Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Compartement syndrome atau sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi
yang mengancam anggota tubuh dan jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi
dibawah jaringan yang tertutup mengalami penurunan. Saat sindrom kompartemen
tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis jaringan dan gangguan fungsi
yang permanen, dan jika semakin berat dapat terjadi gagal ginjal dan kematian
(Paula, Richard. 2009).

Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di


tangan, lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah.
Hampir semua cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat
olahraga berat (Paula, Richard. 2009).

Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada
ketika berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari
terlewatnya pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen (Syilvianti.
2010).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.
Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh
darah yang dibungkus oleh tulang dan fasia serta otot-otot yang masing-masing
dibungkus oleh epimisium. Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa
jenis, antara lain (Syilvianti. 2010):

1. Anggota gerak atas


a. Lengan atas:
1. Kompartemen volar
2. Kompartemen dorsal
b. Lengan bawah:
a. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus ulnar dan nervus median.
b. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari
tangan, nervus interosseous posterior.
c. Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi
radialis brevis, otot brachioradialis.

c. Wrist joint:
1. Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor
pollicis brevis.
2. Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor
carpi radialis longus.
3. Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor
indicis propius.

2
5. Kompartemen V, berisi otot ekstensor digiti minimi.
6. Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.

2. Anggota gerak bawah


a. Tungkai atas : terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, lateral dan
posterior
b. Tungkai bawah (regio cruris):
1. Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari
kaki, nervus peroneal profunda.
2. Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis, nervus
peroneal superfisial.
3. Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan soleus,
nervus sural
4. Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan flexor
ibu jari kaki, nervus tibia

3
Gambar 2.1 Anatomi Ruang Kompartemen
2.2 Definisi

Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan


intertisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial
yang tertutup. Ruangan tersebut berisi otot, saraf dan pembuluh darah. Ketika tekanan
intrakompartemen meningkat, perfusi darah ke jaringan akan berkurang dan otot di
dalam kompartemen akan menjadi iskemik (Frederick, Azar. 2003)
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta
lengan atas (kompartemen volar dan dorsal) (Syilvianti. 2010).

4
Gambar 2.2 Sindrom Kompartemen

2.3 Epidemiologi
Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling banyak
dipelajari untuk sindroma kompartemen. Dianggap sebagai yang kedua paling sering
untuk trauma sekitar 2-12%. Sindroma kompartemen lebih sering didiagnosa pada
pria daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih sering mengalami
luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang didiagnosis sindroma
kompartemen, 69% berhubungan dengan fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia.
Menurut Qvarfordt, sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan
sindroma kompartemen anterior. Sindroma kompartemen ditemukan 1-9% fraktur
pada kaki (Paula Richard. 2014), (Rasul Abraham. 2014).

2.4 Klasifikasi
Sindroma kompartemen dibagi menjadi dua tipe, yaitu :
1. Sindroma Kompartemen Akut.
Sindroma kompartemen akut merupakan suatu tanda kegawatan
medis. Ditandai dengan pembengkakan dan nyeri yang terjadi dengan cepat.
Tekanan dalam kompartemen yang meningkat dengan cepat dapat
menyebabkan tekanan pada saraf, arteri dan vena sehingga tanpa penanganan
yang tepat akan terjadi paralisis, iskemik jaringan bahkan kematian. Penyebab
umum terjadinya sindroma kompartemen akut adalah fraktur, trauma jaringan
lunak, kerusakan pada arteri dan luka bakar.

5
2. Sindroma Kompartemen Kronik.

Sindroma kompartemen kronik bukan merupakan suatu kegawatan medis dan


seringkali dikaitkan dengan nyeri ketika aktivitas olahraga. Ditandai dengan
meningkatnya tekanan kompartemen ketika melakukan aktivitas olahraga saja. Gejala
ini dapat hilang dengan hanya menghentikan aktivitas olahraga tersebut . Penyebab
umum sindroma kompartemen kronik biasa terjadi akibat melakukan aktivitas
berulang ulang, misalnya pelari jarak jauh, pemain basket, sepak bola dan militer
(Frederick, Azar. 2003), (Swiontkowski, Marc F. 2001).

2.5 Etiologi
Ada banyak penyebab yang dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian menyebabkan sindroma kompartemen, akan tetapi ada tiga mekanisme
yang seringkali mendasari terjadinya sindroma kompartemen yaitu adanya
peningkatan akumulasi cairan dalam ruang kompartemen, menyempitnya ruang
kompartemen dan tekanan dari luar yang menghambat pengembangan volume
kompartemen (Paula Richard. 2014).

1. Peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.

Merupakan mekanisme yang paling sering menyebabkan sindroma kompartemen. Hal


ini dapat disebabkan oleh hal hal dibawah ini :
Fraktur, terutama fraktur tibia merupakan penyebab yang paling sering
menyababkan peningkatan akumulasi cairan dalam ruangan kompartemen.
Cedera pada pembuluh darah besar, dapat menyebabkan sindroma
kompartemen melalui tiga mekanisme yaitu :
I. Perdarahan yang masuk ke dalam ruang kompartmen.
II. Sumbatan partial pada pembuluh darah sedang tanpa disertai adanya
sirkulasi kolateral yang adekuat.
III. Pembengkakan post iskemia dan sindroma kompartemen terjadi bila
perbaikan arteri dan sirkulasi tertunda terlebih dari enam jam.

6
Olahraga berat, dapat menyebabkan sindroma kompartemen akut dan kronik.
Seringkali dihubungkan nyeri pada kompartemen anterior pada tungkai. Bila
gejala ini timbul maka olahraga tersebut harus segera dihentikan.
Luka bakar, selain dapat menyebabkan penyempitan ruang kompartemen.
Luka bakar juga dapat meningkatkan akumulasi cairn dalam ruang
kompartemen dengan timbulnya edema yang massif. Maka dekompresi
melalaui escharotomy harus segera dilakukan untuk menghindari tamponade
kompartemen.

Penyebab lain akumulasi cairan adalah perdarahan akibat pemeberian antikoagulan,


infiltrasi cairan dalam ruang kompartemen, gigitan ular dan lain lain (Paula
Richard. 2014).

2. Menyempitnya ruang kompartemen.


Jahitan tertutup pada fascia, seringkali terjadi pada atlit marathon yang
memiliki otot hernia serta kerusakan fascia. Hernia biasanya bilateral dan
berkembang pada sepertiga tungkai bawah pada kompartemen anterior dan
lateral. Selama ini seringkali dilakukan jahitan ketat pada hernia otot yang
mengalami kerusakan fascia. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengurangan
volume kompartemen dan meningkatkan tekanan intra kompartemen sehingga
menimbulkan sindroma kompartemen akut. Oleh karena itu terapi utama pada
pelari dengan nyeri pada tungkai dan hernia otot adalah fascial release bukan
fascial closure.
Luka bakar derajat tiga, luka bakar ini mengurangai ukuran kompartemen
dan menimbulkan jaringan parut pada kulit, jaringan subkutan dan fascia
menjadi satu. Hal ini membutuhkan dekompresi escharotomy segera (Paula
Richard. 2014).

7
3. Tekanan dari luar.
Intoksikasi obat, ketidaksadaran akibat penggunaan obat yang overdosis dapat
memicu tidak hanya multiple sindroma kompartemen akan tetapi sindroma
crush bila orang tersebut berbaring dengan tungkai terjepit. Tertekannya
lengan serta tungkai menghasilkan peningkatan tekanan intra kompartemen
lebih dari 50 mmHg.
Penggunaan gips yang terlalu ketat, hal ini dapat menimbulkan tekanan
eksternal dikarenakan membatasi perkembangan dari kompartemen (Paula
Richard. 2014).

2.6 Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan local
normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan tekanan darah
kapiler, dan nekrosis jaringan local yang disebabkan oleh hipoksia. Sindrom
komparten diawali oleh beberapa kondisi seperti fraktur, cedera pembuluh darah,
exercise yang berlebih, penekanan area seperti tungkai dalam waktu lama maupun
hanya sebuah benturan. Beberapa contoh keadaan traumatic seperti yang disebutkan
diatas menyebabkan terjadinya rupture pembuluh darah dan edema pada sebuah
kompartemen otot yang ditutupi oleh fascia yang kemampuan meregang nya terbatas
atau bahkan tidak dapat meregang sama sekali. Tekanan yang meningkat pada
kompartemen menghasilkan sebuah keadaan tamponade kompartemen
(Swiontkowski, Marc F. 2001), (Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2010).
Tamponade yang terjadi akan menyebabkan tersebarnya tekanan ke sekitar
area tamponade, termasuk ke saraf perifer. Tekanan pada saraf perifer akan
menimbulkan sebuah nyeri yang hebat. Selain itu, tamponade juga akan
menyebabkan aliran darah dalam kapiler akan terhenti dan pendistribusian oksigen ke
jaringan sekitar akan terganggu, sehingga akan terjadi kedaan hipoksia. Jika hal ini
terus berlangsung, mungkin akan terjadi kerusakan yang bersifat irreversible (Robert,
Kalb L. 2003).

8
Terdapat 3 teori yang menyebabkan hipoksia pada sindrom kompartemen,
yaitu

Spasme akibat peningkatan tekanan

Theory of critical closing pressure

Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi.Tekanan trans mural secara
signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan), ini dibutuhkan
untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada
lagi perbedaan tekanan. Kondisi seperti ini dinamakan dengan
tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya adalah
arteriol akan menutup.

Tipis nya dinding vena

Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi
tekanan vena maka ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah
mengalir secara kontinyu dari kapiler, maka tekanan vena akan
meningkat lagi melebihi tekanan jaringan, sehingga drainase vena
terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa
perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang
dari 30 mmHg mempunyai korelasi klinis dengan sindrom
kompartemen (Syilvianti. 2010).

9
Gambar 2.3 Patofisiologi sindrom kompartemen

2.7 Gejala klinik


Gejala klinik pada sinrom kompartemen dikenal dengan 5 P, yaitu (Solomon L,
Warwick D, Nayagam S. 2003):
1. Pain

Dikarenakan peregangan yang berlebihan ataupun karena desakan pada saraf


perifer.
2. Pallor

Akibat perfusi kapiler yang terganggu.

10
3. Pulselesness

Denyut nadi yang makin lemah bahkan menghilang. Oleh karena adanya
desakan dari tamponade yang terbentuk sehingga fungsi distribusi pembuluh
darah menjadi terganggu.
4. Parestesia

Rasa kesemutan ataupun baal yang terjadi akibat dari terganggu nya saraf
perifer oleh desakan yang ada.
5. Paralisis

Merupakan kelanjutan dari gambaran parestesi. Semakin lama dibiarkan


dalam keadaan terdesak oleh tamponade yang terbentuk, bukan hanya sensasi
saraf yang terganggu, fungsi nya pun akan ikut terganggu
Pada sindrom kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain
Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutma saat olahraga. Biasanya
setelah berlari atau beraktivitas kuarang lebih 20 menit

Nyeri bersifat sementara dan akan mereda setelah istirahat.

Terjadi kelemahan atau atrofi otot

2.8 Diagnosis
Diagnosis kompartemen sindrom didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang (Robert, Kalb L. 2003).
Anamnesis

o Riwayat trauma

Perlu ditanyakan riwayat trauma, terutama pada daerah daerah tertentu


yang beresiko tinggi untuk sindrom kompartemen seperti tibia dan
antebrachii. Lalu ditanyakan penanganan bila memang terdapat
trauma, apa diimobilisasi dengan segera,apa dibalut terlalu kencang.

11
o Nyeri

Gambaran yang cukup penting, namun penilaian nya mutlak subjektif.


Tergantung persepsi nyeri masing masing orang. Nyeri sering
dilaporkan datang lebih awal dan sering ditemukan. Gambarannya
biasa berat , dalam konstan dan nyeri terlokalisasi. Nyeri tidak dapat
teratasi dengan pemberian analgesi termasuk morfin.
o Parestesi

Pemeriksaan fisik (ATLS 9th Edition)

o Look
Memeriksa dengan melihat:
Warna dan perfusi, luka, deformitas (angulasi/ pemendekan),
pembengkakan, perubahan warna atau memar.
o Feel / palpasi
Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa fungsi sensorik
(fungsi neurologi dan daerah nyeri tekan (fraktur atau trauma jaringan
lunak)). Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan palpasi:
Suhu, nyeri tekan, krepitasi (diketahui dengan perabaan dan harus
dilakukan secara hati-hati) sensibilitas (baik/ tidak), pemeriksaan
vaskuler (pulsasi arteri dan capillary refill time), dan pengukuran
panjang tungkai.
o Movement / gerakan
Penilaian ini terutama menilai Range Of Movement serta menilai gerak
aktif dan pasif dari sendi.
Pergerakan aktif: minta pasienn untuk bergerak tanpa dibantu. Nilai
kemampuan pergerakan sendi dan apakah terdapat rasa nyeri atau
tidak.
Pergerakan pasif: pemeriksa menggerakkan sendi pasien.

12
Range Of Movement: pemeriksaan area pergerakan dari sendi. Hasil
pengukuran dintakan dalam derajat.

Pemeriksaan penunjang

o Foto rontgent

o Pengukuran tekanan kompartemen

Tekanan kompartemen normal nya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan
iskemia relative terjadi ketika tekanan meningkat 10-30 mmHg dari tekanan diastolic.
Tidak ada perfusi yang efektif ketika tekanan kompartemen sama dengan tekanan
diastolic.
Ada 3 teknik pengukuran tekanan kompartemen, yaitu (Robert, Kalb L. 2003).

Pengukuran langsung dengan teknik injeksi

Teknik wick kateter

Teknik slit kateter

Indikasi pengukuran tekanan kompartemen dianjurkan pada semua pasien bila gejala
dan tanda tidak ada atau membingungkan dan pada 3 kelompok pasien khusus, yaitu
(Robert, Kalb L. 2003).

Pasien yang tidak kooperatif

Pasien yang tidak respon

Pasien dengan cedera neurovascular

13
2.9 Diagnosis Banding
Beberapa hal yang dapat dijadikan diagnosis banding untuk sindrom
kompartemen, antara lain (Abukalyadi. 2010).
Cellulitis

Coelenterate and jellyfish envenomation

DVT dan thrombophlebitis

Gas gangrene

Necrotizing fasciitis

Cedera vascular perifer

Rhabdomyolisis

2.10 Tatalaksana
Tujuan dari tatalaksana sindrom kompartemen adalah mengurangi atau
mencegah deficit neurologis lebih jauh dengan lebih dulu mengembalikan aliran
darah local melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi
terbaik, namun beberapa hal seperti timing masih diperdebatkan. Semua ahli bedah
setuju bahwa terdapat nya disfungsi neuromuscular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen. Kerusakan
nervus irreversible akan terjadi 6 jam pasca terjadinya peningkatan tekanan
kompartemen. Jika dicurigai terdapatnya hipertensi kompartemen, maka pengukuran
tekanan dan dekompresi harus segera dilakukan (Solomon L, Warwick D, Nayagam
S. 2010), (Amendola, Bruce Twaddle. 2003).

Penanganan sindrom kompartemen umum meliputi :


Medikamentosa (non bedah) (Robert, Kalb L. 2003).

14
o Tempatkan kaki setinggi jantung. Tujuan nya adalah untuk
mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal. Hindari
elevasi karena dapat memperberat iskemia

o Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, lepas gips dan pembalut


kontriksi

o Koreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah bila


diperlukan

o Gunakan manitol atau diuretic lain nya untuk mengurangi tekanan


kompartemen

o Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat


menghambat perkembangan sindrom kompartemen.

o HBO ( Hyperbaric oxygen), merupakan pilihan yang logis untuk


kompartemen sindrom berkaitan dengan ischemic injury. HBO
memiliki banyak manfaat, antara lain dapat mengurangi
pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen dan mendukung
penyembuhan jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan perfusi
rendah, oksigen dapat diterima sehingga dapat terjadi penyembuhan
jaringan.

Operatif

Indikasi untuk dilakukan terapi operatif pada sindrom kompartemen yaitu apabila
tekanan intrakompartemen >30 mmHg dan memerlukan tindakan yang cepat dan
segera untuk dilakukan fasciotomi. Tujuan dari tindakan tersebut adalah memperbaiki
perfusi otot dan menurunkan tekanan intrakompartemen.
Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu insisi tunggal dan ganda. Insisi ganda
pada tungkai bawah sering digunakan karena lebih aman dan efektif, sedangkan insisi

15
tunggal memerlukan diseksi yang lebih luas dan juga resiko untuk kerusakan arteri
dan vena lebih besar (Amendola, Bruce Twaddle. 2003), (Richard, Braver. 2002)
Indikasi untuk melakukan dekompresi antara lain,
Adanya tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat

Gambaran klinik yang tidak terlalu jelas atau meragukan,


namun pasien dalam resiko tinggi (koma, masalah psikitrik
atau dalam pengaruh alcohol/obat obatan) (Amendola, Bruce
Twaddle. 2003).

Adapun indikasi untuk melakukan fasciotomi adalah :


1. Ada tanda-tanda klinis dari sindroma kompartemen.
2. Tekanan intrakompartemen melebihi 30 mmHg.

a. Fasciotomi Pada Regio Cruris


Ada 3 pendekatan fasciotomi untuk kompartemen regio cruris : fibulektomy,
fasciotomi insisi tunggal perifibular, dan fasciotomi insisi ganda. Fibulektomi adalah
prosedur radikan dan jarang dilakukan, dan jika ada, termasuk indikasi pada sindrom
kompartemen akut. Insisi tunggal dapat digunakan untuk jaringan lunak pada
ektremitas. Teknik insisi ganda lebih aman dan efektif (Amendola, Bruce Twaddle.
2003).

Fasciotomi insisi tunggal (davey, Rorabeck, dan Fowler) :


Dibuat insisi lateral, longitudinal pada garis fibula, sepanjang mulai dari distal
caput fibula sampai 3-4 cm proksimal malleolus lateralis. Kulit dibuka pada bagian
anterior dan jangan sampai melukai nervus peroneal superficial. Dibuat fasciotomy
longitudinal pada kompartemen anterior dan lateral. Berikutnya kulit dibuka ke
bagian posterior dan dilakukan fasciotomi kompartemen posterior superficial. Batas
antara kompartemen superficial dan lateral dan interval ini diperluas ke atas dengan
memotong soleus dari fibula. Otot dan pembuluh darah peroneal ditarik ke belakang.

16
Kemudian diidentifikasi fascia otot tibialis posterior ke fibula dan dilakukan inisisi
secara longitudinal (Amendola, Bruce Twaddle. 2003).

Gambar 2.4 Fasciotomy insisi tunggal

Fasciotomi insisi ganda (Mubarak dan Hargens) :


Insisi sepanjang 20-25 cm dibuat pada kompartemen anterior, setengah antara
fibula dan caput tibia. Diseksi subkutaneus digunakan untuk mengekspos fascia
kompartemen. Insisi tranversal dibuat pada septum intermuskular lateral dan
identifikasi nervus peroneal superficial pada bagian posterior septum. Buka
kompartemen anterior kearah proksimal dan distal pada garis tibialis anterior.
Kemudian dilakukan fasciotomi pada kompartemen lateral ke arah proksimal dan
distal pada garis tubulus fibula.
Insisi kedua dibuat secara longiotudinal 1 cm dibelakang garis posterior tibia.
Digunakan diseksi subkutaneus yang luas untuk mengidentifikasi fascia. Vena dan
nervus saphenus ditarik ke anterior. Dibuat insisi tranversal untuk mengidentifikasi
septum antara kompartemen posterior profunda dan superficial. Kemudian dibuka
fascia gastrocsoleus sepanjang kompartemen. Dibuat insisi lain pada otot fleksor
digitorum longus dan dibebaskan seluruh kompartemen posterior profunda. Setelah
kompartemen posterior dibuka, identifikasi kompartemen otot tibialis posterior. Jika
terjadi peningkatan tekanan pada kompartemen ini, segera dibuka (Amendola, Bruce
Twaddle. 2003), (Richard, Braver. 2002).

17
Gambar 2.5 Fasciotomy insisi ganda

b. Fasciotomi Pada Regio Antebrachium


Pendekatan volar (Henry)
Dekompresi kompartemen fleksor volar profunda dan superficial dapat dilakukan
dengan insisi tunggal. Insisi kulit dimulai dari proksimal ke fossa antecubiti sampai
ke palmar pada daerah tunnel carpal. Tekanan kompartemen dapat diukur selama
operasi untuk mengkonfirmasi dekompresi. Tidak ada penggunaan torniket. Insisi
kulit mulai dari medial ke tendon bicep, bersebelahan dengan siku kemudian ke sisi
radial tangan dan diperpanjang kea rah distal sepenjang brachioradialis, dilanjutkan
ke palmar. Kemudian kompartemen fleksor superficial diinsisi, mulai pada titik 1 atau
2 cm di atas siku kearah bawah sampai di pergelangan. Kemudian nervus radialis
diidentifikasi dibawah brachioradialis, keduanya kemudian ditarik ke arah radial,
kemudian fleksor carpi radialis dan arteri radialis ditarik ke sisi ulnar yang akan
mengekspos fleksor digitorum profundus fleksor pollicis longus, pronatus quadratus,
dan pronatus teres. Karena sindrom kompartemen biasanya melibatkan kompartemen
fleksor profunda, harus dilakukan dekompresi fascia disekitar otot tersebut untuk
memastikan bahwa dekompresi yang adekuat telah dilakukan (Amendola, Bruce
Twaddle. 2003), (Richard, Braver. 2002).

18
Gambar 2.6 Fasciotomy pada regio antebrachium.

Pendekatan Volar Ulnar


Pendekatan volar ulnar dilakukan dengan cara yang sama dengan pendekatan
Henry. Lengan disupinasikan dan insisi mulai dari medial bagian atas tendon bisep,
melewati lipat siku, terus ke bawah melewati garis ulnar lengan bawah, dan sampai
ke carpal tunnel sepanjang lipat thenar. Fascia superficial pada fleksor carpi ulnaris
diinsisi ke atas sampai ke aponeurosis siku dan ke carpal tunnel ke arah distal.
Kemudian dicari batas antara fleksor carpi ulnaris dan fleksor digitorum sublimis.
Pada dasar fleksor digitorum sublimis terdapat arteri dan nervus ulnaris, yang harus
dicari dan dilindungi. Fascia pada kompartemen fleksor profunda kemudian diinsisi
(Richard, Braver. 2002).
Pendekatan Dorsal
Setelah kompartemen superficial dan fleksor profunda lengan bawah
didekompresi, harus diputuskan apakah perlu dilakukan fasciotomi dorsal (ekstensor).
Hal ini lebih baik ditentukan dengan pengukuran tekanan kompartemen intraoperatif
setelah dilakukan fasciotomi kompartemen fleksor. Jika terjadi peningktan tekanan
pada kompartemen dorsal yang terus meningkat, fasciotomi harus dilakukan dengan
posisi lengan bawah pronasi. Insisi lurus dari epikondilus lateral sampai garis tengah
pergelangan. Batas antara ekstensor carpi radialis brevis dan ekstensor digitorum

19
komunis diidentifikasi kemudian dilakukan fasciotomi (Amendola, Bruce Twaddle.
2003), (Richard, Braver. 2002).

2. 11 Komplikasi
Kegagalan dalam mengurangi tekanan intrakompartemen dapat menyebabkan
nekrosis jaringan, selama perfusi kapiler masih kurang dan menyebabkan
hipoksia pada jaringan tersebut.
Kontraktur volkmann adalah deformitas pada tungkai dan lengan yang
merupakan kelanjutan dari sindroma kompartemen akut yang tidak mendapat
terapi selama lebih dari beberapa minggu atau bulan.
Infeksi.
Hipestesia dan nyeri.
Komplikasi sistemik yang dapat timbul dari sindroma kompartemen meliputi
gagal ginjal akut, sepsis, dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
yang fatal jika terjadi sepsis kegagalan organ secara multisystem (Richard,
Braver. 2002).

2. 12 Prognosis
Prognosis bisa baik sampai buruk, tergantung seberapa cepat penanganan
kompartemen sindrom dilaksanakan dan bagaimana komplikasi dapat terbentuk.
Sindroma kompartemen akut cenderung memiliki hasil akhir yang jelek. Toleransi
otot untuk terjadinya iskemia adalah 4 jam. Kerusakan irreversibel terjadi bila lebih
dari 8 jam. Jika diagnosa terlambat, dapat menyebabkan trauma saraf dan hilangnya
fungsi otot. Walaupun fasciotomi dilakukan dengan cepat dan awal, hampir 20%
pasien mengalami defisit motorik dan sensorik yang persisten (Richard, Braver.
2002).

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sindroma kompartemen adalah suatu kegawatdaruratan medis dibidang


ortopedi yang dapat mengancam anggota tubuh dan jiwa, dan prevalensinya paling
sering terjadi pada tungkai bawah. Penyebab Sindrom kompartemen yang paling
sering adalah cedera, dimana 45% kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya
terjadi di anggota gerak bawah. Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen
dikenal dengan 5-P yaitu: Pain (nyeri) , Pallor (pucat), Pulselesness (berkurang atau
hilangnya denyut nadi), Parestesia (rasa kesemutan), Paralysis. Tujuan dari
penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis
dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi dan
dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg. Prognosis
ditentukan oleh trauma penyebab. Diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya
menberikan hasil yang baik dan diagnosis yang terlambat dapat menyababkan
kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi dari otot yang terlibat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abukalyadi. 2010. Sindrom Kompartemen. Diunduh dari:


http://www.scribd.com/doc/44029028/sindrom-kompartemen [Access on July,
16th 2011]

Advanced Trauma Life Support Student Course Manual Ninth Edition. 2012

Amendola, Bruce Twaddle. Compartment syndromes in Skeletal trauma basic


science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003. p :
268-92Richard, Braver. Surgical pearls : How to test and treat exertional
compartment syndrome. American College of Foot and Ankle Surgeons. May
2002. p : 22-4

Frederick, Azar. Compartment syndrome in Campbell`s operative orthopaedics. Ed


10th. Vol 3. Mosby. USA. 2003. p : 2449-57.

Paula, Richard. 2009. Compartment Syndrome in Emergency Medicine. Diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/828456-overview [Access on July, 16th
2011]

Paula Richard. Compartment syndrome, extremity. Available at


http://www.emedicine.com. Accessed on Juny 28th 2014.

Rasul Abraham. Compartment syndrome. Available at http://www.emedicine.com.


Accessed on Juny 28th 2014.

Robert, Kalb L. Compartment syndrome evaluation in Procedures for primary care.


Mosby. USA. 2003. p : 1419-29

22
Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Apleys System of Orthopaedics and Fracture
9th ed. Bristol, UK. Hodder Arnold An Hachette UK Company; 2010

Swiontkowski, Marc F. Compartmental syndromes in Manual of orthopaedics. Ed


5th. Lippincott Williams & Wilkins. USA. 2001. p : 20-8.

Syilvianti. 2010. Sindrom Kompartemen. Diunduh dari:


http://en.netlog.com/syilvianti/blog/blogid=3756199 [Access on July, 16th
2011]

23

Anda mungkin juga menyukai