Anda di halaman 1dari 27

askep pada pasien peritonitis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Dari kedua rongga
terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah abdomen menjadi usus.
Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut
kemudian menjadi peritoneum. Peritonium merupakan rongga tempat melekatnya organ-organ
dalam khususnya organ-organ pencernaan. Berdasarkan sifat (vaskularisasi) dan fungsi dari
peritonium, maka dengan adanya kelainan pada organ-organ yang terdapat pada rongga
peritonium, akan mempengaruhi dinding atau rongga peritonium itu sendiri, seperti pada
apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Pada
keadaan atau penyakit tersebut, sering menampakkan adanya gejala akut yang sering disebut
gawat abdomen, keadaan ini memerlukan penaggulangan segera yang sering berupa tindakan
pembedahan.
Peritonitis merupakan peradangan peritonium, selaput tipis yang melapisi dinding
abdomen dan meliputi organ-organ dalam, peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau
infeksi jamur membran ini. Peritonium primer disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah
atau kelenjar getah bening ke peritonium, pada kasus primer ini, 90% kasus infeksi disebabkan
oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%, Klebsiela, pneumonia, spesies
pseudomonas, proteus dan gram negatif lain sebanyak 20%, sementara bakteri gram positif yakni
15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus 3%. Jenis yang lebih umum dari peritonitis,
yang disebut peritonitis sekunder, disebabkan oleh infeksi gastrointestinal (apendisitis perforasi,
perforasi ulkus peptikum, dan duodenum, perforasi kolon) atau saluran bilier, kedua kasus
peritonitis sangat serius dan dapat mengancam kehidupan jika tidak dirawat dengan cepat.
Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri, tetapi adanya keadaan
seperti kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun dan
adanya benda asing atau enzim pecerna aktif, merupakan faktor yang mempermudah terjadinya
peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan
mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penaggulangan tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian peritonitis?


2. Apa penyebab atau etiologi dari peritonitis?
3. Bagaimanakah tanda dan gejala dari peritonitis?
4. Bagaimana perjalanan penyakit atau patofisiologi dari peritonitis?
5. Pemeriksaan diagnostik pada peritonitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada peritonitis?

2.3 Tujuan
2.3.1 Tujuan Umum
Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, cermat dan benar pada kasus
peritonitis.
2.3.2 Tujuan Khusus

1. Dapat melakukan pengkajian, analisis dan sintesis masalah keperawatan.


2. Menentukan rencana tindakan atau intervensi keperawatan secara tepat.
3. Melakukan tindakan keperawatan dengan baik dan benar.
4. Mampu mengevalusai tindakan keperawatan yang telah diberikan secara lengkap, akurat
dan relevan.

BAB 2
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Kosep Dasar Peritonitis


2.1.1 Pengertian
Peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelial tipis yang kaya akan vaskularisasi dan aliran
limpa.
Peritonitis adalah suatu respons inflamasi atau supurasi dari peritoneum yang disebabkan oleh
iritasi kimiawi atau invasi bakteri.
2.1.2 Etiologi
a. Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal, misalnya :
1. Appendisitis yang meradang dan perforasi
2. Tukak peptik (lambung / dudenum)
3. Tukak thypoid
4. Tukan disentri amuba / colitis
5. Tukak pada tumor
6. Salpingitis
7. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus dan hemolitik, stapilokokus
aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium wechii.
b. Secara langsung dari luar.
1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi peritonitisyang disertai
pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga
peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk pula peritonitis
granulomatosa.
5. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan
bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus
atau pnemokokus.
2.1.3 Klasifikasi
Ditinjau dari penyebab, peritonitis dibagi menjadi:
a. Penyebab primer (peritonitis spontan)
90% kasus infeksi disebabkan oleh mikroba, 40% oleh bakteri gram negative, E.Coli 7%,
Klebsiela, pneumonia, spesies pseudomonas, proteus dan gram negative lain sebanyak 20%,
sementara bakteri gram positif yakni 15%, jenis steptococus, dan golongan stapylococus 3%.
b. Penyebab sekunder
Seperti perforasi apendisitis, perforasi ulkus peptikum, dan duodenum, perforasi kolon akibat
kanker, hernia inkaserata.
2.1.4 Gejala Dan Tanda
a. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
b. Demam
c. Distensi abdomen
d. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada perluasan
iritasi peritonitis.
e. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari lokasi
peritonitisnya.
f. Nausea
g. Vomiting
h. Penurunan peristaltik.
2.1.5 WOC (Web Of Caution)

Inflamasi, iskemia, infeksi, trauma/perforasi tumor



Kebocoran isi rongga abdomen ke peritoneum

Proliferasi kuman (bakteri)

Menyebar dipermukaan peritoneum

Reaksi inflamasi

Peritonitis (generalisata)

Penurunan fungsi pencernaan

(peristaltic dan bising usus menurun)

Ileus Paralitik

Usus atonia

Distensi abdomen

Tekanan intralumen

Merangsang respons
myenterik dan otonomik

Iskemia jaringan/usus
Nosiseptor

Mediator inflamatori

Nekrosis

Nyeri

Gangguan
passage usus

Respons mual/muntah
Penyebaran kuman ke peritoneum dan sirkulasi

Septikemia

Demand n supply O2
Inbalance (debt O2)
2.1.6 Test Diagnostik
a. Test laboratorium
1. Leukositosis
2. Hematokrit meningkat
3. Asidosis metabolik
b. X. Ray
1. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan
penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas (air
fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
2.1.7 Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan koloid dan kristaloid
b. Pemberian obat symptomatik
c. Dekompresi dan pengisapan membantu dalam menurunkan distensi abdomen.
d. Terapi oksigen sesuai indikasi
e. Tindakan pembedahan
2.1.8 Prognosis
a. Mortalitas tetap tinggi antara 10 % - 40 %.
b. Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam.
c. Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial atau sekunder, dimana komplikasi tersebut
dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu:
a. Komplikasi dini
1. Septikemia dan syok septik
2. Syok hipovolemik
3. Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapt dikontrol dengan kegagalan multi sistem
4. Abses residual intraperitonial
5. Portal Pyemia
b. Komplikasi lanjut

1. Adhesi
2. Obstruksi intestinal rekuren

2.2 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Peritonitis.


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas Klien: meliputi nama, pendidikan, pekerjaan dan usia biasanya lebih sering terjadi
pada usia dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut kembung, disertai mual
dan muntah serta demam.
b. Riwayat penyakit sekarang:
Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis adalah infeksi sekunder dari apendisitis
perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus abdominalis, klien biasanya nampak lemah dengan
disertai demam dan mual, muntah.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit saluran cerna atau organ dalam
pencernaan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian peritonitis.
c. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath)
Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas dangkal dan cepat, Ronchi
(-), whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada gerakan tertinggal.
B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan darah (pre syok), perfusi
dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 3-5,
iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
B3 (Brain)
Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion (-), pupil isokor,
lateralisasi (-).
B4(Bladder)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum, oliguri,distensi/retensi (-).
B5 (Bowel)
Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak distended, bising usus dan
peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB, klien nampak mual dan muntah.
B6 (Bone)
Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak bedrest, mengalami
penurunan masa dan kekuatan otot.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Test laboratorium

4. Leukositosis
5. Hematokrit meningkat
6. Asidosis metabolik

2. X-Ray

2. Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan
penemuan yang tak khas pada peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas
(air fluid level) dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

e. Masalah Keperawatan Yang Mungkin

1. Ketidakefektifan pola nafas


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Hipertermia
4. Syok hipovolemik atau septik.
5. Gangguan perfusi jaringan (anemis)
6. Kerusakan integritas kulit
7. Defisit perawatan diri
8. Intoleransi aktifitas.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance


2. Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan fungsi
pencernaan sekunder terhadap pembedahan.
3. Syok hipovolemik b.d intake in adekuat.
4. Hipertermia b.d bakterimia atau proses inflamasi sistemik.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Intervensi
Keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Rencana Tindakan Rasional
1 Gangguan pola Tujuan: 1. Pertahankan patensi jalan
1. Menjamin
nafas b.d Demand Pola nafas efektif atau nafas. ventilasi tetap
and supply O2 adekuat dalam 1x24 jam2. Identifikasi tingkat adekuat
Inbalance Kriteria hasil: kebutuhan oksigenasi. 2. Menentukan
- Dispneu (-), irama 3. Kolaborasi pemberian O2 pemberian
regular masker. bantuan
- RR:12-20x/menit 4. Monitoring tanda-tanda vital oksigenasi
- SaO2 :>95%. dan saturasi perifer. 3. Memenuhi
- BGA dalam batas kebutuhan
normal 5. Kolaborasi pemeriksaan oksigenasi.
- TTV dalam batas BGA serial. 4. Memantau
normal. perubahan
- Cianosis (-). tanda2
kardinal dan
oksigenasi.
5. Memantau
status
oksigenasi.
2 Resiko tinggi Tujuan: 1. Identifikasi tingkat
1. Menentukan
Perubahan nutrisi Perubahan nutrisi kurang perubahan nutrisi, dan tingkat
kurang dari dari kebutuhan dapat kebutuhan kalori. toleransi dan
kebutuhan tubuh b.d dicegah atau diatasi kebutuhan
Perubahan fungsi dalam 2x24 jam 2. Kolaborasi pemberian nutrisi nutrisi.
pencernaan sekunder Kriteria hasil: enteral (sonde) sesuai dengan
2. Melatih
terhadap - BBR:90-100% tingkat toleransi pencernaan. toleransi
pembedahan. - Alb:3,5-5,5 g/dl 3. Kolaborasi pemberian nutrisi fungsi
- Hb :11-17 g/dl panenteral. pencernaan
- Peristatik usus (+) dan memenuhi
- Bising usus (+). 4. Kolaborasi pemeriksaan kebutuhan
- Vomitting (-) kimia klinik (albumin). nutrisi.
5. Pengukuran BB setiap hari.
3. Memenuhi
6. Observasi fungsi pencernaan. kebutuhan
nutrisi yang
7. Monitor tanda-tanda vital. tida tercover
via enteral.
4. Memantau
biochemical/st
atus nutrisi.
5. Memantau
perubahan
tingkat
pemenuhan
nutrisi.
6. Memantau
perubahan
fungsi
pencernaan.
7. Memantau
perubahan
tanda-tanda
kardinal.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.M
DENGAN PERITONITIS GENERALISATA e.c. ILEUS OBSTRUKSI e.c HERNIA
UMBILIKALIS INKARSERATA + SHOCK SEPSIS dengan PEMASANGAN VENTILATOR
DI RUANG OBSERVASI INTENSIF (ROI) IRD
RSUD. Dr. SOETOMO SURABAYA

Tanggal pengkajian :10 Maret 2010, Pukul: 23.00WIB


Tanggal MRS :10 Maret 2010, Pukul: 13.00 WIB
Tanggal masuk ROI :10 Maret 2010, Pukul: 22.00WIB
NO.REG :11031470
Diagnosa MRS : Hernia Umbilikalis Inkarserata + Ileus Obstruksi + Shock Sepsis
Operasi/tindakan :Post Op Explorasi Laparotomy + Herniotomy

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama :Ny.M
Umur :44 Tahun
Alamat :Jln. Dupak Magersari Sby
Suku/bangsa :Jawa/Indonesia
Agama :Islam
Pendidikan :SLTA
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama: tidak terkaji, pasien terpasang ETT (Endo Tracheal Tube) dengan bantuan
ventilator.
b. Riwayat penyakit sekarang:
Anamnesa (pre operatif) :klien datang ke RS.Adi Husada dengan keluhan nyeri perut dan ada
benjolan di pusar yang muncul sejak 6 hari yang lalu disertai nyeri, klien muntah-muntah, BAB
dan flatus terakhir 3 hari yang lalu. Klien MRS di RS. Adi Husada tanggal 9 Maret 2010
kemudian keluarga meminta dirujuk ke RSUD.Dr.Soetomo Surabaya.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah keluar benjolan di pusar, dan tidak memiliki
riwayat gastritis atau mag.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien dan keluarganya mengatakan bahwa, tidak ada anggota keluarganya yang menderita
seperti penyakit klien saat ini, riwayat hipertensi (-), DM (-).
3.1.3 Pemeriksaan fisik
B1 (Breath)
Pernafasan dengan ETT No.7,0 dibantu dengan ventilator raphael Mode PCV, dengan seeting
PC:14, PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2, I:E:1:2 FiO2:100%.Saturasi perifer 95%, tanda-tanda
vital:RR;22X/menit, irreguler/dangkal, Ronchi +/+, Wheezing:-/-, gerakan dada simetris, sputum
encer, warna pink proty, tidak berbau, reflek batuk (+).
Masalah: - Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
- Gangguan pertukaran gas
- Ketidakefektifan pola nafas
B2 (Blood)
Klien post op hari ke-0, suara jantung S1/S2 Tunggal, Murmur (-), gallop (-), akral dingin kering,
CRT>2, sianosis (-), anemis (+), Hb:7,5g/dl, TD:93/77 mmHg, N:109X/menit, lemah irreguler,
S:33C (axila), CVP:10 cmH2O/7,6mmHg.
Balance cairan:
Intake Out put
WB : 400 cc Urine :1420cc
RL : 1500cc Drain : 250cc
Pz : 200cc Dekompresi(NGT): 200cc
2100cc 1870cc
Terpasang double lumen subclavia dextra.
Masalah : - Hipotermia
- Gangguan perfusi jaringan (anemis)
- Resiko Infeksi

B3 (Brain)
Klien nampak lemah, GCS :2X3, convulsion (-), pupil isokor 4/4mm, reflek cahaya(-),
lateralisasi (-).
Masalah :Penurunan kesadaran
B4(Bladder)
Klien menggunakan Foley Catheter No.16, Hari ke-1, balon fiksasi 15cc, produksi urin
300cc/jam(22.00-23.00wib),kuning jernih, urogenital bersih dan kering, distensi/retensi (-).
Masalah :Resiko infeksi.
B5 (Bowel)
Klien puasa, terpasang NGT No.14, terdapat luka post op eksplorasi laparotomy + herniotomy,
drain satu selang, produksi NGT (+) fecal, produksi drain 400cc (mulai dipasang/op), bising
usus (-), peristaltik(-), luka post op nampak bersih dn tidak nampak rembesan, distended (+), BB
:45 kg.
Masalah: - Resiko Tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
- Resiko Infeksi sekunder
B6 (Bone)
Klien bed rest (supinasi), oedem ektremitas sup (-), Inf(+), deformity(-), terdapat luka post op di
abdomen, Dekubitus(-)
Masalah: - Kerusakan integritas kulit
- Defisit perawatan diri
3.1.4 Data pemeriksaan penunjang
a. Terapi: tanggal 10 maret 2010
- Ceftriaxone 21grm
- Ranitidin 3x50 mg
- Ondancentron 3x4 mg
- Vascon (0,1mg/cc)1,8cc/jam via S.P
- Tramadol 3x100mg (drip dlm Pz 100cc)
- Alinamin F 3x1 amp
- Vit C 3x1 amp
- Mo 1mg/jam/SP
- Lasix 1 mg/jam/SP
b. Laboratorium : tanggal 10 Maret 2010 jm.14.13WIB
BGA:
- PH :7,44
- PCO2 :34mmHg
- PO2 :190mmHg
- HCO3 :23,1mmol/L
- TCO2 :24,1
- BEecf :-1,1
- SaO2 :100%

Darah lengkap :
- Hb :7,5g/dl (11-18g/dl)
- WBC :7,3X103 (5-10x103 )
- Ly :21
- Hct :25,6 (35-60)
- MCV :25,6 (80-99)
- MCHC :29,3g/dl (33-37)
- Plt :704 (150-350 x103)
- Pct :515H%
Faal Hemostasis:
- PT :16,6C:12,1
- APTT :24,8C:25,6

Kimia klinik/RFL/LFT:
- Creat :4,1mg/dl (0,6-1,1)
- BUN :74 (5-23)
- AST :45 IU/L (5-34)
- ALT :15 IU/L (11-60)
- Tprot :6,0g/dl (3,6-8,3)
- Alb :2,5 g/dl (3,8-5,4)
- T.Bil :0,7 mg/dl
- Dbil :0,2
- In Bil :0,5
- Cl :83,4mmol/L
- Na :130,8
- K :3,03
- Ca :7,8 mg/dl
- Ureum :158,4
- Glob :3,5

c. Radiologi:
USG:(pra operatif)
Tedapat:
- Sludge Gall Bladder
- Myoma Uteri Sub serosa (uk.8,7x6,4cm)+intramural (uk.2,6x2,3cm)+adnesa kanan nampak
kista (uk.4,19x2,64cm)
- Distensi sedang usus dengan penebalan dinding mukosanya, susp.causa inflamation process
serta minimal ascites.
- Hernia umbilikalis
Foto Thorak: Kardio megali dan oedem paru, CTR 63%
3.1.5 Analisis Data
TGL DATA ETIOLOGI MASALAH
Operasi besar (eksplorasi
S:- laparotomy)
O:
- Dispneu Definitive airway (ETT)
- Ronci basah +/+
- RR:22x/menit Benda asing
- Sekret +, encer, warna
11-03-2010 pink proty Ketidak efektifan
Respons inflamasi
bersihan jalan
- Terpasang ETT no.7
nafas
- Refleks batuk menurun.
(Kesadaran menurun)
- GCS:2X3
Refleks batuk menurun

Akumulasi sekret

Ketidak efektifan bersihan jalan
nafas
11-03-2010 S:- Oedem paru Gangguan
O: pertukaran Gas
- Dispneu Akumulasi cairan interstisiil
- RR:22x/menit alveoli
- Terpasang
ventilator:Mode PCV, Gangguan difusi O2 dan CO2
PC:14,
PEEP:8,FiO2 :100% Gangguan pertukaran Gas
- SpO2 :95%.
- BGA :PH :7,44,
pCO2 :34, pO2 :190,
HCO3 :23,BEecf :-1,1
11-03-2010 S:- Oedem paru Ketidakefektifan
O: pola nafas
- Dispneu Akumulasi cairan interstisiil
- RR:22x/menit, alveoli
irreguler,dangkal.
- Terpasang Gangguan difusi O2 dan CO2
ventilator:Mode PCV,
PC:14, Gangguan pertukaran Gas
PEEP:8,FiO2 :100%,
I :E=1 :2 Demand and supply O2 Inbalance

Ketidakefektifan pola nafas
11-03-2010 S:- Ekspl.Laparotomy Resiko tinggi
O: Perubahan nutrisi
- BB:45 Kg Perubahan fungsi kurang dari
- Alb:2,5 g/dl pencernaan(digestif, absorbsi) kebutuhan tubuh
- Hb :7,5g/dl
- Pasien puasa. Pemenuhan metabolisme
- NGT(dekompresi):200cc. sel/jaringan
- Bising usus (-)
- Peristaltik usus (-) Pembongkaran depo lemak dan
atau protein

Resiko tinggi Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

3.1.6 Masalah Keperawatan


1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
3. Ketidakefektifan pola nafas
4. Hipotermia
5. Gangguan perfusi jaringan (anemis)
6. Resiko infeksi sekunder.
7. Resiko Tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
8. Kerusakan integritas kulit
9. Defisit perawatan diri
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret sekunder terhadap penurunan reflek
batuk dan pemasangan ETT.
2. Gangguan pertukaran Gas b.d akumulasi cairan interstisiil alveoli.
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d Demand and supply O2 Inbalance
4. Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Perubahan fungsi pencernaan
sekunder terhadap pembedahan.

3.3 Intervensi

No Diagnosa Intervensi
Keperawatan Tujuan/Kriteria hasil Rencana Tindakan Rasional
1 Ketidak efektifan Tujuan: 1. Identifikasi derajat
1. Menentukan arah tindakan
bersihan jalan nafas Bersihan jalan nafas ketidakefektifan jalan nafas, pembebasan airway
b.d akumulasi sekret efektif dalam 15 menit karakteristik sekret, suara
2. Mengencerkan dan
sekunder terhadap Kriteria hasil: nafas. mengeliminir sekret.
penurunan reflek
- Sekret berkurang 2. Kolaborasi nebulisasi (sesuai
3. Memberi efek fibrasi
batuk dan
- Ronchi -/- indikasi). terhadap sekret dan
pemasangan ETT. - Refleks batuk adekuat mengeluarkan sekret
- RR dalam batas 12-
3. Berikan fisioterapi nafas
4. Meningkatkan toleransi
20x/menit. (fibrasi) dan suctioning. otot pernafasan dan
- TTV dalam batas mencegah atelektasis paru.
normal. 5. Memberikan control atau
4. Berikan mobilisasi setiap 2 support ventilasi dan
jam. oksigenasi
5. Kolaborasi mempertahankan
pemberian ventilasi mekanik.

2 Gangguan Tujuan: 1. Pertahankan patensi jalan


1. Menjamin ventilasi tetap
pertukaran Gas b.d Pertukaran gas efektif nafas. adekuat
akumulasi cairan atau adekuat dalam 30
2. Identifikasi tingkat
2. Menentukan pemberian
interstisiil di alveoli. menit kebutuhan oksigenasi. bantuan oksigenasi
Kriteria hasil: 3. Kolaborasi mempertahankan
3. Mengontrol atau support
- Dispneu (-), irama ventilasi mekanik. ventilasi terhadap klien.
reguler 4. Monitoring tanda-tanda vital
4. Memantau perubahan
- RR:12-20x/menit dan saturasi perifer. tanda2 kardinal dan
- SpO2 :>95%. oksigenasi.
- BGA dalam batas 5. Kolaborasi pemeriksaan
5. Memantau status
normal BGA serial. oksigenasi.
- TTV dalam batas
normal.
- Cianosis (-).

3 Resiko tinggi Tujuan: 1. Identifikasi tingkat


1. Menentukan tingkat
Perubahan nutrisi Perubahan nutrisi kurang perubahan nutrisi, dan toleransi dan kebutuhan
kurang dari dari kebutuhan dapat kebutuhan kalori. nutrisi.
kebutuhan tubuh b.d dicegah atau diatasi 2. Melatih toleransi fungsi
Perubahan fungsi dalam 2x24 jam 2. Kolaborasi pemberian nutrisi pencernaan dan memenuhi
pencernaan sekunder Kriteria hasil: enteral (sonde) sesuai dengan kebutuhan nutrisi.
terhadap - BBR:90-100% tingkat toleransi pencernaan.
pembedahan. - Alb:3,5-5,5 g/dl 3. Kolaborasi pemberian nutrisi
3. Memenuhi kebutuhan
- Hb :11-17 g/dl panenteral dan tranfusi nutrisi yang tida tercover
- Peristatik usus (+) albumin. via enteral.
- Bising usus (+). 4. Kolaborasi pemeriksaan
4. Memantau
- Klien dapat BAB. kimia klinik (albumin post biochemical/status nutrisi.
- Retensi NGT (-) tranfusi).
- Vomitting (-) 5. Ukur Berat Badan bila
5. Memantau perubahan
memungkinkan. tingkat pemenuhan nutrisi.
6. Memantau perubahan
6. Observasi fungsi pencernaan. fungsi pencernaan.
7. Memantau perubahan
7. Monitor tanda-tanda vital. tanda-tanda kardinal.
No Diagnosa Kep. Tang Implementasi Tanggal/ Evaluasi TTD
gal/J Jam
am
1 Ketidak efektifan 11- 1. Melakukan observasi suara 11-03- S:-
bersihan jalan nafas b.d 03- nafas, irama, kedalaman, 2010/ O:
akumulasi sekret 2010 produksi sputum dan saturasi Pkl :02.- Dispneu
sekunder terhadap / oksigen. 00-02.15
- Ronci basah +/+
penurunan reflek batuk Pkl 2.
: Memberi posisi slight head - RR:18x/menit
dan pemasangan ETT. 01.0 up/semifowler. - Sekret +, encer, warna pink
0- 3. Melakukan fisioterapi nafas dan proty
01.3 suctioning - SpO2 :95%.
0 4. Kolaborasi mempertahankan - Refleks batuk menurun.
setting ventilator (PCV, PC:14, - GCS:2x3
PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2, A:Masalah belum teratasi
I:E=1:2, FiO2:100%) P:Intervensi no:1,2,3,5
dipertahankan.

2 Gangguan pertukaran 11- 1. Mempertahankan patensi jalan 11-03- S:-


Gas b.d akumulasi 03- nafas. 2010/ O:
cairan interstisiil di 20102. Mempertahankan posisi Pkl :02.- Dispneu
alveoli. / semifowler. 40-02.50
- RR:19x/menit
Pkl 3.
: Kolaborasi mempertahankan - N:100X/menit
02.1 ventilasi mekanik (PCV, PC:14, - TD:113/77mmHg
5 - PEEP:8, F:18X/menit, Trigger:2, - Terpasang ventilator:Mode
02.4 I:E=1:2, FiO2:100%). PCV, PC:14,
0 4. Monitoring tanda-tanda vital dan PEEP:8,FiO2 :100%
saturasi perifer. - SpO2 :95%.
5. Mengambil darah untuk - BGA :PH :7,41,pCO2 :58,
pemeriksaan BGA dan elektrolit. pO2 :77, ,BEecf:12,2
A:Masalah belum teratasi
P:Intervensi No:1,2,3,4
dilanjutkan.

3 Resiko tinggi Perubahan 11- 1. Identifikasi tingkat perubahan 11-03- S:-


nutrisi kurang dari 03- nutrisi. 2010/ O:
kebutuhan tubuh b.d 20102. Kolaborasi pemberian nutrisi Pkl :03.- Klien puasa
Perubahan fungsi / panenteral D5%. 30-03.20
- Bising usus (-)
pencernaan sekunder Pkl 3.
: Kolaborasi memberikan injeksi - Peristaltik usus (-)
terhadap pembedahan 03.0 Ranitidin 50 mg (bolus) dan - BB:45 Kg
0- Alinamin F 1 amp (bolus). - Alb:2,5 g/dl
03.24. Mempertahankan NGT - Hb :7,5g/dl
0 (dekompresi). - NGT(dekompresi):200cc.
A:Masalah belum teratasi
5. Observasi fungsi
P:Intervensi No.2,3,4,5,6&
pencernaan.
dilanjutkan.

6. Monitor tanda-tanda vital.


3 Resiko tinggi Perubahan 12- 2. Kolaborasi pemberian nutrisi 12-03- S:-
nutrisi kurang dari 03- panenteral D5%. 2010/ O:
kebutuhan tubuh b.d 20103. Kolaborasi memberikan injeksi Pkl :11.- Klien puasa
Perubahan fungsi / Ranitidin 50 mg (bolus) dan 00 - Bising usus (-)
pencernaan sekunder Pkl : Alinamin F 1 amp (bolus). - Peristaltik usus (-)
terhadap pembedahan 08.04. Mempertahankan NGT - BB:45 Kg
0- (dekompresi). - Alb:3,0 g/dl
14.05. Observasi fungsi pencernaan. - Hb :10,0 g/dl
0 6. Monitor tanda-tanda vital. - NGT(dekompresi):200cc.
7. Kolaborasi dalam pemberian A:Masalah teratasi
Albumin 20% 100 cc. P:Intervensi dipertahankan
8. Kolaborasi dalam pemberian
transfusi PRC 2 kalf (per kalf
350 cc).
3.4 Implementasi Dan Evaluasi
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa yang
bersilia. Ketika udara masuk ke dalam rongga hidung udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epitel toraks bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan mukus
yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan
berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Permukaan posterior agak
pipih dan letaknya tepat didepan esofagus. Akibatnya, jika suatu pipa endotrakeal (ET) bulat
yang kaku dengan balon yang digembungkan dimasukkan selama ventilasi mekanik, dapat
timbul erosi di posterior dan membentuk fistula trakeoesofagel. Responas inflamasi terhadap
erosi saluran nafas, akan menyebabkan produksi sekret yang banyak, hal ini akan menyebabkan
sumbatan jalan nafas (parsial atau total), terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran dan
refleks batuk.
Fungsi utama respirasi adalah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernafasan.
Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolisme hormon dan
pembuangan partikel. Untuk dapat menilai fungsi respirasi adekuat atau ada gangguan, hal yang
perlu diperhatikan adalah bersihan jalan nafas (airway) merupakan hal terpenting yang perlu
diperhatikan sebelum akhirnya menilai fungsi pernafasan dan sirkulasi, karena dengan adanya
sumbatan jalan nafas, suplai atau ventilasi gas akan terganggu, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi ketersediaan O2 paru dan mengakibatkan ketidak seimbangan penggunaan O2
(perspirasi) dan suplai O2, yang berikutnya menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa
cairan tubuh. Pemasangan ETT merupakan langkah pembebasan jalan nafas secara definitif
(definitive airway), dengan bantuan atau kontrol fungsi pernafasan dengan ventilasi mekanik,
disisi lain yang perlu diperhatikan adalah ketepatan pemasangan ETT, adanya milking atau
kingking dari ETT, serta efek pemasangan ETT terhadap airway. Klien dengan penurunan
kesadaran yang disertai penurunan refleks batuk seperti pada pasien operasi besar saluran
pecernaan (eksplorasi laparotomy), akan mudah mengalami gangguan saluran jalan nafas
(akumulasi sekret). Berbekal pengetahuan yang memadai, perawat akan mampu berfikir secara
komprehensif (memadukan pengetahuan teknikal dan intelektual) dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien. Klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy
merupakan tantangan bagi perawat untuk dapat mengaktualisasi kemampuannya dalam
memberikan asuhan mkeperawatan, karena klien dengan post operasi besar, membutuhkan
perawatan total, yang melibatkan semua sistem tubuh. Berbekal terminologi keperawatan yang
terdiri dari lima proses keperawatan, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara
paripurna, dengan memperhatikan unsur specific, measurable, achievable, reasonable dan
timing, artinya tindakan keperawatan yang diberikan adalah spesifik terhadap masalah yang
dihadapi klien, tindakan yang dilakukan dapat diukur dan dapat dievaluasi, tindakannnya
beralasan dan terdapat target waktu dalam mengevaluasi. Mengevaluasi untuk melihat sejauh
mana tingkat keberhasilan tindakan yang telah diberikan, apakah perlu dilanjutkan, dimodifikasi
atau dihentikan.
Pada kasus kelolaan, didapatkan bahwa klien mengalami ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan akumulasi sekret sekunder terhadap penurunan kesadaran (refleks
batuk), yang dipersulit dengan adanya odem paru, setelah diberikan asuhan keperawatan selama
2 hari klien menampakkan adanya kemajuan pada refleks batuk, meskipun demikian klien tetap
dibantu fisioterapi nafas berupa fibrasi dan suctioning, namun yang perlu diperhatikan adalah
adanya oedem paru, akan sangat kontradiksi artinya semakin sering disuction (disedot), cairan
paru atau sekret akan semakin banyak, oleh karena itu suctioning diberikan sesuai indikasi dan
oedem parunya dikoreksi.
4.2 Gangguan Pertukaran Gas
Proses fisiologi pernafasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-
jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi. Secara fisiologi sistem respirasi dibagi
menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi
terdiri dari bronkioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobus (atas, tengah
dan bawah) dan paru kiri dua lobus (atas dan bawah). Oksigen pada proses pernafasan
dipindahkan dari udara luar ke dalam jaringan melalui tiga stadium, stadium pertama adalah
ventilasi yaitu masukya campuran gas-gas kedalam dan keluar paru. Stadium kedua adalah
transportasi yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveoli dan kapiler paru
dan antara darah sistemik dan sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus, reaksi kimia dan fisis dari O2
dan CO2 dengan darah. Stadium ketiga adalah Respirasi sel atau respirasi interna yaitu saat zat-
zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme
sel dan dikeluarkan oleh paru (Price & Wilson, 2006:743).
Pada kasus kelolaan, didapatkan bahwa klien mengalami gangguan pertukaran gas, hal ini
dapat dilihat dari hasil analisa gas darah, dan saturasi perifer. Klien menggunakan ventilasi
mekanik dengan mode kontrol, yang artinya klien tidak dapat bernafas secara sendiri (belum
adekuat). Dengan menjaga patensi jalan nafas dan setelah odem parunya terkoreksi dengan baik,
diharapkan fungsi difusi atau pertukaran gas dapat kembali secara adekuat. Dengan adanya
kolaborasi yang intens antara perawat dengan tim medis, untuk mempertahankan patensi jalan
nafas dan bantuan ventilasi mekanik, klien akan menunjukkan perubahan klinis yang baik.
BAB 5
PENUTUP

5.1 |Kesimpulan
Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Masalah ketidak efektifan bersihan jalan nafas sudah teratasi sebagian dan rencana tindakan
dilanjutkan.
2. Gangguan pertukaran gas sudah membaik setelah oedem parunya menunjukkan perbaikan.
3. Ketidakefektifan pola nafas sudah menunjukkan perbaikan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan dapat dicegah, dan intervensi dipertahankan.
5.2 Saran
1. Laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan acuan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy.
2. Instansi rumah sakit mampu menggunakan laporan asuhan keperawatan perawat pelatihan ICU
sebagaimana mestinya, dan guna menunjang pelayanan keperawatan yang optimal.
3. Perawat pelatihan ICU selanjutnya diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan pada
klien peritonitis generalisata post op eksplorasi laparotomy dengan pertimbagan ALOS (Average
Lenght Of Stay) yang lebih pendek dan meminimalkan INOS (Infeksi Nosokomial).

Anda mungkin juga menyukai