Bab 1
Bab 1
PENDAHULUAN
Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada
ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari
terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen (Syilvianti.
2010).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.
Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fasia serta otot-otot yang masing-masing
dibungkus oleh epimisium. Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa
jenis, antara lain (Syilvianti. 2010):
c. Wrist joint:
1. Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor
pollicis brevis.
2. Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor
carpi radialis longus.
3. Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor
indicis propius.
2
5. Kompartemen V, berisi otot ekstensor digiti minimi.
6. Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.
3
Gambar 2.1 Anatomi Ruang Kompartemen
2.2 Definisi
4
Gambar 2.2 Sindrom Kompartemen
2.3 Epidemiologi
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering
untuk trauma sekitar 2-12%. Sindroma kompartemen lebih sering didiagnosa pada
pria daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami
luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma
kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia.
Menurut Qvarfordt, sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan
sindroma kompartemen anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur
pada kaki (Paula Richard. 2014), (Rasul Abraham. 2014).
2.4 Klasifikasi
Sindroma kompartemen dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. Sindroma Kompartemen Akut.
Sindroma kompartemen akut merupakan suatu tanda kegawatan
medis. Ditandai dengan pembengkakan dan nyeri yang terjadi dengan cepat.
Tekanan dalam kompartemen yang meningkat dengan cepat dapat
menyebabkan tekanan pada saraf, arteri dan vena sehingga tanpa penanganan
yang tepat akan terjadi paralisis, iskemik jaringan bahkan kematian. Penyebab
umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan
lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar.
5
2. Sindroma Kompartemen Kronik.
2.5 Etiologi
Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian menyebabkan sindroma kompartemen, akan tetapi ada tiga mekanisme
yang seringkali mendasari terjadinya sindroma kompartemen yaitu adanya
peningkatan akumulasi cairan dalam ruang kompartemen, menyempitnya ruang
kompartemen dan tekanan dari luar yang menghambat pengembangan volume
kompartemen (Paula Richard. 2014).
6
Olahraga berat, dapat menyebabkan sindroma kompartemen akut dan kronik.
Seringkali dihubungkan nyeri pada kompartemen anterior pada tungkai. Bila
gejala ini timbul maka olahraga tersebut harus segera dihentikan.
Luka bakar, selain dapat menyebabkan penyempitan ruang kompartemen.
Luka bakar juga dapat meningkatkan akumulasi cairn dalam ruang
kompartemen dengan timbulnya edema yang massif. Maka dekompresi
melalaui escharotomy harus segera dilakukan untuk menghindari tamponade
kompartemen.
7
3. Tekanan dari luar.
Intoksikasi obat, ketidaksadaran akibat penggunaan obat yang overdosis dapat
memicu tidak hanya multiple sindroma kompartemen akan tetapi sindroma
crush bila orang tersebut berbaring dengan tungkai terjepit. Tertekannya
lengan serta tungkai menghasilkan peningkatan tekanan intra kompartemen
lebih dari 50 mmHg.
Penggunaan gips yang terlalu ketat, hal ini dapat menimbulkan tekanan
eksternal dikarenakan membatasi perkembangan dari kompartemen (Paula
Richard. 2014).
2.6 Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan local
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan tekanan darah
kapiler, dan nekrosis jaringan local yang disebabkan oleh hipoksia. Sindrom
komparten diawali oleh beberapa kondisi seperti fraktur, cedera pembuluh darah,
exercise yang berlebih, penekanan area seperti tungkai dalam waktu lama maupun
hanya sebuah benturan. Beberapa contoh keadaan traumatic seperti yang disebutkan
diatas menyebabkan terjadinya rupture pembuluh darah dan edema pada sebuah
kompartemen otot yang ditutupi oleh fascia yang kemampuan meregang nya terbatas
atau bahkan tidak dapat meregang sama sekali. Tekanan yang meningkat pada
kompartemen menghasilkan sebuah keadaan tamponade kompartemen
(Swiontkowski, Marc F. 2001), (Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010).
Tamponade yang terjadi akan menyebabkan tersebarnya tekanan ke sekitar
area tamponade, termasuk ke saraf perifer. Tekanan pada saraf perifer akan
menimbulkan sebuah nyeri yang hebat. Selain itu, tamponade juga akan
menyebabkan aliran darah dalam kapiler akan terhenti dan pendistribusian oksigen ke
jaringan sekitar akan terganggu, sehingga akan terjadi kedaan hipoksia. Jika hal ini
terus berlangsung, mungkin akan terjadi kerusakan yang bersifat irreversible (Robert,
Kalb L. 2003).
8
Terdapat 3 teori yang menyebabkan hipoksia pada sindrom kompartemen,
yaitu
Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi.Tekanan trans mural secara
signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan
untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada
lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan
tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah
arteriol akan menutup.
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah
mengalir secara kontinyu dari kapiler, maka tekanan vena akan
meningkat lagi melebihi tekanan jaringan, sehingga drainase vena
terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa
perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang
dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom
kompartemen (Syilvianti. 2010).
9
Gambar 2.3 Patofisiologi sindrom kompartemen
10
3. Pulselesness
Denyut nadi yang makin lemah bahkan menghilang. Oleh karena adanya
desakan dari tamponade yang terbentuk sehingga fungsi distribusi pembuluh
darah menjadi terganggu.
4. Parestesia
Rasa kesemutan ataupun baal yang terjadi akibat dari terganggu nya saraf
perifer oleh desakan yang ada.
5. Paralisis
2.8 Diagnosis
Diagnosis kompartemen sindrom didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (Robert, Kalb L. 2003).
Anamnesis
o Riwayat trauma
11
o Nyeri
o Look
Memeriksa dengan melihat:
Warna dan perfusi, luka, deformitas (angulasi/ pemendekan),
pembengkakan, perubahan warna atau memar.
o Feel / palpasi
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa fungsi sensorik
(fungsi neurologi dan daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan
lunak)). Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan palpasi:
Suhu, nyeri tekan, krepitasi (diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati) sensibilitas (baik/ tidak), pemeriksaan
vaskuler (pulsasi arteri dan capillary refill time), dan pengukuran
panjang tungkai.
o Movement / gerakan
Penilaian ini terutama menilai Range Of Movement serta menilai gerak
aktif dan pasif dari sendi.
Pergerakan aktif: minta pasienn untuk bergerak tanpa dibantu. Nilai
kemampuan pergerakan sendi dan apakah terdapat rasa nyeri atau
tidak.
Pergerakan pasif: pemeriksa menggerakkan sendi pasien.
12
Range Of Movement: pemeriksaan area pergerakan dari sendi. Hasil
pengukuran dintakan dalam derajat.
Pemeriksaan penunjang
o Foto rontgent
Tekanan kompartemen normal nya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan
iskemia relative terjadi ketika tekanan meningkat 10-30 mmHg dari tekanan diastolic.
Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanan kompartemen sama dengan tekanan
diastolic.
Ada 3 teknik pengukuran tekanan kompartemen, yaitu (Robert, Kalb L. 2003).
Indikasi pengukuran tekanan kompartemen dianjurkan pada semua pasien bila gejala
dan tanda tidak ada atau membingungkan dan pada 3 kelompok pasien khusus, yaitu
(Robert, Kalb L. 2003).
13
2.9 Diagnosis Banding
Beberapa hal yang dapat dijadikan diagnosis banding untuk sindrom
kompartemen, antara lain (Abukalyadi. 2010).
Cellulitis
Gas gangrene
Necrotizing fasciitis
Rhabdomyolisis
2.10 Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana sindrom kompartemen adalah mengurangi atau
mencegah deficit neurologis lebih jauh dengan lebih dulu mengembalikan aliran
darah local melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi
terbaik, namun beberapa hal seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli bedah
setuju bahwa terdapat nya disfungsi neuromuscular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan
nervus irreversible akan terjadi 6 jam pasca terjadinya peningkatan tekanan
kompartemen. Jika dicurigai terdapatnya hipertensi kompartemen, maka pengukuran
tekanan dan dekompresi harus segera dilakukan (Solomon L, Warwick D, Nayagam
S. 2010), (Amendola, Bruce Twaddle. 2003).
14
o Tempatkan kaki setinggi jantung. Tujuan nya adalah untuk
mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal. Hindari
elevasi karena dapat memperberat iskemia
Operatif
Indikasi untuk dilakukan terapi operatif pada sindrom kompartemen yaitu apabila
tekanan intrakompartemen >30 mmHg dan memerlukan tindakan yang cepat dan
segera untuk dilakukan fasciotomi. Tujuan dari tindakan tersebut adalah memperbaiki
perfusi otot dan menurunkan tekanan intrakompartemen.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu insisi tunggal dan ganda. Insisi ganda
pada tungkai bawah sering digunakan karena lebih aman dan efektif, sedangkan insisi
15
tunggal memerlukan diseksi yang lebih luas dan juga resiko untuk kerusakan arteri
dan vena lebih besar (Amendola, Bruce Twaddle. 2003), (Richard, Braver. 2002)
Indikasi untuk melakukan dekompresi antara lain,
Adanya tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat
16
Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi
secara longitudinal (Amendola, Bruce Twaddle. 2003).
17
Gambar 2.5 Fasciotomy insisi ganda
18
Gambar 2.6 Fasciotomy pada regio antebrachium.
19
komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi (Amendola, Bruce Twaddle.
2003), (Richard, Braver. 2002).
2. 11 Komplikasi
Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan
nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan
hipoksia pada jaringan tersebut.
Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang
merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat
terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan.
Infeksi.
Hipestesia dan nyeri.
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi
gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multisystem (Richard,
Braver. 2002).
2. 12 Prognosis
Prognosis bisa baik sampai buruk, tergantung seberapa cepat penanganan
kompartemen sindrom dilaksanakan dan bagaimana komplikasi dapat terbentuk.
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi
otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversibel terjadi bila lebih
dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya
fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20%
pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten (Richard, Braver.
2002).
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Trauma Life Support Student Course Manual Ninth Edition. 2012
22
Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics and Fracture
9th ed. Bristol, UK. Hodder Arnold An Hachette UK Company; 2010
23