1dari 41

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON TAHAN GEMPA

DENGAN ANALISIS PUSHOVER MENGGUNAKAN


SOFTWARE SAP 2000

Skripsi

Sumarwan
I.1107535

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah rawan terjadinya gempa, sehingga bangunan yang


dibangun harus direncanakan mampu bertahan ketika terjadinya gempa.
Pemakaian beton bertulang oleh masyarakat untuk struktur bangunan seperti
balok, kolom dan pelat telah banyak ditemukan. Akan tetapi pada peristiwa gempa
beberapa tahun terakhir telah menunjukkan bahwa banyak bangunan dengan
struktur beton bertulang telah mengalami kerusakan dan bahkan roboh. Penyebab
utama dari kerusakan tersebut umumnya terletak pada kesalahan perencanaan dan
terutama pada detail pelaksanaan serta mutu bahan yang rendah. Oleh karena itu,
pemerintah Indonesia juga telah menetapkan peraturan yang harus dipenuhi dan
tertuang dalam Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan
Gedung ( SNI 1726 2002 ) dan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk
Gedung ( SNI 03-2847-2002 ).Peta wilayah gempa di Indonesia dapat dilihat pada
gambar 1.1 dibawah ini.

Gambar 1.1 Peta Wilayah Gempa Indonesia


( Sumber : SNI 03-1726-2002 )

1
Tren perencanaan yang terkini yaitu perencanaan tahan gempa berbasis kinerja
(performanced based seismic design), yang memanfaatkan teknik analisis
nonlinier pushover berbasis komputer untuk menganalisis perilaku inelastis
struktur dari berbagai macam intensitas gerakan tanah (gempa), sehingga dapat
diketahui kinerjanya pada kondisi kritis dan dapat dilakukan tindakan apabila
tidak memenuhi syarat yang diperlukan (Dewobroto, 2005). Dengan statik
nonlinier pushover atau metode spektrum kapasitas dapat diperoleh perilaku
struktur secara keseluruhan, dari elastis, leleh dan akhirnya runtuh, dengan cara
menaikkan besarnya gaya geser statik secara monotonik yang mengikuti pola
distribusi tinggi struktur sampai target displacement tercapai. Baik distribusi gaya
dan target displacement didasarkan atas asumsi bahwa respon yang dihasilkan
dikontrol oleh mode yang dominan dan mode shape yang tetap tidak berubah
setelah struktur leleh (Dewobroto, 2005).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana prosedur analisis Pushover dapat digunakan untuk
mengevaluasi kinerja seismik struktur gedung, yaitu hubungan antara base
shear dengan displacement.
2. Performance Point dan Kriteria dari gedung yang ditinjau.

1.3 Batasan Masalah

Untuk mempermudah dalam pembahasan maka digunakan batasan masalah


sebagai berikut :
1. Struktur gedung terdiri dari 5 lantai dan berfungsi sebagai rumah tinggal
(rumah susun).
2. Struktur gedung merupakan gedung beton bertulang dan strukturnya bersifat
daktail parsial.

1
3. Gedung terletak di kota Surakarta dan berada pada wilayah gempa 3
berdasarkan SNI 1726-2002, pada tanah sedang (medium soil).
4. Peraturan pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan
untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987) dan Tata cara perhitungan
struktur beton untuk bangunan gedung berdasarkan SNI 03 2847 2002.
5. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung
( SNI 1726 2002 ).
6. Kriteria kinerja struktur menggunakan peraturan ATC-40.
7. Perilaku struktur dianalisis dengan menggunakan pushover analysis dengan
bantuan program ETABS 9 dan SAP2000.
8. Gedung berbentuk huruf h simetris beraturan.
9. Beban beban gempa pada gedung ini dilakukan dengan memasukannya
pada tiap join lantai.
10. Gedung memiliki shearwall pada tepi bangunan dilantai bawah.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Menentukan hubungan base shear dengan displacement, pada kurva
pushover dan kurva seismic demand.
2. Menentukan performance point gedung 5 lantai bila dievaluasi dengan
Performance Based Siesmic Evaluation (PBSE), yaitu dengan analisis static
nonlinier pushover.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui prilaku suatu struktur ketika mengalami pembebanan gempa
dua arah.
2. Mengetahui kriteria kinerja struktur berdasarkan performance level.

1
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjuan Pustaka

Yunalia (2008), Desain dan analisis perilaku serta kinerja struktur berdasarkan
konsep Performance Based Earthquake Engineering (PBEE) telah cukup sering
dilakukan kajian di Indonesia meski masih dalam tahapan modeling, pada aplikasi
riil dalam kaitan suatu proses tahapan desain disebabkan belum adanya ketentuan
untuk melakukan tinjuan performance struktur hasil desain. Evaluasi sebagai
performance struktur di Indonesia telah dilakukan pada beberapa gedung tinggi
sebagai bagian dari tuntutan jaminan akan keselamatan terutama dari pihak owner
untuk mengetahui sejauh mana tingkat keamanan yang dimiliki dari sebuah
gedung.

Kebutuhan akan evaluasi kinerja struktur terutama struktur bangunan yang telah
berdiri atau eksisting di masa depan akan menjadi tuntutan seiring dengan hasil
riset-riset terbaru terhadap potensi bahaya gempa yang menunjukkan hasil
perkiraan nilai percepatan muka tanah yang jauh berbeda, bahkan dengan peta
wilayah gempa terbaru pada SNI 03 1726 2002

Yosafat Aji Pranata (2006), Metode analisis statik beban dorong (static
nonlinear/pushover analysis) merupakan suatu metode analisis, yang mana dari
hasil analisis antara lain diperoleh informasi berupa kurva kapasitas. Kurva
kapasitas menyatakan hubungan antara gaya geser dasar terhadap peralihan atap
struktur bangunan gedung. Dari kurva kapasitas kemudian dapat ditentukan
daktilitas peralihan aktual struktur, yang mana bergantung pada penentuan titik
peralihan pada saat leleh pertama terjadi dan titik peralihan ultimit (target
peralihan yang diharapkan).

1
Wiryanto Dewobroto (2006), menyatakan analisa pushover dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan
keterbatasan yang ada, yaitu :
a. Hasil analisa pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun
perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu
siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisa pushover adalah
statik monotonik.
b. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisa adalah sangat
penting.
c. Untuk membuat model analisa nonlinier akan lebih rumit dibanding model
analisa linier. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik
beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-.

2.2 Konsep Dasar Mekanisme Gempa

Cosmas Wibisono dan Hendro Lie (2008), Gempa bumi adalah getaran yang
terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan
kerak bumi (lempeng bumi), gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi
karena pergerakan sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

Gempa bumi terjadi setiap hari di bumi, namun kebanyakkan kecil dan tidak
menyebabkan kerusakan apa-apa. Gempa bumi kecil juga dapat mengiringi gempa
bumi besar, dan dapat terjadi sebelum atau sesudah gempa bumi besar tersebut.

Adapun tipe-tipe gempa bumi yaitu:


a. Gempa bumi runtuhan yang disebabkan oleh keruntuhan yang terjadi baik
diatas maupun di bawah permukaan tanah.
b. Gempa bumi vulkanik yang terjadi berdekatan dengan gunung berapi dan
mempunyai bentuk keretakan memanjang. Gempa bumi ini disebabkan oleh
pergerakan magma ke atas dalam gunung berapi, di mana geseran pada batu-
batuan menghasilkan gempa bumi.

1
c. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi
karena pergeseran lempengan pelat tektonik. Tenaga yang dihasilkan oleh
tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari pelat
tektonik ( tektonik plate ) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa
lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut
dan mengapung sebagai lapisan. Lapisan tersebut bergerak perlahan
sehingga berpisah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti
yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Mei 2006.

Kebanyakan gempa bumi yang berbahaya adalah gempa bumi tektonik, hal
ini disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang
dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu dan
membesar, akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat
ditahan lagi oleh pinggiran lempengan, pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.

2.3 Konsep Perencanaan Struktur Bangunan Tahan Gempa

SNI 03-1726-2002,Standar Perencanaan Struktur Beton untuk Struktur


Bangunan Gedung, Struktur bangunan tahan gempa harus memiliki kekuatan
yang cukup untuk mencegah terjadinya keruntuhan atau kegagalan struktur. Oleh
karena itu dalam perencanaannya harus memenuhi beberapa kondisi batas, yaitu:
a. Struktur bangunan yang direncanakan harus memiliki kekakuan dan kekuatan
yang cukup sehingga bila terjadi gempa yang berkekuatan kecil struktur
bersifat elastik.
b. Bila terjadi gempa berkekuatan sedang, struktur bangunan tidak boleh
mengalami kerusakan struktural namun dapat mengalami kerusakan non-
struktural ringan.
c. Pada saat terjadi gempa kuat, struktur bangunan dapat mengalami kerusakan
struktural namun harus tetap berdiri sehingga korban jiwa dapat dihindarkan.
Maka dalam perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus diperhitungkan
dampak dari gaya lateral, dalam hal ini gaya yang diakibatkan oleh gempa bumi
yang bersifat siklis (bolak-balik) yang dialami oleh struktur. Adapun dalam

1
perencanaan tersebut, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai
didaerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti dinding geser atau yang
biasa disebut shearwall .

Agar struktur-struktur bangunan dapat berdeformasi maksimum, maka perlu


perancangan sendi-sendi plastis yang akan terjadi pada daerah-daerah yang dapat
menunjang tujuan desain bangunan tahan gempa. Dalam perencanannya, sendi-
sendi plastis terjadi pada kedua ujung balok-balok dan kaki kolom lantai dasar.
Konsep struktur yang memiliki karakteristik seperti ini adalah konsep kolom kuat-
balok lemah atau yang sering disebut sebagai strong column weak beam .

Melalui konsep struktur ini, maka pada saat mekanisme keruntuhan, sendi plastis
akan terjadi pada balok terlebih dahulu baru pada tahap-tahap akhir plastis terjadi
pada ujung-ujung bawah kolom. Hal ini dilakukan agar sejumlah besar sendi
plastis terbentuk pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi
melalui proses pelelehan struktur dan diharapkan dapat menyerap beban gempa.

2.4 Mekanisme Keruntuhan

Cosmas Wibisono dan Hendro Lie (2008), Ketika terjadi deformasi tak terbatas
pada bagian struktur tanpa diiringi peningkatan beban yang bekerja pada struktur
tersebut, maka dapat dikatakan struktur dalam keadaan runtuh. Salah satu hal yang
perlu diperhatikan pada saat struktur mengalami runtuh adalah jumlah sendi yang
cukup telah terbentuk untuk mengubah struktur atau bagian dari struktur tersebut
menjadi suatu bentuk mekanisme keruntuhan.

Jumlah sendi plastis yang telah terbentuk dapat dijadikan suatu patokan apakah
struktur telah mengalami keruntuhan atau belum. Hal ini dapat dikaitkan dengan
besarnya redaman pada saat struktur statis tak tentu. Setiap terbentuknya sendi
plastis maka akan diikuti dengan berkurangnya jumlah redaman sampai struktur
menjadi statis tak tentu. Jika jumlah sendi plastis melebihi jumlah redaman maka
kondisi ini menyebabkan keruntuhan pada struktur.

1
Pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang terjadi karena ada beberapa hal saat
jumlah sendi plastis yang terjadi tidak melebihi redaman namun dapat
menyebabkan keruntuhan struktur. Hal ini dapat terjadi pada portal bertingkat dua
atau lebih. Keruntuhan suatu struktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut :
a. Keruntuhan Lokal adalah keruntuhan yang diakibatkan oleh kegagalan pada
elemen struktur yang mengalami sendi plastis. Kegagalan ini terjadi karena
kapasitas penampang dari suatu elemen telah terlampaui. Parameter yang
digunakan untuk mengidentifikasi keruntuhan lokal adalah kelengkungan dan
sudut rotasi plastis.
b. Keruntuhan Global umumnya diasosiasikan dengan simpangan antar tingkat
( interstory drift ) pada saat terjadi deformasi in-elastis yang dibatasi pada nilai
tertentu bergantung pada periode struktur. Keruntuhan ini terjadi jika deformasi
lateral suatu struktur telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan
oleh peraturan yang berlaku.

Park and Paulay (1974), Ada dua tipe mekanisme keruntuhan yang biasa terjadi
pada analisis static sebagai batas analisis, yaitu beam sway mechanism dan column
sway mechanism. Beam sway mechanism yaitu pembentukan sendi plastis pada
ujung-ujung balok, sedangkan column sway mechanism merupakan pembentukan
sendi plastis pada kedua ujung baik atas maupun bawah dari elemen struktur
vertikal. Dalam perencanaannya, mekanisme keruntuhan yang diharapkan adalah
beam sway mechanism, hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu :
a. Pada beam sway mechanism, jumlah sendi plastis terbentuk dalam banyak
elemen sehingga energi yang dipancarkan semakin banyak pula.
b. Pada column sway mechanism, sendi plastis hanya akan terbentuk pada ujung-
ujung kolom pada suatu lantai saja, sehingga pemencaran energi hanya terjadi
pada sejumlah kecil elemen.
c. Daktilitas kurvatur yang harus dipenuhi oleh balok pada umumnya jauh lebih
mudah dipenuhi daripada kolom yang sering kali memiliki daktilitas yang
terbatas akibat besarnya gaya aksial tekan yang bekerja.

1
Gambar 2.1 Mekanisme Keruntuhan Beam Sidesway Mechanism
( Sumber : Park and Paulay, 1974 )

Gambar 2.2 Mekanisme Keruntuhan Column Sidesway Mechanism


( Sumber : Park and Paulay, 1974 )
Keterangan :
Lc : Tinggi Kolom b : Sudut Geser Balok
L : Bentang Kolom c : Sudut Geser Kolom
Batasan rasio driff atap
Performance Point
IO LS CP
0,005 0,01 0,02
Applied Technology Council (ATC) 1996

1
2.5 Parameter Dinamika Struktur

Pada saat melakukan perencanaan terhadap suatu struktur, maka perlu diketahui
beberapa parameter penting, yaitu massa (m), kekakuan (k), redaman (c), dan
waktu getar alami struktur (T).(SNI 03-17-202 )

2.5.1 Kekakuan Struktur ( k )

Kekakuan struktur merupakan gaya yang diperlukan oleh suatu struktur bila
mengalami deformasi. Adapun penilaian kekakuan ini berdasarkan bahan-bahan
material yang digunakan, dimensi elemen struktur, penulangan, modulus
elastisitas, momen inersia , momen inersia polar, dan modulus elastisitas geser.
(SNI 03-17-202 )

2.5.2 Redaman ( c )

Suatu struktur bila dikenai beban tidak selalu bergetar. Hal ini disebabkan adanya
redaman. Redaman pada suatu struktur yang bergetar menyatakan adanya
fenomena disipasi energi atau penyerapan energi. (SNI 03-17-202 )

2.5.3 Waktu Getar Alami Struktur (T)

(SNI 03-17-202 ),Waktu getar alami adalah waktu yang dibutuhkan oleh struktur
untuk bergetar satu kali bolak-balik tanpa adanya gaya luar. Waktu getar alami
struktur ini dinyatakan dalam detik. Besarnya waktu getar alami struktur perlu
diketahui agar peristiwa resonansi pada struktur dapat dihindari. Peristiwa
resonansi struktur adalah suatu keadaan saat frekuensi alami pada struktur sama
dengan frekuensi beban luar yang bekerja sehingga dapat menyebabkan
keruntuhan pada struktur. Adapun hubungan antara waktu getar dengan frekuensi
dapat dinyatakan sebagai berikut :
T1 < n
T1 = Batas maksimum waktu getar alami.
= Koefisien yang membatasi waktu getar alami struktur gedung, tergantung
dari wilayah gempa sesuai tabel 8 SNI 03 1726 2002. [ 1 ]
n = Jumlah tingkat struktur.

1
Untuk struktur gedung berupa portal tanpa unsur pengaku waktu getar alami dapat
dihitung dengan rumus :
T = 0,085 H0,75 untuk portal baja
0,75
T = 0,060 H untuk portal Beton
T = 0,090 H B-0,5 untuk struktur gedung yang lain
Keterangan :
H : Tinggi Bangunan Struktur
B : Panjang Denah Struktur

2.6 Faktor Kuat Lebih (Overstrength Factor)

Dalam mendesain suatu bangunan, struktur yang memenuhi sifat kuat lebih (f1)
dan redundancy (f2), maka umumnya dengan sifat tersebut struktur tidak akan
merespon sepenuhnya elastoplastis. Sifat kuat lebih (f1) umumnya disebabkan
kekuatan aktual material yang dilaksanakan lebih besar dari kekuatan material
yang direncanakan sedangkan redundancy (f2) disebabkan dari mekanisme
jumlah sendi plastis yang direncanakan pada bangunan lebih besar dari satu.
Beban lebih pada elemen non-daktail dapat diperhitungkan hanya apabila efek
kuat lebih tidak diperhitungkan dalam desain sebelumnya. (SNI 03-17-202 )

2.7 Daktilitas Struktur ( )

Daktilitas merupakan suatu sifat bahan yang memungkinkan terjadinya suatu


deformasi pada suatu material. Saat mendesain suatu struktur bangunan, bila
bangunan direncanakan bersifat elastis pada saat gempa kuat, maka struktur akan
menjadi tidak ekonomis dan membutuhkan biaya yang sangat besar karena gempa
kuat jarang terjadi. Oleh karena itu maka struktur bangunan direncanakan bersifat
inelastis dengan tingkat daktilitas tertentu.

Dengan adanya sifat daktilitas tersebut, maka suatu struktur memungkinkan


terjadinya sendi plastis secara bertahap pada elemen-elemen struktur yang telah
ditentukan pada saat terjadi beban gempa maksimum. Hal ini terjadi akibat

1
gerakan tanah dasar yang diterima akan didistribusikan pada sendi plastis tersebut.
Semakin banyak terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula
energi gempa yang didistribusikan. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu
elemen, defleksi struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah. Selanjutnya
daktilitas dikenal dengan lambang . (SNI 03-17-202 )

Daktilitas bangunan yang didesain harus dibatasi berdasarkan kriteria perencanaan


sebagai berikut:
a. Kekuatan dan kekakuan struktur direncanakan untuk memenuhi kondisi
inelastis yang direncanakan supaya memberikan kemampuan kepada struktur
bangunan mengalami deformasi bersifat elastoplastik tanpa terjadi keruntuhan
saat mengalami gempa rencana maksimum.
b. Sendi-sendi plastis yang terjadi akibat beban gempa maksimum direncanakan
terdapat di dalam balok-balok dan tidak terjadi dalam kolom-kolom, kecuali
pada kaki kolom yang paling bawah. Hal ini dapat tercapai bila kapasitas
(momen leleh) kolom lebih tinggi daripada kapasitas (momen leleh) balok
yang bertemu pada kolom tersebut (konsep strong column weak beam).
c. Besarnya displacement yang terjadi harus dibatasi untuk menjaga integritas
bangunan dan menghindari jatuhnya korban jiwa.

1
BAB 3
METODE ANALISIS

3.1 Performance Based Earthquake Engineering (PBEE)

Metoda analisis yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Performance Based
Earthquake Engineering (PBEE) yaitu konsep mendesain, mengevaluasi,
membangun, mengawasi fungsi dan merawat fasilitas bangunan, dengan kinerja
dibawah kondisi reaksi pembebanan biasa dan pembebanan ekstrim. Performance
Based Earthquake Engineering (PBEE) dibagi menjadi dua, yaitu Performance
Based Seismic Design (PBSD) dan Performance Based Seismic Evalution (PBSE).
Kebutuhan pengunaan PBEE bermacam-macam, yaitu ditinjau dari tujuan owner
dan pengguna bangunan. Alasan penggunanan PBEE yaitu kinerjanya dapat
diprediksi dan dievaluasi sebelum bangunan ada atau setelah bangunan ada,
sehingga owner dengan kontraktor dapat memprediksi dan mengevaluasi kinerja
bangunan berdasarkan pertimbangan keselamatan pengguna dari pada biaya
pembuatannya.

Kerangka kerja pendekatan dengan Performance Based Seismic Evalution (PBSE)


pelaksanaanya tergantung pada kemampuan untuk mengevaluasi seismic
demands, seperti story drift/roof displacement dan penyebaran letak sendi platis.
Metode evaluasi yang digunakan adalah analisis nonlinear pushover, proses
menjalankan analisis pushover berdasarkan kriteria kinerja ATC-40. Hasil
evaluasi tersebut akan menghasilkan kurva pushover yang selanjutnya pada
metode capacity spectrum, kurva pushover tersebut diubah dalam bentuk kurva
kapasitas Single degree Of Freedom (SDOF) yang berpotongan dengan respons
spectrum yang disebut performance point. Respons spectrum diatas menggunakan
respons spectrum yang telah dimodifikasi dengan 5 % damped design spectrum,
dengan tujuan mengganti efek hilangnya energi dari system inelastic dengan
damping yang setara. Performance point merupakan gambaran grafik sederhana
tentang evaluasi dari gedung yang ditinjau. Hasilnya dapat diselaraskan dengan

1
kriteria kinerja sesuai ATC-40, apakah gedung tersebut termasuk dalam
Operational, Immediate Occupancy, Life Safety, dan Collapse Prevention

3.2 Gaya Gempa Statik Ekivalen

Perencanaan beban gempa statik ekivalen diawali dengan penentuan gaya geser
pada lantai dasar Vb(base shear) dengan persamaan sebagai berikut:
C1 I
V .Wt ( Sumber : SNI 03-1726-2002 )
R

dimana :
V = Gaya geser dasar nominal statik ekuivalen
C1 = Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa
Rencana
I = Faktor Keutamaan
R = Faktor reduksi gempa
Wt = Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai

Nilai faktor respon gempa didapatkan dari spektrum respon gempa rencana sesuai
dengan daerah gempa dan menurut waktu getar alami bangunan yang telah
ditentukan sebelumnya. Nilai faktor keutamaan bangunan dapat diperoleh dari
tabel 1 SNI 03-1726-2002. Setelah gaya geser (Vb) diperoleh, gaya tersebut
didistribusikan ke setiap lantai sebagai gaya lateral menurut persamaan:

Fi Wi .hi .V ( Sumber : SNI 03-1726-2002 )


Wi .hi
Dimana :
Fi = Beban gempa nominal statik ekuivalen
Wi = berat lantai tingkat ke-I pada peninjauan gempa
hi = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral
V = Beban geser dasar nominal akibat gempa

1
3.3 Analisa Gaya Gravitasi

B. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian (finishing), mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
C. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan gedung dan
di dalamnya termasuk beban pada plat lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai atau atap.

3.4 Performance Level

Performance level menggambarkan batasan kerusakan pada struktur dan beban


gempa yang ada. Batasan kerusakan ini dideskripsikan dari kerusakan fisik yang
terjadi pada struktur, ancaman kehilangan nyawa bagi pengguna bangunan akibat
kerusakan yang terjadi.

Di dalam ATC-40 dijelaskan perilaku suatu struktur yang diukur dari


tingkat kerusakan struktural dan non struktural yang terjadi. Empat tingkat
kerusakan utama sebagai berikut:

1
Tabel 3.1 Kriteria Kinerja
Level Penjelasan
Kinerja
Operational Tidak ada kerusakan struktural dan non struktural yang berarti,
bangunan dapat tetap berfungsi.
Immediate Tidak terjadi kerusakan struktural, komponen non structural
Occupancy
masih berada di tempatnya dan bangunan tetap dapat berfungsi
tanpa terganggu masalah perbaikan.
Life Safety Terjadi kerusakan struktural tetapi tidak terjadi keruntuhan,
komponen non struktural tidak berfungsi tetapi bangunan masih
dapat digunakan setelah dilakukan perbaikan.
Collapse Kerusakan terjadi pada komponen struktural dan non struktural,
Prevention
bangunan hampir runtuh, dan kecelakaan akibat kejatuhan
material bangunan sangat mungkin terjadi.
( Sumber : ATC-40, Volume 1 )
3.5 Capacity Spectrum Method

Capacity spectrum method menyajikan secara grafis dua buah grafik yang disebut
spektrum, yaitu spektrum kapasitas (capacity spectrum) yang menggambarkan
kapasitas struktur berupa hubungan gaya dorong total (base shear) dan
perpindahan lateral struktur (biasanya ditetapkan di puncak bangunan), dan
spektrum demand yang menggambarkan besarnya demand (tuntutan kinerja)
akibat gempa dengan periode ulang tertentu.

Sa Demand spectrum
Titik kinerja (performance point)
Capacity spectrum

Sd

Gambar 3.1 Performance Point pada Capacity Spectrum Method


( Sumber : ATC-40, Volume 1 )

1
3.6 Kurva Kapasitas

Kurva kapasitas yang didapatkan dari analisis pushover menggambarkan kekuatan


struktur yang besarnya sangat tergantung dari kemampuan momen-deformasi dari
masing-masing komponen struktur. Cara termudah untuk membuat kurva ini
adalah dengan mendorong struktur secara bertahap (pushover) dan mencatat
hubungan antara gaya geser dasar (base shear) dan perpindahan atap akibat beban
lateral yang dikerjakan pada struktur dengan pola pembebanan tertentu. Pola
pembebanan umumnya berupa beban statik ekivalen, hal ini berlaku untuk
bangunan yang memiliki periode fundamental struktur yang relatif kecil. Untuk
bangunan yang lebih fleksibel dengan periode struktur yang lebih besar,
perencana sebaiknya memperhitungkan pengaruh ragam yang lebih tinggi dalam
analisisnya.
atap
Gaya geser dasar, V (kN)

Perpindahan atap, atap (m)


V
Gambar 3.2 Kurva Kapasitas
( Sumber : ATC-40, Volume 1 )

3.7 Pushover Analisis

Analisa statik nonlinier merupakan prosedur analisa untuk mengetahui perilaku


keruntuhan suatu bangunan terhadap gempa, dikenal pula sebagai analisa
pushover atau analisa beban dorong statik. Analisa dilakukan dengan memberikan
suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian secara bertahap
ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target perpindahan lateral dari
suatu titik acuan tercapai.

1
Analisa pushover menghasilkan kurva pushover, kurva yang menggambarkan
hubungan antara gaya geser dasar versus perpindahan titik acuan pada atap. Pada
proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh disatu atau lebih
lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi
linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier.
Kurva pushover dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan
sebagai beban dorong.

Tujuan analisa pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan


deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana saja yang
kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian
khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya.

3.8 Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini digunakan metode analisis pushover. Analisis


dibantu dengan program ETABS 9 dan SAP2000. Untuk mempermudah uraian
diatas maka langkah analisis yang hendak dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Mencari data dan informasi yang mendukung penelitian.
b. Membuat model geometri struktur portal 3D dan menentukan dimensi balok
dan kolom.
c. Menghitung beban yang bekerja pada portal, yaitu beban mati, beban hidup,
dan beban gempa.
d. Menganalisis struktur terhadap model struktur portal, dengan menggunkan
analisis pushover. Sehingga memperoleh besarnya nilai drift/displacement,
momen, gaya geser dan gaya aksial pada struktur portal.
e. Menjelaskan hasil performance point dari struktur tersebut untuk mengetahui
struktur tersebut aman atau tidak.
f. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat dibuat
kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

1
Mulai

Data dan Informasi

Membuat model geometri struktur portal 3D dan menentukan dimensi

Menghitung beban :
beban mati, beban hidup, dan beban gempa

Analisis struktur dengan menggunkan analisis pushover.

Hasil Analisis Pushover :


Drift/displacement, momen, gaya geser dan gaya aksial

Menjelaskan hasil performance point.

Menentukan Kriteria Kinerja

Selesai

Bagan Alir 3.3 Kerangka Pikir

1
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Model Struktur

Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisis statik non-linier struktur (pushover
analysis), analisis pushover dilakukan sesuai dengan prdesur B pada dokumen
ATC 40,1996 dengan menggunakan bantuan software SAP2000. Analisis
pushover merupakan analisis yang digunakan untuk mengevalusasi kenerja dari
subuah struktur gedung, hasil dari analisis pushover adalah capacity curve,
performance point dan titik-titik sendi plastis dari hasil tersebut dapat diketahui
level kinerja seismic struktur gedung sehingga dapat diidentifikasi bagain-bagian
yang memerlukan perhatian khusus untuk stabilitasnya. Bangunan yang ditinjau
terdiri dari 5 lantai mempunyai ukuran bangunan 60 m x 19,2 m, dengan arah
sumbu-x bangunan memiliki 15 segmen dengan masing-masing bentang
sepanjang 3 m dan 4,5 meter dan sumbu-y bangunan memiliki 5 segmen dengan
masing-masing bentang memiliki panjang 4,2 m dan 5,4 m sedangkan tinggi antar
lantai 3 m, bangunan tersebut menggunakan sistem penahan gaya lateral yaitu
shearwall, Model struktur di desain dengan menggunakan beton dengan kuat
tekan 30 Mpa dan tulangan baja dengan kuat tarik 390 Mpa dengan daerah gempa
rencana terletak dalam zona 3, tanah sedang. Denah dari struktur yang ada dalam
pemodelan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1
Gambar 4.1 Denah Struktur Gedung

Gambar 4.2 Denah Struktur Gedung 3 D

1
4.2. Pembebanan Struktur

Perencanaan pembebanan dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam


menentukan beban-beban yang bekerja pada bangunan. Secara umum, beban
direncanakan sesuai Pedoman Perencanaan untuk Rumah dan Gedung (PPURG-
1987) sebagai berikut:

4.2.1 Beban Mati (DL)

Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini terdiri dari
beban mati structural (structural dead load) dan beban mati arsitektural
(superimpose dead load).

a. Beban mati struktural

Beban mati struktural ini merupakan berat sendiri elemen bangunan yang
memiliki fungsi struktural menahan beban. Beban dari berat sendiri elemen
elemen tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Baja = 7850 kg/m3
2. Beton Bertulang = 2400 kg/m3

b. Beban mati arsitektural

Berikut adalah beban beban yang termasuk sebagai Superimpose Dead Load :
1. Beban Material Penutup Lantai
Material penutup lantai yang digunakan adalah spesi tebal 3 cm asumsi berat
2
elemen 21 kg/m , keramik tebal 2 cm asumsi berat elemen 24 kg/m2, pasir
tebal 5 cm asumsi berat elemen 1,6 kg/m2.
Untuk atap menggunakan lapisan anti bocor (waterproffing) tebal 3 cm asumsi
berat elemen 1,6 kg/m2

1
2. Beban Plafond
Plafond yang digunakan terbuat dari material semen asbes setebal 3mm. Berat
2
elemen tersebut diperhitungkan sebesar 11 kg/m .
3. Beban MEP
2
Beban Mechanical and Electrical (ME) diasumsikan sebesar 50 kg/m .

4.2.1 Beban Hidup (LL)

Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban
hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban
hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup masa konstruksi. Beban hidup
yang direncanakan adalah sebagai berikut :
1. Beban Hidup pada Lantai Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan
2
yang ada, yaitu sebesar 250 kg/m .
2. Beban Hidup pada Atap Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan
2
yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m untuk beban tiap joint kuda-kuda dan
2
100 kg/m untuk beban plat atap.

4.2.3 Beban Gempa (E)

Beban gempa yang direncanakan adalah berdasarkan kriteria yang diberikan


bahwa bangunan ini berada pada wilayah gempa zona 3 sesuai dengan ketentuan
SNI 03-1726-2002, beban gempa adalah semua beban statik ekivalen yang
bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa
tersebut. Beban gempa yang dimaksud adalah gayagaya didalam struktur yang
terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa tersebut. Berikut adalah peta wilayah
gempa di Indonesia dan grafik respons spektrum wilayah gempa 3. Peta wilayah
gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar 4.3 ,dibawah ini.

1
Gambar 4.3 Peta Wilayah Gempa di Indonesia
( Sumber : SNI 03-1726-2002 )

Gambar 4.4 Grafik Respons Spektrum Wilayah Gempa 3


( Sumber : SNI 03-1726-2002 )

Kriteria yang digunakan :


1. Wilayah gempa 3
2. Kondisi tanah sedang
3. Tc = 0,46 detik
4. Ao (Ca) = 21
5. Ar (Cv) = 33
6. C (Ar/T) = 0,55

1
4.3. Analisis Pushover

Analisis pushover dilakukan dengan metode spektrum kapasitas (Capcity


Spektrum method ) sesuai prosedur B dokumen ATC 40, 1996. Analisis pushover
dengan prosedur B bersifat analitis dan sangat cocok dilakukan dengan bantuan
program. Dalam penelitian ini, proses analisis dilakukan dengan bantuan program
SAP2000 Nonlinier.

4.3.1. Distribusi sendi

Properti sendi dalam pemodelan ini untuk elemen kolom menggunkan tipe sendi
P-MM, karena pada elemen kolom terhadapat hubungan gaya aksial dan momen
(diagram interaksi P-M), sedangkan untuk elemen balok mengunakan tipe sendi
default-M3, karena balok efektif menahan gaya momen dalam arah sumbu kuat
(sumbu-3), sehingga sendi platis diharapkan terjadi pada elemen balok. Sendi
diasumsikan terletak pada masing-masing ujung elemen balok dan elemen kolom,
pada saat meng-input tipe sendi pada elemen kolom dan balok, menu Relative
Distance diisi angka 0 dan angka 1. Angka 0 menunjukan pangkal balok atau
kolom dan angka 1 menunjukan ujung balok atau kolom.

Gambar 4.5 Input sendi pada elemen kolom

1
Gambar 4.6 Input sendi pada elemen balok

4.3.2. Static Nonlinear Case

Pada saat analisis Pushover menggunakan sofware SAP2000 proses running


dilakukan dengan memasukan dua macam proses running sebagai berikut :
1. GRAV : Proses push-nya dilakukan oleh beban mati (Dead Load) dan
beban hidup (Live Load)
2. PUSH : Proses push-nya dilakukan oleh displacement 4 % dari total
tinggi bangunan.
Untuk monitor target peraliahan dipilih pada sumbu lemah dari struktur bangunan
yang ditinjau, pada bangunan ini letak sumbu lemah berada di sumbu arah Y.
Pengisian parameter pada PUSH case step-step analisis pushover menggunakan
metode trial.

1
Gambar 4.7 Input GRAV case

Gambar 4.8 Input PUSH case

1
4.3.3. Perhitungan Performance Point

Perhitungan performance point menurut ATC 40 prosedur B sebagai berikut :


1. Menggambar response spectrum dengan redaman 5%, 10%, 15% dan 20%

5%
10 %

15 %
20 %

Gambar 4.9 Response Spectrum

2. Mentransformasikan atau mengubah kurva kapasitas (Pushover) ke dalam


bentuk spektrum kapasitas.

5 % Demand
Response Spectrum

Capacity Spectrum

Gambar 4.10 Transformasi kurva kapasitas ke spektrum kapasitas

1
3. Melakukan Plot terhadap demand spectrum dengan nilai damping 5 % sesuai
dengan kondisi tanah dan wilayah gempa.

5 % Demand Response
Spectrum

Demand Spectrum

Gambar 4.11 Hasil plot Demand Spectrum dengan nilai Damping

4. Melakukan penggabungan antara Demand Spectrum dengan Capacity


Spectrum sehingga diperoleh titik perpotongan kurva yang merupakan titik
kinerja (Performance Point) bangunan.

Performance Point

Gambar 4.12 Hasil Performance Point

1
4.4. Output Analisis Pushover

Metode pushover adalah suatu analisis statik nonlinier dimana pengaruh gempa
rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statik
yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya
ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang
menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur
bangunan gedung, dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan
bentuk pasca-elastik yang besar sampai mencapai kondisi plastik. Hasil analisis
pushover yang dilakukan dengan program SAP2000 Nonlinier adalah kurva
kapasitas (Capacity Curve) skema kelelehan berupa distribusi sendi plastis yang
terjadi dan titik kinerja (Performance Point).

4.4.1. Kurva Kapasitas (Capacity Curve)

Kurva kapasitas menunjukkan hubungan antara gaya gempa dan perpindahan


yang terjadi hingga struktur runtuh. Perpindahan yang ditinjau adalah perpindahan
atap dan gaya geser dasar (base shear). Kurva kapasitas (Capacity Curve) dan
skema kelelehan sendi plastis selengkapnya disajikan pada Gambar 4.13.

Gambar 4.13 Kurva Kapasitas (Capacity Curve)

1
Berdasarkan hasil perhitungan analisis pushover besarnya gaya leteral maksimum
yang mampu ditahan oleh struktur sebesar 910,535 ton yang terjadi pada step 5,
dengan displacement sebesar 0,0681 m, sedangan pada step 6 gaya lateral yang
mampu ditahan oleh struktur menurun menjadi 777,041 ton,kemudian struktur
bergoyang kearah berlawanan mengalami penurunan gaya geser dasar dan
mendadak collapse.

4.4.2. Titik Kinerja (Performance Point)

Berdasarkan kurva respon spektrum rencana dari peraturan gempa (SNI 1726-
2002) untuk wilayah gempa 3 dengan kondisi tanah sedang dapat diperoleh nilai
Ca= 0,21 dan Cv= 0,33 sebagai input analisis pushover dalam format ADRS
(acceleration-displacement response spekctrum). Titik kinerja (Performance
Point) hasil analisis pushover dapat dilihat pada Gambar 4.12

Gambar 4.14 Grafik Evalusi Kinerja Struktur

1
Tabel 4.1 Evaluasi Kinerja Struktur
Gaya geser Performance point
dasar
Vt Dt eff Teff
(ton)
(ton) (m) (%) (Detik)
196,60 818,94 0,058 10,9 1,10

Dari tabel diatas dapat dilihat nilai gaya geser dasar Vt = 818,94 ton >
Vy = 196,60 ton, dengan nilai redaman efektif (eff) sebesar 10,9 %, nilai tersebut
lebih kecil dari batasan redaman efektif maksimum yang diijinkan yaitu 40 %.
Maka berdasarkan metode spektrum kapasitas perilaku struktur arah y pada
gempa rencana telah mengalami in-elastis yang disebabkan pelelehan pada sendi
plastisnya. Batasan maksimum displacement sebesar 0,02 H (0,3 m), target hasil
displacement dari analisis pushover sebesar 0,058 m < 0,3 m sehingga gedung
tersebut memenuhi syarat keamanan.

4.4.3. Mekanisme Sendi Plastis

Sendi plastis yang direncanakan agar sesuai dengan mekanisme yang


direncanakan yaitu beam sway mechanism (strong column weak beam). Di mana
sendi-sendi plastis untuk struktur direncanakan dapat terjadi pada elemen balok,
dan kolom dasar bangunan. Dari hasil analisa yang dilakukan dapat diketahui
letak sendi plastis yang terjadi pada struktur, pada step 1 sudah terlihat adanya
sendi plastis yang terbentuk didaerah balok lantai 5 dan balok atap pada struktur
yang ditinjau. Pada step 6 hampir semua daerah balok terbentuk sendi plastis, hal
ini menunjukkan bahwa distribusi sendi plastis hasil analisa pushover pada model
gedung yang ditinjau hanya terjadi pada daerah balok, sehingga tidak terjadi
mekanisme kerusakan tingkat. Hal tersebut sesuai dengan metode perencanaan
kolom kuat balok lemah dan memenuhi kriteria desain pada struktur gedung.
Gambar sendi plastis yang terjadi pada step 1 dan step 6 dapat dilihat pada gambar
4.15 dan gambar 4.16 dibawah ini.

1
Gambar 4.15 Sendi Plastis yang tejadi pada step 1

Gambar 4.16 Sendi Plastis yang tejadi pada step 6

1
Tabel 4.2. Distribusi Sendi Platis
Step Displacement Base Force
(m) ( Tonm )
0 -1,918E-04 0,0000

1 8,451E-04 31,5712
2 0,0149 369,6588
3 0,0611 846,4232
4 0,0611 853,8070

5 0,0681 910,5398
6 -0,0512 -777,0419

( Sumber : SAP2000, Pushover Curve )

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui batasan rasio drift atap yang dievaluasi pada
performance point yang mana parameternya adalah maksimum total drift dan
maksimum in-elastis drift. Perhitunganya seperti berikut :

Dt 0,058 0,0039
Maksimum total drift =
Htotal 15

Maksimum in-elastik drift = (Dt D1 ) (0,058 8,45E 04) 0,0038


Htotal 15

Tabel 4.3. Batasan Rasio Drift Atap


Performance Point
IO LS CP
0,005 0,01 0,02

Berdasarkan batasan rasio drift atap menurut ATC 40 hasil perhitungan diatas
menunjukan bahwa gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja Immediate
Occupancy (IO), hal ini berarti bahwa bila terjadi gempa gedung tidak mengalami
kerusakan struktural dan non struktural sehingga bangunan tersebut tetap aman
digunakan.

1
4.5. Perbandingan Hasil Analisa
Dari hasil analisa yang dilakukan dengan dua program SAP2000 dan ETABS
dapat diperoleh perbedaan hasil analisa Pushover sebagai berikut :
1. Hasil analisa dengan program SAP2000
Tabel 4.4 Evaluasi Kinerja Struktur arah sumbu lemah ( sumbu y )
Gaya geser Performance point
dasar
Vt Dt eff Teff
(ton)
(ton) (m) (%) (Detik)
196,60 818,94 0,058 10,9 1,10

Tabel 4.4 Evaluasi Kinerja Struktur arah sumbu kuat ( sumbu x )


Gaya geser Performance point
dasar
Vt Dt eff Teff
(ton)
(ton) (m) (%) (Detik)
196,60 -719,046 -0,093 5,4 0,273

Batasan rasio drift atap pada sumbu lemah ( arah y) dengan software SAP2000
Dt 0,058 0,0039
a. Maksimum total drift =
Htotal 15

b. Maksimum in-elastik drift = (Dt D1 ) (0,058 8,45E 04) 0,0038


Htotal 15

2. Hasil analisa dengan software ETABS


Tabel 4.5 Evaluasi Kinerja Struktur
Gaya geser Performance point
dasar
Vt Dt eff Teff
(ton)
(ton) (m) (%) (Detik)
196,60 850,405 0,057 7,6 0,565

Batasan rasio drift atap pada sumbu lemah ( arah y) dengan software ETABS
Dt 0,057 0,0038
a. Maksimum total drift =
Htotal 15

b. Maksimum in-elastik drift = (Dt D1 ) (0,057 0,0117) 0,003


Htotal 15

1
Dari hasil perhitungan dengan bantuan software SAP2000 dan ETABS
menunjukan bahwa gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja
Immediate Occupancy (IO), hal ini berarti bahwa bila terjadi gempa gedung
tidak mengalami kerusakan struktural dan non struktural sehingga bangunan
tersebut tetap aman digunakan.

1
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis statik non-linier dengan menggunakan metode analisis
Pushover dengan bantuan program SAP2000 diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil analisa dengan software SAP2000 dengan gaya geser dasar sebesar
196,60 ton diperoleh hasil kinerja struktur ( Performance Point ) dengan gaya
geser sebesar 818,94 ton, displacement (Dt) 0,058 m, redaman efektif (eff )
10,9 %, dan waktu efektif (Teff) 1,10 detik.
2. Batasan rasio drift atap dengan software SAP2000 diperoleh maksimum total
drift sebesar 0,0039 sedangkan maksimum in-elastik drift 0,0038
3. Hasil perhitungan dengan bantuan software SAP2000 menunjukan bahwa
gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja Immediate Occupancy
(IO), hal ini berarti bahwa bila terjadi gempa gedung tidak mengalami
kerusakan struktural dan non struktural sehingga bangunan tersebut tetap
aman digunakan.
4. Hasil gaya geser dasar Vt = 818,94 ton > Vy = 196,60 ton, dengan nilai
redaman efektif (eff) sebesar 10,9 %, nilai tersebut lebih kecil dari batasan
redaman efektif maksimum yang diijinkan yaitu 40 %. Maka berdasarkan
metode spektrum kapasitas perilaku struktur arah y pada gempa rencana telah
mengalami in-elastis yang disebabkan pelelehan pada sendi plastisnya.
5. Batasan maksimum displacement sebesar 0.02.H (0.3m) target hasil
displacement dari analisis pushover sebesar 0,058 m < 0,3 m sehingga gedung
tersebut memenuhi syarat keamanan.
6. Berdasarkan kurva respon spektrum rencana dari peraturan gempa (SNI 1726-
2002) untuk wilayah gempa 3 dengan kondisi tanah sedang dapat diperoleh
nilai Ca= 0,21 dan Cv= 0,33 sebagai input analisis pushover dalam format
ADRS (acceleration-displacement response spekctrum)

1
5.2. Saran

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis hanya menganalisis respon struktur
dengan menggunakan metode statik non-linear yaitu analisis Pushover. Namun
hasil yang didapat belum sepenuhnya memastikan apakah metode ini dapat
digunakan sepenuhnya, oleh karena itu penulis meyarankan beberapa hal yang
dapat digunakan untuk memperbaiki dan pengembangan studi selanjutnya, yaitu :
1. Evaluasi yang digunakan perlu ditambah dengan metode kinerja batas layan
dan kinerja batas ultimit.
2. Dalam tugas akhir ini menggunakan analisis statik non-linier, untuk studi yang
selanjutnya diharapkan menggunakan analisis dinamik non-linier untuk
melihat pengaruh dari Performance Point dari struktur yang ditinjau
3. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini memiliki jumlah lantai 5, untuk
penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan 10 lantai atau
lebih.
4. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini menggunakan struktur beton,
untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan struktur
baja.
5. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini bentuknya adalah h simetris,
untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan model bentuk bangunan
yang tidak simetris.

1
1
1

Anda mungkin juga menyukai