Anda di halaman 1dari 12

CUTANEOUS LARVA MIGRAN

Mohd Quarratul Aiman Bin Ishak, S.Ked


Pembimbing Prof. Dr. Suroso Adi Nugroho, Sp.KK (K), FINSDV
Bagian / Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Mohammad Hoesin Palembang
2015

PENDAHULUAN
Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan kelainan kulit
berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok, meninggi, disebabkan penetrasi dan
migrasi larva nematoda dari hewan melalui epidermis. Penyebab CLM paling sering adalah
invasi larva cacing tambang yang berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma
braziliense dan Ancylostoma caninum.1,2
Cutaneous larva migrans terdistribusi secara luas di dunia. Kisaran 5-25% penyakit
Gambar
cacing yang 1. Ancylostomadibraziliense
bermanifestasi Gambar
kulit merupakan CLM. Penyakit ini2.timbul
Ancylostoma
pada caninum
suhu hangat
dan lingkungan lembap, seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Barat,serta area tropis
lain.1,3Invasi CLM sering terjadi pada turis, petani, tentara, dan anak, timbul terutama pada
pejalan kaki kebetulan tidak memakai alas kaki, dan orang yang sering kontak dengan tanah
atau pasir terkontaminasi. Lokasi yang sering terkena adalah kaki, tangan, bokong, dan
kelamin.3-6
Cutaneus Larva Migran dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu:
terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi
sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada
terapi topikal3.

Indonesia adalah negara tropis sehingga CLM banyak ditemukan di negara ini.
Kompetensi dokter umum di Indonesia untuk menangani kasus ini adalah 4, dokter umum
harus mampu mendiagnosis dan menatalaksana secara mandiri sampai tuntas kasus ini.
Referat ini membahas mengenai epidemiologi, definisi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis,
diagnosis banding, prognosis, mortalitas, morbiditas, komplikasi, pencegahan dan tatalaksana
dari CLM.

EPIDEMIOLOGI
Cutaneous larva migrans endemik pada komunitas dengan tingkat ekonomi rendah,
biasa terjadi di negara berkembang seperti Brazil, India, dan suku Indi Barat. Cutaneous larva
migrans terkadang terjadi di negara dengan tingkat ekonomi tinggi pada turis yang baru

1
berkunjung ke daerah tropis. Lebih dari 2-3% dari 17.000 turis dilaporkan terkena CLM,
dengan prevalensi tertinggi terdapat pada turis dari Karibia, Asia Tenggara, dan Amerika
Tengah. Prevalensi Ancylostoma seperti pada anjing terjadi kisaran 66-96% di Afrika Selatan,
Cina, Argentina, Uruguay, dan Belanda. Kisaran 33% telur Ancylostoma braziliense
ditemukan pada feses kucing pada penelitian di Florida.7
Cutaneous larva migrans dapat terjadi pada berbagai musim dengan insiden puncak
selama musim hujan. Telur dan larva cacing bertahan lebih lama pada tanah basah dan
menyebar ke area lebih luas karena hujan lebat. Musim hujan juga menyebabkan peningkatan
penyakit cacing pada anjing dan kucing, feses hewan terkontaminasi telur cacing lebih
banyak, sehingga manusia lebih berisiko terinfeksi.7

DEFINISI DAN ETIOLOGI


Cutaneus larva migrans (CLM) adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau
berkelok, progresif, akibat larva yang menginvasi di bawah permukaan kulit. Larva cacing
yang sering menginvasi biasanya berupa larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan
kucing1. Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis
migrans4, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan di tanah pasir atau di
pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).1
Penyebab umum (CLM) berupa parasit Ancylostoma braziliense (cacing tambang,
anjing liar dan kucing domestik) yang dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia. Ancylostoma caninum (cacing tambang dari
anjing) ditemukan di Australia, Uncinaria stenocephala (cacing tambang dari anjing)
ditemukan di Eropa dan Bunostomum phlebotomum.1
Ancylostoma ceylonicum, Ancylostoma tubaeforme (cacing tambang dari kucing),
Necator americanus (cacing tambang dari manusia), Strongyloides papillosus (parasit dari
domba, kambing, dan sapi), Strongyloides westeri (parasite dari kuda), Ancylostoma
duodenale, Pelodera (Rhabditis) strongyloides merupakan penyebab CLM yang jarang
ditemukan.1

PATOGENESIS
Infestasi cacing terhadap manusia dapat terjadi karena ketidakseimbangan dari faktor
pejamu, agen, dan lingkungan. Kebiasaan penduduk tidak memakai alas kaki serta
memelihara anjing dan kucing tanpa pemberian antihelmintes secara rutin membuat orang
berisiko tinggi terkena CLM. Agen tersering pada CLM adalah Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum yang berkembang dalam tubuh anjing dan kucing. Daerah tropis

2
memiliki suasana panas dan lembap sehingga menjadi tempat yang endemik untuk penyakit
CLM.5,6
Penularan CLM berkaitan dengan siklus hidup cacing. Feses anjing dan kucing yang
mengandung telur cacing sering ditemukan di tanah atau pasir. Pada kondisi lembap, hangat,
dan teduh, telur akan menetas dalam satu sampai dua hari. Larva rhabditiform berkembang di
tinja dan/atau tanah, menjadi larva filariform (larva stadium tiga) infektif setelah lima sampai
sepuluh hari. Larva infektif dapat bertahan sampai beberapa bulan pada tempat yang
terlindung dari cahaya matahari langsung dan kondisi lingkungan yang hangat dan lembap.
Larva Ancylostoma caninum bereaksi terhadap getaran tanah dan peningkatan temperatur
sehingga membantu untuk menemukan pejamu baru. Pergerakan larva ini juga distimulasi
oleh karbon dioksida pada udara.Larva infektif masuk ke dalam tubuh pejamu dengan cara
menembus kulit langsung. Larva kontak dengan pejamu hewan (anjing atau kucing),
menembus kulit, dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru. Larva kemudian
menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil,
kemudian tinggal dan menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan
menempel di dinding usus. Sebagian larva ditemukan di jaringan menjadi sumber infeksi bagi
anak anjing melalui transmammary atau transplasenta. Manusia terinfeksi dengan cara larva
filariform menembus kulit. Larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia.
Larva kemudian bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. Sebagian larva dapat bertahan pada
jaringan lebih dalam setelah migrasi di kulit.13,14
Gatal ringan lokal dan papul pada tempat infeksi menandakan awitan penyakit. Sakit
menyengat terjadi secara intermiten serta garis berkelok dan merah terbentuk di kulit. Pada
infeksi berat dapat ditemukan ratusan lesi. Migrasi larva cacing di kulit mulai terjadi empat
hari setelah penetrasi dan kemajuan lesi kisaran satu sampai dua sentimeter per hari. Lesi
tidak berpindah untuk beberapa hari atau bahkan beberapa bulan sebelum mulai bermigrasi.
Lesi linear sering disertai papul yang menandai tempat larva istirahat. Semakin lama
erupsilesi awal mulai memudar, tetapi terkadang terdapat manifestasi purulen disebabkan
infeksi sekunder. Erosi dan ekskoriasi timbul akibat garukan berulang. Larva mati dalam dua
sampai delapan pekan dan terjadi resolusi erupsi, tetapi ada yang melaporkan lesi tetap ada
sampai satu tahun. Larva hilang dari kulit oleh garukan kuku jari setelah erupsi resolusi.3,13,14

3
Larva rhabditiform
berkembang menjadi larva
filariform pada lingkungan

Cacing dewasa pada usus hewan

Larva rhabditiform menetas Larva penetrasi ke


kulit

Fase infektif
Fase diagnostik

Telur pada feses

Gambar 3. Siklus cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum12

GEJALA KLINIS
Gambar 4. Siklus cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum di
Proses masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Pada awal akan
dalam tubuh manusia
timbul papul diikuti bentuk yang khas, yakni lesi linear atau berkelok (snake-like
appearance), menimbul dengan diameter 2-3 mm, berwarna merah segar, atau merah muda,
dan terasa gatal. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut
telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Waktu dari terekspos hingga adanya onset
dari gejala dapat memakan waktu 1-6 hari.1,2
Selanjutnya, papul merah menjalar seperti benang berkelok, polisiklik, serpiginosa,
menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter
sampai sentimeter setiap harinya. Lesi dapat menjadi tunggal atau multipel. Gatal lebih hebat
pada malam hari. Terowongan yang sudah lama akan mengering dan menjadi krusta dan bila
pasien sering menggaruk akan menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.2,4
Tempat predileksi adalah tungkai, telapak kaki, tangan (unilateral/ bilateral), pinggang,

4
bahu, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak
dengan tempat larva berada.1,6(Gambar 2-4)

Akhir
Mula

Gambar 5. Pasien yang berjemur telanjang di Gambar 6. Larva migrans kulit di jempol kanan.
sebuah pantai di Martinique disajikan dengan
klasik, erythematous, saluran serpiginosa di
tumit kiri.

Akhir

Mula

Gambar 7. Larva migrans kulit di paha kiri.

DIAGNOSIS
Diagnosis CLM dibangun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis didapatkan riwayat kulit kontak dengan tanah atau pasir yang
terinfeksi larva cacing. Gejala awal berupa rasa tersengat atau tertusuk di tempat terpajan

5
dalam tiga puluh menit setelah larva penetrasi (walaupun Archer menjelaskan terdapat awitan
lambat CLM). Karakter lesi awal berupa bintik merah, meninggi, dan gatal terus-menerus.
Kemudian lesi menjadi memanjang dan berkelok membentuk alur di bawah kulit. 1,4,5
Pada pemeriksaan fisik terlihat lesi edem, eritem, dan serpiginosa. Lesi terdistribusi
secara khas pada ekstremitas distal, termasuk punggung kaki, sela jari, dan ibu jari kaki. Lesi
juga dapat terjadi pada daerah kelamin, bokong, tangan, dan lutut. Lesi dapat disertai vesikel
dan bula pada tempat penetrasi larva. Kisaran lebar lesi adalah tiga milimeter dengan panjang
lesi dapat mencapai lima belas sampai dua puluh sentimeter.1,3,5
Gejala khas pada CLM adalah gatal, eritem, edem papul dan/atau vesikel; serpiginosa,
meninggi, terowongan yang eritem dengan lebar dua sampai tiga milimeter dan jalur tiga
sampai empat sentimeter dari tempat penetrasi; dermatitis nonspesifik; vesikel dengan cairan
serosa; impetigenisata sekunder; lesi yang makin panjang satu sampai dua sentimeter per hari.
Tanda sistemik termasuk eosinofil perifer (Sindrom Loeffler), infiltrat pulmoner migratori,
dan peningkatan level imunoglobulin E (IgE), tapi jarang terlihat.7
Pemeriksaan biopsi dan mikroskop epiluminens dapat dilakukan sebagai pemeriksaan
penunjang. Biopsi dilakukan dengan cara mengambil jaringan dari batas tepi lesi. Hasil biopsi
dapat menunjukkan larva pada terowongan suprabasal, lapisan lesi basal, spongiosis dengan
vesikel intraepidermal, keratinosit nekrotik, serta infiltrat peradangan kronis epidermis dan
dermis bagian atas dengan banyak eosinofil. Pemeriksaan biopsi terbukti tidak begitu berguna
untuk menunjang diagnosis CLM. Mikroskop epiluminens adalah teknik non invasif. Larva
dapat terlihat berpindah di kulittetapi jarang terjadi karena sensitivitas pemeriksaan
mikroskop epiluminensrendah.8,14

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding CLM adalah larva curren, gnatostomiasis, fasioliasis, infeksi
spesies spirurina, myiasis, loiasis, creeping hair, skabies, dermatitis sersarial (skistosomiasis),
infeksi herpes zooster, sengatan ubur-ubur, fitofotodermatitis, dan tromboflebitis superfisial.
Perbedaan tanda dan gejala serta pemeriksaan penunjang dapat dilihat pada Tabel 1.13

PROGNOSIS
Cutaneous larva migrans memiliki prognosis yang baik. Cutaneous larva migrans
dapat sembuh sendiri. Larva akan mati dengan sendirinya karena manusia adalah pejamu
terakhir, lesi membaik dalam dua sampai delapan pekan, paling lama satu tahun (jarang). Lesi
akan membaik dalam satu minggu dengan penatalaksanaan adekuat.1,2,6
Gejala dan temuan kulit dapat berulang setelah respon positif penanganan inisial,
mungkin karena larva cacing rusak tapi tidak sepenuhnya terbunuh. Relaps terjadi dalam

6
hitungan pekan dari respon dan presentasi inisial pada kebanyakan kasus berulang.10

MORTALITAS
Mortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva
migran sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka
panjang apapun3.

MORBIDITAS
Morbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi bakterial
sekunder. Migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus sangat jarang sekali terjadi,
yang dapat menyebabkan pneumonitis (Loefflers Syndrome), enteritis, myositis (nyeri otot).3

7
Tabel 1. Diagnosis Banding CLM14

Kondisi Keterangan Tes Diferensiasi

Larva currens Lesi khusus ditemukan pada area perianal, abdomen, Larva Strongyloidesterlihat pada
dan paha atas.Lesi bertahan hanya beberapa jam. pemeriksaan mikroskopik feses ;
Karakteristik oleh lesi tunggal yang secara cepat serologi IgG Strongyloidespositif.
timbul beberapa sentimeter per jam.

Gnatostomiasis Riwayat memakan ikan mentah atau setengah Tes serologi positif.
matang. Ditandai dengan edem atau nodul subkutan Eksisi lesi bisa terlihat larva
yang migrasi. nematoda.

Fasioliasis Riwayat memakan sayuran mentah di Asia atau Tes serologi positif.
Afrika. Lesi kutan terdapat eritem yang dalam dan Ekstraksi cacing dari ujung lesi
seperti terowongan. Lesi menyebabkan nyeri
terbakar dan memanjang 4-5 cm per hari.

Infeksi spesies spirurina Kasus dilaporkan hanya di Jepang. Riwayat Tes serologi positif.
memakan seafood mentah. Creeping erruption mirip
dengan CLM tapi biasanya lesi tunggal pada
abdomen.

Myiasis Terdapat nodul kutan sering dengan puncak di Ekstaksi belatung dari lesi kulit.
tengah. Pasien menyadari penyakit dengan nodul
yang bergerak. Dapat bermigrasi tapi biasanya tidak
ada lesi serpiginosa tipis.Lesi tidak biasanya
berlokasi di kaki.

Loiasis Riwayat terpapar nyamuk di Afrika Tengah dan Identifikasi mikrofilaria pada
Barat. Edem subkutan. Ulat dewasa dapat pemeriksaan mikroskop sampel
bermigrasi ke konjungtiva. darah; tes serologi positif.

Creeping hair Tidak ada hubungan dengan travel. Biasanya Ekstraksi rambut dari ujung lesi
melibatkan fragmen kulit bermigrasi secara lambat kulit.
pada dermis atas. Tidak ada gatal.

Skabies Gatalnokturnal. Terdapat papul dan vesikel, Mikroskopi kerokan kulit dapat
terowongan bisa terbukri dan akan membantu menungjukkan tungau, telur, atau
menegakkan diagnosis. Pergelangan tangan dan skibala.
kaki, telapak tangan dan kaki, sela jari, aksila,
pinggul, dan selangkangan adalah predileksi. Gejala
yang sama akan banyak terdapatdi orang sekitar
pasien.

Dermatitis Biasanya terdapat ruam makulopapular difus. Lesi Diagnosis berdasarkan klinis karena
sersarial(skistosomiasis) kulit tak bermigrasi. Rash khususnya terlihat dalam penyebaran telur belum dimulai;
24 jam setelah kontak dengan air segar dari area kemudian, mikroskopi feses dan urin
endemik. (Afrika, Cina, Filipina, Brazil, dan negara menunjukkan kuantifikasi beban
tropis lainnya). telur dan identifikasi schistoma, dan
serologi skistomiasis akan
menampakkan antibodi terhadap
antigen parasit.

Infeksi herpes zoster Distribusi dermatom tipikal. Lesi kulit tak Usapan pada garukan vesikel positig
bermigrasi dan dikarakteristikan oleh vesikel yang pada virus varisela.
bergabung dan mengering. Biasanya lebih sakit dari
gatal.

8
KOMPLIKASI
Lesi kulit yang terinfeksi oleh bakteri kulit patogen karena luka pada garukan disebut
superinfeksi bakteri. Streptococcus beta-hemoliticus dan Staphylococcus aureus adalah
bakteri penyebab yang paling umum. Superinfeksi bakteri terjadi pada 8-24% pasien di
Brazil. Gejala meliputi peningkatan rasa nyeri dan hangat pada tempat creeping eruption,
dengan perkembangan eritem meluas dari lesi kulit, terdapat pustul dan/atau abses. Antibiotik
topikal dan oral harus diberikan.8,15
Larva cacing sangat jarang berpenetrasi ke kulit lebih dalam dan menginvasi organ
visera, seperti paru, menyebabkan pneumonitis eosinofilik (sindrom loeffler). Sindrom
loeffler berhubungan dengan infestasi cacing yang masif. Anak-anak lebih sering terkena
penyakit ini. Sindrom loeffler ringan dan sembuh sendiri. Kortikosteroid sistemik dapat
diberikan pada Sindrom Loeffler.4,7
Satu kasus komplikasi eritema multiformis telah dilaporkan sebagai komplikasi dari
CLM. Eritema multiformis adalah suatu kondisi kulit akut, dapat sembuh sendiri, terkadang
rekuren karena reaksi hipersensitivitas tipe IV, dan berhubungan dengan infeksi, medikasi,
serta berbagai pemicu lain. Sensitisasi diduga berkaitan dengan timbulnya eritema
multiformis.7,15
PENCEGAHAN
Di Amerika Serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing pada
anjing dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini 5. Larva
cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi, karena itu
penting sekali memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun
dengan tanah.5,6

PENATALAKSANAAN
Cutaneous larva migrans adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, tetapi tetap
dibutuhkan tata laksana untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi yang timbul. 1,2,5,6
Tata laksana dengan edukasi kesehatan dan partisipasi komunitas terbukti efektif dan efesien
di daerah endemik Afrika Selatan. Pemberian obat topikal maupun sistemik telah menjadi
pilihan untuk mengobati CLM.14
Tatalaksana umum berupa komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada penderita
mengenai CLM terbukti mengurangi angka kejadian penyakit. Ibu dan remaja perempuan
menjadi fokus target KIE di Afrika Selatan, terbukti angka kejadian turun dari lima belas
penderita terkena CLM menjadi tidak ada orang yang terkena dalam satu bulan. Pembatasan
hewan peliharaan di pantai dan tempat bermain, serta feses hewan langsung dibersihkan

9
setelah defekasi dapat mengurangi angka kejadian di negara maju. Isi dari KIE adalah
pemberitahuan mengenai penyebab penyakit dan cara penularan penyakit. Penularan CLM
melalui kontak kulit langsung dengan tanah atau pasir yang terinfeksi oleh larva cacing.
Pencegahan primer secara perorangan adalah menghindari kulit kontak langsung dengan
tanah terinfeksi. Turis diberikan edukasi untuk mengenakan alas kaki ketika berjalan di pantai
ataualas ketika berbaring di pantai. Area pasir yang basah memiliki risiko lebih rendah dari
yang kering. Angka kejadian CLM juga dapat dikontrol dengan memberi antihelmintik pada
anjing dan kucing.1,6,14
Pemberian krim tiabendazol 10-15% merupakan tatalaksana khusus topikal pada
CLM. Krim dioleskan terbatas pada lesi multipel dan harus dioleskan tiga kali sehari selama
lima belas hari. Pemberian topikal krim tiabendazol terbukti sama efektif dengan oral
ivermectin. Krim tiabendazol kurang efektif pada lesi yang multipel atau menyebar, serta
tidak efektif pada folikulitis cacing tambang.12,14
Tata laksana khusus sistemik pada CLM adalah pemberian tablet ivermectin atau
albandazol. Ivermectin dosis tunggal 200 g/kgBB (pada anak-anak, dosis tunggal 150 g per
kgBB) adalah terapi utama dengan tingkat kesembuhan 80-100%. Pemberian Albendazol 400-
800 mg/hari (pada anak 10-15 mg/kgBB/hari, maksimum 800 mg/hari) dapat diberikan
selamatiga sampai lima hari memiliki tingkat kesembuhan lebih tinggi yaitu 80-100%.
Tiabendazol oral kurang efektif dan lebih toksik. Antihistamin tidak dapat mengobati gatal
karena gatal pada CLM tidakdisebabkan histamin1,7,8,14
Banyak dokter memaksakan semprotan etil klorida, karbon dioksida salju, atau
nitrogen cair sebagai tata laksana CLM. Tata laksana berupa tindakan pada CLM terbukti
tidak efektif dan dapat menyiksa pasien. Pembekukan lesi tidak akan efektif karena larva
biasanya berlokasi empat sampai lima sentimeter dari ujung creeping eruption. Larva juga
telah terbukti bertahan jika dibekukan. Selain itu, bedah beku terasa sakit dan dapat
menyebabkan terbentuknya bula yang dapat menjadi ulkus.13,14

KESIMPULAN
Cutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan kelainan kulit
berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok dan meninggi karena penetrasi dan migrasi
larva cacing melalui epidermis. Penyebab tersering CLM adalah invasi larva cacing tambang,
yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.Cutaneous larva migrans paling
sering terdapat pada area tropis.1,2 Gejala paling umum adalah gatal terus-menerus.Lesi
terdistribusi secara khas pada ekstremitas distal, termasuk punggung kaki, sela jari, ibu jari
kaki.4 Diagnosis CLM ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

10
penunjang. Pada anamnesis didapatkan riwayat kulit kontak dengan tanah atau pasir yang
terinfeksi larva cacing. Gejala awal berupa rasa tersengat atau tertusuk di tempat terpajan
dalam tiga puluh menit setelah larva penetrasi. Pada pemeriksaan fisik terlihat lesi edem,
eritem, dan serpiginosa.2,5 Pemeriksaan biopsi dan mikroskop epiluminens dapat dilakukan
sebagai pemeriksaan penunjang tetapi terbukti kurang efektif.10Cutaneous larva migrans
adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pencegahan primer CLM adalah menghindari
kulit kontak langsung dengan tanah yang terinfeksi larva.Obat oral yang biasa digunakan
adalah ivermectinatau albendazol. Komplikasi CLM adalah superinfeksi bakteri, pneumonitis
eosinofilik, dan eritema multiformis.8Cutaneous larva migrans memiliki prognosis baik.1,5,8,15

DAFTAR PUSTAKA

1. Suh KN, Keystone JS. Helminthic Infections. In: Goldsmith LA, Katzs SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8th
ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc, 2012. p 2544-60

2. The Lancet. From creeping eruption to hookworm-related cutaneous larva migrans. 2004.
Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15522674 [Accesed27 May 2015]

3. Omar L. Protozoa and Worms. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, et al, editors.
Dermatology. 2nd ed. New York: Elsevier Saunders, 2008. p 1263-81

4. Brooker S, Albonico M et al. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis,


and hookworm. 2006. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16679166
[Accesed 31 July 2015]

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology.
11th edition.New York: Elsevier Inc, 2011. P. 427

6. Burns T, Breathnatch S, Cox N et al.Parasitic Worms and Protozoa.In: Rooks Textbook


of Dermatology, 8th ed. UK: Blackwell Publishing, 2010. P 37.16-37.18

7. Heukelbach J, Feldmeier H. Epidemilogical and clinial characteristics of hookworm-


related cutaneous larva migrans. 2008. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18471775 [Accesed 31 July 2015]

8. Juzych LA. Cutaneous Larva Migrans. 2014. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/1108784 [Accesed 31 July 2015]

9. Chapman S. Ancylostoma Braziiense. 2012. Available from:


http://animaldiversity.org/accounts/Ancylostoma_braziliense/ [Accesed 31 July 2015]

10. Saeed S. Ancylostoma Caninum. 2003. Available from:


http://animaldiversity.org/accounts/Ancylostoma_caninum/ [Accesed 31 July 2015]

11
11. Dipartimento di Biologia Animale e dell'Uomo. Available from:
http://www.atlantezoolinv.unito.it/page.asp?
xsl=tavole&xml=aschelminti.nematodi&tavola=Ancylostoma%20m [Accesed 30 May
2015]

12. Centers of Disease Control and Pervention. Zoonotic Hookworm. 2012. Available from:
http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm. html [Accesed 1 August 2015]

13. Bowman DD, Montgomery SP, Zajac AM et al. Hookworms of Dogs and Cats As Agents
of Cutaneous Larva Migrans. 2010. Available from:
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20189454 [Accesed 1 August 2015]

14. BMJ Best Practice. Cutaneous Larva Migrans. 2014. Available from:
http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/909/treatment/step-by-step.html
[Accesed 1 August 2015]
15. Plaza JA. Erythema Multiforme. 2014. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1122915-overview [Accessed 4 August 2015]

12

Anda mungkin juga menyukai