PENDAHULUAN
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).1
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama di
Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara
cepat, tepat, dan cermat.1
Dalam referat ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai Stroke Nonhemoragik atau Stroke
Iskemik.
EPIDEMIOLOGI
Setiap tahunnya, 200 dari tiap 100.000 orang di Eropa menderita strok, dan menyebabkan
kematian 275.000 - 300.000 orang Amerika. Di pusat-pusat pelayanan neurologi di Indonesia
jumlah penderita gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama dari
seluruh penderita rawat inap. Stroke nonhemoragik lebih sering didapatkan dari stroke
hemoragik.2,3
Insidensi menurut umur, bisa mengenai semua umur, tetapi secara keseluruhan mulai meningkat
pada usia dekade ke-5. Insidensi juga berbeda menurut jenis gangguan. Gangguan pembuluh
darah otak pada anak muda juga banyak didapati akibat infark karena emboli, yaitu mulai dari
usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade ke 4 hingga ke 6 dari usia, lalu menurun, dan
jarang dijumpai pada usia yang lebih tua.3
ETIOLOGI
Stroke sebagai diagnosa klinis untuk gambaran manifestasi lesi vaskular serebral, dapat dibagi
dalam:
1. Transient Ischemic Attack (TIA): Gejala neurologi yang timbul akan hilang dalam waktu
kurang dari 24 jam
2. Reversible Ishemic Neurological Deficit (RIND) : Gejala neurologi yang timbul akan
hilang dalam waktu lebih 24 jam, tetapi tidak lebih 1 minggu
3. Stroke in evolution
4. Completed Stroke, dimana gejala sudah menetap, yang bisa dibagi lagi dalam:
Completed stroke yang hemoragik
Completed stroke yang non-hemoragik4
Penyebab dari strok non-hemoragik, antara lain:3
1. Infark otak Emboli (15-20%)
Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin, trombosit,
udara, tumor, metastase, bakteri, atau benda asing.3
a. Emboli kardiogenik
Fibrilasi atrium atau aritmia lain
Thrombus mural ventrikel kiri
Penyakit katup mitral atau aorta
Endokarditis (infeksi atau non-infeksi)
b. Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c. Emboli arkus aorta
2. Trombosis (75-80%)
Oklusi vaskular hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang terdiri dari trombosit,
fibrin, sel eritrosit, dan leukosit.3
a. Penyakit ekstrakranial
Arteri karotis interna
Arteri vertebralis
b. Penyakit intracranial
Arteri karotis interna
Arteri serebri media
Arteri basilaris
Lakuner (oklusi arteri perforans kecil)3
3. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) (5%)
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya
Migren
Kondisi hiperkoagulasi3
PATOFISIOLOGI STROK ISKEMIK
Vaskularisasi Serebrum
Arteri Otak
Otak disuplai oleh dua a. Carotis interna dan dua a. Vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi (circulus
arteriosus).5
A.carotis interna keluar dari sinus cavernosus pada sisi medial processus clinoideus
anterior dengan menmbus duramater. Kemudian arteri ini membelok ke belakang
menuju sulcus cerebri lateralis. Di sini, arteri ini bercabang menjadi a.cerebri anterior
dan a.cerebri media.5
Vasc-02
Vaskularisasi Serebrum (Dikutip dari kepustakaan no.6)
A.cerebri media, adalah cabang terbesar dari a.carotis interna, berjalan ke lateral dalam
sulcus lateralis. Cabang-cabang cortical menyuplai seluruh permukaan lateral hemisfer,
kecuali daerah sempit yang disuplai oleh a.cerebri anterior, polus occipitalis dan
permukaan inferolateral hemisfer yang disuplai oleh a.cerebri posterior. Dengan
demikian, arteri ini menyuplai seluruh area motoris kecuali area tungkai.5
Arteri Vertebralis
Arteri Basilaris
A.basilaris, dibentuk dari gabungan kedua a.vertebralis, berjalan naik di dalam alur
pada permukaan anterior pons. Pada pinggir atas pons bercabang dua menjadi a.cerebri
posterior. A.cerebri posterior pada masing-masing sisi melengkung ke lateral dan
belakang di sekeliling mesencephalon. Cabang-cabang kortikal menyuplai permukaan
inferolateral lobus temporalis dan permukaan lateral dan medial lobus occipitalis. Jadi
menyuplai korteks visual.5
Circulus Willisi
Circulus Willisi terletak di dalam fossa interpeduncularis pada dasar otak. Circulus ini
dibentuk oleh anastomosis antara kedua a.carotis interna dan kedua a.vertebralis.
A.communicans anterior, a.cerebri anterior, a.carotis interna, a.communicans posterior,
a.cerebri posterior, dan a.basilaris ikut membentuk circulus ini. Circulus Willisi ini
memungkinkan darah yang masuk melalui a.carotis interna atau a.vertebralis
didistribusikan ke etiap bagian dari kedua hemisferium cerebri.5
Vasc-03
Circulus Willisi (dikutip dari kepustakaan no.6)
Vena Otak
Vena-vena otak keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.
Terdapat vena-vena cerebri, cerebelli, dan batang otak. V.magna cerebri dibentuk dari
gabungan kedua v.interna cerebri dan bermuara ke dalam sinus rectus.5
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh atau organ distal. Pada trombus vaskular distal, bekuan dapat terlepas, atau
mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui
sistem aretri ke otak sebagai suatu embolus.7
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang
usia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak aterosklerotik di pembuluh darah
sehingga terjadi penyempitan atau stenosis. Pangkal arteri karotis interna (tempat arteri
karotis komunis bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna) merupakan
tempat tersering terbentuknya aterosklerosis.8
Penyebab lain stroke iskemik adalah vasospasme, yang sering merupaka respon
vaskuler reaktif terhadap perdarahan ke dalam ruang antara lapisan araknoid dan
piamater meninges.9
Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar dengan aliran lambat adalah salah satu subtipe
stroke iskemik. Sebagian besar dari stroke jenis ini terjadi saat tidur, saat pasien relatif
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Stroke ini sering berkaitan
dengan lesi aterosklerotik yang menyebabkan stenosis di arteri karotis interna, atau,
yang lebih jarang, di pangkal arteri serebri media atau di taut arteri vertebralis dan
basilaris. Tidak seperti trombosis arteri koronaria yang oklusi pembuluh darahnya
cenderung terjadi mendadak dan total, trombosis pembuluh darah otak cenderung
memiliki awitan bertahap, bahkan berkembang dalam beberapa hari. Pola ini
menyebabkan timbulnya istilah stroke-in-evolution.7
Akibat dari penyumbatan pembuluh darah karotis bervariasi dan sebagian besar
tergantung pada fungsi sirkulus Willisi. Bila sistem anastomosis arterial pada dasar otak
ini dapat berfungsi normal, maka sumbatan arteri karotis tidak akan memberikan gejala,
seperti yang terjadi pada kebanyakan penderita. Sirkulasi pada bagian posterior tidak
memiliki derajat perlindungan anastomosis yang sama, dan penyumbatan aterosklerotik
dari arteri basilaris selalu mengakibatkan kejadian yang lebih berat, dan biasanya fatal.
Penyumbatan arteri vertebralis, boeh jadi tidak memberikan gejala.7
Mekanisme lain pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis parsial
adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik. Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri, aliran darah
mungkin bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi. Penurunan mendadak
tekanan tersebut dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan
stroke. Dengan demikian, hipertensi harus diterapi secara hati-hati dan cermat, karena
penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria
atau keduanya.7
Stroke Embolik
Selain itu, embolisme dapat terurai dan terus mengalir sepanjang pembuluh darah
sehingga gejala-gejala mereda. Namun, fragmen kemudian tersangkut di sebelah hilir
dan menimbukan gejala-gejala fokal. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki
resiko yang lebih besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari, saat terjadi
perdarahan petekie atau bahkan perdarahan besar di jaringan yang mengalami infark
beberapa jam atau mungkin hari setelah proses emboli pertama. Penyebab perdarahn
tersebut adalah bahwa struktur dinding arteri sebelah distal dari oklusi embolus
melemah atau rapuh karena kekurangan perfusi. Dengan demikian, pemulihan tekanan
perfusi dapat menyebabkan perdarahan arteriol atau kapiler di pembuluh tersebut.7
Stroke-3
Sebagian besar stroke berakhir dengan kematian sel-sel di daerah pusat lesi (infark)
tempat aliran darah mengalami penurunan drastis sehingga sel-sel tersebut biasanya
tidak dapat pulih. Ambang perfusi ini biasanya terjadi apabila CBF hanya 20% dari
normal atau kurang. CBF normal adalah sekitar 50ml/100g jaringan otak / menit.
Mekanisme cedera sel akibat stroke adalah sebagai berikut:
1. Tanpa obat-obat neuroprotektif, sel-sel saraf yang mengalami iskemia 80% atau
lebih (CBF 10ml/100g jaringan otak / menit) akan mengalami kerusakan ireversibel
dalam beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh
daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik dengan CBF antara 20% dan 50%
normal (10 sampai 25ml/100g jaringan otak / menit). Sel-sel neuron di daerah ini
berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat bukti bahwa waktu
untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi dari 12 sampai 24 jam.
2. Secara cepat dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra,
cedera dan kematian sel otak berkembang sebagi berikut:
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan kemampuan untuk
menghasilkan energi, terutama adenosin trifosfat (ATP)
Apabila terjadi kekurangan energi ini, pompa natrium-kalium sel berhenti
berfungsi, sehingga neuron membengkak
Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energi ini adalah dengan
meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah masalah adalah proses
eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter eksitatorik glutamat
yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang aktivitas kimiawi dan
listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul di neuron lain, reseptor N-
metil-D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitrat
oksida sintase (NOS), yang menyebabkan terbentuknya gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga terjadi
pengurian dan kerusakan struktur-struktur yang vital. Proses ini terjadi melalui
perlemahan asam deoksiribnukleosida (DNA) neuron.
Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang mencerna
protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang mencerna membran sel),
dan radikal bebas yang terbentuk akibat jejas iskemik.7
MANIFESTASI KLINIS
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya. Sebagian besar
kasus terjadi secara mendadak, sangat cepat, dan menyebabkan kerusakan otak dalam
beberapa menit.9,10
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik
secara mendadak/subakut, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran
biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Sedangkan
stroke iskemik akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda, terjadi
mendadak dan pada waktu beraktifitas. Kesadaran dapat menurun bila emboli cukup
besar.9,10
Vaskularisasi otak dihubungkan oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilaris. Gangguan pada salah satu atau kedua sistem tersebut akan
memberikan gejala klinis tertentu.11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian tengah (a.serebri media) dapat terjadi gejala:
Gangguan rasa di daerah muka dan sesisi atau disertai gangguan rasa di lengan dan
tungkai sesisi
Gangguan gerak dan kelumpuhan dari tingkat ringan sampai total pada lengan dan
tungkai sesisi (hemiparesis/hemiplegi)
Gangguan untuk berbicara baik berupa sulit mengeluarkan kata-kata atau sulit
mengerti pembicaraan orang lain, ataupun keduanya (afasia)
Gangguan pengelihatan dapat berupa kebutaan satu sisi, atau separuh lapangan
pandang (hemianopsia)
Mata selalu melirik ke satu sisi
Kesadaran menurun
Tidak mengenal orang-orang yang sebelumnya dikenalnya11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian depan (a.serebri anterior) dapat terjadi
gejala:
Kelumpuhan salah satu tungkai dan gangguan saraf perasa
Ngompol (inkontinensia urin)
Penurunan kesadaran
Gangguan mengungkapkan maksud11
Pada cabangnya yang menuju otak bagian belakang (a.serebri posterior), dapat
memberikan gejala:
Kebutaan seluruh lapangan pandang satu sisi atau separuh lapangan pandang pada
satu sisi atau separuh lapangan pandang pada kedua mata. Bila bilateral disebut
cortical blindness.
Rasa nyeri spontan atau hilangnya persepsi nyeri dan getar pada separuh sisi tubuh.
Kesulitan memahami barang yang dilihat, namun dapat mengerti jika meraba atau
mendengar suaranya.11
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti afasia, gangguan sensorik kortikal,
muka dan lengan lebih lumpuh, deviasi mata, hemiparese yang disertai kejang. Bila lesi
di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan tungkai sama berat
lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan
tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila disertai hemiplegi, ini berarti terdapat lesi
pada kapsula interna.9
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa hemiplegi alternans, tanda-tanda
serebelar, nistagmus, dan gangguan pendengaran. Selain itu juga dapat terjadi gangguan
sensoris, disartri, gangguan menelan, dan deviasi lidah.9
Usia
Kelainan Jantung
Infark miokardial
Antara 34% penderita infark miokardial di kemudian hari mengalami strok embolik.
Risiko terbesar berada dalam satu bulan setelah terjadi infark miokardial.
Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial maupun strok iskemik. Infark
miokardial akan menimbulkan kerusakan pada dinding jantung ataupun fibrilasi atrium
yang menetap; keduanya memudahkan terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat
terlepas atau pecah dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam
aliran darah otak.7
Fibrilasi atrial
Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki risiko 35 kali lipat untuk
mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus strok iskemik disebabkan oleh
fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif karena adanya fibrilasi atrial akan
menyebabkan darah mengumpul di dinding jantung; hal demikian ini akan
memudahkan terbentuknya trombus dan pada suatu saat trombus ini dapat terlepas dari
dinding jantung dan berubah menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran
darah otak.7
Hipertensi
Strok berulang sering terjadi pada pasien yang kurang kontrol tekanan darah. Makin
tinggi tensi darah makin tinggi kemungkinan terjadinya strok, baik strok nonhemoragik
maupun strok hemoragik. Hipertensi merupakan faktor risiko strok yang paling penting,
meningkatkan risiko strok 24 kali lipat, tidak tergantung pada faktor risiko lainnya.
Peningkatan tekanan sistolik maupun diastolik berkaitan dengan risiko yang lebih
tinggi. Untuk setiap kenaikan tekanan diastolik sebesar 7,5 mmHg maka risiko strok
meningkat 2 kali lipat. Apabila hipertensi dapat dikendalikan dengan baik maka risiko
strok turun sebanyak 2838%.7
Diabetes Mellitus
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan kronik aliran
darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan putih yang menurun,
disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang
menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan kemungkinan disfungsi otot polos
arterioler kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral.7
Dislipidemia
Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total lebih dari 240 mg%.
Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara langsung. Hal ini berbeda
dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan dengan hiperlipidemia. Namun
demikian, dari berbagai penelitian terungkap bahwa dengan menurunkan kadar
kolesterol total maka risiko untuk terjadinya strok juga menurun.7
Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan bermakna antara
kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen City Heart Study
mengatakan bahwa kolesterol berhubungan dengan risiko strok non hemoragik, bila
kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg persen).7
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara
HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan tak ada efek
protektif dan HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.7
LDL Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk timbulnya
aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik Trigliserida:
Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan bahwa trigliserida
postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari arteria karotis eksterna.7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, gula darah sewaktu, fungsi ginjal
(ureum, kreatinin, dan asam urat), fungsi hati (GOT/GPT), protein darah (albumin,
globulin), profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida), analisa gas darah, dan
elektrolit. Pada pungsi lumbal, ditemukan likuor serebrospinalis jernih, tekanan normal,
dan eritrosit kurang dari 500.8,9,12
Radiologis
Pemeriksaan rontgen dada untuk melihat ada atau tidaknya infeksi paru maupun
kelainan jantung. Sedangkan pada pemeriksaan CT Scan Kepala: dapat dilihat adanya
daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema.10,12
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan gejala-
gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang
sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.9,10,11
Anamnesis:
Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/istirahat, onset, nyeri
kepala/tidak, kejang/tidak, muntah/tidak, kesadaran menurun, serangan pertama atau
berulang. Juga bisa didapatkan informasi mengenai faktor resiko stroke. Faktor resiko
yang tidak dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sementara
faktor resiko yang dapat diubah adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
riwayat TIA/ stroke sebelumnya, merokok, kolesterol tinggi dalam darah, dan
obesitas.10,12
Pemeriksaan fisis:
Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan untuk melihat apakah ada deficit neurologis,
tanda-tanda perdarahan, tanda-tanda peningkatan TIK, ataupun tanda-tanda ransang
meninges.10,12
Skor Hasanuddin
Kesadaran menurun
Menit 1 jam = 10
1 jam 24 jam = 7,5
Sesaat tapi pulih kembali =6
>= 24 jam =1
Tidak ada =0
Waktu serangan
Sakit kepala
Sangat hebat = 10
Hebat = 7,5
Ringan =1
Tidak ada =0
Muntah proyektil
Menit 1 jam = 10
1 jam - 24 jam = 7,5
>24 jam =1
Tidak ada =0
Penggunaan CT-Scan adalah untuk mendapatkan etiologi dari stroke yang terjadi. Pada
stroke non-hemoragik, ditemukan gambaran lesi hipodens dalam parenkim otak.
Sedangkan dengan pemeriksaan MRI menunjukkan area hipointens.10
DIAGNOSIS BANDING
1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor
otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multipel11,12
PENATALAKSANAAN
Strok adalah suatu kejadian yang berkembang, karena terjadinya jenjang perubahan
metabolik yang menimbulkan kerusakan saraf dengan lama bervariasi setelah
terhentinya aliran darah kesuatu bagian otak. Dengan demikian, untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas perlu dilakukan intervensi secara cepat. Salah satu tugas
terpenting dokter sewaktu menghadapi devisit neurologik akul, fokal, dan
nonkonvulsif adalah menentukan apakah kausanya perdarahan atau iskemia-infark.
Terapi darurat untuk kedua tipe stroke tersebut berbeda, karena terapi untuk
pembentukan trombus dapat memicu perdarahan pada stroke hemoragik.
Pendekatan pada terapi darurat memiliki tiga tujuan: (1) mencegah cedera otak akut
dengan memuliihkan perfusi kedaerah iskemik noninfark, (2) mencegah cedera
neurologik lebih lanjut.7
Terapi pada stroke iskemik dibedakan pada fase akut dan pasca akut.
Adapun penatalaksanaannya sebagai berikut:
Fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
Pada stroke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian besar cedera
jaringan neuron dapat dipulihkan.Mempertahankan fungsi jaringan adalah tujuan
dari apa yang disebut sebagai strategi neuroprotektif.7
Sasaran pengobatan : menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati
dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu / mengancam
fungsi otak. Tindakan dan obat yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke
otak tetap cukup, tidak justru berkurang. Secara umum dipakai patokan 5B, yaitu:3
1. Breathing
Harus dijaga jalan nafas bersih dan longgar, dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pemberian oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.3
2. Brain
Posisi kepala diangkat 20-30 derajat.
Udem otak dan kejang harus dihindari. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat
dari keadaan penderta yang mengantuk, adanya bradikardi, atau dengan
pemeriksaan funduskopi.3
3. Blood
Jantung harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG.
Tekanan darah dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau jangan sampai
menurunkan perfusi otak.
Kadar Hb harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak
Kadar gula yang tinggi pada fase akut, tidak diturunkan dengan drastis,
lebih-lebih pada penderita dengan diabetes mellitus lama.
Keseimbangan elektrolit dijaga.3,10
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan
setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila tidak baik atau pasien tidak sadar,
dianjurkan melalui pipa nasogastrik.10
5. Bladder
Jika terjadi inkontinensia, kandung kemih dikosongkan dengan kateter
intermiten steril atau kateter tetap yang steril, maksimal 5-7 hari diganti,
disertai latihan buli-buli.10
Penatalaksanaan komplikasi:
Kejang harus segera diatasi dengan diazepam/fenitoin iv sesuai protokol
yang ada, lalu diturunkan perlahan.
Ulkus stres: diatasi dengan antagonis reseptor H2
Peneumoni: tindakan fisioterapi dada dan pemberian antibiotik spektrum
luas
Tekanan intrakranial yang meninggi diturunkan dengan pemberian Mannitol
bolus: 1 g/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan 0,25-0,5
g/kg BB setiap 6 jam selama maksimal 48 jam. Steroid tidak digunakan secara
rutin.10
Hipotensi harus dikontrol sampai normal dengan dopamin drips dan diobati
penyebabnya.10
Hiperglikemi harus diturunkan hingga GDS: 100-150 mg% dengan insulin
subkutan selama 2-3 hari pertama.10
Hipoglikemi diatasi segera dengan dekstrose 40% iv sampai normal dan
penyebabnya diobati,10
Hiponatremia dikoreksi dengan larutan NaCl 3%.10
Penatalaksanaan spesifik:
Pada fase akut dapat diberikan:
Pentoksifilin infus dalam cairan ringer laktat dosis 8mg/kgbb/hari
Aspirin 80 mg per hari secara oral 48 jam pertama setelah onset
Dapat dipakai neuroprotektor: piracetam, cithicolin, nimodipin.10
Rehabilitasi
Strok merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun, maka
paling penting pada masa ini ialah upaya membetasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara dan
psikoterapi. Rehabilitasi segera dimulai begitu tekanan darah, denyut nadi,
dan pernafasan penderita stabil.9
Terapi preventif
PENCEGAHAN
A. Pencegahan primer
B. Pencegahan sekunder
1. Modifikasi gaya hidup beresiko strok dan faktor resiko lainnya
Hipertensi: diet, obat antihipertensi yang sesuai
Diabetes melitus: diet, OHO/insulin
Dislipidemia: diet rendah lemak dan obat antidilipidemia
Berhenti merokok
Hindari alkohol, kegemukan, dan kurang gerak
Hiperurisemia: diet, antihiperurisemia
2. Melibatkan peran serta keluarga seoptimal mungkin.
3. Obat-obatan yang digunakan:
Asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagi obat pilihan pertama,
dengan dosis berkisar 80-320 mg/hari
Antikoagulan oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan
faktor risiko penyakit jantung.1
PROGNOSIS
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Stroke. Dalam: eds. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. h.17-26.
2. Tobing SML. Penanggulangan bencana peredaran darah di otak. Dalam: Cermin dunia
kedokteran. [online]. 1984. [cited 14 Mei 2010]. Nomor 34. Available from URL:
http://www.kalbe.co.id/files/cak/files/07.PenanggulanganBencanaPeredaranOtak.pdf/07G
3. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan
peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press; 2005. h.81-82.
5. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
6. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem neuropsikiatri.
Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2007.
7. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30.
8. Morris JH. Sistem saraf. Dalam: Robbins SL, Kumar V,eds. Buku ajar patologi. Volume
2. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC; 2002. h.474-510.
9. Anonimus. Gejala, diagnosa & terapi stroke non hemoragik (serial online) 2009 [cited
2010 May 15]. Available from: http://www.jevuska.com/2007/04/11/gejala-diagnosa-terapi-
stroke-non-hemoragik.
10. Anonim. Strok. Dalam: ed. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Standar pelayanan medik. Makassar: Bagian
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo; 2010. h.2-4.
11. Anonim. Tanda-tanda dini gpdo. Dalam: eds.Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Edisi
ketiga. Yogyakarta: Gadjah mada university press; 2005. h.67-70.
12. Anonim. Stroke. Dalam: eds.Misbach J, Hamid A. Standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional 2006. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia; 2006. h.19-
23.