Sumber Mata Air Dan Pelestarian Manfaatnya
Sumber Mata Air Dan Pelestarian Manfaatnya
Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk
kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi. Tubuh manusia terdiri dari 55%
sampai 78% air, tergantung dari ukuran badan. Agar dapat berfungsi dengan baik, tubuh
manusia membutuhkan antara satu sampai tujuh liter air setiap hari untuk
menghindari dehidrasi (jumlah pastinya bergantung pada tingkat
aktivitas, suhu, kelembaban, dan beberapa faktor lainnya).
Sebagian besar orang percaya bahwa manusia membutuhkan 810 gelas
(sekitar dua liter) per hari. Namun hasil penelitian yang diterbitkan Universitas
Pennsylvania pada tahun 2008 menunjukkan bahwa konsumsi sejumlah 8 gelas
tersebut tidak terbukti banyak membantu dalam menyehatkan tubuh. Malah kadang-
kadang untuk beberapa orang, jika meminum air lebih banyak atau berlebihan dari yang
dianjurkan dapat menyebabkan ketergantungan. Literatur medis lainnya menyarankan
konsumsi satu liter air per hari, dengan tambahan bila berolahraga atau
pada cuaca yang panas. Manusia diperkirakan hanya bertahan hidup tanpa
mengkonsumsi air atau menahan haus sekitar tiga sampai lima hari. Sementara tanpa
makan, dengan tetap mengkonsumsi air, manusia masih mampu bertahan hidup hingga
delapan minggu. Namun dengan meminum air dari sumber air yang bagus dan kondisi
fisiknya baik, seseorang akan bisa bertahan hidup lebih dari delapan minggu.
Dari volume air tawar yang ada, ternyata tidak semua air tawar baik dikonsumsi
oleh manusia dan makhluk hidup. Hal ini karena terjadinya pencemaran. Dahulu kala,
sebelum terjadinya pencemaran, air permukaan tanah seperti yang ada di sungai,
danau, layak dikonsumsi. Secara alamiah air permukaan tanah masih mampu
menetralisir dari berbagai muatan yang merugikan bila dikonsumsi, seperti racun dan
kotoran, sehingga tetap layak dikonsumsi. Sekarang ini, air yang masih layak untuk
dikonsumsi tinggal air tanah. Itupun tidak semua air tanah, karena sudah terjadi
pencemaran dan mulai terkontaminasinya air tanah dengan air laut yang merembes jauh
ke dalam tanah. Para ahli hidrogeologi berpendapat, sumber mata air yang paling layak
dan paling bagus dikonsumsi adalah sumber air yang berasal dari mata air pegunungan
vulkanik.
Dari hasil penelitian para ahli hidrogeologi menemukan fakta bahwa mata air
pegunungan vulkanik memenuhi ketiga syarat karakteristik sumber air tanah, yaitu
kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Kuantitas dipengaruhi oleh curah hujan, siklus air
dan kondisi hidrogeologis area di sekitar sumber daya air tersebut. Kualitas dipengaruhi
oleh faktor alami (kondisi serta komposisi tanah dan batuan) maupun aktivitas manusia
(pertanian, pencemaran rumah tangga, industri, dan lain sebagainya). Sedangkan
kontinuitas memberi keseimbangan antara pemakaian dan pengisian ulang.
Terbentuknya air tanah bermula dari siklus hidrologi, dimana awan tersusun oleh jutaan
tetes kecil air, yang sangat ringan, sehingga tetesan ini dapat melayang di udara, kemudian
terangkat oleh aliran udara hangat dari darat dan akhirnya dapat berubah menjadi air hujan yang
jatuh ke bumi. Air tersebut meresap dan tersimpan ke bawah permukaan tanah, yang kemudian
karena pengaruh gaya gravitasi bergerak secara vertikal menembus lapisanlapisan tanah hingga
mencapai zona jenuh air dan akhirnya tersimpan di dalam lapisan batuan pembawa air yang
disebut akuifer.
Berdasarkan materi penyusun dan lingkungan fisiknya, terdapat beberapa jenis akuifer,
yaitu akuifer allufial fan (berada di daerah pantai, daerah endapan sungai dan sekitarnya), akuifer
sedimen (lapisan gambut, organik), akuifer karst (pegunungan kapur) dan akuifer vulkanik (di
daerah pegunungan berapi), yang menjadi sumber air tawar terbaik. Akuifer ialah lapisan atau
formasi batuan yang mampu menyimpan dan meloloskan air dalam jumlah yang cukup berarti,
yang mampu memberi pasokan kepada sumur atau mata air. Indonesia merupakan daerah tropis
basah dengan curah hujan yang relatif tinggi dan secara geologis terletak di daerah busur gunung
api. Indonesia mempunyai lebih dari seratus gunung api aktif maupun non aktif. Secara geologis
gunung-gunung api tersebut membentuk lapisan-lapisan batuan yang sangat kondusif untuk
berperan sebagai sebagai akuifer.
Selama pengalirannya, air tanah mengalami berbagai proses yang membuat air tanah
mengadung berbagai macam mineral dan akhirnya mempunyai kualitas yang berbeda di setiap
tempat. Sebagai kelanjutan proses alamiah, air tanah kemudian ada yang muncul di permukaan
dan disebut sebagai mata air. Dalam hal ini, mata air di pegunungan dianggap sebagai sumber air
yang sempurna, baik kuantitas maupun kualitasnya. Debit mata air di pegunungan umumnya
besar dan terus menerus karena di daerah ini umumnya merupakan daerah basah dengan
intensitas curah hujan tinggi serta masih memiliki daerah tangkapan air yang relatif baik.
Pengelolaan Sumber Mata Air untuk Air Bersih
Pengertian air
Secara alamiah air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan
mempunyai daya regenerasi yaitu selalu mengalami sirkulasi dan mengikuti daur.
Daur hidrologi diberi batasan sebagai tahapan-tahapan yang dilalui air dari
atmosfer, penguapan dari tanah atau laut, kondensasi untuk membentuk awan,
presipitasi akumulasi di dalam tanah maupun tubuh air dan menguap kembali.
Menurut Undang-undang tentang sumber daya air pada pasal 1, yang dimaksud
dengan air adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan
tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut
yang berada di darat.
Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk
sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa
makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal
dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah
terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan.
Air memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh senyawa kimia lain, karakteristik
tersebut antara lain :
1. Pada kisaran suhu yang sesuai bagi kehidupan, yakni 00 C (320 F) - 1000 C,
air berwujud cair.
2. Perubahan suhu air berlangsung lambat sehingga air memiliki sifat sebagai
penyimpan panas yang sangat baik.
3. Air memerlukan panas yang tinggi pada proses penguapan. Penguapan
adalah proses perubahan air menjadi uap air.
4. Air merupakan pelarut yang baik.
5. Air memiliki tegangan permuakaan yang tinggi.
6. Air merupakan satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku.
Air kita perlukan untuk proses hidup dalam tubuh kita, tumbuhan dan juga
hewan. Sebagian besar tubuh kita, tumbuhan dan hewan terdiri atas air. Air juga kita
perlukan untuk berbagai keperluan rumah tangga, pengairan pertanian, industri, rekreasi
dan lain-lain.
Dengan tidak tersedianya air dan sanitasi yang baik, biasanya golongan
masyarakat yang berpenghasilan rendah adalah yang paling menderita, karena bukan
saja disebabkan oleh kurang adanya pengertian bagaiamana caranya untuk mengurangi
pengaruh negatif yang disebabkan untuk tempat tinggal yang tidak memenuhi syarat
akibat pengaruh yang melemahkan dari kondisi hidup yang kurang sehat, sehingga
mempengaruhi produktivitas dari mereka yang tidak mampu membiayai penyediaan
sarana air bersih tersebut.
Sumber air bermacam-macam, ada tiga sumber air yang paling banyak
ditemukan, yakni air hujan, air permukaan, dan air tanah.
1. Air Permukaan
Air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada
umumnya air permukaan ini mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh
lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, dan sebagainya. Air permukaan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama, yaitu : (1). Perairan tergenang, dan (2).
Badan air mengalir.
2. Air Tanah
Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan air tanah. Air tanah
merupakan sumber utama, tapi bukan satu-satunya sumber air minum. Maka kelayakan
air tanah tersebut menjadi persoalan utama. Air tanah adalah air yang keluar dengan
sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan kuantitas/ kualitasnya sama dengan keadaan air dalam
(Totok Sutrisno, 2004).
Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP departemen Kesehatan
Republik Indonesia (1997), mata air/ air tanah adalah air yang berada di dalam tanah
untuk memperolehnya dengan cara menggali/ dibor atau secara alamiah keluar ke
permukaan tanah (mata air).
Pada dasarnya, air tanah dapat berasal dari air hujan, baik melalui proses
infiltrasi secara langsung maupun tidak langsung dari ais sungai, danau rawa, dan
genangan air lainnya. Pada saat infiltrasi kedalam tanah, air permukaan mengalami
kontak dengan mineral-mineral yang terdapat didalam tanah dan melarutkannya,
sehingga kualitas air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia. Kadar oksigen
yang masuk ke dalam tanah menurun, digantikan oleh karbondioksida yang berasal dari
proses biologis, yaitu dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam air tanah.
3. Mata air
Adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata
air yang berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan
kuantitas/ kualitasnya sama dengan keadaan air dalam.
Menurut direktorat penyehatan air Ditjen PPM dan PLP departemen
Kesehatan Republik Indonesia (1997:6) mata air/ air tanah adalah air yang
berada di dalam tanah untuk memperolehnya dengan cara menggali/ dibor
atau secara alamiah keluar ke permukaan tanah (mata air).
4. Air Hujan
Hujan terjadi karena penguapan, terutama air pemukaan laut yang naik ke
atmosfer dan mengalami pendinginan kemudian jatuh kepermukaan bumi.
Proses penguapan tersebut terus berlangsung., misalnya pada saat butiran
hujan jatuh ke permukaan bumi, sebagian akan menguap sebelum mencapai
permukaan bumi.
Sebagian akan tertahan tanaman-tanaman dan oleh matahari diuapkan
kembali ke atmosfer. Air hujan yang sampai di permukaan bumi, akan
mengisi cekungan, kubangan dipermukaan bumidan sebagian akan mengalir
pada permukaan bumi (Benyamin, 1997).
Pengelolaan Sumberdaya Air
Kelayakan air
Kelayakan air dapat diukur secara kualitas dan kuantitas. Kualitas air adalah sifat
air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain dalam air.
Kualitas air
1. Persyaratan Fisik
Menurut Kusnaedi (2004), syarat-syarat sumber mata air yang bisa digunakan
sebagai air bersih adalah sebagai berikut :
a. Kekeruhan
Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan fisik seperti berikut jernih
atau tidak keruh. Air yang keruh disebabkan oleh adanya butiran-butiran
koloid dari bahan tanah liat. Semakin banyak kandungan tanah liat maka air
semakin keruh. Derajat kekeruhan dinyatakan dengan satuan unit.
b. Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti
mengandung bahan-bahan lain yang berbahaya bagi kesehatan.
c. Rasanya tawar
Secara fisika, air bisa dirasakan oleh lidah. Air yang terasa asam, manis,
pahit, atau asin menunjukan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin
disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan
rasa asam diakibatkan adanya asam organik maupun asam anorganik.
d. Tidak berbau
Air yang baik memiliki ciri tidak berbau bila dicium dari jauh maupun dari
dekat. Air yang berbau busuk mengandung bahan-bahan organik yang
sedang mengalami dekomoposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air.
e. Temperaturnya normal
Air yang baik harus memiliki temperatur sama dengan temperatur udara (20-
26 C). Air yang secara mencolok mempunyai temperatur di atas atau di
bawah temperatur udara berarti mengandung zat-zat tertentu yang
mengeluarkan atau menyerap energi dalam air.
f. Tidak mengandung zat padatan
Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan
dan pengeringan pada suhu 103 -105oC (Totok Sutrisno, 2004).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/
MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan fisik air adalah sebagai berikut :
Warna TCU 15
Rasa dan bau - -
Temperatur 0C Suhu udara 3oC
Kekeruhan NTU 5
Sumber : Departemen Kesehatan RI ( 2002:14)
2. Persyaratan kimia
Kualiats air tergolong baik bila memenuhi persyaratan kima sebagai berikut :
a. pH netral.
pH adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas
keadaan asam atau basa suatu larutan. Skala pH diukur dengan pH meter
atau lakumus. Air murni mempunyai pH 7. Apabila pH di bawah 7 berarti air
bersifat asam, sedangkan bila di atas 7 bersifat basa (rasanya pahit).
b. Tidak mengandung bahan kimia beracun.
Air yang berkualitas baik tidak mengandung bahan kimia beracun seperti
sianida sulfida, fenolik
c. Tidak mengandung garam-garam atau ion-ion logam.
Air yang berkualitas baik tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti
Fe, Mg, Ca, K, Hg, Zn, Cl, Cr, dan lain-lain.
d. Kesadahan rendah.
Kesadahan adalah merupakan sifat air yang disebabkan oleh adanya ion-ion
(kation) logam valensi dua. Tingginya kesadahan berhubungan dengan
garam-garam yang terlarut di dalam air terutama garam Ca dan Mg.
e. Tidak mengandung bahan organik.
3. Persyaratan Bakteriologis
Air tidak boleh mengandung Coliform. Air yang mengandung golongan Coli
dianggap telah terkontaminasi dengan kotoran manusia (Totok Sutrisno, 2004).
Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 907/ MENKES/ SK/VII/2002, persyaratan Bakteriologis air adalah sebagai berikut
:
Kuantitas Air
Kuantitas adalah jumlah atau banyaknya sesuatu ( EM Zul Fjri, dkk. 2000).
Menurut I Wayan Sudiarsa (2004:27), permasalahan kuantitas air lebih menjurus pada
kemampuan merosotnya daya dukung yang mengecil karena hal-hal berikut :
1. Eksploitasi berlebihan
Eksploitasi air yang berlebihan dapat mengakibatkan imbangan air
melampaui daya dukungnya.
2. Eksploitasi yang tidak tepat sasaran
Eksploitasi penggunaan air yang tidak tepat sasaran dan hanya mengejar
kepentingan jangka pendek, misalnya pengeboran air tanah untuk irigasi.
3. Pengrusakan daerah resapan air
Pengrusakan daerah resapan air, seperti hutan, yang menimbulkan puncak
hidrograf yang tinggi dan berakibat menurunnya infiltrasi air untuk menjadi air
tanah.
4. Belum adanya konsistensi dan komitmen yang tinggi dari usaha-usaha
konservasi air, walaupun dengan cara-cara yang sederhana
Kebutuhan Air
Di Indonesia, penduduk yang masih tergantung pada air alam masih banyak
tersebar diseluruh pelosok. Bahkan ada diantara mereka juga menggunakan air yang
tidak berkualitas. Hal ini terpaksa mereka lakukan karena keterbatasan pengetahuan
dan sarana penunjang penyediaan air bersih (Kusnaedi, 2004).
Semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula tingkat
kebutuhan air dari masyarakat tersebut (Totok Sutrisno, 2004). Menurut Undang-undang
Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, yang dimaksud
dengan kebutuhan pokok sehari-hari adalah air untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari yang digunakan pada atau diambil dari sumber air untuk keperluan sendiri
guna mencapai kehidupan yang sehat, bersih dan produktif.
Menurut Wisnu Arya Wardhana (2001) keperluan air per orang per hari terdiri
dari keperluan air minum, keperluan air untuk memasak, air untuk Mandi Cuci Kakus
(MCK), air untuk mencuci pakaian, air untuk wudhu, air untuk kebersihan rumah, air
untuk menyiram tanaman, dan air untuk keperluan yang lainnya.
2. Melakukan pengamanan terhadap sumber air baku yang dikelola dari segala
bentuk pencemaran sesuai denga peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara yang "gemah ripah loh jinawi, ijo
royo-royo" sebentar lagi akan menjadi wilayah yang gersang, kering kerontang, tandus
dan tidak produktif apabila tidak ada usaha konkrit dalam perbaikan pengelolaan
sumberdaya air menurut ruang (spatial) dan waktu (temporal). Mengapa demikian?
Argumentasinya sangat kuat, karena saat ini pemerintah, apalagi masyarakat terlihat
tidak berdaya, masa bodoh, bahkan tidak merasa berkepentingan untuk mencegah
apalagi memperbaiki pengelolaan sumberdaya air dan sumber mata air yang semakin
memburuk ini. Indikatornya sangat jelas yaitu jumlah sumber mata air dan kemampuan
pasokan airnya terus merosot tajam, sementara kebutuhan air antar sektor terus
meningkat kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Beruntung, di tengah suasana
dan sikap apatis sebagian besar masyarakat dan pemerintah terhadap pengelolaan
sumberdaya air, pemerintah secara khusus memberikan perhatian tentang fenomena
penurunan jumlah sumber mata air dan kondisi lokasinya di daerah aliran sungai utama
nasional. Mengapa penurunan jumlah mata air dan kemampuan pasokan air sampai
mendapatkan perhatian dan penekanan pemerintah. Ancaman terjadinya gurun pasir
(desertification) dan ambruknya perekonomian nasional adalah jawabannya.
Desertification
Meskipun pertanyaan itu membuat kalang kabut banyak pihak, namun harus
jujur diakui bahwa perhatian pemerintah sangat penting untuk ditindaklanjuti (followup)
agar masalah desertification dapat ditekan laju dan dampaknya. Signal klimatologis,
hidrologis dan agronomis yang memicu terjadinya gurun (desert) di beberapa wilayah
Indonesia sudah dapat dilihat langsung dan dirasakan dampaknya. Signal klimatologis
terjadinya gurun pasir dapat dijelaskan melalui konsep neraca energi (energy balance).
Berdasarkan konsep tersebut terlihat, bahwa energi yang diterima permukaan bumi
pertama kali akan digunakan untuk menguapkan air tanah (soil water) dan lengas tanah
(soil moisture) (LE), baru kemudian untuk memanaskan tanah (S) dan sisanya untuk
memanaskan udara (A). Kandungan air tanah dan lengas tanah yang sangat rendah
(energi untuk LE kecil) akan menyebabkan radiasi matahari (solar radiation) yang jatuh
ke permukaan dalam bentuk radiasi netto sebagian besar akan digunakan untuk
memanaskan tanah dan udara sehingga suhunya meningkat. Dalam kondisi ekstrem,
akan berdampak terhadap pengurasan cadangan air tanah (water storage) dan
meningkatkan konsumsi air tanaman melalui transpirasi. Menurunnya kemampuan
pasokan air tanah dan meningkatnya laju transpirasi akan menyebabkan defisit air
meningkat dan pemanasan permukaan tanah dan atmosfer tidak bisa dihindari.
Pemanasan atmosfer dalam jangka panjang akan menurunkan kelembaban
udara, sehingga dua syarat terjadinya kondensasi yaitu (suhu udara yang rendah dan
kelembaban udara yang tinggi) menjadi tidak favorable. Inilah salah satu penjelasan
mengapa Bogor yang sebelumnya dikenal sebagai kota hujan, sekarang tinggal
kenangan. Diprediksi dalam jangka menengah kota-kota yang berhawa sejuk seperti:
Malang, Tawangmangu, Brastagi dan lainnya akan mengalami hal serupa, apabila tidak
dilakukan pencegahan secara dini.
Sementara itu signal hidrologi sudah tidak terbantahkan, jumlah mata air yang
terus merosot, demikian juga kemampuan pasokan airnya menunjukkan bahwa ada
ketimpangan (gap) antara pemasukan (recharge) dan pengambilan (exploitation).
Pengambilan air bumi (ground water) untuk keperluan minum dan industri serta irigasi
yang overexploited akan menyebabkan cadangan air bumi merosot, sehingga debit
mata air menurun tajam. Kondisi ini diperburuk dengan matinya tanaman utama
pelindung mata air akibat penebangan yang tidak terkendali. Signal agronomi juga
sangat signifikan terlihat di lapangan, karena berdasarkan pemantauan di lapangan
terlihat bahwa ada penurunan jenis tanaman dan populasinya baik tahunan maupun
musiman, akibat penurunan pasokan air, suhu udara yang terus meningkat dengan
kelembaban udara yang terus menurun. Dalam budidaya pertanian implikasi signal
agronomi terlihat dari menurunnya indek pertanaman (cropping intensity), luas areal
tanam (area of planting) dan produktivitas (productivity). Itulah salah satu sebab
mengapa upaya peningkatan produksi pangan nasional yang sangat sensitive terhadap
ketersediaan air terkesan jalan di tempat dan tidak menyelesaikan masalah esensialnya.
Dalam jangka panjang kondisi ini akan menurunkan kualitas, kuantitas dan
kontinyuitas keragaman hayati (biodiversity) kita yang tidak ternilai harganya.
Fenomena ini juga sekaligus meruntuhkan berlakunya natural recorvery theory
yang menyatakan alam akan me-recovery dirinya sendiri apabila dalam jangka waktu
tertentu tidak terganggu. Sementara itu, faktanya: intensitas, frekuensi dan durasi
gangguan terhadap alam jauh melebihi kemampuan pemulihannya (recovery). Dalam
jangka panjang meluasnya wilayah gurun menurut ruang dan waktu akan berdampak
terhadap pertumbuhan perekonomian dan kinerja pembangunan nasional. Pertanyaan
selanjutnya: bagaimana antisipasinya agar dampak yang ditimbulkan dapat
diminimalkan?
Penebangan Liar Ancam Sumber Mata Air Baumata
Jika musim kemarau tiba, debit air turun drastis sehingga tidak mampu
mensuplai kebutuhan air minum bagi masyarakat dan sekitarnya secara total.
Semuanya ini terjadi akibat adanya aksi perusakan hutan di daerah hulu yang menjadi
daerah resapan air.
Masyarakat desa di wilayah sumber mata air sudah lama memotong dan
menebang kayu usia muda berdiameter antara 5-10 cm untuk dijual kepada para
kontraktor sebagai tiang penyangga bangunan. Hampir semua ruas jalan dalam wilayah
kecamatan, terlihat batangan pohon muda dengan ukuran panjang antara 4-6 meter,
bertengger di sepanjang jalan tersebut.
Satu batang (pohon ukuran kecil dengan diameter sekitar lima centimer, red),
kami jual dengan harga sekitar Rp3.000. Jika ukurannya agak lebih besar (diameter
sekitar 10 cm, red), kami jual dengan harga lebih dari Rp 4.000/batang.
Para penjual kayu gelondongan usia muda itu mengaku bahwa setiap kali
melewati pos penjagaan selalu dikenakan pungutan senilai Rp200/batang. Menurut pos
jaga, "Setiap kendaraan yang lewat memuat kayu atau batangan kayu tetap dipungut
retribusi sebesar Rp200/batang.
PDAM mengakui bahwa sumber mata air yang memberi kontribusi terbesar bagi
PDAM dalam melayani kebutuhan air minum bagi masyarakat Kota dan sekitarnya,
terus mengalami ancaman. Jika musim kemarau tiba, debit air turun drastis sehingga
tidak mampu melayani kebutuhan masyarakat secara total.
Diharapkan masyarakat di sekitar sumber mata air untuk menghentikan
kebiasaan menebang pohon di sekitar itu, karena akan mengganggu debit air pada
musim kemarau. Kelestarian hutan di daerah hulu harus tetap dijaga guna menghindari
kemerosotan ekosistem yang menjadi sumber resapan air.
Penebangan Pohon :
Sebanyak 119 Sumber Mata Air di Kulon Progo Terancam Hilang
Sedikitnya 119 sumber mata air di daerah Kabupaten Kulon Progo dinyatakan
dalam kondisi kritis dan terancam akan hilang. Hal ini diakibatkan makin berkurangnya
jumlah areal hutan dan berubah fungsi lahan yang ada di sekitar sumber mata air
tersebut. Hal ini diakui peneliti Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai ((BPDAS)
Yogyakarta, dalam kegiatan penyuluhan Penyelamatan dan Pemanfaatan Air Bagi
Kepentingan Masyarakat Banjaroya, di Balai Desa Banjaroya.
Tingkat kekritisan sumber mata air ini disebabkan semakin hilangnya tanaman
keras pepohonan dalam radius 200 meter dari sumber mata air tersebut. Tanaman
keras pepohonan berfungsi sebagai vegetasi penutup tanah yang berperan dalam
menyimpan air. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya tanaman ini
menyababkan kurangnya vegetasi pada suatu wilayah sehingga berdampak pada
bencana banjir, kelangkaan mata air dan air sungai selama mujsim kemarau.
Di Kulon Progo, ketergantungan masyarakat sekitar kepada sumber mata air ini
cukup tinggi yang biasa digunakan memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pertanian.
Dari 119 sumber mata air ini, termasuk tiga diantaranya, sumber mata air Semawung,
Tonogoro dan Semagung yang berada di lokasi Desa Banjarharjo, Kecamatan
Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Berkuranngnya sumber mata air ini dikarenakan menurunnya muka air tanah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti teknik geodesi dari UGM,
menunjukkan bahwa menyusutnya muka air tanah di Yogyakarta berkisar 0,5 meter per
tahun. Sedangkan, di Sleman, tingkat penyusustan sekitar 20-30 cm per tahun.
Teknik yang dapat dilakukan untuk konservasi sumber daya alam dengan cara
membuat tanah resapan, sumur resapan, biopori, dan kolam tampungan air hujan.
Teknik-teknik ini sangat bagus untuk menampung air hujan dan menyimpannya dalam
tanah. Sedikitnya 80 persen air hujan dapat disimpan di dalam tanah. Sebaliknya
dengan dibuatnya sistem plaster pada jalan dan halaman, maka hanya 10 persen air
yang tertampung, sisanya akan masuk ke sungai dan kembali ke laut.
Pemetaan Sumber Mata Air
Pemetaan jumlah, posisi/lokasi, potensi dan kondisi sumber mata air aktual
merupakan langkah awal yang harus dilakukan. Mengapa demikian, karena
berdasarkan pengalaman, maka peningkatan ketersediaan air secara spatial dan
temporal memungkinkan masyarakat melakukan improvisasi apa saja untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya? Selanjutnya berdasarkan informasi tersebut, maka dapat
dirancang skenario pengembangan, peningkatan dan pemantapan sumber mata air.
Pengembangan sumber mata air dilakukan apabila di wilayah tersebut belum ditemukan
sumber mata air, namun secara potensial wilayah tersebut mempunyai peluang
terjadinya. mata air. Peningkatan kuantitas dan durasi aliran dasar (base flow) dengan
memasukkan air hujan dan aliran permukaan sebanyak mungkin menurut ruang dan
waktu yang diikuti penanaman tanaman tahunan permanen merupakan tahap awal yang
perlu diimplementasikan.
Dengan demikian dalam jangka panjang kebutuhan air insitu diharapkan dapat
dipenuhi sendiri (self sufficient) dengan memanfaatkan sumberdaya air setempat.
Sementara itu peningkatan sumber mata air difokuskan pada wilayah yang sudah
memiliki sumber mata air, namun kuantitas, kualitas dan kontinyuitas pasokannya
menurun. Untuk itu upaya peningkatan jenis dan kualitas vegetasi serta perlindungan
sumberdaya alam yang mendukungnya harus diintensifkan. Sementara pemantapan
sumber mata air dapat dilakukan dengan mempertahankan model pengelolaan yang
sudah ada. Pekerjaan karakterisasi sumber mata air ini sangat penting karena
berdasarkan prediksi, diprakirakan kekeringan cenderung terus meluas wilayah,
intensitas dan durasinya, sehingga fenomena desertification harus mendapatkan
perhatian khusus, agar besaran (magnitude): luas dan intensitas dapat dideteksi lebih
dini serta diminimalkan dampaknya.
Pelestarian Sumber Mata Air
Hujan deras disertai longsor akhir-akhir ini membuat sumber mata air (Umbulan)
di Dusun Mulyosari, Desa Donomulyo, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang,
tertimbun lumpur. Ketebalan sedimen lumpur akibat longsoran tanah dari beberapa
pegunungan Donomulyo mengakibatkan sumber mata air tertutup endapan lumpur
sangat tebal.
Sejumlah tanggul yang dibuat warga dari tanah liat pun ambrol. Karena tidak ada
dana bantuan untuk membuat plengsengan dikanan kiri sumber, membuat luapan
lumpur memenuhi kedung penanggul sumber mata air.
Sumber mata air di desa ini menjadi satu-satunya untuk mengairi ratusan hektar
sawah. Sumber mata air yang ada di Dusun Mulyosari juga digunakan untuk keperluan
air minum, MCK serta mengairi sedikitnya 200 hektar sawah. Tak hanya warga Desa
Donomulyo saja, warga diluar Desa semacam Desa Tempursari dan Desa Mentaraman
juga merasakan manfaat sumber mata air.
Sumber mata air di Dusun Mulyosari terpaksa dilakukan pembersihan.
Terbatasnya dana dan tidak adanya anggaran untuk memperbaiki kedung penampung
mata air tersebut, dirinya terpaksa mengerahkan puluhan warga desa untuk kerja bhakti
membersihkan material sedimen dan lumpur.
Selain menggunakan tangan untuk mengais batu-batu berukuran besar yang
terbawa gelontoran banjir dan longsor, warga juga menggunakan pacul serta alat
membajak sawah berukuran sedang. Tujuannya adalah agar sedimen lumpur bisa
mencair dan terangkat kepermukaan. Dengan demikian, aliran air sumber bisa
dirasakan lebih dari 400 Kepala Keluarga dan 200 hektar sawah. Sumber mata air ini
adalah satu-satunya bagi masyarakat. Meski musim kemarau, sumber ditempat ini bisa
mengairi dan menghidupi ribuan jiwa.
Warga sangat memerlukan bantuan dari Pemkab Malang ataupun Dinas terkait
untuk membangun saluran sumber air agar tetap terjaga. Selain bentuk plengsengan
penahan luapan air, warga juga berharap ada pipanisasi yang bagus untuk kepentingan
masyarakat luas. Sejauh ini sumber mata air Mulyosari masih belum mendapatkan
bantuan. Kami berharap pada tahun depan, ada dana untuk membuat pipanisasi
ataupun plengsengan; sumber mata air ini adalah nadi untuk menumbuhkan ekonomi
masyarakat.
(sumber: http://www.beritajatim.com/detailnews.php/8/Peristiwa/2010-12-29/88314)
Di lokasi sumber mata air ini kegigihan masyarakat setempat sangat luar biasa
dalam melestarikan sumber mata air. Meski tidak ada dana perbaikian, upaya warga
untuk kerja bakti membersihkan kedung dan sumber mata air dari sedimen lumpur.
Warga dapat membuat proposal pengajuan bentuk-bentuk kegunaan dana untuk
mempertahankan sumber mata air yang punya debit air sangat tinggi itu. Jika tidak,
luapan airnya sangat mubazir. Mengingat, manfaat dan kegunaan sumber mata air ini
sangat besar bagi warga Donomulyo dan sekitarnya. Dengan cara ini dana bantuan
dimungkinkan untuk diperoleh dari pemerintah daerah.
Menimbang:
a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya kehidupan
dan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan juga
mengandung fungsi pelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam,
sumber daya buatan serta nilai sejarah dan budaya bangsa, yang memerlukan
pengaturan bagi pengelolaan dan perlindungannya;
b. bahwa dengan semakin terbatasnya ruang, maka untuk menjamin
terselenggaranya kehidupan dan pembangunan yang berkelanjutan dan
terpeliharanya fungsi pelestarian, upaya pengaturan dan perlindungan di atas perlu
dituangkan dalam kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang;
c. bahwa dalam rangka kebijaksanaan pengembangan pola tata ruang tersebut
perlu ditetapkan adanya kawasan lindung dan pedoman pengelolaan kawasan
lindung yang memberi arahan bagi badan hukum dan perseorangan dalam
merencanakan dan melaksanakan program pembangunan.
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
2. Monumenten Ordonantie Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2043);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2823);
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2831);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok-
pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38.
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
7. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3046);
8. Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan
(lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3294);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3338);
11. Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989 tentang Tim Koordinasi Pengelolaan
Tata Ruang Nasional.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Presiden ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan
pembagunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan Kawasan Lindung adalah upaya penetapan, pelestarian dan
pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta
memelihara kesuburan tanah.
4. Kawasan Bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya
sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam waktu yang
lama.
5. Kawasan Resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi
(akifer) yang berguna sebagai sumber air.
6. Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.
7. Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai,
termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat
penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
8. Kawasan sekitar Danau/Waduk adalah kawasan tertentu disekeliling
danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi danau/waduk.
9. Kawasan Sekitar Mata Air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air.
10. Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di
darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
11. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya adalah daerah yang
mewakili ekosistem khas di lautan maupun perairan lainnya, yang merupakan
habitat alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada.
12. Kawasan Pantai Berhutan Bakau adalah kawasan pesisir laut yang
merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberikan
perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan
13. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan
sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan,pendidikan,pariwisata dan rekreasi.
14. Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian yang terutama
dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa, alami atau buatan,
jenis asli dan/atau bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan
latihan, budaya pariwisata dan rekreasi.
15. Taman wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam di darat maupun di
laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.
16. Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan adalah kawasan yang
merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun
bentukan geologi alami yang khas.
17. Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam.
Pasal 2
(1) Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan
fungsi lingkungan hidup.
(2) Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah :
a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa
serta nilai sejarah dan budaya bangsa;
b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan
keunikan alam.
Pasal 3
Kawasan lindung yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi :
1. Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya.
2. Kawasan perlindungan Setempat.
3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya.
4. Kawasan Rawan Bencana Alam.
Pasal 4
Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahanya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 terdiri dari :
1. Kawasan Hutan Lindung.
2. Kawasan Bergambut
3. Kawasan Resapan Air.
Pasal 5
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri dari :
1. Sempadan Pantai
2. Sempadan Sungai
3. Kawasan Sekitar Danau/Waduk.
4. Kawasan Sekitar mata Air.
Pasal 6
Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri
dari :
1. Kawasan Suaka Alam.
2. Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan Lainnya.
3. Kawasan Pantai Berhutan Bakau.
4. Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan taman Wisata Alam.
5. Kawasan Cagar Budaya Ilmu Pengetahuan.
BAB IV
POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN KAWASAN LINDUNG
Bagian Pertama
Kawasan Yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya
Pasal 7
Perlindungan terhadap kawasan hutan lindung dilakukan untuk mencegah terjadinya
erosi, bencana banjir, sedimentasi, dan menjaga fungsi hidroologis tanah untuk
menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air permukaan.
Pasal 8
Kriteria kawasan hutan lindung adalah:
a. Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah, curah
hujan yang melebihi nilai skor 175, dan/atau;
b. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, dan/atau;
c. Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian diatas permukaan laut 2.000
meter atau lebih.
Pasal 9
Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan untuk mengendalikan hidrologi
wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta melindungi
ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan.
Pasal 10
Kriteria kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau
lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa.
Pasal 11
Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang
cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan
kebutuhan air tanah dan penaggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya
maupun kawasan yang bersangkutan.
Pasal 12
Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air hujan secara
besar-besaran.
Bagian Ke dua
Kawasan Perlindungan Setempat
Pasal 13
Perlindungan terhadap sempadan pantai dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari
kegiatan yang menggangu kelestarian fungsi pantai.
Pasal 14
Kriteria sempadan pantai adlah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke
arah darat.
Pasal 15
Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi sungai dari
kegiatan manusia yang dapat menganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik
pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
Pasal 16
Kriteria sempadan sungai adalah :
a. Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di
kiri kanan sungai anak sungai yang berada di luar pemukiman.
b. Untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.
Pasal 17
Perlindungan terhadap kawasan sekitar danau/waduk dilakukan untuk melindungi
danau/waduk dari kegiatan budi daya yang dapat menggangu kelestarian fungsi
danau/waduk.
Pasal 18
Kriteria kawasan sekitar danau/waduk adalah daratan sepanjang tepian danau/waduk
yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 50-100
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Pasal 19
Perlindungan terhadap kawasan sekitar mata air dilakukan untuk melindungi mata air
dari kegiatan budi daya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan
sekitarnya.
Pasal 20
Kriteria kawasan sekitar mata air asalah sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter
disekitar mata air.
Bagian Ke tiga
Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya
Pasal 21
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam silakukan untuk melindungi
keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan
plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya.
Pasal 22
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, hutan wisata, daerah
perlindungan plasma nutfah dan daerah pengungsian satwa.
Pasal 23
(1) Kriteria cagar alam adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragam jenis tumbuhan dan
satwa dan tipe ekosistemnya;
b. Mewakili formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusun;
c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan
tidak atau belum diganggu manusia;
d. Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang
efektif dengan daerah penyangga yang cukup luas;
e. Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu
daerah serta keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
(2) Kriteria suaka marga satwa adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari
suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya koservasinya;
b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;
c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu.
d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
(3) Kriteria hutan wisata adalah :
a. Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik
secara alamiah maupun buatan manusia.
b. Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak
dekat pusat-pusat permukiman penduduk;
c. Mengandung satwa buru yang dapat dikembangbiakkan sehingga
memungkinkan perburuan secara teratur dengan mengutamakan segi
rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa;
d. Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
(4) Kriteria daerah perlindungan plasma nutfah adalah :
a. Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang belum terdapat
di dalam kawasan konservasi yang telah ditetapkan;
b. Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang merupakan tempat
kehidupan baru bagi satwa tersebut;
c. Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak membahayakan.
(5) Kriteria daerah pengungsian satwa adalah:
a. Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan satwa yang sejak semula
menghuni areal tersebut;
b. Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup
dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa tersebut.
Pasal 24
Perlindungan terhadap kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya dilakukan untuk
melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi
kepentingan plasma nuftah, keperluan pariwisata dan ilmu pengetahuan.
Pasal 25
Kriteria kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya adalah kawasan berupa perairan
laut, perairan laut, perairan darat, wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan
atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman dan/atau keunikan ekosistem.
Pasal 26
Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan
hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota laut di samping sebagai pelindung pantai dan
pengikisan air laut serta pelindung usaha budi daya di belakangnya.
Pasal 27
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah
ke arah darat.
Pasal 28
Perlindungan terhadap taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam
dilakukan untuk pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata, serta peningkatan
kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari pencemaran.
Pasal 29
Kriteria taman nasional, taman hutan raya dan taman nasional dan wisata alam adalah
kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang
beragam, memiliki arsitektur benteng alam yang baik dan memiliki akses yang baik
untuk keperluan pariwisata.
Pasal 30
Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan dilakukan untuk
melindungi kekayaan budaya bangsa berupa peninggalan-peninggalan sejarah,
bangunan arkeologi dan monumen nasional, dan keragaman bentukan geologi, yang
berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang
disebabkan oleh kegiatan alam maupun manusia.
Pasal 31
Kriteria kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan adalah tempat serta ruang di
sekitar bangunan bernilai budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan bentukan
geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bagian Ke empat
Kawasan Rawan Bencana Alam
Pasal 32
Perlindungan terhadap kawasan rawan bencana alam dilakukan untuk melindungi
manusia dan kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara
tidak langsung oleh perbuatan manusia.
Pasal 33
Kriteria kawasan rawan bencana alam adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan
berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi,
dan tanah longsor.
Pasal 34
(1) Pemerintah Daerah Tingkat I menetapkan wilayah-wilayah tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sebagai kawasan lindung daerah masing-
masing dalam suatu Peraturan Daerah Tingkat I, disertai dengan lampiran
penjelasan dan peta dengan tingkat ketelitian minimal skala 1:250.000 serta
memperhatikan kondisi wilayah yang bersangkutan.
(2) Dalam menetapkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Pemerintah Daerah Tingkat I harus memperhatikan peraturan
perundangundangan yang berkaitan dengan penetapan wilayah tertentu sebagai
bagian dari kawasan lindung.
(3) Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkan lebih lanjut kawasan lindung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) bagi daerahnya ke dalam peta
dengan tingkat ketelitian minimal skala 1: 100.000, dalam bentuk Peraturan
Daerah Tingkat II.
(4) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
terpadu dan lintas sektoral dengan mempertimbangkan masukan dari Pemerintah
Daerah Tingkat II.
Pasal 35
Apabila dalam penetapan wilayah tertentu terjadi perbenturan kepentingan antar sektor,
Pemerintah Daerah Tingkat I dapat mengajukan kepada Tim Pengelolaan Tata Ruang
Nasional untuk memperoleh saran penyelesaian.
Pasal 36
(1) Pemerintah Daerah Tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat
akan tanggungjawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung.
(2) Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II mengumumkan kawasan-
kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada masyarakat.
Pasal 37
(1) Di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budi daya, kecuali yang
tidak mengganggu fungsi lindung.
(2) Di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan
kegiatan budi daya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan
tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem alami
yang ada.
(3) Kegiatan budi daya yang sudah ada di kawasan lindung yang mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan hidup dikenakan ketentuan-ketentuan yang
berlaku sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
(4) Apabila menurut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan kegiatan budi daya
mengganggu fungsi lindung harus dicegah perkembangannya, dan fungsi sebagai
kawasan lindung dikembalikan secara bertahap.
Pasal 38
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah Tingkat II wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di
kawasan lindung.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan
pemantauan,pengawasan dan penertiban.
(3) Apabila Pemerintah Daerah Tingkat II tidak dapat menyelesaikan
pengendalian pemanfaatan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2), wajib diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk
diproses langkah tindak lanjutnya.
(4) Apabila Gubernur Kepala Daerah Tingkat I tidak dapat menyelesaikan
pengendalian pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), wajib diajukan
kepada Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional.
Pasal 40
(1) Selambat-lambatnya dua tahun setelah Keputusan Presiden ini
ditetapkan, setiap Pemerintah Daerah Tingkat I sudah harus menetapkan
Peraturan Daerah tentang penetapan kawasan lindung, dan segera sesudah itu
Pemerintah Daerah Tingkat II menjabarkannya lebih lanjut bagi daerah masing-
masing.
(2) Penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
apabila dipandang perlu dapat disempurnakan dalam waktu setiap lima tahun
sekali.
Pasal 41
Keputusan Preseiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Juli 1990
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
DAFTAR PUSTAKA
Agnis Purwitasari, Mardiana dan Oktia Woro. 2006. Studi Kelayakan Sumber
Mata Air Kali Bajak Sebagai Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih Warga Di
Wilayah Kelurahan Karanganyar Gunung Kecamatan Candisari Semarang
Tahun 2006. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang.
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002.
Pedoman Pemeriksaan Fisika Air Minum/ Air Bersih. Jakarata : DepKes RI
Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Laboratorium Kesehatan. 2002.
Pedoman Pemeriksaan Kimia Air Minum/ Air Bersih. Jakarata : DepKes RI
Gatot Irianto. 2004. Hilangnya Sumber Mata Air dan Dampaknya terhadap
Desertification. Penulis dari Puslitbangtanak, Bogor, Tabloid Sinar Tani, 30 Juni
2004.
Hefni Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta : Kanisius
I Wayan Sudiarsa. 2004. Air Untuk Masa Depan. Jakarta : PT. Rieneka Cipta
KepMenKes RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. 2002. Jakarta
Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta :
Puspa Swara
Nana Sudjana. 2001. Tuntunan Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Sinar Baru
Algaesindo
Onny Untung. 2004. Menjernihkan Air Kotor. Jakarta : Puspa Swara
Rismunandar. 2001. Air Fungsi dan Kegunaannya Bagi Pertanian. Bandung :
Sinar Baru Algaesindo.
Daftar Pustaka
http://desakuhijau.org/pemanfaatan-sumber-mata-air-bagian-1-3/
http://dopichi.blogdetik.com/2012/11/30/pentingnya-sumber-air-minum-lestari/
http://marno.lecture.ub.ac.id/.../SUMBER-MATA-AIR-DAN-PELESTARIANNYA/
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/30/058426431/Penggundulan-Hutan-25-Sumber-Mata-Air-
Mengering/
http://airuntuksemua.tumblr.com/
http://rioardi.wordpress.com/tentang-pohon/arti-penting-pohon-bagi-kehidupan/
http://artofgreen.wordpress.com/2011/03/04/hubungan-tumbuhan-dengan-air/
Faktor alam yang paling berpengaruh adalah penggundulan hutan, gundulnya hutan dapat
menyebabkan kekeringan di pegunungan dan wilayah sekitar. Ini di sebabkan tanah tidak
dapat menangkap Air hujan yang jatuh, akibatnya tanah akan labil dan terjadi erosi saat
hujan. Banjir dan longsor adalah akibat yang dapat di rasakan secara langsung, sedangkan
kekeringan dapat terjadi setelahnya. Sumber Air minum pegunungan dapat mengering
dengan cepat sebab tidak adanya pasokan Air yang berhasil di tangkap tanah, debit Air
sungai juga akan semakin mengecil. Dan petaka akan segera datang bagi masyarakat
sekitar, yang menyedihkan adalah penyebab gundulnya hutan umumnya adalah karena
ulah sebagian manusia itu sendiri. Manusia yang tamak yang bahkan tidak pernah ke
tempat tersebut, hanya tangan tangan iblisnya yang meraung raung sampai ke
pegunungan tinggi.
Penyebab hancurnya sumber Air minum pegunungan yang paling mengerikan adalah
manusia, saat ini banyak perusahaan Air minum yang seakan berlomba lomba
memproduksi Air minum langsung dari sumber mata Air pegunungan. Perusahan Air
minum ini langsung menyedot habis sumber mata Air pegunungan sampai kedasar,
bagaikan belalai belalai gurita yang menyebar di lautan dalam. Mereka mengklaim
mareka menyajikan Air minum terbaik langsung dari pegunungan dan menjualnya
dengan harga mahal, yang menyedihkan adalah penderitaan penduduk sekitar yang
umumnya tidak merasakan keuntungan langsung.
Perlombaan menguras sumber mata Air pegunungan oleh para perusahaan Air minum
sungguh mengerikan, dampak yang di timbulkan sudah sangatlah nyata. Di beberapa
tempat yang banyak di jadikan daerah penyedotan untuk Air minum, dampak yang
ditimbulkan sudah terasa oleh masyarakat sekitar. Di puncak Jawa Barat misalnya,
banyak terjadi penurunan permukaan tanah akibat hilangnya Air dari pori pori tanah. Hal
ini di sebabkan oleh cara pengambilan Air oleh perusahaan Air minum bukan hanya
mengambil Air dari sumber mata Air permukaan, tapi juga langsung menyedotnya ke
kedalaman hingga ratusan meter. Di beberapa tempat dampak kekeringan juga sudah
banyak di rasakan oleh masyarakat sekitar pengambilan Air, ini tentu saja menjadi sangat
riskan karena di tempat tersebut setiap detiknya di ambil ratusan hingga ribuan liter Air.
Terkadang hal ini sampai menimbulkan konflik horizontal antar kelompok masyarakat
dengan perusahaan.
Untuk mengatasi masalah Sumber mata Air minum yang terancam, diperlukan kesadaran
dari manusia. Karena kita tahu, manusialah yang menjadi penyebab utama kerusakan ini
baik secara langsung maupun tidak langsung. Berhenti membabat hutan adalah langkah
yang bijak, dan mulailah untuk memulai kampanye untuk tidak menggunakan Air minum
yang di produksi dari sumber Air minum pegunungan. Untuk yang satu ini, kita sudah
bisa memulai untuk beralih menggunakan sumber Air minum yang lain tanpa merusak
sumber mata Air pegunungan yang kita miliki.
"Kurangnya air sehingga mempengaruhi kawasan bawah," kata Garno Sunarno, Ketua
Paguyuban Hutan Gunung Muria, Kamis, 30 Agustus 2012.
Tanda berkurangnya sumber air, misalnya, dapat terlihat dari minimnya debit air terjun
Monthel dan mengeringnya sumber air Buton. Di kawasan Gunung Muria, terdapat 63
ribu hektare hutan, 43 ribu hektare di antaranya kondisinya kritis.
Mengeringnya sumber air di gunung itu juga dipercepat adanya eksplorasi penjualan air
gunung oleh sejumlah warga. Sedikitnya ada enam warga Desa Kajar yang saat ini
melakukan usaha air dari gunung untuk kepentingan bisnis.
Usaha itu sudah dilakukan sejak 10 tahun terakhir tanpa dikenai restribusi oleh
pemerintah Kudus. Mereka mengalirkan air dari mata air di Gunung Muria, kemudian
ditampung dan dijual. Setiap hari, sekitar 35 truk tangki yang berisi 5.000 liter
menggantungkan air dari Gunung Muria. Sepanjang hari setidaknya tujuh kali bolak-
balik. Jika ditotal berkisar 1,225 juta liter per harinya.
"Pemerintah harus bertindak tegas karena kegiatan itu tergolong eksploitasi air," kata Edi
Jupriyanto, tokoh warga Desa Kajar.
Menurut dia, jika dibiarkan, akan merusak alam, terutama Gunung Muria. Sedangkan
mereka sendiri belum pernah memberikan kontribusi seperti menanam pohon sebagai
penghijauan.
"Ini perlu ditertibkan dengan aturan," kata Khoirul Falah, Kepala Desa Colo, Kecamatan
Dawe.
Menurut Khoirul Falah, debit air beberapa tahun lalu sekitar 7,5 liter per detik. Air
pegunungan Muria kebanyakan untuk menyuplai 170 unit depot air minum di daerah
Kudus, Pati, Jepara, dan kota lain.
Akibat mengeringnya sumber mata air itu, Waduk Seloromo di Kecamatan Gembong,
Kabupaten Pati, ikut mengering. Waduk yang berkapasitas 9,5 juta meter kubik itu kini
tinggal 500 meter kubik, hanya digunakan untuk pembasahan dinding waduk. Waduk itu
mampu untuk mengairi sawah seluas 4.600 hektare di daerah Kecamatan Gembong, Pati,
Juwana, dan Tlogowungu.
"Musim tanam III sudah selesai diairi," kata M. Zubaedi, Kepala Unit Pelaksana Teknis
Wilayah Kota DPU Kabupaten Pati.
Di samping itu, air embung Ngemplak di Kecamatan Undaan, Kudus, juga mengering.
"Debitnya berkurang 80 persen," kata Syafii, Kepala Desa Ngemplak.
Keberadaan embung itu sangat penting bagi cadangan irigasi untuk 400 hektare sawah di
desanya. "Kami khawatir persiapan masa tanam I 2012-2013 akan terganggu karena
wilayah kami akan memperoleh giliran terakhir irigasi dari Waduk Kedungombo," kata
Syafii.
Awal Terjadi Serta Perjalanan Air Tanah*
courtesy: io.ppijepang.org
Peredaran air di bumi mengikuti daur yang berulang dan bersifat tertutup, dikenal sebagai
daur hidrologi, dan airtanah merupakan bagian dari daur hidrologi tersebut. Sumber
utama air tanah adalah air hujan yang meresap ke bawah permukaan hingga mencapai
zona jenuh air dan akhirnya tersimpan di dalam lapisan batuan pembawa air yang disebut
akuifer. Airtanah mengalir di bawah permukaan, dan selama pengalirannya airtanah
mengalami berbagai proses yang membuat airtanah mengadung berbagai macam mineral
dan akhirnya mempunyai kualitas yang berbeda di setiap tempat.
Airtanah tersimpan di dalam akuifer dengan kedalaman dari beberapa meter sampai
dengan ratusan meter di bawah permukaan tanah, dan mempunyai waktu tinggal atau
yang disebut sebagai residence time dari beberapa hari sampai jutaan tahun. Air tanah
umumnya relatif mudah dan dapat ditemukan di semua tempat, walaupun dalam jumlah
dan kualitas yang beragam. Kuantitas dan kualitas airtanah sangat dipengaruhi oleh
kondisi geologi daerahnya, baik bentuk bentang alam mapun kondisi batuannya. Airtanah
dapat muncul ke permukaan tanah dengan berbagai cara yang umumnya dikontrol oleh
kondisi geologi setempat
Airtanah yang muncul di permukaan dikenal sebagai mata air. Sejak jaman dahulu, mata
air telah dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Mata air dapat muncul di berbagai bentang alam, baik di dataran, perbukitan
maupun pegunungan. Airtanah maupun mata air dapat ditemukan di berbagai macam
batuan, seperti endapan sungai yang berupa pasir-kerikil-kerakal, endapan batuan
karbonat yang berupa batu gamping, ataupun pada endapan gunung api yang berupa
endapan lahar, endapan breksi serta lava yang telah terkekarkan.
Mata air yang dijumpai di pegunungan umumnya terdapat pada batuan vulkanik baik
berupa endapan lahar, breksi dan lava, yang umumnya muncul karena adanya
pemotongan topografi terhadap lapisan pembawa air. Mata air di pegunungan dianggap
sebagai sumber air yang sempurna, baik kuantitas maupun kualitasnya. Debit mata air di
pegunungan umumnya besar dan menerus, karena di daerah ini umumnya merupakan
daerah basah dengan intensitas curah hujan tinggi serta masih memiliki daerah tangkapan
air yang relatif baik. Kualitas air yang didapatkan sangat baik, karena daerah pegunungan
dianggap sebagai awal pemunculan airtanah ke permukaan, dimana relatif belum banyak
dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia yang dapat menurunkan kualitas airtanah.
Indonesia merupakan daerah tropis basah dengan curah hujan yang relatif tinggi dan
secara geologis terletak di daerah busur gunung api. Indonesia mempunyai lebih dari
seratus gunung api aktif maupun non aktif dimana secara geologis gunung-gunung api
tersebut membentuk lapisan-lapisan batuan yang sangat sempurna sebagai akuifer.
Dengan curah hujan yang tinggi, maka umumnya daerah-daerah sekitar gunung api
mempunyai kandungan airtanah yang cukup melimpah dengan kualitas yang sangat baik.
Airtanah yang terletak di daerah gunung api di Indonesia umumnya mempunyai tingkat
salinitas rendah, kandungan hidrogen karbonat dan kalsium, serta natrium melimpah
secara alamiah, berasa segar, jernih dengan kandungan organisme yang sangat rendah.
Kondisi geomorfologi sangatlah berpengaruh terhadap keberadaan airtanah di suatu
wilayah, dan terdapat pengaruh kuat antara genesis atau proses geomorfologi masa
lampau terhadap pembentukan bentuk lahan saat ini, dan akhirnya berpengaruh terhadap
proses pembentukan akuifer dan sifat hidrogeokimia. Dengan demikian geomorfologi
suatu daerah akan menentukan hidrostratigrafi, keterdapatan serta karakteristik dari
airtanah tersebut, serta proses hidrogeokimia. Hubungan tersebut memberikan arahan
pada pencarian sumber mata air yang sempurna di daerah pegunungan.
*oleh Dr. Heru Hendrayana, Ahli Hidrogeologi Universitas Gadjah Mada dengan spesialisasi di
bidang Pengelolaan Sumber Daya Airtanah. Diunduh dari sini.