Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS DOKTER INTERNSIP

SNAKE BITE

Disusun oleh :

dr. Luvita Amallia S

Dokter Pendamping :

dr. Wiwin

RSUD TAIS KAB. SELUMA

BENGKULU

2016

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 55 thn
Agama : Islam
Alamat : teluk jambe timur
RM : 00660363
Masuk RS tanggal : 18 oktober 2016

II. ANAMNESIS : Secara allo-anamnesis

Keluhan Utama : Pasien datang ke IGD dengan keluhan digigit


ular

Riwayat Penyakit Sekarang :

2 jam SMRS pasien mengeluh digigit ular pada jari kaki kanan tidak
diketahui bentuk dan warna ular karena saat sedang tertidur lelap. Pasien tergigit
sebanyak 1 kali. Pada jari kaki kanan terdapat 2 luka bekas gigitan ular. Luka
disertai nyeri berdenyut dan kaki terasa kram. Pasien tidak mengeluh mual, muntah,
pusing, sesak dan kejang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Sebelumnya belum pernah tergigit ular seperti ini


Riwayat hipertensi (+), Riwayat DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga mempunyai keluhan yang sama.

Riwayat Pengobatan

Pasien belum berobat ke Puskesmas/ dokter/ sarana kesehatan lainnya

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis


2
Tanda vital

Tekanan darah : 160/90

Nadi : 76 kali /menit

Pernafasan : 24 kali / menit

Suhu : 36,50C

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

Tenggorokan : Faring tidak hiperemis

Leher : Pembesaran KGB (-/-)

Paru : Bunyi nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Datar, supel. Hepar dan Lien tidak ada pembesaran,


bising usus (+) normal

Ekstrimitas : Akral hangat, edema (-/-)

IV. STATUS LOKALIS


Regio digiti 5 pedis dextra :
Inspeksi : tampak pada jari kaki kanan jejas (+) bekas gigitan ular, warna kulit
kehitaman, jaringan nekrotik (+), warna kuku pucat, tampak edema dan bula
multiple
Palpasi : nyeri tekan (+), ukuran bula diameter 1 cm, perabaan suhu
hangat, konsistensi kenyal tegang, capillary refill >2
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak ada

VI. RESUME

Seorang laki laki, usia 70 tahun, datang dengan keluhan jari kaki kanan
penderita tergigit ular tidak diketahui bentuk dan warna ular karena saat sedang

3
tertidur lelap. Pasien merasa jari kakinya nyeri dan kram. Nekrosis di tempat gigitan
(+) aktif dan bengkak (+).

Keadaan Umum : baik, sadar, tampak kesakitan

Kesadaran : komposmentis

Tanda Vital : TD : 160/90

Status Generalis : dalam batas normal

Regio digiti 5 pedis dextra :

Inspeksi : tampak pada jari kaki kanan jejas (+) bekas gigitan ular, warna kulit
kehitaman, jaringan nekrotik (+), warna kuku pucat, tampak edema dan bula
multiple
Palpasi : nyeri tekan (+), ukuran bula diameter 1 cm, perabaan suhu
hangat, konsistensi kenyal tegang, capillary refill >2

VII. DIAGNOSIS KERJA


Snake bite
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Tidak ada

4
IX. PENATALAKSANAAN

Non-medikamentosa:

- Menjelaskan tentang penangan luka pada keluarga penderita dan komplikasi


yang mungkin terjadi.
- Menjelaskan mungkin dapat terjadi kerusakan jaringan sehingga memerlukan
tindakan amputasi pada jari pasien.

Medikamentosa:

Sistemik:

- Debridement luka, tutup luka dengan kassa steril

- ATS 1 amp skin test

-SABU tidak ada

- cefadroxil 2x500mg

- asam mefenamat 3x500 mg

- captopril 3x25 mg

- amlodipin 1x5 mg

X. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : bonam

Quo sanationam : bonam

5
6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

SNAKE BITE

I. PENDAHULUAN

Kasus Snake Bite atau kasus gigitan ular temasuk kasus yang sering dijumpai di
Unit Gawat Darurat. Tidak ada data tentang berapa kasus gigitan ular di Indonesia. Sebagai
perbandingan, antara tahun 1999 sampai tahun 2001terdapat 19.335 kedatangan ke rumah
sakit di Malaysia karena bisa gigitan binatang. Sebagian besar diantaranuya disebabkan oleh
gigitan ular.1

Tidak semua gigitan ular berbisa. Terdapat sekitar 40 spesies dari ular berbisa yang
terbagi dalam dua famili :

1. Elapidae-bertubuh pendek, gigi taring depan yang kuat. Yang termasuk dalam
spesies ini adalah ular kobra, ular karang dan ular laut.

Gambar 1 : Ular Elapidae

7
2. Viperidae-kepala segitiga dan panjang.

Gambar 2 : Ular viperidae

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies
ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa
dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat
merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi
taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.2

8
Gambar 3. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B)
Ular berbisa dengan bekas taring.

9
Bisa ular terdiri dari lebih 20 bahan berbeda terutama protein, termasuk enzim dan toksin
polypeptide. Enzim prokoagulan menyebabkan koagulopati konsumsi. Haemorrhagin (zinc
metalloproteinase) yang merusak lapisan endotel pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan
sistemik. Sitolitik atau nekrotik toksin yang mengandung hydrolase (proteolitik enzim dan
phospholipase A), toksin polypeptide dan factor lain yang meningkatkan permeabilitas yang
menyebabkan pembengkakan local. Yang juga merusak sel dan jaringan. Hemolitik dan miolitik
phospholipase A2, enzim yang merusak membrane sel , endotel, otot lurik, saraf dan sel darah
merah. Pre sinaptik neurotoksin (biasanya pada elapidae dan beberapa viperidae) merupakan
phospholipase A2 yang merusak nerve ending yang mempengaruhi pelepasan asetilkolin.
Neurotoksin post sinaptik (terutama pada elapidae) polipeptida yang berkompetisi dengan
asetilkolin pada reseptor asetilkolin di neuromuscular junction yang menyebabkan paralisis mirip
efek curare. 3

III. 1 GAMBARAN KLINIK

1.Elapidae

- Cobra biasanya menyebabkan nyeri dan bengkak pada daerah yang digigit yang
berlanjut menjadi gejala neurologik seperti ptosis, ophtalmoplegia, disfagi, afasia dan
paralisa pernapasan.

Gambar 3 : Nekrosis dari gigitan ular cobra


Gambar 4 : reaksi lambat dari gigitan cobra

Gambar 5 : Ptosis karena gigitan cobra

- Ular laut dapat menyebabkan efek lokal yang minimal gejala muskuloskeletal
Seperti myalgia, kaku kuduk, dan paresis yang akan berlanjut menjadi myoglobinuria dan
gagal ginjal.

2.Viperidae

Enzim prokoagulan viperidae dapat menstimulasi penjendalan darah namun


menyebabkan penurunan koagulasi darah. Contohnya racun Russell viper mengandung
beberapa prokoagulan yang mengaktifasi kaskade pembekuan darah. Hasilnya
menyebabkan pembentukan fibrin dalam darah. Yang kemudian didegradasi oleh system
fibrinolitik tubuh, sehingga system fibrinolitik tubuh jumlahnya berkurang karena
konsumsi tersebut atau consumption coagulopathy. Efek racun viper yang lain
menyebabkan efek lokal yang hebat seperti nyeri, bengkak, bula, bengkak, nekrosis dan
kecenderungan perdarahan sistemik.3

Gambar 6 : Bula dan multiple bula haemoraghic karena gigitan ular viper
Gambar 7 : Bilateral Conjunctival Oedema (chemosis) setelah gigitan ular viper

Gambar 8 : Perdarahan sulkus ginggiva setelah gigitan ular viper

Gambar 9 : Perdarahan subkonjungtiva karena gigitan ular viper

III.2 Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular

Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa
neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik yaitu bisa
yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.

Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya.
Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi
panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala
dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies

ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda
tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal,
memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis
jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).

III.3 TATA LAKSANA

1. PERTOLONGAN PERTAMA
Tujuan dari pertolongan pertama ini adalah untuk mengurangi penyerapan racun (bisa ular),
bantuan hidup dasar, dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Hal-hal yang harus dilakukan antara
lain :
a. Tenangkan korban, karena panik akan membuat racun lebih cepat terserap
b. Imobilisasi ekstremitas yang terkena gigitan dengan bidai atau ikat dengan kain
(untuk memperlambat penyerapan racun)
c. Gunakan balut yang kuat, hal tersebut akan mengurangi penyerapan racun yang
bersifat neurotoksin, namun jangan gunakan pada gigitan yang menyebabkan nekrosis
d. Jangan melakukan intervensi apapun pada luka, termasuk menginsisi, kompres
dengan es, ataupun pemberian obat apapun
e. Tidak direkomendasikan untuk mengikat arteri (pembuluh darah di proksimal lesi)
f. Selalu utamakan keselamatan diri. Jangan mencoba membunuh ular yang menggigit.
Bila sudah mati, bawa ular ke RS untuk identifikasi 3
Gambar 10. Imobilisasi pada gigitan ular.

2. PERAWATAN DI RUMAH SAKIT


Hal-hal yang harus dilakukan di RS antara lain :
a. Lakukan pemeriksaan klinis secara cepat dan resusitasi termasuk ABC (airway,
breathing, circulation), penilaian kesadaran, dan monitoring tanda vital
b. Buat akses intravena, beri oksigen dan resusitasi lain jika diperlukan
c. Lakukan anamnesa yang meliputi bagian tubuh mana yang tergigit, waktu terjadinya
gigitan dan jenis ular
d. Lakukan pemeriksaan fisik :
- Bagian yang digigit untuk mencari bekas gigitan (fang marks), walaupun
terkadang bekas tersebut tidak tampak, bengkak ataupun nekrosis
- Palpasi arteri di distal lesi (untuk mengetahui ada tidaknya kompartemen
sindrom)
- Cari tanda-tanda perdarahan (gusi berdarah, perdarahan konjungtiva, perdarahan
di tempat gigitan)
- Cari tanda-tanda neurotoksisitas seperti ptosis, oftalmoplegi, paralisis bulbar,
hingga paralisis dari otot-otot pernapasan
- Khusus untuk ular laut terdapat tanda rigiditas pada otot
- Pemeriksaan urin untuk mioglobinuri
e. Lakukan pemeriksaan darah yang meliputi pemeriksaan darah rutin, tes fungsi ginjal,
PPT/PTTK, tes golongan darah dan cross match
f. Anamnesa ulang mengenai riwayat imunisasi, beri anti tetanus toksoid jika
merupakan indikasi
g. Rawat inap paling tidak selama 24 jam (kecuali jika ular yang menggigit adalah jenis
ular yang tidak berbisa)
3. TERAPI DENGAN ANTI VENOM
Satu satunya terapi spesifik terhadap bisa ular adalah dengan anti venom. Pemberian seawal
mungkin akan memberikan hasil yang lebih baik. Terapi ini dapat diberikan jika tanda tanda
penyebaran bisa secara sistemik ada. Untuk efek lokal, anti venom biasanya tidak efektif jika
diberikan lebih dari 1 jam.
Indikasi pemberian anti venom antara lain :
a. Abnormalitas hemostatik, misalnya perdarahan sistemik spontan dan trombositopeni
(<100000)
b. Neurotoksisitas
c. Gangguang kardiovaskuler (hipotensi atau syok)
d. Rhabdomiolisis generalisata (rasa nyeri pada otot)
e. Gagal ginjal akut
f. Efek lokal yang signifikan, seperti misalnya pembengkakan lokal lebih dari setengah
besar ekstremitas yang terkena, nekrosis atau hematom yang luas, atau bengkak yang
membesar dengan cepat
g. Temuan laboratorium seperti anemia, trombositopeni, leukositosis, peningkatan
enzim hepar, hiperkalemia, dan mioglobinuri3

4. PILIHAN ANTI VENOM


a. Jika jenis ular diketahui, usahakan pemberian anti venom yang spesifik (monovalen)
karena akan lebih efektif dan efek samping yang lebih sedikit
b. Jika jenis ular tidak diketahui, manifestasi klinis mungkin dapat digunakan untuk
memperkirakan jenis ular :
- Pembengkakan local dengan tanda kelainan neurologis = ular kobra/elapidae
- Pembengkakan local yang ekstensif dengan perdarahan = ular tanah/ viperidae
c. Anti venom polivalen jika belum jelas
5. DOSIS DAN CARA PEMBERIAN
Jumlah pemberian biasanya berdasar empirik. Rekomendasi pemberian dari pabrik yang
ada biasanya berdasarkan uji pada binatang
a. Ulang pemberian anti venom hingga tanda tandanya hilang
b. Pemberian melalui rute intra vena. Larutkan anti venom pada cairan isotonic (5-10
ml/kgBB, pada anak yang lebih besar atau orang dewasa larutkan dalam 500 ml) dan
infus seluruhnya dalam 1 jam
c. Infus dapat dihentikan bila gejala menghilang walaupun dosis yang
direkomendasikan belum habis
d. Jangan lakukan uji sensitivitas
e. Jangan lakukan injeksi di tempat lesi
f. Persiapkan adrenalin, kortikosteroid, antihistamin, dan peralatan resusitasi jika terjadi
reaksi alergi
6. REAKSI ANTI VENOM
Terdapat 3 tipe reaksi terhadap pemberian anti venom yang mungkin terjadi :
a. Reaksi anafilaktik tipe cepat
- Terjadi 10-180 menit setelah pemberian anti venom
- Gejala meliputi : gatal, urtikaria, nausea, muntah, dan palpitasi hingga reaksi
anafilaktik yang berat seperti hipotensi, bronkospasme dan udema laring
- Jika terjadi hal seperti itu, hentikan pemberian anti venom, berikan adrenalin IM
(0,01 ml/kgBB), antihistamin (misal klorfeniramin 0,2 mg/kg), dan cairan
resusitasi
- Jika reaksinya ringan, pemberian anti venom dapat dilanjutkan namun dengan
dosis dan kecepatan yang lebih rendah

b. Reaksi pirogenik
- Terjadi 1-2 jam setelah pemberian, dikarenakan endotoksin dalam anti venom
- Gejala meliputi demam, kaku, muntah, takikardia dan hipotensi
- Tatalaksana seperti pada kasus diatas
- Bila demam dapat diberikan parasetamol
c. Reaksi tipe lambat
- Terjadi kurang lebih seminggu kemudian
- Gejala serum like illness : demam, atralgia, limfadenopati
- Atasi dengan pemberian antihistamin (klorfeniramin 0,2 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 5 dosis
- Jika berat, beri prednisolon oral (0,7-1 mg/kgBB/hari) selam 5-7 hari

III. 4 TERAPI SUPORTIF


a. Bersihkan luka dengan antiseptic
b. Analgesic
c. Antibiotik bila luka terkontaminasi atau nekrosis
d. Awasi kejadian kompartemen syndromenyeri, bengkak, perabaan distal dingin, dan
paresis
e. Buang jaringan nekrosis
f. Atasi keadaan gagal ginjal akut

III. 5 KESALAHAN DALAM PENATALAKSANAAN


a. Memberikan anti venom pada semua kasus gigitan ular
Tidak semua gigitan ular membutuhkan anti venom, kira-kira 30% dari gigitan ular
kobra, dan 50% karena ular tanah tidak memerlukan anti venom. Selain mahal, anti
venom dapat menyebabkan reaksi anafilaktik yang serius pada pasien. Sebaiknya anti
venom hanya diberikan pada pasien dimana manfaatnya lebih besar dari pada
resikonya

b. Menunda memberikan anti venom


Anti bisa ular harus diberikan sesegera mungkin, bahkan pada pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama sebelum dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap
c. Pemberian anti venom polivalen pada semua jenis gigitan ular
Anti bisa ular yang polivalen tidak dapat mencakup semua jenis ular. Selalu
perhatikan label dari pabrik saat hendak menggunakan
d. Pemberian dosis yang lebih kecil pada anak-anak
Dosis berdasarkan jumlah racun yang masuk, bukan berdasarkan berat badan
e. Pemberian terapi pendahuluan dengan kortikosteroid atau antihistamin
Terapi ini diberikan pada meraka yang mendapat terapi anti bisa ular, karena gigitan
ular tidak menyebabkan reaksi alergi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suchai Suteparuk MD. Bites and Stings in Thailand. Divison of Toxicology

Chulalongkorn University

2. Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia

Region, World Health Organization, 2005.

3. Venomous Snake Bite. University of Florida

Anda mungkin juga menyukai