Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang sebagian besar penduduknya
mempunyai mata pencaharian dibidang pertanian atau bercocok tanam, sehingga perananan
jaringan irigasi beserta bangunanya menjadi sangat penting bagi kehidupan para petani sabagai
sarana dalam menyediakan kebutuhan air untuk mengairi area persawahan. Hal ini di karenakan
pada bulan-bulan tertentu, terutama pada musim kemarau dimana sawah-sawah akan mulai
mengering karena kekurangan air, bahkan tidak ada air sama sekali. Dalam perencanaan suatu
jaringan irigasi yang mengambil air sungai sebagai sumbernya, perlu diperhatikan jumlah debit
yang disediakan oleh sungai tersebut terutama pada musim kemarau, serta elevai muka air sungai
terhadap sawah yang akan menentukan tinggi bangunan uatama yang akan direncanakan

1.2 Rumusan Masalah


Dalam laporan ini akan dibahas mengenai perencanaan jaringan irigasi yang tentunya memiliki
beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pembuatan saluran induk, saluran sekunder, dan bangunan bangunannya?

2. Bagaimana pemberian nama saluran dan bangunan?

3. Bagaimana cara menghitung luas petak tersier?

4. Bagaimana cara pemberian warna daerah irigasi?

5. Bagaimana cara pembuatan skema irigasi?


6. Bagaimana cara pembuatan skema bangunan?

7. Bagaimana pembuatan dimensi saluran?

8. Bagaimana perhitungan muka air?

9. Bagaimana pembuatan skema muka air?

10. Bagaimana penggambaran profil melintang?

1
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan laporan ini adalah sebagai tugas besar yang menjadi salah satu syarat
kelulusan mata kuliah teknik irigasi.
Namun selain itu juga terdapat beberapa tujuan lain, yaitu:
1) Pembuatan saluran induk, saluran sekunder, dan bangunan bangunannya.

2) Pemberian nama saluran dan bangunan.

3) Menghitung luas petak tersier.

4) Pemberian warna daerah irigasi.

5) Pembuatan skema irigasi.

6) Pembuatan skema bangunan.

7) Pembuatan dimensi saluran.

8) Perhitungan muka air.

9) Pembuatan skema muka air.

10) penggambaran profil melintang

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Irigasi


Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kebutuhan pertanian
dan disamping itu air irigasi bisa juga digunakan untuk keperluan lain seperti untuk air baku,
penyediaan air minum, pembangkit tenaga listrik, keperluan industri, perikanan, untuk
pengegelontoran roil roil di dalam kota (Teknik Penyehatan) dan lain lain.
Sumber air yang digunakan untuk irigasi adalah :
a) Air yang dipermukaan tanah : sungai, danau, waduk, dan mata air.

b) Air hujan yang ditampung dengan waduk lapangan (Embung)

c) Air tanah (Ground Water)

2.2 Sistem Irigasi


Pada umumnya, sistem irigasi di Indonesia pengaliran airnya dengan sistem gravitasi dan sistem
jaringannya terdiri dari tiga golongan yaitu:
1. Sistem irigasi sederhana
Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya dilakukan oleh para petani dan
pada umumnya jumlah arealnya relatife kecil. Biasanya terdapat di pegunungan, sedangkan sumber
airnya didapat dari sungai sungai kecil yang airnya mengalir sepanjang tahun. Bangunan
bendungnya dibuat dari bronjong atau tumpukkan batu dan bangunan bangunannya dibuat sangat
sedehana serta tidak dilengkapi dengan pintu air dan alat ukur debit air sehingga pembagian airnya
tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Sistem irigasi setengah teknis
Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada di dalamnya telah setengah teknis,
kontruksinya bisa permanent atau setengah permanent hanya tidak dilengkapi dengan pintu air dan
alat pengukur debit. Untuk pengaturan air cukup dipasang balok sekat saja, sehingga pembagian
dan pengaturan debitnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun demikian, irigasi ini dapat
ditingkatkan Perencanaan Jaringan Irigasi secara bertahap menjadi sistem irigasi teknis. Pada sistem
ini pembangunannya dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pekerjaan Umum.
3.Sistim Irigasi Teknis
Sistim Irigasi ini seluruh bangunan yang ada didalam jaringan irigasi teknis semua

3
konstruksinya permanent dan juga dilengkapi dengan Pintu-pintu air dan alat ukur debit, dimana
pembagian airnya bisa diatur dan bisa diukur disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga
pembagian/pemberian air ke sawah-sawah dilakukan dengan tertib dan merata.
Di samping itu untuk menjamin tidak kebanjiran, dibuat jaringan pembuang tersier, sekunder dan
induk, yang nantinya air tersebut dialirkan langsung ke sungai. Saluran ini juga berfungsi untuk
membuang air sisa pemakaian dari sawah.
Pekerjaan irigasi teknis pada umumnya terdiri dari :
a) Pembuatan Bangunan penyadap yang berupa Bendung atau penyadap bebas

b) Pembuatan Saluran Primer ( Induk ) termasuk bangunan-bangunan didalamnya seperti;


Bangunan Bagi, bangunan Bagi Sadap dan bangunan Sadap. Bangunan ini dikelompokkan
sebagai Bangunan air pengatur, disamping itu ada kelompok Bangunan air

c) Pelengkap diantaranya Bangunan Terjun , Got miring, Gorong-gorong, Pelimpah, Talang ,


Jembatan ,dll.

d) Pembuatan Saluran Sekunder, termasuk bangunan-bangunan didalamnya seperti : Bangunan


Bagi-sadap, Sadap, dan bangunan pelengkap seperti yang ada pada Saluran Induk

e) Pembuatan Saluran Tersier termasuk bangunan-bangunan didalamnya, seperti boks tersier,


boks kuarter, dll.

f) Pembuatan Saluran pembuang Sekunder dan tersier termasuk bangunan gorong pembuang.

Semua Saluran dan Bangunan tertuang dalam Skema Jaringan Irigasi dan Skema Bangunan.

2.3 Petak Ikhtisar


Petak ikhtisar adalah cara bagaimana berbagai bagian dari suatu jaringan irigasi saling dihubung-
hubungkan.
a. Petak Tersier
Petak tersier adalah perencanan dasar yang bertalian dengan unit tanah. Petak ini menerima air
irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier, bangunan sadap tersier
mengalirkan airnya ke saluran tersier.
Petak tersier ini dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8-15 ha.
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer,
kecuali petak-petak tersier tidak secara langsung disepanjang jaringan saluran irigasi utama.

4
b. Petak Sekunder
Petak tersier terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuannya dilayani oleh satu saluran
sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari nbangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder.
c. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran
primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil air langsung dari sumber
air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer.

2.4 Bangunan Irigasi


a. Bangunan Utama
Bangunan utama adalah kompleks bangunan yang direncanakan di sepanjang sungai atau
aliran air untuk membelokan air kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan
irigasi. Biasanay bangunan ini dipakai untuk mengurangai kandungan sedimen yang berlebih, serta
mengukur banyaknya air yang masuk. Bangunan utama dibagi menjadi beberapa kategori :
(1) Bendung

(2) Pengambilan bebas

(3) Pengambilan dari waduk

(4) Stasiun Pompa


b. Bangunan Bagi dan Sadap
Bangunan bagi terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi
untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari
saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima. Boks-boks bagi di saluran tersier
membagi aliran untuk dua saluran atau lebih.
c. Bangunan Pengukur dan Pengatur
Aliran akan diukur dihulu saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan di
bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur dibagi dua, yaitu : alat ukur aliran atas
bebas dan alat ukur aliran bawah.
d. Bangunan Pengkuran Muka air
Bangunan ini mengontrol muka air jaringan irigasi utama sampai bats-batas yang diperlukan
untuk dapat memberikan debit konstant kepada bangunan sadap tersier. Bangunan pengatur di
perlukan untik di tempatkan dimana tinggi muka air di saluran dipengaruhi oleh bangunan terjun
atau got miring. Untuk mencegah meninggi ayau menurunya muka air di saluran, dipakai mercu

5
tetap atau celah kontrol trapesium.
e. Bangunan Pembawa
Bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran. Aliran yang melalui
bangunan superkritis atau subkritis.
1) Bangunan pembawa dengan aliran superkritis
Bangunan ini diperloukan di tempat-tempat di mana lereng medannya lebih curam dari pada
kemiringan maksimum saluran. Bangunan ini terdiri dari bangunan terjun dan Got miring.
2) Bangunan pembawa dengan aliran subkritis
Bangunan ini terdiri dari: Gorong-gorong, Talang,Sipon, Jembatan sipon, Flum (flume),
Saluran tertentu dan Terowongan.
f. Bangunan Lindung
Bangunan ini diperlukan untuk melindungi saluran baik dari luar maupun dari dalam. Dari
luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan
dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat akibat
masuknya air dari ruas saluran.
1. Bangunan pembuang silang
2. Pelimpah (spillway)
3. Bangunan penguras (wasteway)
4. Saluran pembuang samping
g. Jalan dan Jembatan
Jalan-jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dan
pembuang. Sedangkan jembatan digunakan untuk menghubungkan jalan-jalan inspeksi diseberang
saluran irigasi.
h. Bangunan Pelengkap
Bangunan pelengkap yang dipasang disepanjang saluran meliputi :
1. Pagar , rel pengaman dan sebagainya

2. Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumabt bangunan oleh benda-benda yang hanyut

3. Jembatan-jembatan untuk keperluan penyebrangan bagi penduduk

2.5 Standar Tata Nama


Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi harus pendek dan tidak mempunyai
tafsiran ganda.

6
a. Daerah Irigasi
Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat atau daerah penting di
daerah itu, yang biasanya terletak dekat dengan jaringan bangunan utama. Untuk bangunan utama
berlaku peraturan yang sama seperti untuk daerah irigasi.
b. Jaringan Irigasi Primer dan Sekunder
Saluran irigasi primer sebaiknya diberinama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani.
Saluran sekunder diberinama sesuai dengan nama desa yang terletak dipetak sekunder. Petak
sekundet akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya. Saluran di bagi menjadi ruas-
ruas yang berkapasitas sama, bangunan pengelak atau bagi adalah bangunan terakhir disuatu ruas
bangunan itu diberi nama sesuai dengan ruas hulu, tetapi huruf R (ruas) di ubah menjadi B
(bangunan).
Bangunan-bangunan yang ada diantara bangunan-bangunan bagi sadap di beri nama sesuai
dengan nama ruas dimanabnagunan tersebut terletak, juga mulai dengan huruf B lalu diikuti dengan
huruf kecil sedemikian sehingga bengunan yang berada lebih jauh di hilir memakai huruf b, c dan
seterusnya.
c. Jaringan Irigasi Tersier dan Kuarter
Petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
1) Ruas-ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama boks yang terletak diantara yang
terletak diantara kedua boks
2) Boks tersier diberi kode T, diikuti nomor urut menurut arah jarum jam

3) Peta kuarter diberi nama sesuai denan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut searah jarum
jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dan seterusnya searah jarum jam

4) Boks kuarter diberi kode K

5) Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi dengan
huruf kecil, misalnya a1, a2 dan seterusnya

6) Saluran pembuang kuarter diberi nama sesuaI deangan petak kuarter yang dibuang airnya,
menggunakan huruf kecil diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2 dan seterusnya

7) Saluran pembuangan tersier diberi kode dt1, dt2 juga menurut arah jarum jam

7
d. Jaringan Pembuang

Pada umunya pembuang primer berupa sungai-sungai alamiah yang kesenuanya akan diberi nama.
Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat maka saluran-saluran itu
harus diberi nama tersendiri.

Pembuang sekunder pada umunya berup[a sungai atau anak sungai yang lebih kecil. Beberapa
diantaranya sudah mempunyai nama yang tetap bisa dipakai, jika tidak sungai atau anak sungai
tersebut akan ditunjukan dengan sebuah huruf bersama-sama dengan nomor seri. Nama-nama ini
akan diawali dengan huruf d (drainase).

2.6 Skema Jaringan Irigasi Dan Skema Bangunan

Skema jaringan irigasi adalah merupakan gambaran yang menampilkan jaringan saluran dimulai
dari bendung, saluran primier, sekunder, bangunan bagi, bangunan sadap dan petak- petak tersier
dengan setandar sistim tata nama

Skema bangunan adalah yang menampilkan khusus jumlah dan macam bangunan- bangunan
yang ada pada tiap-tiap ruas saluran dan berada dalam satu daerah jaringan irigasi dengan setandar
sistim tata nama .

8
BAB III

PERENCANAAN SISTEM JARINGAN IRIGASI

3.1 Perencanaan jaringan irigasi

Efisiensi Irigasi : Tersier = 0,80 Q ters = AxNFR/0,8


Sekunder = 0,90x0,80 = 0,72 Q sek = AxNFR/0,72
Induk = 0,9 x0,9 x 0,8 = 0,648 Q Ind = A x NFR/0,648

1. Siapkan peta topografi skala 1: 25.000; 1 : 10.000; atau 1: 5.000,


2. Tentukan letak bendung di sungai , berikan nama bendung sesuai dengan nama sungai;
contoh untuk sungai Amandit, nama bendungnya Bendung Amandit atau BA, kemudian
diberi angka nol (0) sehingga nama bendung itu menjadi BA0.
3. Tarik saluran pembuang di lembah atau saluran pembuang alami dengan warna merah.
4. Tarik saluran induk dengan warna biru, garis, titik, garis ( ) sejajar garis tinggi (kontur),
setiap 1 km turunkan sekitar 40 50 cm, Nama saluran induk disesuaikan dengan nama
sungai, contoh Saluran Induk Amandit ruas 1, sal Induk Amandit ruas 2, dst
5. Tentukan tempat untuk bangunan Bagi atau Sadap di saluran Induk tadi (cari lokasi sehingga
bangunan itu dapat membagikan airnya ke sekitarnya). Berikan nama bangunan itu sesuai
dengan urutan bangunan sejak bangunan pertama. Contoh : BA1, BA2, BA3, dan
seterusnya. (contoh ini khusus untuk Saluran Induk Amandit).
6. Ruas antara bendung dan bangunan pertama (BA0 BA1) merupakan saluran Induk
Amandit ruas 1; antara BA1 BA2 merupakan saluran Induk Amandit Ruas 2, dst.
7. Tarik saluran sekunder melalui punggung atau tegak lurus kontur, namakan saluran sesuai
dengan nama kampung yang dilewati atau yang dekat dengan saluran sekuder tersebut,
contoh kampung yang dekat/dipotong saluran adalah kampung/desa Ambayang, maka nama
saluran itu adalah saluran sekunder Ambayang.
8. Bangunan bagi/sadap yang ada di saluran sekunder Ambayang ini diberi nama Bangunan
Ambayang, disingkat BAm. Pada bangunan kesatu diberi nama B.Am.1,; begitu juga pada
bangunan selanjutnya yang masih berada di saluran sekunder tersebut seperti : B.Am 2,
B.Am3, dst.

9
9. Saluran Sekunder Ruas 1, adalah saluran yang menghubungi bangunan bagi di saluran
induk/sekunder dengan bangunan pertama saluran sekunder. (contoh BA1 B.Am 1)
10. Tentukan luas petak tersier maksimun 60 ha, namakan petak tersier sesuai dengan nama
saluran sekunder. Contoh Ambayang (Am) 1 kiri untuk sebelah kiri dan untuk sebelah kanan
atau Am 1 kn, pada bangunan sadap Ambayang 1, atau Bam.1
11. Beri warnawarna muda pada petak-petak yang sudah direncanakan, misal warna hijau
muda untuk kelompok petak tersier yang diambil dari saluran induk. Warna merah muda
untuk kelompok petak tersier yang mengambil air dari saluran sekunder B. Warna jingga
muda untuk kelompok petak tersier yang mengambil air dari saluran sekunder C, dan
seterusny.
12. Hindari memakai warna kuning, sebab warna kuning diberikan untuk daerah yang tidak
terairi yang berada di daerah irigasi yang direncanakan (misalnya bukit, semak belukar yang
tidak dapat diairi)
13. Hijau tua khusus untuk perkampungan/perdesaan
14. Warna hitam jangan digunakan
15. Merah untuk sungai/saluran pembuang
16. Garis coklat untuk jalan raya
17. Garis hitam untuk rel kereta api
18. Kalau kita melihat aliran air menjauhi kita, maka sisi kanan saluran sesuai dengan sisi kanan
kita, dan sisi kiri saluran sesuai pula dengan sisi kiri kita.

kiri

kanan Sungai/saluran

19. Begitu juga dengan penamaan petak tersier. Contoh pada bangunan Amandit 6
(B.A.6) di saluran induk ada tiga saluran tersier, bila letaknya disebelah kiri saluran
induk, maka dinamakan A6 kr1; A6 Kr2, dan A6 kr3. dan banguan bagi sadap 7
(BA7) ada saluran bagi, dan 2 tersier sebelah kanan (lihat contoh).

10
Contoh :

A6 kr1 A6 kr2
A6 kr3

Sal Induk Amandit Sal Induk Amandit Ruas 7


Ruas 6
BA6

Sal Induk Amandit BA7 Sal Induk Amandit Ruas 8


Ruas 7

A7 kn2
A7 kn1 S.Sek
"Z"

3.2 Perhitungan Sistem Jaringan Irigasi

Perhitungan debit (Q)

Untuk mencari debit yang diperlukan dapat menggunakan rumus:


Q=( NFR x A x 0,001)/(0,8) m3 /det ------->> untuk saluran tersier

Q=( NFR x A x 0,001)/(0,8 x0 ,9)m3 /det ----->> untuk saluran sekunder

Q=( NFR x A x 0,001)/(0,8 x 0,9 x 0.9) m3 /det ----->> untuk saluran induk

penyelesaian :
Untuk saluran tersier Am1kn
Q=(NFR x A x 0,001)/(0,8)m3 /det
Q=(1,60 x 32 x 0,001)/(0,8)=0,064 m3 /det
untuk saluran sekunder BK2
3
Q=( NFR x A x 0,001)/(0,8 x0 ,9)m /det
Q=(1,60 x 104x 0,001)/(0,8 x0 ,9)=0,31 m3 /det

11
untuk saluran induk
Q=( NFR x A x 0,001)/(0,8 x0 ,9 x 0,9)=m3 /det
Q=(1,60 x 1.875 x 0,001)/(0,8 x0 ,9 x 0,9)=4,630 m 3 / det

Perhitungan Dimensi Saluran Induk


V = K . R 2/ 3 I 1/ 2
Q=V . A
A=h2 ( n+ m)=h(b+ mh)
P=h n+ 2 (1+ m2)=b+ 2h (1+m2 )
R= A/ P=h (n+ m)/n +2 (1+m2 )

Langkah selanjutnya:
1. Diandaikan/dicoba kedalaman air: h = ho
2. Kecepatan yang sesuai dihitung;
2 /3
Vo=k
{ ( b+mh)h
2
(b+ 2h (1+ m )) } x 1/ 2

3. Luas penampang basah diperlukan;


Ao = Q/Vo
4. Dari Ao hitung kedalaman air yang baru;
h1 = Ao/(n +m)
5. Bandingkan : h1 dan ho
Jika : h1 ho 0,005 --------->> memenuhi syarat (ok)
Maka: h1 = h rencana
Jika : h1 ho > 0,005 ---------->> tidak memenuhi syarat, ambil h1 yang baru, hitung lagi
seperti prosedur semula sehingga Jika : h1 ho 0,005 ------------- memenuhi syarat (ok)
6. Masukkan harga-harga: b, h, k, m, n, kedalam rumus Strickler, maka akan ketemu V dan I.
Jika saluran belum ada (khusus saluran Induk):
Untuk mendesain saluran belum ada, langkah-langkah perencanaan sebagai berikut:
1. Tentukan Qd dan I, Hal ini menghasilkan titik-titik dengan harga khusus Qd dan I.
2. Plot titik-titik Qd I untuk masing-masing saluran berikutnya sampai ruas terakhir.
3. Tentukan V dasar yang diizinkan untuk setiap ruas saluran atau < 0,70 m/det..
4. Garis Qd I, makin ke hilir atau Qd makin kecil, IR menjadi semakin besar.

12
Untuk Perhitungan Saluran Induk, diperlukan GRAFIK Sebagai berikut (Gambar 1); dan Tabel di
bawah ini.
Gambar : Grafik Kemiringan Rencana (Ia)

TabTabel 1 . Untuk saluran INDUK gunakan criteria sebagai berikut :


Q (m3/det) m n k
0,15-0,30 1 1 35
0,30-0,50 1 1,0-1,2 35
0,50-0,75 1 1,2-1,3 35
0,75-1,00 1 1,3-1,5 35
1,00-1,50 1 1,5-1,8 40
1,50-3,00 1,5 1,8-2,3 40
3,00-4,50 1,5 2,3-2,7 40
4,50-5,00 1,5 2,7-2,9 40
5,00-6,00 1,5 2,9-3,1 42,5
6,00-7,50 1,5 3,1-3,5 42,5
7,50-9,00 1,5 3,5-3,7 42,5
9,00-10,00 1,5 3,7-3,9 42,5
10,00-11,00 2 3,9-4,2 45
11,00-15,00 2 4,2-4,9 45
15,00-25,00 2 4,9-6,5 45
25,00-40,00 2 6,5-9,0 45

13
Tabel 2. Untuk saluran sekunder dan tersier gunakan criteria sebagai berikut :

Q m n=b/h v k
0,00-0,15 1 1 0,25-0,30 35
0,15-0,30 1 1 0,30-0,35 35
0,30-0,40 1 1,5 0,35-0,40 35
0,40-0,50 1 1,5 0,40-0,45 35
0,50-0,75 1 2 0,45-0,50 35
0,75-1,50 1 2 0,50-0,55 35
1,50-3,00 1 2,5 0,55-0,60 40
3,00-4,50 1,5 3 0,60-0,65 40
4,50-6,00 1,5 3,5 0,65-0,70 40
6,00-7,50 1,5 4 0,7 42,5
7,50-9,00 1,5 4,5 0,7 42,5
9,00-11,00 1,5 5 0,7 42,5
11,00-15,00 1,5 6 0,7 45
15,00-25,00 2 8 0,7 45
25,00-40,00 2 10 0,75 45
40,00-80,00 2 12 0,8 45

Contoh Hitungan Saluran Induk :


1. Saluran Induk Amandit Ruas 1
Yang perlu dicari adalah b, h, v saluran, sedangkan I saluran sudah didapat melalui grafik
A = 1.875 Ha; Q = 4,630 m3/det ; m = 1,5 ; n = 2,5 ; k = 40 ;
i = 0,000265,
Hitung : b, h, dan v
V K . R2 /3 I 1 /2
Q=V.A
2
A=h ( n+ m)=h(b+ mh)
P = h n+2 (1+ m2)=b+2h (1+ m2)
R= A/ P=h( n+ m)/n+ 2 (1+ m 2)
Langkah selanjutnya:
Diandaikan/ dicoba kedalaman air: h = ho = 1,30 m
Kecepatan yang sesuai dihitung;
2 /3
Vo=k
{
( b+mh)h
(b+ 2h (1+ m2 )) } x I 1/ 2

2 2 2
A=h ( n+ m)=h(b+ mh)=1,30 ( 2,5+ 1,5)=6,76 m
2 /3
Vo=40
{ (2,5 x 1,3+ 1,5 x 1,3) 1,30
( 2,5 x1 ,30+2x1 ,30 x (1+1,5 2)) } x 0,0002651/ 2=0,585 m/det

14
Luas lapangan penampang basah diperlukan:
Ao=Q/Vo=4,630/0,585=7,91 m 2
Dari Ao hitung kedalaman air yang baru;
h1 = Ao/(n +m) = (7,91/(2,5 + 1,5) = 1,47 m
ho h1 = 1,30 1,47= 0,17 > 0,005 harus cari kembali.

Coba : ho = 1,38 m
2/ 3
Vo=40
{ (2,5 x 1,38+1,5 x 1,38) 1,38
( 2,5 x1 ,38+ 2x1 ,38 x (1+1,52)) } x 0,0002651 /2=0,609 m/det

Ao=Q/Vo=4,630/0,609=7,605 m2
h1 = Ao/(n +m) = (7,605/(2,5 + 1,5) = 1,379 m
ho h1 = 1,38 1,379 = 0,0011 < 0,005 OK.

Jadi : Dimensi Saluran Induk Amandit Ruas 1 :


Q = 4,630 m3/det ; b = 2,5 * 1,380 = 3,45 m ; h = 1,38 m ; I = 0,000265 ; k = 40 ; m = 1,5 ; n = 2,5 ,
v = 0,609 m/det
Data yang sudah dihitung dimasukkan ke dalam Tabel Dimensi Saluran
2. contoh hitungan saluran sekunder dan tersier
Saluran Sekunder Ambawang Ruas 1
Untuk Saluran Sekunder dan Tersier : yang dicari adalah : b, h, v, dan I saluran.
Data yang ada sebagai berikut :
A=434 Ha ; Q=0,868 m3 /det ;m=1 ; n=1,5 ; k =35 ;
Coba vo = 0,55 m/det (Lihat Tabel 2)
Q=vo x F atau F =Q/vo=0,868 /0,55=1,578 m2
F =( b+mh )h=(1,5 h+h) h=2,5 h 2=1,578h=(1,578/2,5)(0,5) =
= 0,794 m dibulatkan = 0,8 m
b = 1,5 * 0,80 = 1,20 m
2
F baru=(1,20+10,80)0,80=1,60 m
V baru = Q/F baru = 0,868/1,60 = 0,543 m/det
P=( b+ 2h (1+ m2 ))=(1,20+ 2x0,80 x 1,41)=3,456 m
R = F/P = 1,6/3,456 = 0,463
V =k x R 2 /3 I 1 /2
2 2 (2/ 3) 2
I =((V / kxR / 3)) =(0,543 /(35x 0,463 )) =0,000673

15
Jadi : Dimensi Saluran Sekunder Ambawang Ruas 1 adalah :
A=434 Ha ; Q=0,868 m3 /det ; m=1 ; n=1,5 ; k =35
V = 0,543 m/det ; I = 0,000673
Setelah dibuat hitungan, masukkan ke tabel Dimensi saluran pada lampiran

16
BAB IV
PENUTUPAN

4.1 Kesimpulan
berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka didapat
NFR = 1,60 lt/Ha/det
Luas Area Irigasi = 1.875 Ha
Debit Air = 4,630 m3 / det
Elevasi m.a di hilir intake = 65,981+0,08+0,4 =+66,461

4.2. Saran
Untuk mengurangi tingkat kesalahan dan memperbesar ketelitian, sebaiknya dalam perhitungan
desain jaringan irigasi digunakan berbagai software yang mendukung. Seperti Autocad untuk
analisis panjang, luas dan penggambaran, serta Microsoft Excel untuk membantu perhitungan data.

17
DAFTAR PUSTAKA

Radjulani. Panduan Perencanaan Sistem Jaringan Irigasi. Prodi PTS/PTB/D3 TS. Jurusan
Pendidikan Teknik Sipil. Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung 2011.

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi.
Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama
(Headworks). Departemen Pekerjaan Umum.

Direktorat Jendral Sumber Daya Air. (2010). Kriteria Perencanaan Bagian Saluran. Departemen
Pekerjaan Umum.

www. Google.com

18

Anda mungkin juga menyukai