Skripsi
Sumarwan
I.1107535
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2010
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Tren perencanaan yang terkini yaitu perencanaan tahan gempa berbasis kinerja
(performanced based seismic design), yang memanfaatkan teknik analisis
nonlinier pushover berbasis komputer untuk menganalisis perilaku inelastis
struktur dari berbagai macam intensitas gerakan tanah (gempa), sehingga dapat
diketahui kinerjanya pada kondisi kritis dan dapat dilakukan tindakan apabila
tidak memenuhi syarat yang diperlukan (Dewobroto, 2005). Dengan statik
nonlinier pushover atau metode spektrum kapasitas dapat diperoleh perilaku
struktur secara keseluruhan, dari elastis, leleh dan akhirnya runtuh, dengan cara
menaikkan besarnya gaya geser statik secara monotonik yang mengikuti pola
distribusi tinggi struktur sampai target displacement tercapai. Baik distribusi gaya
dan target displacement didasarkan atas asumsi bahwa respon yang dihasilkan
dikontrol oleh mode yang dominan dan mode shape yang tetap tidak berubah
setelah struktur leleh (Dewobroto, 2005).
1
3. Gedung terletak di kota Surakarta dan berada pada wilayah gempa 3
berdasarkan SNI 1726-2002, pada tanah sedang (medium soil).
4. Peraturan pembebanan berdasarkan Pedoman Perencanaan Pembebanan
untuk Rumah dan Gedung (PPPURG 1987) dan Tata cara perhitungan
struktur beton untuk bangunan gedung berdasarkan SNI 03 2847 2002.
5. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung
( SNI 1726 2002 ).
6. Kriteria kinerja struktur menggunakan peraturan ATC-40.
7. Perilaku struktur dianalisis dengan menggunakan pushover analysis dengan
bantuan program ETABS 9 dan SAP2000.
8. Gedung berbentuk huruf h simetris beraturan.
9. Beban beban gempa pada gedung ini dilakukan dengan memasukannya
pada tiap join lantai.
10. Gedung memiliki shearwall pada tepi bangunan dilantai bawah.
1
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Yunalia (2008), Desain dan analisis perilaku serta kinerja struktur berdasarkan
konsep Performance Based Earthquake Engineering (PBEE) telah cukup sering
dilakukan kajian di Indonesia meski masih dalam tahapan modeling, pada aplikasi
riil dalam kaitan suatu proses tahapan desain disebabkan belum adanya ketentuan
untuk melakukan tinjuan performance struktur hasil desain. Evaluasi sebagai
performance struktur di Indonesia telah dilakukan pada beberapa gedung tinggi
sebagai bagian dari tuntutan jaminan akan keselamatan terutama dari pihak owner
untuk mengetahui sejauh mana tingkat keamanan yang dimiliki dari sebuah
gedung.
Kebutuhan akan evaluasi kinerja struktur terutama struktur bangunan yang telah
berdiri atau eksisting di masa depan akan menjadi tuntutan seiring dengan hasil
riset-riset terbaru terhadap potensi bahaya gempa yang menunjukkan hasil
perkiraan nilai percepatan muka tanah yang jauh berbeda, bahkan dengan peta
wilayah gempa terbaru pada SNI 03 1726 2002
Yosafat Aji Pranata (2006), Metode analisis statik beban dorong (static
nonlinear/pushover analysis) merupakan suatu metode analisis, yang mana dari
hasil analisis antara lain diperoleh informasi berupa kurva kapasitas. Kurva
kapasitas menyatakan hubungan antara gaya geser dasar terhadap peralihan atap
struktur bangunan gedung. Dari kurva kapasitas kemudian dapat ditentukan
daktilitas peralihan aktual struktur, yang mana bergantung pada penentuan titik
peralihan pada saat leleh pertama terjadi dan titik peralihan ultimit (target
peralihan yang diharapkan).
1
Wiryanto Dewobroto (2006), menyatakan analisa pushover dapat digunakan
sebagai alat bantu untuk perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan
keterbatasan yang ada, yaitu :
a. Hasil analisa pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun
perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu
siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisa pushover adalah
statik monotonik.
b. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisa adalah sangat
penting.
c. Untuk membuat model analisa nonlinier akan lebih rumit dibanding model
analisa linier. Model tersebut harus memperhitungkan karakteristik inelastik
beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P-.
Cosmas Wibisono dan Hendro Lie (2008), Gempa bumi adalah getaran yang
terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasanya disebabkan oleh pergerakan
kerak bumi (lempeng bumi), gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi
karena pergerakan sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.
Gempa bumi terjadi setiap hari di bumi, namun kebanyakkan kecil dan tidak
menyebabkan kerusakan apa-apa. Gempa bumi kecil juga dapat mengiringi gempa
bumi besar, dan dapat terjadi sebelum atau sesudah gempa bumi besar tersebut.
1
c. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan tenaga yang terjadi
karena pergeseran lempengan pelat tektonik. Tenaga yang dihasilkan oleh
tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari pelat
tektonik ( tektonik plate ) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa
lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut
dan mengapung sebagai lapisan. Lapisan tersebut bergerak perlahan
sehingga berpisah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya gempa tektonik. Contoh gempa tektonik ialah seperti
yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Mei 2006.
Kebanyakan gempa bumi yang berbahaya adalah gempa bumi tektonik, hal
ini disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang
dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu dan
membesar, akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat
ditahan lagi oleh pinggiran lempengan, pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.
1
perencanaan tersebut, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai
didaerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti dinding geser atau yang
biasa disebut shearwall .
Melalui konsep struktur ini, maka pada saat mekanisme keruntuhan, sendi plastis
akan terjadi pada balok terlebih dahulu baru pada tahap-tahap akhir plastis terjadi
pada ujung-ujung bawah kolom. Hal ini dilakukan agar sejumlah besar sendi
plastis terbentuk pada struktur secara daktail yang dapat memencarkan energi
melalui proses pelelehan struktur dan diharapkan dapat menyerap beban gempa.
Cosmas Wibisono dan Hendro Lie (2008), Ketika terjadi deformasi tak terbatas
pada bagian struktur tanpa diiringi peningkatan beban yang bekerja pada struktur
tersebut, maka dapat dikatakan struktur dalam keadaan runtuh. Salah satu hal yang
perlu diperhatikan pada saat struktur mengalami runtuh adalah jumlah sendi yang
cukup telah terbentuk untuk mengubah struktur atau bagian dari struktur tersebut
menjadi suatu bentuk mekanisme keruntuhan.
Jumlah sendi plastis yang telah terbentuk dapat dijadikan suatu patokan apakah
struktur telah mengalami keruntuhan atau belum. Hal ini dapat dikaitkan dengan
besarnya redaman pada saat struktur statis tak tentu. Setiap terbentuknya sendi
plastis maka akan diikuti dengan berkurangnya jumlah redaman sampai struktur
menjadi statis tak tentu. Jika jumlah sendi plastis melebihi jumlah redaman maka
kondisi ini menyebabkan keruntuhan pada struktur.
1
Pada kenyataannya kondisi seperti ini jarang terjadi karena ada beberapa hal saat
jumlah sendi plastis yang terjadi tidak melebihi redaman namun dapat
menyebabkan keruntuhan struktur. Hal ini dapat terjadi pada portal bertingkat dua
atau lebih. Keruntuhan suatu struktur dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai
berikut :
a. Keruntuhan Lokal adalah keruntuhan yang diakibatkan oleh kegagalan pada
elemen struktur yang mengalami sendi plastis. Kegagalan ini terjadi karena
kapasitas penampang dari suatu elemen telah terlampaui. Parameter yang
digunakan untuk mengidentifikasi keruntuhan lokal adalah kelengkungan dan
sudut rotasi plastis.
b. Keruntuhan Global umumnya diasosiasikan dengan simpangan antar tingkat
( interstory drift ) pada saat terjadi deformasi in-elastis yang dibatasi pada nilai
tertentu bergantung pada periode struktur. Keruntuhan ini terjadi jika deformasi
lateral suatu struktur telah melebihi batas maksimum yang telah ditentukan
oleh peraturan yang berlaku.
Park and Paulay (1974), Ada dua tipe mekanisme keruntuhan yang biasa terjadi
pada analisis static sebagai batas analisis, yaitu beam sway mechanism dan column
sway mechanism. Beam sway mechanism yaitu pembentukan sendi plastis pada
ujung-ujung balok, sedangkan column sway mechanism merupakan pembentukan
sendi plastis pada kedua ujung baik atas maupun bawah dari elemen struktur
vertikal. Dalam perencanaannya, mekanisme keruntuhan yang diharapkan adalah
beam sway mechanism, hal ini disebabkan beberapa alasan yaitu :
a. Pada beam sway mechanism, jumlah sendi plastis terbentuk dalam banyak
elemen sehingga energi yang dipancarkan semakin banyak pula.
b. Pada column sway mechanism, sendi plastis hanya akan terbentuk pada ujung-
ujung kolom pada suatu lantai saja, sehingga pemencaran energi hanya terjadi
pada sejumlah kecil elemen.
c. Daktilitas kurvatur yang harus dipenuhi oleh balok pada umumnya jauh lebih
mudah dipenuhi daripada kolom yang sering kali memiliki daktilitas yang
terbatas akibat besarnya gaya aksial tekan yang bekerja.
1
Gambar 2.1 Mekanisme Keruntuhan Beam Sidesway Mechanism
( Sumber : Park and Paulay, 1974 )
1
2.5 Parameter Dinamika Struktur
Pada saat melakukan perencanaan terhadap suatu struktur, maka perlu diketahui
beberapa parameter penting, yaitu massa (m), kekakuan (k), redaman (c), dan
waktu getar alami struktur (T).(SNI 03-17-202 )
Kekakuan struktur merupakan gaya yang diperlukan oleh suatu struktur bila
mengalami deformasi. Adapun penilaian kekakuan ini berdasarkan bahan-bahan
material yang digunakan, dimensi elemen struktur, penulangan, modulus
elastisitas, momen inersia , momen inersia polar, dan modulus elastisitas geser.
(SNI 03-17-202 )
2.5.2 Redaman ( c )
Suatu struktur bila dikenai beban tidak selalu bergetar. Hal ini disebabkan adanya
redaman. Redaman pada suatu struktur yang bergetar menyatakan adanya
fenomena disipasi energi atau penyerapan energi. (SNI 03-17-202 )
(SNI 03-17-202 ),Waktu getar alami adalah waktu yang dibutuhkan oleh struktur
untuk bergetar satu kali bolak-balik tanpa adanya gaya luar. Waktu getar alami
struktur ini dinyatakan dalam detik. Besarnya waktu getar alami struktur perlu
diketahui agar peristiwa resonansi pada struktur dapat dihindari. Peristiwa
resonansi struktur adalah suatu keadaan saat frekuensi alami pada struktur sama
dengan frekuensi beban luar yang bekerja sehingga dapat menyebabkan
keruntuhan pada struktur. Adapun hubungan antara waktu getar dengan frekuensi
dapat dinyatakan sebagai berikut :
T1 < n
T1 = Batas maksimum waktu getar alami.
= Koefisien yang membatasi waktu getar alami struktur gedung, tergantung
dari wilayah gempa sesuai tabel 8 SNI 03 1726 2002. [ 1 ]
n = Jumlah tingkat struktur.
1
Untuk struktur gedung berupa portal tanpa unsur pengaku waktu getar alami dapat
dihitung dengan rumus :
T = 0,085 H0,75 untuk portal baja
0,75
T = 0,060 H untuk portal Beton
T = 0,090 H B-0,5 untuk struktur gedung yang lain
Keterangan :
H : Tinggi Bangunan Struktur
B : Panjang Denah Struktur
Dalam mendesain suatu bangunan, struktur yang memenuhi sifat kuat lebih (f1)
dan redundancy (f2), maka umumnya dengan sifat tersebut struktur tidak akan
merespon sepenuhnya elastoplastis. Sifat kuat lebih (f1) umumnya disebabkan
kekuatan aktual material yang dilaksanakan lebih besar dari kekuatan material
yang direncanakan sedangkan redundancy (f2) disebabkan dari mekanisme
jumlah sendi plastis yang direncanakan pada bangunan lebih besar dari satu.
Beban lebih pada elemen non-daktail dapat diperhitungkan hanya apabila efek
kuat lebih tidak diperhitungkan dalam desain sebelumnya. (SNI 03-17-202 )
1
gerakan tanah dasar yang diterima akan didistribusikan pada sendi plastis tersebut.
Semakin banyak terbentuk sendi plastis pada elemen struktur, semakin besar pula
energi gempa yang didistribusikan. Setelah terjadi sendi plastis pada suatu
elemen, defleksi struktur serta rotasi plastis masih terus bertambah. Selanjutnya
daktilitas dikenal dengan lambang . (SNI 03-17-202 )
1
BAB 3
METODE ANALISIS
Metoda analisis yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah Performance Based
Earthquake Engineering (PBEE) yaitu konsep mendesain, mengevaluasi,
membangun, mengawasi fungsi dan merawat fasilitas bangunan, dengan kinerja
dibawah kondisi reaksi pembebanan biasa dan pembebanan ekstrim. Performance
Based Earthquake Engineering (PBEE) dibagi menjadi dua, yaitu Performance
Based Seismic Design (PBSD) dan Performance Based Seismic Evalution (PBSE).
Kebutuhan pengunaan PBEE bermacam-macam, yaitu ditinjau dari tujuan owner
dan pengguna bangunan. Alasan penggunanan PBEE yaitu kinerjanya dapat
diprediksi dan dievaluasi sebelum bangunan ada atau setelah bangunan ada,
sehingga owner dengan kontraktor dapat memprediksi dan mengevaluasi kinerja
bangunan berdasarkan pertimbangan keselamatan pengguna dari pada biaya
pembuatannya.
1
kriteria kinerja sesuai ATC-40, apakah gedung tersebut termasuk dalam
Operational, Immediate Occupancy, Life Safety, dan Collapse Prevention
Perencanaan beban gempa statik ekivalen diawali dengan penentuan gaya geser
pada lantai dasar Vb(base shear) dengan persamaan sebagai berikut:
C1 I
V .Wt ( Sumber : SNI 03-1726-2002 )
R
dimana :
V = Gaya geser dasar nominal statik ekuivalen
C1 = Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa
Rencana
I = Faktor Keutamaan
R = Faktor reduksi gempa
Wt = Berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai
Nilai faktor respon gempa didapatkan dari spektrum respon gempa rencana sesuai
dengan daerah gempa dan menurut waktu getar alami bangunan yang telah
ditentukan sebelumnya. Nilai faktor keutamaan bangunan dapat diperoleh dari
tabel 1 SNI 03-1726-2002. Setelah gaya geser (Vb) diperoleh, gaya tersebut
didistribusikan ke setiap lantai sebagai gaya lateral menurut persamaan:
1
3.3 Analisa Gaya Gravitasi
B. Beban Mati
Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap,
termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian (finishing), mesin-mesin serta
peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
C. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan gedung dan
di dalamnya termasuk beban pada plat lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam
pembebanan lantai atau atap.
1
Tabel 3.1 Kriteria Kinerja
Level Penjelasan
Kinerja
Operational Tidak ada kerusakan struktural dan non struktural yang berarti,
bangunan dapat tetap berfungsi.
Immediate Tidak terjadi kerusakan struktural, komponen non structural
Occupancy
masih berada di tempatnya dan bangunan tetap dapat berfungsi
tanpa terganggu masalah perbaikan.
Life Safety Terjadi kerusakan struktural tetapi tidak terjadi keruntuhan,
komponen non struktural tidak berfungsi tetapi bangunan masih
dapat digunakan setelah dilakukan perbaikan.
Collapse Kerusakan terjadi pada komponen struktural dan non struktural,
Prevention
bangunan hampir runtuh, dan kecelakaan akibat kejatuhan
material bangunan sangat mungkin terjadi.
( Sumber : ATC-40, Volume 1 )
3.5 Capacity Spectrum Method
Capacity spectrum method menyajikan secara grafis dua buah grafik yang disebut
spektrum, yaitu spektrum kapasitas (capacity spectrum) yang menggambarkan
kapasitas struktur berupa hubungan gaya dorong total (base shear) dan
perpindahan lateral struktur (biasanya ditetapkan di puncak bangunan), dan
spektrum demand yang menggambarkan besarnya demand (tuntutan kinerja)
akibat gempa dengan periode ulang tertentu.
Sa Demand spectrum
Titik kinerja (performance point)
Capacity spectrum
Sd
1
3.6 Kurva Kapasitas
1
Analisa pushover menghasilkan kurva pushover, kurva yang menggambarkan
hubungan antara gaya geser dasar versus perpindahan titik acuan pada atap. Pada
proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh disatu atau lebih
lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi
linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier.
Kurva pushover dipengaruhi oleh pola distribusi gaya lateral yang digunakan
sebagai beban dorong.
1
Mulai
Menghitung beban :
beban mati, beban hidup, dan beban gempa
Selesai
1
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisis statik non-linier struktur (pushover
analysis), analisis pushover dilakukan sesuai dengan prdesur B pada dokumen
ATC 40,1996 dengan menggunakan bantuan software SAP2000. Analisis
pushover merupakan analisis yang digunakan untuk mengevalusasi kenerja dari
subuah struktur gedung, hasil dari analisis pushover adalah capacity curve,
performance point dan titik-titik sendi plastis dari hasil tersebut dapat diketahui
level kinerja seismic struktur gedung sehingga dapat diidentifikasi bagain-bagian
yang memerlukan perhatian khusus untuk stabilitasnya. Bangunan yang ditinjau
terdiri dari 5 lantai mempunyai ukuran bangunan 60 m x 19,2 m, dengan arah
sumbu-x bangunan memiliki 15 segmen dengan masing-masing bentang
sepanjang 3 m dan 4,5 meter dan sumbu-y bangunan memiliki 5 segmen dengan
masing-masing bentang memiliki panjang 4,2 m dan 5,4 m sedangkan tinggi antar
lantai 3 m, bangunan tersebut menggunakan sistem penahan gaya lateral yaitu
shearwall, Model struktur di desain dengan menggunakan beton dengan kuat
tekan 30 Mpa dan tulangan baja dengan kuat tarik 390 Mpa dengan daerah gempa
rencana terletak dalam zona 3, tanah sedang. Denah dari struktur yang ada dalam
pemodelan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1
Gambar 4.1 Denah Struktur Gedung
1
4.2. Pembebanan Struktur
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini terdiri dari
beban mati structural (structural dead load) dan beban mati arsitektural
(superimpose dead load).
Beban mati struktural ini merupakan berat sendiri elemen bangunan yang
memiliki fungsi struktural menahan beban. Beban dari berat sendiri elemen
elemen tersebut diantaranya sebagai berikut:
1. Baja = 7850 kg/m3
2. Beton Bertulang = 2400 kg/m3
Berikut adalah beban beban yang termasuk sebagai Superimpose Dead Load :
1. Beban Material Penutup Lantai
Material penutup lantai yang digunakan adalah spesi tebal 3 cm asumsi berat
2
elemen 21 kg/m , keramik tebal 2 cm asumsi berat elemen 24 kg/m2, pasir
tebal 5 cm asumsi berat elemen 1,6 kg/m2.
Untuk atap menggunakan lapisan anti bocor (waterproffing) tebal 3 cm asumsi
berat elemen 1,6 kg/m2
1
2. Beban Plafond
Plafond yang digunakan terbuat dari material semen asbes setebal 3mm. Berat
2
elemen tersebut diperhitungkan sebesar 11 kg/m .
3. Beban MEP
2
Beban Mechanical and Electrical (ME) diasumsikan sebesar 50 kg/m .
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan. Beban
hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan beban
hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup masa konstruksi. Beban hidup
yang direncanakan adalah sebagai berikut :
1. Beban Hidup pada Lantai Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan
2
yang ada, yaitu sebesar 250 kg/m .
2. Beban Hidup pada Atap Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan
2
yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m untuk beban tiap joint kuda-kuda dan
2
100 kg/m untuk beban plat atap.
1
Gambar 4.3 Peta Wilayah Gempa di Indonesia
( Sumber : SNI 03-1726-2002 )
1
4.3. Analisis Pushover
Properti sendi dalam pemodelan ini untuk elemen kolom menggunkan tipe sendi
P-MM, karena pada elemen kolom terhadapat hubungan gaya aksial dan momen
(diagram interaksi P-M), sedangkan untuk elemen balok mengunakan tipe sendi
default-M3, karena balok efektif menahan gaya momen dalam arah sumbu kuat
(sumbu-3), sehingga sendi platis diharapkan terjadi pada elemen balok. Sendi
diasumsikan terletak pada masing-masing ujung elemen balok dan elemen kolom,
pada saat meng-input tipe sendi pada elemen kolom dan balok, menu Relative
Distance diisi angka 0 dan angka 1. Angka 0 menunjukan pangkal balok atau
kolom dan angka 1 menunjukan ujung balok atau kolom.
1
Gambar 4.6 Input sendi pada elemen balok
1
Gambar 4.7 Input GRAV case
1
4.3.3. Perhitungan Performance Point
5%
10 %
15 %
20 %
5 % Demand
Response Spectrum
Capacity Spectrum
1
3. Melakukan Plot terhadap demand spectrum dengan nilai damping 5 % sesuai
dengan kondisi tanah dan wilayah gempa.
5 % Demand Response
Spectrum
Demand Spectrum
Performance Point
1
4.4. Output Analisis Pushover
Metode pushover adalah suatu analisis statik nonlinier dimana pengaruh gempa
rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statik
yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya
ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang
menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur
bangunan gedung, dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan
bentuk pasca-elastik yang besar sampai mencapai kondisi plastik. Hasil analisis
pushover yang dilakukan dengan program SAP2000 Nonlinier adalah kurva
kapasitas (Capacity Curve) skema kelelehan berupa distribusi sendi plastis yang
terjadi dan titik kinerja (Performance Point).
1
Berdasarkan hasil perhitungan analisis pushover besarnya gaya leteral maksimum
yang mampu ditahan oleh struktur sebesar 910,535 ton yang terjadi pada step 5,
dengan displacement sebesar 0,0681 m, sedangan pada step 6 gaya lateral yang
mampu ditahan oleh struktur menurun menjadi 777,041 ton,kemudian struktur
bergoyang kearah berlawanan mengalami penurunan gaya geser dasar dan
mendadak collapse.
Berdasarkan kurva respon spektrum rencana dari peraturan gempa (SNI 1726-
2002) untuk wilayah gempa 3 dengan kondisi tanah sedang dapat diperoleh nilai
Ca= 0,21 dan Cv= 0,33 sebagai input analisis pushover dalam format ADRS
(acceleration-displacement response spekctrum). Titik kinerja (Performance
Point) hasil analisis pushover dapat dilihat pada Gambar 4.12
1
Tabel 4.1 Evaluasi Kinerja Struktur
Gaya geser Performance point
dasar
Vt Dt eff Teff
(ton)
(ton) (m) (%) (Detik)
196,60 818,94 0,058 10,9 1,10
Dari tabel diatas dapat dilihat nilai gaya geser dasar Vt = 818,94 ton >
Vy = 196,60 ton, dengan nilai redaman efektif (eff) sebesar 10,9 %, nilai tersebut
lebih kecil dari batasan redaman efektif maksimum yang diijinkan yaitu 40 %.
Maka berdasarkan metode spektrum kapasitas perilaku struktur arah y pada
gempa rencana telah mengalami in-elastis yang disebabkan pelelehan pada sendi
plastisnya. Batasan maksimum displacement sebesar 0,02 H (0,3 m), target hasil
displacement dari analisis pushover sebesar 0,058 m < 0,3 m sehingga gedung
tersebut memenuhi syarat keamanan.
1
Gambar 4.15 Sendi Plastis yang tejadi pada step 1
1
Tabel 4.2. Distribusi Sendi Platis
Step Displacement Base Force
(m) ( Tonm )
0 -1,918E-04 0,0000
1 8,451E-04 31,5712
2 0,0149 369,6588
3 0,0611 846,4232
4 0,0611 853,8070
5 0,0681 910,5398
6 -0,0512 -777,0419
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui batasan rasio drift atap yang dievaluasi pada
performance point yang mana parameternya adalah maksimum total drift dan
maksimum in-elastis drift. Perhitunganya seperti berikut :
Dt 0,058 0,0039
Maksimum total drift =
Htotal 15
Berdasarkan batasan rasio drift atap menurut ATC 40 hasil perhitungan diatas
menunjukan bahwa gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja Immediate
Occupancy (IO), hal ini berarti bahwa bila terjadi gempa gedung tidak mengalami
kerusakan struktural dan non struktural sehingga bangunan tersebut tetap aman
digunakan.
1
4.5. Perbandingan Hasil Analisa
Dari hasil analisa yang dilakukan dengan dua program SAP2000 dan ETABS
dapat diperoleh perbedaan hasil analisa Pushover sebagai berikut :
1. Hasil analisa dengan program SAP2000
Tabel 4.4 Evaluasi Kinerja Struktur arah sumbu lemah ( sumbu y )
Gaya geser Performance point
dasar
Vt Dt eff Teff
(ton)
(ton) (m) (%) (Detik)
196,60 818,94 0,058 10,9 1,10
Batasan rasio drift atap pada sumbu lemah ( arah y) dengan software SAP2000
Dt 0,058 0,0039
a. Maksimum total drift =
Htotal 15
Batasan rasio drift atap pada sumbu lemah ( arah y) dengan software ETABS
Dt 0,057 0,0038
a. Maksimum total drift =
Htotal 15
1
Dari hasil perhitungan dengan bantuan software SAP2000 dan ETABS
menunjukan bahwa gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja
Immediate Occupancy (IO), hal ini berarti bahwa bila terjadi gempa gedung
tidak mengalami kerusakan struktural dan non struktural sehingga bangunan
tersebut tetap aman digunakan.
1
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis statik non-linier dengan menggunakan metode analisis
Pushover dengan bantuan program SAP2000 diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :
1. Hasil analisa dengan software SAP2000 dengan gaya geser dasar sebesar
196,60 ton diperoleh hasil kinerja struktur ( Performance Point ) dengan gaya
geser sebesar 818,94 ton, displacement (Dt) 0,058 m, redaman efektif (eff )
10,9 %, dan waktu efektif (Teff) 1,10 detik.
2. Batasan rasio drift atap dengan software SAP2000 diperoleh maksimum total
drift sebesar 0,0039 sedangkan maksimum in-elastik drift 0,0038
3. Hasil perhitungan dengan bantuan software SAP2000 menunjukan bahwa
gedung yang ditinjau termasuk dalam level kinerja Immediate Occupancy
(IO), hal ini berarti bahwa bila terjadi gempa gedung tidak mengalami
kerusakan struktural dan non struktural sehingga bangunan tersebut tetap
aman digunakan.
4. Hasil gaya geser dasar Vt = 818,94 ton > Vy = 196,60 ton, dengan nilai
redaman efektif (eff) sebesar 10,9 %, nilai tersebut lebih kecil dari batasan
redaman efektif maksimum yang diijinkan yaitu 40 %. Maka berdasarkan
metode spektrum kapasitas perilaku struktur arah y pada gempa rencana telah
mengalami in-elastis yang disebabkan pelelehan pada sendi plastisnya.
5. Batasan maksimum displacement sebesar 0.02.H (0.3m) target hasil
displacement dari analisis pushover sebesar 0,058 m < 0,3 m sehingga gedung
tersebut memenuhi syarat keamanan.
6. Berdasarkan kurva respon spektrum rencana dari peraturan gempa (SNI 1726-
2002) untuk wilayah gempa 3 dengan kondisi tanah sedang dapat diperoleh
nilai Ca= 0,21 dan Cv= 0,33 sebagai input analisis pushover dalam format
ADRS (acceleration-displacement response spekctrum)
1
5.2. Saran
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis hanya menganalisis respon struktur
dengan menggunakan metode statik non-linear yaitu analisis Pushover. Namun
hasil yang didapat belum sepenuhnya memastikan apakah metode ini dapat
digunakan sepenuhnya, oleh karena itu penulis meyarankan beberapa hal yang
dapat digunakan untuk memperbaiki dan pengembangan studi selanjutnya, yaitu :
1. Evaluasi yang digunakan perlu ditambah dengan metode kinerja batas layan
dan kinerja batas ultimit.
2. Dalam tugas akhir ini menggunakan analisis statik non-linier, untuk studi yang
selanjutnya diharapkan menggunakan analisis dinamik non-linier untuk
melihat pengaruh dari Performance Point dari struktur yang ditinjau
3. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini memiliki jumlah lantai 5, untuk
penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan 10 lantai atau
lebih.
4. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini menggunakan struktur beton,
untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan struktur
baja.
5. Gedung yang dianalisis dalam tugas akhir ini bentuknya adalah h simetris,
untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan model bentuk bangunan
yang tidak simetris.
1
1
1