Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di
seluruh tubuh. Kelenjar inimempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-
kuman/bakteri-bakteri yang termasuk ke dalam badan dan barier pula untuk sel-sel tumor ganas
(kanker). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel-sel limfosit darah tepi. Limfadenitis
adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi primer akibat adanya
infeksi dari bagian tubuh yang lain.
Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening. Streptokokus dan bakteri penyebab adalah pagar staphylococcal limfadenitis Umum,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan TBC juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening.
Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk
mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis
adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan
peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Pembesaran kelenjar
terjadi karena adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi
kronis, di kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat membesar dan melekat satu
dengan yang lainnya serta melekat dengan jaringan sekitarnya, kemudian terjadi perkejuan
selanjutnya terbentuk abses.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah defenisi dari Limfadenitis ?
1.2.2 Bagaimana etiologi Limfadenitis ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinik Limfadenitis ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi Limfadenits ?
1.2.5 Bagaimana penatalaksaan Limfadenitis ?
1.2.6 Bagaimaan proses keperawatan Limfadenitis ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui tentang defenisi Limfadenitis
1.3.2 Untuk mengetahui tentang etiologi Limfadenitis
1.3.3 Untuk mengetahui tentang manifestasi klinik Limfadenitis
1.3.4 Untuk mengetahui tentang patofisiologi Limfadenitis
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan Limfadenitis
1.3.6 Untuk mengetahui tentang proses keperawatan Limfadenitis

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang penyakit peradangan kelenjar getah bening (limfadenitis), dan
dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan limfadenitis.
1.4.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang Limfadenitis dan dapat lebih banyak
menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan
penyakit tersebut.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang limfadenitis serta bagaimana penyebaran dan
penularan limfadenitis untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Kelenjar getah bening (kelenjar limfe)
termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar ini mempunyai
fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-kuman / bakteri-bakteri yang
masuk kedalam tubuh dan barier pula untuk sel sel tumor ganas (kanker). Di samping itu bertugas
pula membentuk sel-sel limfosit darah tepi.

2.2 Etiologi
Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke rongga
mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa tanda TBC paru. Kelenjar
yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar di
dekatnya satu persatu terkena radang yang khas dan dingin ini. Di samping itu, dapat terjadi juga
perilimfadenitis sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila
mengenai kulit, kulit akan meradang,merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya
menipis dan jebol, mengeluarkan bahan keperti keju.
Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi membiru dan menggangsir, disertai
sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis
atau berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi,
demikian berulang-ulang.
Streptococcus dan bakteri Staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening. Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk mononucleosis,
infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah
pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan
jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles
keringat, nadi cepat, dan kelemahan.

2.3 Manifestasi Klinik


Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang
terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis
yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan
terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan
tumor. Dan untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis
maka perlu adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis ini terjadi ketika
penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis
akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik
dan masih banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai
oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat berhubungan satu sama
lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti
abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila abses ini pecah kekulit, lukanya sulit sembuh
oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar
dan berhubungan sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck. Pada keadaan seperti ini
kadang-kadang sulit dibedakan dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa
diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh
tuberkulosa paru.

2.4 Patofisiologi
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya di daerah sub mandibular,
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi
kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen
(protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya.
Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi
kelenjar getah bening akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena
dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh
yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit
atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah
bening (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite macrophage
(gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka kita dapat
mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar
getah bening.
Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar
getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak, dalam
rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar
getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus.
Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran kelenjar di
daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah membesar. Bila sudah sebesar
biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah
dilakukan biopsy di kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar
infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang
disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan,
terasa sakit.

2.5 Penatalaksanaan
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apa pun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6
minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan
bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang
menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat
ditegakkan.
Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,
walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada
infeksi kelenjar getah bening oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan
pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi
alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan
500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.

2.6 Proses Keperawatan


2.6.1 Pengkajian
1. Identitas klien : selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan : penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti :
leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu :
Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya
seperti amandel atau adanya infeksi gigi dan gusi, dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak
sembuh-sembuh?
Pernah berobat tapi tidak sembuh?
Pernah berobat tapi tidak teratur?
Riwayat kontak dengan penderita TBC.
Daya tahan yang menurun.
Riwayat imunisasi/vaksinasi.
Riwayat pengobatan.
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
Riwayat keluarga: biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
Aspek psikososial: merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu: masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi,
untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, tidak bersemangat dan putus
harapan.
Lingkungan: Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi rumah
yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak.
6. Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.
Pola nutrisi-metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, berat badan turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan
kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek.
Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali,
nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
Pola aktifitas-latihan.
Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
Pola tidur dan istirahat: iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari.
Pola kognitif-perseptual.
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial,
umumnya dari keluarga tidak mampu.
Pola persepsi diri: tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
Pola peran-hubungan: menjadi ketergantungan terhadap orang lain / tidak mandiri.
Pola seksualitas/reproduktif
Pola koping-toleransi stres: menarik diri, pasif.
7. Pemeriksaan fisik : pemeriksaan yang dilakukan terhadap fisik pasien yang berkaitan dengan
penyakit yang diderita oleh pasien untuk melakukan pengambilan data-data kesehatan pasien serta
untuk mengambil langkah yang tepat dalam pemberian terapi lebih lanjut.
Demam: suhu 40-410C hilang timbul.
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi
radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum).
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering
diwaktu malam hari.
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Adanya Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula.
Kadang terjadi abses
8. Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap sampel yang telah
diambil dari pasien yang berguna sebagai data penunjang untuk membantu menentukan terapi
yang diberikan kepada pasien.
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan
gambaran mikronodular.
Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan operasi
menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah bening akan dibawa
ke lab dan diuji. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan.
Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan
mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk memastikan diagnosa dan
untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.
CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar tubuh Anda
untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda. Sebelum mengambil
gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui intravena di pembuluh darah Anda agar dapat
melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening
servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda. Dokter dapat
menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis.

2.6.2 Analisis Data


1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh
infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya
pembesaran Kelenjar Getah Bening hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat
disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.
2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan
bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi
tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi
meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness),
ditambah riwayat obat-obatan.
3. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh streptokokus.
Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.
4. Riwayat pekerjaan dan perjalanan
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran nafas atas,
faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu mengarahkan penyebab
limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah Afrika
dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis. Orang yang bekerja di hutan dapat terkena
Tularemia.

2.6.3 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya faktor resiko :
Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis
Kerusakan membran alveolar kapiler
Sekret yang kental
Edema bronchial
2. Resiko infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan :
Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang menetap
Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar
Malnutrisi
Terkontaminasi oleh lingkungan
Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman
3. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang kondisi, pengobatan, pencegahan, berhubungan dengan
:
Tidak ada yang menerangkan
Interpretasi yang salah, tidak akurat
Informasi yang didapat tidak lengkap
Terbatasnya pengetahuan / kognitif
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan :
Kelelahan
Batuk yang sering, adanya produksi sputum
Dyspnoe
Anoreksia
Penurunan kemampuan finansial (keluarga).

2.6.4 Rencana Asuhan Keperawatan


1. Diagnosa I
Kaji dyspnoe, takipnoe, bunyi pernafasan abnormal. Meningkatnya respirasi, keterbatasan
ekspansi dada dan fatique: TB paru dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru
yang berasal dari bronchopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural efusion dan
meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan kulit, selaput
mukosa dan warna kuku: akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan
jaringan.
Demontrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan nafas dengan bibir disiutkan, terutama pada klien
dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim: meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah
kolapsnya jalan nafas dan mengurangi residu dari paru-paru.
Anjurkan untuk bedrest/mengurangi aktivitas: mengurangi konsumsi oksigen pada periode
respirasi.
Kolaborasi monitor BGA: menurunnya oksigen, saturasi atau meningkatnya karbon dioksida
menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan therapi.
Kolaborasi pemberian oksigen tambahan: membantu mengoreksi hipoksemia yang secara
sekunder mengurangi ventilasi dan menurunnya tegangan paru.

2. Diagnosa II
Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, menyebarnya infeksi melalui bronkhus pada
jaringan sekitarnya atau melalui aliran darah atau sistem limfe dan potensial infeksi melalui batuk,
bersin, tertawa, ciuman atau menyanyi: membantu klien agar klien mau mengerti dan menerima
terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.
Identifikasi orang-orang yang beresiko untuk terjadinya infeksi seperti anggota keluarga, teman,
orang dalam satu perkumpulan: memberitahukan kepada mereka untuk mempersiapkan diri untuk
mendapatkan terapi pencegahan.
Anjurkan klien menampung dahaknya jika batuk: kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya
penularan infeksi.
Gunakan masker setap melakukan tindakan: untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi
Monitor temperatur: febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
Ditekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani: periode menular dapat terjadi hanya 2
3 hari setelah permulaan kemoterapi tetapi dalam keadaan sudah terjadi kavitas atau penyakit
sudah berlanjut sampai tiga bulan.
Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Kolaborasi monitor sputum: penumpukan sputum yang berlebihan dapat menimbulkan infeksi.

3. Diagnosa III
Kaji kemampuan belajar klien (misalnya; tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan yang memungkinkan klien untuk belajar, seberapa banyak yang telah
diketahui, media yang tepat dan siapa yang dipercaya): kemampuan belajar berkaitan dengan
keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada sebatasmana kemampuan klien.
Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter (misalnya; hemoptisis, nyeri dada,
demam, kesulitan nafas, kehilangan pendengaran, vertigo): mengindikasikan perkembangan
penyakit atau efek samping dari pengobatan yang membutuhkan evaluasi secepatnya.
Menekankan pentingnya asupan diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein) dan intake cairan yang
adekuat: mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan yang memadai
membantu mengencerkan dahak.
Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan untuk klien dan keluarga (misalnya; jadwal
minum obat.
Informasi tertulis dapat mengingatkan klien tentang informasi yang telah diberikan. Pengulangan
informasi dapat membantu mengingatkan klien): menjelaskan dosis obat, frekwensi, tindakan yang
diharapkan dan perlunya therapi dalam jangka waktu lama. Mengulangi penyuluhan mengenai
potensial interaksi antara obat yang diminum dengan obat / subtansi lain.
Peningkatan partisipasi klien dan keluarga untuk mematuhi aturan terapi dan mencegah terjadinya
putus obat. Jelaskan tentang efek samping dari pengobatan yang mungkin timbul (misalnya; ulut
kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah: dapat
mencegah keraguan terhadap pengobatan dan meningkatkan kemampuan klien untuk menjalani
terapi.
Review tentang cara penularan TB ( misalnya; umumnya melalui inhalasi udara yang mengandung
kuman, tapi mungkin juga menular melalui urine jika infeksinya mengenai sistem urinaria ) dan
resiko kambuh kembali: pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/kambuh
kembali.

4. Diagnosa IV
Kaji dan komunikasikan status nutrisi klien dan keluarga seperti yang dianjurkan (misalnya; catat
turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan dan ketidakmampuan
menelan, adanya bising usus, riwayat nausea, vomiting atau diare: digunakan untuk
mendefinisikan tingkat masalah dan intervensi.
Kaji pola diet klien yang disukai/tidak disukai: membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,
meningkatkan intake diet klien.
Monitor intake dan output secara periodik: mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
Catat adanya anoreksia, nausea, vomiting, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi.
Monitor volume, frekwensi, konsistensi BAB: dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi
pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
Anjurkan bedrest: membantu menghemat energi khususnya terjadinya metabolik saat demam.
Lakukan perawatan oral sebelum dan sesudah terapi respirasi: mengurangi rasa yang tidak enak
dari sputum atau obat-obat yang digunakan untuk pengobatan yang dapat merangsang vomiting.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Peradangan kelenjar terjadi karena
adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi kronis, di
kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat membesar dan melekat satu dengan yang
lainnya serta melekat dengan jaringan sekitarnya, kemudian terjadi perkejuan selanjutnya
terbentuk abses. Pada penyembuhan dapat terjadi perkapuran.
Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh
penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap
infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan kelemahan.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang penyakit peradangan kelenjar getah bening (limfadenitis),
dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan limfadenitis.
3.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang Limfadenitis dan dapat lebih
banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan
penyakit tersebut.
3.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapakan agar lebih mengerti dan memahami tentang limfadenitis serta bagaimana penyebaran
dan penularan limfadenitis untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, Marion;Maas,Maridean,Moorhead,Sue.2000. Nursing Outcomes Classification (NOC).


Phiadelphia: Mosby

Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong.2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta.

http://deddyrn.blogspot.com/2009/09/limfadenintis-tuberkulosis.html
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN CA KELENJAR GETAH BENING

1. Konsep Teori
1.1 Pengertian
Ca getah bening adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan terkumpul dalam kelenjar
getah bening, sel tersebut cepat menggandakan diri dan tumbuh secara tidak terkontrol, Limfoma
Non Hodgkin disingkat jadi LNH.
1.2 Etiologi
Adanya mutasi sel limfosit (sejenis sel darah putih) yang sebelumnya normal menjadi tidak
terkontrol dan tumbuh secara cepat. Seperti halnya limfosit normal, limfosit ganas dapat tumbuh
pada berbagai organ dalam tubuh termasuk kelenjar getah bening, limpa, sumsum tulang, darah
ataupun organ lain.
Cairan limfatik adalah cairan putih menyerupai susu yang mengandung protein lemak dan
limfosit yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh lewat pembuluh limfatik. Ada dua macam sel
limfosit yaitu sel B dan T. Sel B berfungsi membantu melindungi tubuh melawan bakteri dengan
membuat antibodi yang memusnahkan bakteri. Gejala dan penyakit kanker kelenjar getah bening
meliputi pembengkakan kelenjar getah bening pada leher, ketiak atau pangkal paha.
Pembengkakan kelenjar tadi dapat dimulai dengan gejala penurunan berat badan secara drastis,
rasa lelah yang terus menerus, batuk-batuk dan sesak napas, gatal-gatal, demam tanpa sebab dan
berkeringat malam hari.
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, maka selain di kelenjar getah bening tempat yang
paling sering terkena Limfoma adalah limpa dan sumsum tulang. Selain itu bisa terbentuk di
perut, hati atau yang jarang sekali di otak. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh terserang oleh
penyakit ini. Limfoma pada otak atau urat saraf tulang belakang disebut limfoma susunan saraf
pusat (SSP). Penyakit Limfoma dapat menyerang disegala usia, namun lebih sering menyerang
usia tua kurang lebih 65 tahun.
Tidak ada bukti adanya faktor keturunan yang berhubungan dengan kasus-kasus limfoma non
Hodgkin. Penyebab pasti dari penyakit Limfoma sampai saat ini belum diketahui. Namun ada
beberapa faktor yang menunjang penyakit ini yaitu:
1. Beberapa infeksi seperti HIV/AIDS, leukemia, dan Epstein-Barr virus (EBV).
Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap Limfoma non Hodgkin dari pada orang
lainnya. Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu
waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam glandular.
Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma Burkitt dan
bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi.
Limfoma Burkitts adalah bentuk sangat agresif dari Limfoma non Hodgkin. Pengobatan harus
agresif dan umumnya melibatkan pengobatan yang ditujukan pada susunan saraf pusat ditambah
regimen kemoterapi intravena. Pasien seringkali diberikan kemoterapi intensif yang melibatkan
banyak obat, dan perlu dirawat di rumah sakit selama pengobatannya. Meski demikian,
mayoritas pasien yang berusia lebih muda dengan bentuk penyakit ini dapat disembuhkan.
2. Penyakit dan obat-obatan yang dapat melemahkan system kekebalan.
1.3 Gejala Ca getah bening
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan, dan tidak ada tanda-tanda radang. Hal ini dapat segera dicurigai sebagai Limfoma
non-Hodgkin. Namun , tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan
Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus atau
mungkin tuberkulosis limfa.
Terdapat 3 gejala spesifik pada Limfoma :
Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC
Sering keringat malam
Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan
1.4 Diagnosis
Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan,
biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara
mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma non Hodgkin.
Ada beberapa jenis biopsi:
Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar
Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik.
Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat
apakah Limfoma non Hodgkin telah melibatkan sumsum tulang.
Penyebaran Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan IV
dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar getah
bening
Stadium II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau perut.
Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah bening,
serta pada dada dan perut.
Stadium IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu
organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak
1.5 Terapi/Pengobatan
Pengobatan pada Limfoma Non Hodgkin dapat dilakukan melalui beberapa cara, sesuai dengan
diagnosis dari beberapa faktor seperti apakah pernah kambuh, stadium berapa, umur, kondisi
badan, kebutuhan dan keinginan pasien. Secara garis besar penyembuhan terjadi sekitar 93%,
membuat penyakit ini sebagai salah satu kanker yang paling dapat disembuhkan.
Berikut ini cara-cara pengobatan penyakit Limfoma : Kemoterapi, Terapi antibodi monoklonal,
Terapi Radiasi, Transplantasi, Pembedahan, Terapi eksperimental, atau Penatalaksanaan gejala.
(Tentu saja keputusan dari dokter, bukan dari kita)
1.5.1 Kemoterapi
Obat-obat kemoterapi bertujuan untuk merusak dan membunuh semua sel limfoma di seluruh
tubuh. Sasarannya adalah semua sel yang membelah dengan cepat. Salah satu obat kemoterapi
yang paling sering diberikan adalah chlorambucil, dalam bentuk tablet yang diberikan per oral.
1.5.2 Radioterapi
Digunakan jika penyakitnya hanya pada satu atau dua daerah tubuh. Kemoterapi dosis tinggi
merupakan pilihan pengobatan selanjutnya yang berguna pada sebagian pasien.
1.5.3 Antibodi monoclonal
Yang paling umum dipakai dalam pengobatan Limfoma non Hodgkin adalah rituximab.
Rituximab efektif dalam pengobatan beberapa tipe Limfoma non Hodgkin yang paling umum.
Rituximab umumnya diberikan dalam kombinasi dengan kemoterapi, meskipun pada beberapa
keadaan diberikan tunggal. Tujuan pengobatan ini adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma
non Hodgkin secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya.
1.5.4 Pengobatan dengan radiasi
Membunuh sel-sel di tubuh dengan merusak DNA, sehingga sel tidak dapat memperbaiki
kerusakan yang terjadi. Karena radiasi dapat membunuh sel normal bersama sel yang sakit,
penting bahwa pemakaian radiasi sebagai terapi diarahkan setepat mungkin pada sel yang
menimbulkan penyakit sebagai upaya mengurangi efek samping. Umumnya diberikan pada
pasien yang hanya memiliki satu atau dua kelenjar getah bening yang terserang. Di sini, berkas
radiasi dipusatkan pada daerah yang terkena untuk membunuh sel-sel yang sakit.
1.5.5 Transplantasi berguna untuk menghancurkan sumsum tulang
Selanjutnya digantikan dengan sel-sel induk yang ditransplantasikan. Biasanya melibatkan
pemakaian kemoterapi dosis tinggi atau dengan radioterapi. Transplantasi dibagi dalam 2
kelompok :
Alogenik (berbeda secara genetik), sel induk berasal dari orang lain donor. Donor dapat berupa
keluarga, idealnya saudara kembar
Otologus (dari tubuh pasien sendiri), sel induk berasal dari pasien sendiri, dikumpulkan
sebelum kemoterapi dosis tinggi, kemudian akan ditransplantasikan kembali pada mereka.
1.5.6 Pembedahan dapat dilakukan dengan cara splenektomi
Jika limpa sudah terkena limfoma non Hodgkin, pengangkatan ini dikenal sebagai splenektomi.
Ini dilakukan dengan anestesi umum. Orang yang telah menjalani splenektomi lebih mungkin
terkena infeksi bakteri, dan seharusnya mendapat vaksinasi untuk mencegahnya.
1.5.7 Pengobatan terapi eksperimental
Pengobatan jenis ini hanya akan disarankan oleh dokter jika jenis-jenis pengobatan yang tersebut
di atas belum bisa berhasil. Pengobatan ini ditujukan pada pasien yang menderita Limfoma non
Hodgkin yang selalu kambuh setelah pengobatan atau tidak memberikan respon sama sekali
terhadap pengobatan normal. Ini disebabkan karena pengobatan eksperimental dapat
menimbulkan lebih banyak efek samping daripada pengobatan yang sudah standar. Hanya pada
kasus-kasus tertentu ahli akan menganjurkan penggunaan pengobatan yang baru atau
eksperimental tanpa mencoba lebih dulu pengobatan yang sudah teruji.
2. Asuhan Keperawatan
2.1 Pengkajian
a. Meliputi nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, dll.
b. Alasan MRS: hal apa yang bisa menyebabkan sampai masuk rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang: keluhan apa yang sekarang dirasakan oleh pasien.

Riwayat kesehatan dahulu: apakah sebelumnya pasien pernah menderita penyakit yang
sekarang dideritanya atau tidak, atau mungkin sebelumnya pernah menderita penyakit yang lain.

Riwayat kesehatan keluarga: apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit yang
sama seperti yang dialami oleh pasien.

Pola istirahat dan tidur: bagaimana pola istirahat dan tidur pasien sebelum dan saat masuk
rumah sakit.
Pola nutrisi: bagaimana pola asupan nutrisi pasien baik kebutuhan makan dan kebutuhan
cairan sebelum dan saat masuk rumah sakit.

Pola eliminasi: bagaimana pola eliminasi alvi dan eliminasi urine pasien yang meliputi
bagaimana volumenya, konsistensinya, dan kontinuitas eliminasi, baik sebelum dan saat masuk
rumah sakit.

Pola hubungan dan peran: bagaimana peran pasien dalam hubungannya dengan keluarga
dan orang lain baik sebelum dan saat masuk rumah sakit.

Pemeriksaan fisik: pemeriksaan yang dilakukan terhadap fisik pasien yang berkaitan dengan
penyakit yang diderita oleh pasien untuk melakukan pengambilan data-data kesehatan pasien
serta untuk mengambil langkah yang tepat dalam pemberian terapi lebih lanjut.

Pemriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap sampel yang


telah diambil dari pasien yang berguna sebagai data penunjang untuk membantu menentukan
terapi yang diberikan kepada pasien.
2.2 Analisa data
Yaitu pengambilan data-data pasien yang telah ada yang diambil dari pengkajian dari
pemeriksaan fisik dan pemerikasaan penunjang untuk dilakukan penentuan diagnose
keperawatan beserta intervensinya yang berkaitan dengan penyakit yang diderita oleh pasien.
2.3 Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan pembengkakan kelenjar getah bening
2.4 Intervensi

Mengkaji ukuran pembengkakan.

Mengkaji karakteristik pembengkakan.

Memberikan informasi kepada pasien.

Membantu mengatur posisi pasien dengan memperhatikan daerah pembengkakan.

DAFTAR PUSTAKA
Jonhson,Marion;Maas,Maridean,Moorhead,Sue.2000.Nursing Outcomes Classification
(NOC).Phiadelphia:Mosby.

Iklan
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar getah bening termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh
tubuh. Kelenjar inimempunyai fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-
kuman/bakteri-bakteri yang termasuk ke dalam badan dan barier pula untuk sel-sel tumor ganas
(kanker). Disamping itu bertugas pula untuk membentuk sel-sel limfosit darah tepi. Limfadenitis
adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi primer akibat adanya
infeksi dari bagian tubuh yang lain.
Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening. Streptokokus dan bakteri penyebab adalah pagar staphylococcal limfadenitis Umum,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan TBC juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening.
Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk
mononucleosis, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis
adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan
peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Pembesaran kelenjar
terjadi karena adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi
kronis, di kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat membesar dan melekat satu
dengan yang lainnya serta melekat dengan jaringan sekitarnya, kemudian terjadi perkejuan
selanjutnya terbentuk abses.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah defenisi dari Limfadenitis ?
1.2.2 Bagaimana etiologi Limfadenitis ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinik Limfadenitis ?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi Limfadenits ?
1.2.5 Bagaimana penatalaksaan Limfadenitis ?
1.2.6 Bagaimaan proses keperawatan Limfadenitis ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang defenisi Limfadenitis
1.3.2 Untuk mengetahui tentang etiologi Limfadenitis
1.3.3 Untuk mengetahui tentang manifestasi klinik Limfadenitis
1.3.4 Untuk mengetahui tentang patofisiologi Limfadenitis
1.3.5 Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan Limfadenitis
1.3.6 Untuk mengetahui tentang proses keperawatan Limfadenitis

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami tentang penyakit peradangan kelenjar getah bening (limfadenitis),
dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan limfadenitis.
1.4.2 Bagi Institusi
Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang Limfadenitis dan dapat lebih
banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan keperawatan
penyakit tersebut.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Agar lebih mengerti dan memahami tentang limfadenitis serta bagaimana penyebaran dan
penularan limfadenitis untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Kelenjar getah bening (kelenjar limfe)
termasuk dalam susunan retikuloendotel, yang tersebar di seluruh tubuh. Kelenjar ini mempunyai
fungsi penting berupa barier atau filter terhadap kuman-kuman / bakteri-bakteri yang
masuk kedalam tubuh dan barier pula untuk sel sel tumor ganas (kanker). Di samping itu bertugas
pula membentuk sel-sel limfosit darah tepi.

2.2 Etiologi
Siklus munculnya penyakit ini adalah bakteria dapat masuk melalui makanan ke rongga
mulut dan melalui tonsil mencapai kelenjar limfa di leher, sering tanpa tanda TBC paru. Kelenjar
yang sakit akan membengkak dan mungkin sedikit nyeri. Mungkin secara berangsur kelenjar di
dekatnya satu persatu terkena radang yang khas. Di samping itu, dapat terjadi juga perilimfadenitis
sehingga beberapa kelenjar melekat satu sama lain berbentuk massa. Bila mengenai kulit, kulit
akan meradang,merah, bengkak, mungkin sedikit nyeri. Kulit akhirnya menipis dan jebol,
mengeluarkan bahan seperti keju.
Tukak yang terbentuk akan berwarna pucat dengan tepi membiru dan menggangsir, disertai
sekret yang jernih. Tukak kronik itu dapat sembuh dan meninggalkan jaringan parut yang tipis
atau berbintil-bintil. Suatu saat tukak meradang lagi dan mengeluarkan bahan seperti keju lagi,
demikian berulang-ulang.
Streptococcus dan bakteri Staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening. Penyakit yang melibatkan kelenjar getah bening di seluruh tubuh termasuk mononucleosis,
infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, dan brucellosis. Gejala awal limfadenitis adalah
pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh penumpukan cairan jaringan dan peningkatan
jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles
keringat, nadi cepat, dan kelemahan.
2.3 Manifestasi Klinik
Gejala untuk menganalisa apakah terkena penyakit ini adalah kelenjar getah bening yang
terserang biasanya akan membesar dan jika diraba terasa lunak dan nyeri, selain itu gejala klinis
yang timbul adalah demam, nyeri tekan, dan tanda radang. Kulit di atasnya terlihat merah dan
terasa hangat, pembengkakan ini akan menyerupai daging tumbuh atau biasa disebut dengan
tumor. Dan untuk memastikan apakah gejala-gejala tersebut merujuk pada penyakit limfadenitis
maka perlu adanya pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan di bawah mikroskop.
Limfadenitis pada taraf parah disebut limfadenitis kronis. Limfadenitis ini terjadi ketika
penderita mengalami infeksi kronis, misal pada kondisi ketika seseorang dengan faringitis kronis
akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang spesifik
dan masih banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai
oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat/keras, multiple dan dapat berhubungan satu sama
lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti
abses tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila abses ini pecah kekulit, lukanya sulit sembuh
oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar
dan berhubungan sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck. Pada keadaan seperti ini
kadang-kadang sulit dibedakan dengan limfoma malignum. Limfadenitis tuberkulosa
diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama yang tidak disertai oleh
tuberkulosa paru.

2.4 Patofisiologi
Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita
memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya di daerah sub mandibular,
ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi
kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen
(protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya.
Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke kelenjar getah bening sehingga dari lokasi
kelenjar getah bening akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena
dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar.
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh
yang berasal dari kelenjar getah bening itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit
atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah
bening (limfadenitis), infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolite macrophage
(gaucher disease). Dengan mengetahui lokasi pembesaran kelenjar getah bening maka kita dapat
mengarahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran kelenjar
getah bening.
Benjolan, bisa berupa tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar
getah bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher, ketiak, dalam
rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan kanan sampai mata kaki. Kelenjar
getah bening berfungsi sebagai penyaring bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus.
Jadi, fungsinya justru sebagai benteng pertahanan tubuh.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila pembesaran kelenjar di
daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat dan mudah membesar. Bila sudah sebesar
biji nangka, misalnya, bila ditekan tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah
dilakukan biopsy di kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar
infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar akan cepat terjadi.
Dalam sebulan, misalnya sudah membesar dan tak terasa sakit saat ditekan. Beda dengan yang
disebabkan infeksi, umumnya tidak bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan,
terasa sakit.
PATOFISIOLOGI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

2.5 Penatalaksanaan
Tata laksana pembesaran kelenjar getah bening leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran kelenjar getah bening leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apa pun selain dari observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6
minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsy kelenjar getah bening. Biopsy dilakukan
bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan, kelenjar getah bening yang
menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis belum dapat
ditegakkan.
Pembesaran kelenjar getah bening biasanya disebabkan oleh virus dan sembuh sendiri,
walaupun pembesaran kelenjar getah bening dapat berlangsung mingguan. Pengobatan pada
infeksi kelenjar getah bening oleh bakteri (limfadenitis) adalah anti-biotic oral 10 hari dengan
pemantauan dalam 2 hari pertama flucloxacillin 25 mg/kgBB empat kali sehari. Bila ada reaksi
alergi terhadap antibiotic golongan penicillin dapat diberikan cephalexin 25 mg/kg (sampai dengan
500 mg) tiga kali sehari atau erythromycin 15 mg/kg (sampai 500 mg) tiga kali sehari.
2.6 Komplikasi

1. Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan
hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan
setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah, yang mengisi ronggatersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di
dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung
kepada lokasi abses.

2. Selulitis (infeksi kulit)


Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah kulit.
Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran darah.
Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.

3. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)


Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun tidak
terbatas pada bakteri-bakteri).

4. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)


Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras,
multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan seluruh
kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses ini pecah ke
kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga seperti fistula. Fistula
merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system / daya tahan tubuh setiap
individual.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik atau adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien
untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.
Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.

Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir
pada anggota gerak. Setelah pemeriksaanorgan utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.

Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat
menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah daftar penyebab yang mungkin
menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan
sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya,tanda vital atau pemeriksaan
suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

Pada bab ini akan dibahas pemeriksaan umum, pembahasan pemeriksaan kepala dan leher,
pemeriksaan punggung, anggota gerak, dan alat kelamin.

KESADARAN

Derajat kesadaran biasanya dinyatakan sebagai :

1. Kompos Mentis adalah sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan di sekelilingnya.

2. Apatis adalah keadaan kesadaran pasien yang segan untuk berhubungan dengan kesadaran
sekitarnya, sikap acuh tak acuh.

3. Letargi adalah keadaan kesadaran pasien yang tampaknya lesu dan mengantuk. Istilah
lain suf (Belanda), drowsy (Inggris).

4. Somnolen adalah keadaan kesadaran pasien yang selalu mau tidur saja, dapat dibangunkan
dengan rasa nyeri, atau untuk makan / minum, namun jatuh tertidur kembali.
5. Sopor adalah keadaan kesadaran pasien yang mirip koma, berbaring dengan mata tertutup,
tidak menunjukkan reaksi jika dibangunkan, kecuali dengan rangsang nyeri. Refleks kornea
meski lunak masih bisa dibangkitkan, reaksi pupil utuh. Istilah lain stupor.

6. Koma adalah keadaan kesadaran yang hilang sama sekali, dengan rangsang apapun reaksi atas
rangsang tak akan timbul. Refleks apapun tak didapatkan lagi, bahkan batuk atau muntah pun
tidak ada.

TAKSIRAN UMUM

Taksiran pemeriksa akan umur pasien kadangkadang tidak sesuai dengan kenyataan, misalnya
pada orang normal dengan kelainan pada raut muka, sikap badan dan warna rambut atau pada
pasien dwarfism, kusta.

BENTUK BADAN

Bentuk yang abnormal dapat dijumpai misalnya pada :

1. Akromegali adalah bentuk tubuh sebagai akibat hiperfungsi kelenjar pituitari anterior setelah
tertutupnya epifisis. Kepala tampak lebih besar dari biasanya, hidung, dagu serta rahang bawah
membesar dan menonjol demikian rupa, sehingga gigi gigi rahang ata dan bawah tidak dapat
saling bertemu.

2. Berbagai keadaan salah bentuk (malformation) misalnya bibir sumbing dan paralis saraf muka.

3. Kelainan bentuk tulang belakang, yaitu berupa :

a. Kifosos adalah lengkung tulang belakang ke arah belakang yang abnormal, contohnya pada
tuberkolosis tulang dan penyakit paget.

b. Lordosis adalah lngkung tulang belakang ke arah depan yang abnormal, contohnya pada
tuberkulosis tulang pinggul.

c. Skoliosis adalah lengkung tulang belakang ke arah lateral yang banormal, contohnya pada
poliomielitis.

HABITUS

1. Astenikus adalah bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung, angulus costae, dan
otot otot tak bertumbuh dengan baik.
2. Atletikus adalah bentuk tubuh olahragawan, kepala dan dagu yang terangkat ke atas, dada
penuh, perut rata, dan lengkung tulang belakang dalam batas normal.

3. Piknikus adalah bentuk tubuh yang cenderung bulat, dan penuh dengan penimbunan jaringan
lemak subkutan.

CARA BERBARING DAN MOBILITAS

Pasien yang masih bisa memiringkan badannya tanpa kesulitan, dikatakan skap berbaringnya
aktif, sebaliknya yang lemah, dan sikap berbaring yang pasif. Mobilitas pasien yang tidak
diharuskan tirah baring, kadang ada yang gelisah. Contohnya pada pasien hipertiroidisme.

CARA BERJALAN

Pada beberapa penyakit tulang, sendi atau saraf, cara berjalan dapat memberi petunjukpetunjuk
yang berharga. Misalnya pasien hemiplegia biasanya mengangkat kaki yang lumpuh dalam
gerakan setengah lingkaran sewaktu ia berjalan.

Lengan yang lumpuh biasanya dalam keadaan kaku dan sedikit fleksi bila dibandingkan dengan
yang sehat.

KEADAAN GIZI

Penilaian keadaan gizi dapat berupa normal, gemuk, atau kurus. Hal ini dinilai dengan mengukur
tinggi serta berat badan. Nilai normal berkisar 10% dari 90% x (tinggi badan cm-100) x 1 kg.

Untuk menentukan status gizi dapat pula dipakai indeks massa tubuh. Indeks massa tubuh (IMT)
dihitung dengan rumus IMT = BB (kg) / TB2 (m2). Klasifikasi IMT (kg/m2).

BB kurang < 18,5

BB normal 18,5 22,9

BB lebih 23,0

Dengan resiko 23,0 24,9


Obes I 25,0 29,9
Obes II 30

Catatan : BB = berat badan

a. TB = tinggi badan

Kakeksia adalah keadaan kurus yang sangat, dapat dijumpai pada penyakit penyakit lama dan
berat, misalnya teberkulosis dan keganasan.
ASPEK KEJIWAAN / STATUS MENTAL

Penilaian aspek kejiwaan seseorang pasien meliputi:

1. Tingkah laku :

Wajar

Tenang atau gelisah

Hipoaktif atau hiperaktif

2. Alam perasaan : biasa, sedih, gembira, cemas, takut, atau marah.

3. Cara proses berfikir :

a. Wajar

b. Cepat, lambat, atau terhambat

c. Adanya gangguan wham, fobia, atau obsesi

Berdasarkan data di atas, pemeriksa dapat mengambil kesimpulan tentang keadaan umum pasien,
keadaan sakitnya, serta keadaan gizinya.

PEMERIKSAAN NADI

Pemeriksaan nadi dilakukan dengan palpasi pada arteri radialis kanan dan kiri di dekat
pergelangan tangan. Palpasi silakukan dengan 2 atau 3 jari. Bila perlu dilakukan juga di tempat
tempat di mana arteri berjalan di permukaan, misalnya arteri femoralis di fasa inguinalis, arteri
dorsalis pedis di dorsum pedis. Yang harus diperhatikan pada nadi adalah :

1. Frekuensi denyut nadi per menit

a. Takikardia (pulfus frequent) adalah frekuensi nadi di atas 100 kali per menit.

b. Bradikardia (pulfus rasus) adalah frekuensi nadi di bawah 60 kali per menit.

Sebaiknya pemeriksaan nadi dilakukan setelah orang beristirahat 5-10 menit. Dalam keadaan
latihan jasmani atau pada keadaan suhu badan yang tinggi (febris) nadi menjadi cepat. Pada
keadaan hipertoni perasimpatis terjadi bradikardia. Keadaan di mana kenaikan suhu ridak sesuai
dengan kenaikan kecepatan nadi disebutbradikardia relative, misalnya pada demam tifoid.

2. Irama denyut nadi


Ditentukan teratur (regular) atau tidak teratur (irregular). Nadi di bawah 50 kali per menit kadang
kadang disebabkan kelainan hantaran rangsang pada jantung. Bila tidak teratur, menunjukkan
beberapa kemungkinan antara lain :

a. Sinus aritmia adalah keadaan normal di mana pada inspirasi denyut nadi lebih cepat dari pada
saat ekspirasi.

b. Ekstrasistolik adalah keadaan di manan terdapat sekali-kali denyut nadi yang datang lebih
cepat (prematur) dan disusul dengan suatu istirahat yang lebih panjang. Kadang-kadang denyut
prematur itu tidak teraba pada arteri radialis, teraba seolah-olah denyut nadi terhenti sesaat.

c. Fibrilasi atrial adalah keadaan di mana denyut nadi sama sekali tidak teratur (tidak ada irama
dasar). Dalam keadaan ini harus dihitung denyut jantung dan dibandingkan dengan frekuensi
nadi dan biasanya frekuensi nadi lebih rendah sehingga terdapatpulfus defisit.

d. Blok atrioventrikular adalah keadaan di mana tidak semua rangsang dari nodus SA diteruskan
ke ventrikel sehingga saat itu ventrikel tidak berkontraksi. Dalam keadaan ini biasanya terdapat
bradikardia.

3. Besarnya pengisian nadi

a. Pulfus parvus adalah nadi dengan isi kecil.

b. Pulsus parvus adalah nadi dengan isi besar.

Juga harus diperhatikan persamaan dengan nadi nadi yang berikutnya, bila tetap sama
disebut ekual dan bila pengisian nadi tidak sama disebut unekual. Harus pula dibandingkan
denyut nadi kanan dan nadi kiri. Perbedaan isi denyut nadi kanan dan kiri terdapat mislnya pada
aneurisma arkus aorta atau pada koarktasio aorta.

4. Kualitas nadi : tergantung dari tekanan nadi

a. Pulvus celer (abrupt pulse) adalah bila tekanan nadi (selisih antara tekanan sistolik dan
tekanan diastolik) cukup besar akan menimbulkan pengisian dan pengosongan denyut nadi yang
teraba mendadak.

b. Pulsus dartus (plateau pulse) adalah bila selisih itu kecil akan menimbulkan

5. Tegangan nadi : tergantung dari kondisi arteri radialis dan tekanan darah arteri radialis. Arteri
radialis yang sklerosis dan menebal teraba lebih keras dan kaku. Kadang kadang juga bila
tekanan darah menjadi tinggi, arteri radialis teraba lebih tegang.

Keadaan lain nadi yang mungkin terdapat pada pemeriksaan adalah :


a) Kadang kadang pada palpasi, segera setelah teraba puncak pulsasi arteri radialis, teraba lagi
puncak pulsasi berikutnya. Keadaan ini disebut dicrotic pulse yang bisa terbaba pada penyakit
penyakit yang disertai demam terutama pada demam tifoid.

b) Pulsus paradoksus adalah keadaan nadi perifer di mana pada inspirasi denyut nadi menjadi
lemah atau hilang dan pada ekspirasi menjadi keras lagi. Dalam keadaan normal, kadang
kadang pada inspirasi denyut nadi menjadi lemah sedikit (disebabkan sebagian darah terisap ke
dalam rongga dada) dan kembali keras pada akhir inspirasi (pulsus paradoxus dynamicus).

c) bila denyut nadi tetap lemah dari awal sampai akhir inspirasi dan baru kembali normal pada
awal ekspirasi disebut pulsus paradoxus mechanicus. Keadaan ini terjadi pada perikarditis
adhesiva. Pulsus paradoksus sebaiknya diperiksa dengan menggunakan tensimeter dengan
manset pada arteri brakialis.

d) Pulsus alternans adalah keadaan di mana silih berganti adanya denyut nadi kuat dan denyut
nadi yang lemah. Denyut nadi yang lemah disebabkan oleh kontraksi miokard yang memburuk
dan sampai pada arteri radialis lebih kecil dibandingkan dengan denyut nadi yang kuat.
Sebaiknya pemeriksaan pulsus alternans dilakukan dengan tensimeter. Pulsus alternans
ditemukan pada gagal jantung, penyakit arteri koronaria, hipertensi, dan takikardia paroksismal.

e) Pulsus bigeminus adalah keadaan di mana terjadi dua denyut berturut turut, kemudian
disusul oleh pause yang lebih lama (nadi yang mendua). Keadaan ini terjadi pada intoksikasi
digitalis.

TEKANAN DARAH

Cara mengukur tekanan darah adalah :

1. Palpasi untuk mencegah salah ukur akibat menghilangnya bunyi pada auskultasi (auscultatory
gap).

2. Auskultasi (cara yang paling sering dipakai).

Lebar manset juga berpengaruh. Lebih sempit menset, lebih tinggi ukuran tekanan darah yang
didapatkan. Lebar manset untuk orang dewasa kira kira 12 cm. Faktor yang berpengaruh
adalah posisi / sikap pasien (tidur atau berdiri), emosi pasien, kurang istirahat, dan rokok.

Tehnik mengukur :

Pengukuran biasanya dilakukan pada lengan kanan. Pasien dapat berbaring atau duduk dengan
tanang dan santai. Tidak boleh ada pakaian sempit yang melingkari lengan yang akan diperiksa.
Tempat pada lengan yang diperiksa letaknya setinggi jantung. Manset cukup dilingkarkan
dengan rapat tanpa menyebabkan nyeri pada lengan atas dalam sikap setengah abduksi 1,5 cm
di atas fosa antikubiti. Tekananbaru diukur selang beberapa waktu (10-15 menit). Tekanan
dinaikkan sampai 20 mmHg di atas tekanan sistolik dugaan sambil melakukan palpasi pada
arteri radialis. Cara ini harus selalu digunakan lebih dahulu sebagai penyawasan untuk cara
berikutnya (auskultasi).

Stetoskop diletakkan pada fosa antekubiti di atas arteri brakialis dan bunyi nadi Korotkoff
terdengar pada tekanan dalam manset dengan perlahanlahan diturunkan (dengan kecapatan 23
mm untuk tiap satu denyut nadi). Yang disebut sebagai tekanan sistolik adalah bunyi pertama
yang terdengar (Korotkoff 1). Yang disebut sebagai tekanan diastolik adalah saat bunyi hilang
(Korotkoff V). Pada keadaan tertentu misalnya pada aorta insufisiensi perlu dituliskan saat bunyi
mulai lemah (Korotkoff IV) dan saat bunyi mulai menghilang (Korotkoff V) saat bunyi
menghilang.

Beda antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi (pulse pressure). Jika ditemukan
hipertensi (tekanan sistolik lebih dari160 mmHg atau diastolik lebih dari 90 mmHg), harus
diukur juga tekanan darah pada semua ekstremitas.

Tekanan darah pada tungkai bawah diukur dengan manset di bagian distal tungkai atas dengan
stetoskop di arteri poplitea. Biasanya lebih dahulu meraba arteri femoralis atau arteri dorsalis
pedis untuk kemungkinan adanya koartasio aorta atau tekanan / obstruksi aorta (juga arteri iliaka,
dan arteri femoralis) oleh aneurisma, tumor, dan trobus. Perhatian besar pulsasi dan bandingkan
pulsasi kiri dan kanan. Arteri pada dorsum pedis juga harus dipalpasi.

KULIT, RAMBUT, DAN KUKU

1. RIWAYAT KESEHATAN

a. Gejala Umum/ Perlu Perhatian

Kerontokan rambut

Ruam.

Tahi lalat/nevus

b. Promosi dan Konseling Kesehatan

Topik penting u/ promosi dan konseling Kesehatan

Faktor resiko u/ melanoma

Menghindari paparan sinar matahari yg berlebihan

Anjurkan klien u/ menghindari pa2ran sinar matahari yang tdk perlu dan menggunakan tabir
surya SPF- 15. Anjurkan klien u/ menghindari pa2ran sinar matahari yang tdk perlu dan
menggunakan tabir surya SPF- 15.
2. TEKNIK-TEKNIK PEMERIKSAAN

1) Kulit

Periksa seluruh permukaan kulit di bawah cahaya yang baik.Inspeksi dan palpasi setiap area,
perhatikan :

a. Warna : sianosis, ikterus, karotenemia, perubahan melanin.

b. Kelembaban : lembab, kering, berminyak

c. Temperatur : dingin, hangat

d. Tektur : licin, kasar

e. Mobilitas : menurun pada oedema

f. Turgor : menurun pada dehidrasi

Perhatikan adanya lesi

Lokasi dan distribusi : merata, terlokalisasi

Anatomisnya

Susunan dan bentuknya : linier,berkumpul, dermatomal.

Tipe : makula,papula,pustula, bula, tumor

Warna : merah ,putih, cokelat, lembayung muda

2) Rambut

Inspeksi dan palpasi rambut, perhatikan :

a. Kuantitastipis : tebal

b. Distribusi : alopesia,sbgn atau total

c. Tekstur halus : kasar


3) Kuku

Inspeksi dan palpasi kuku jari tangan dan kaki, perhatikan:

a. Warna : sianosis,pucat

b. Bentuk : jari tabuh,clubbing

c. Adanya lesi : paronikia,onikolosis

Bantuan Interpretasi Perubahan Warna pada Kulit

Warna/Mekanisme Penyebab Khusus

1. Cokelat : peningkatan melanin> : terpapar sinar matahari,

a. Kuantitasnya dr norma genetik : kehamilan ( melasma)

b. Seseoran : Penyakit Addison

2. Biru ( sianosis ):

Peningkatan deoksihemoglobin,

karena hypoksia :

a. Periper : ansietas a/ lingkungan yg dingin

b. Sentral ( aterial ) : penyakit jantung a/ paru


c. HB abnormal : methemoglobinemia,

sulfhemoglobinemia

3. Merah : peningkatan visibilitas,

oksihemoglobin krn:

a. Dilatasi pemb. Darah superfisial : demam, kulit menyemu

b. Atau peningkatan aliran darah : asupan alkohol,inplamasi

setempat ke kulit

b. Penuruna penggunaan 02 di kulit : pemaparan terhadap dingin, mis

telinga dingin

4. Kuning :

a. Peningkatan bilirubin ikterik : penyakit hepar, hemolisis sel

( sklera tampak kuning )

sel darah merah

b. Karotenemia(sklera tdk tampak : peningkatan asupan karoten,dari

buah-buahan, sayuran yang berwarna kuning

5. Pucat : penurunan Melanin : albinisme,vitiligo,tinea versikolor

Penurunan visibilitas Oksihemoglobin

Karena :

a. Penurunan aliran darah ke kulit : sinkope atau syok

b. Penurunan jumlah oksihemoglobin : anemia


c. Oedema : sindrome neprotik

Lesi Kulit yang Menonjol

1. Lesi Primer

Lesi Datar, tidak teraba, ada perubahan warna kulit, antara lain :

a. Makula adalah bercak datar dan kecil berukuran sampai 1.0 cm.

Contoh: hemangioma, vitiligo

b. Patch adalah bercak datar, 1,0 cm atau lebih.

Contoh: Bercak Caf-Au-Lait

Penonjolan dapat Teraba : Masa Padat

1. Papula : berukuran sampai 1.0 cm. Contoh : nevus yg menonjol.

2. Plak : lesi permukaan yg menonjol 1,0 cm a/ lebih, yang sering di bentuk oleh kumpulan
papula. Contoh: Psoriasis

3. Nodul : lesi seperti kristal yang berukuran > 0,5 cm, sering > dalam dan > keras dari Papula,
Contoh: Dermatofibroma

4. Kista : nodul yang berisi material yang dapat ditekan keluar, berupa cair atau semipadat.
Contoh : kista epidermal inklusis

5. Kutil : suat areal superfisial oedema kulit lokal yang relatif ireguler dan transien.

Contoh : gigitan nyamuk, urtikaria

Elevasi yang dapat Dipalpasi pada Rongga yang Berisi Cairan

1. Vesikel : sampai 1,0 cm terisi cairan serosa. Contoh : Herpes simplek

2. Bula : 1,O cm A/ > besar berisi cairan serosa. Contoh : gigitan serangga.

3. Pustula : berisi pus.


Contoh: akne, cacar, infetigo

4. Scabies : sangat kecil, terowongan di bwh kulit, ditemukan disela jari dan selangkangan di
akibatkan oleh kutu pakai mikroskop

2. Lesi Sekunder

Lesi Sekunder dapat muncul dari lesi primer :

1) Skale : epidermis yang mengalami eksfoliasi dan krusta tipis.

Contoh: iktiosis. Ketombe, Kulit kering, Psoriasis

2) Krusta : residu eksudat kulit yang mengering spt serum, pus, atau darah.

Contoh : impetigo.

3) Lisenifikasi : penebalan epidermis yang dapat diraba dan tampak nyata serta kulit kasar
dengan peningkatan visibilitas cekungan kulit yang normal ( sering krn gesekan kronis )

Contoh : neurodermatis

4) Jaringan Parut : jaringan penyambung yg menonjol karena cidera atau penyakit.

Contoh: acne.

5) Keloid : pembentukan jaringan parut hypertropik yg meluas melewati batas cidera aslinya.

Lesi Kulit Dalam

1. Erosi : kehilangan epidermis superfisial tanpa jaringan parut permukaannya lembab tetap tidik
berdarah.

Contoh : stomatitis afte, area lembab setelah ruptur vesikel. Seperti pada cacar

2. Ekskoriasi : erosi linier atau berlubang yg disebabkan oleh cakaran.

Contoh : cakaran kucing

3. Fisura : pecah-pecah linier pd kulit sering akibat kulit terlalu kering.

Contoh : kaki atlet


4. Ulkus : hilangnya epidermis dan dermis dapat berdarah dan membentuk jaringan parut.
Contoh :ulkus statis krn insufiensi vena, syangker sipilis.

3. Lesi Vaskuler dan Purpura Kulit

1) Angioma Ceri

Tampilan : merah terang atau rubi dpt menjadi kecoklatan sesuai usia 1-3 mm bulat datar
kadang menonjol dpt dikelilingi suatu halo pucat.

Penyebaran : ditemukan pd tubuh atau ekstremitas.

Makna: tdk ada peningkatan ukuran dan jumlah sesuai penuaan.

2) Spider Angioma

Tampilan : merah api, sangat kecil 2 cm, di tengah tubuhkadang menonjol menyebar saparti
eritema

Penyebaran : wajah leher, lengan dan tubuh atas ttp hampir tidak pernah di bawah pinggang

Makna : penyakit hati, kehamilan, dipisiensi vit B, normal pada beberapa orang

3) Spider nevi

Tampilan : kebiruan, bervareasi dpt menyerupai sarang laba-laba atau bentuk linier tidak
beratur atau kaskade

Penyebaran : sebagian besar sering terjadi di kaki, vena terdekat juga pada dada anterior

Makna : sering disertai peningkatan tekanan dlm vena supervisial seperti pada varises vena

4) Petekia dan purpura

Tampilan : merah gelap atau ungu kemerahan memudar setiap saat 1-3 mm melingkar kadang-
kadang tidak teratur atau datar.

Distribusi bervareasi

Makna : darah diluar pembuluh darah menunjukan gangguan pendarahan atau jika itu mrpkn
petekia, emboli pada kulit

5) Ekimosis
Tampilan : ungu menjadi warna hijau, kuning dan coklat setiap saat berukuran > dari petekia
melingkar, oval, dan tidak teratur

Penyebaran : berpareasi

Makna : darah diluar pembuluh darah sering akibat memar atau trauma juga terlihat pada
gangguan pendarahan.

TUMOR KULIT

1. Keratosis aktinik

2. keratosis seborea

3. Karsinoma sel basal.

4. karsinoma sel skuamosa

5. Sarkoma kaposi pada aids

Kuku Jari dan Tangan

a) Jari tabuh : falang dorsal membulat dan menggelembung

b) Paronikia : inflamasi pada lipatan kuku proksimal dan lateral dapat acut / kronis

c) Onikolisis : pelepasan lempeng kuku disertai dengan pita distal kemerahan meningkat coklat
terlihat pada penuaan dan beberapa penyakit kronis

d) Garis putih transversal : garis putih yang serupa dengan curva lunula ini disertai penyakit dan
tumbuh keluar beserta bertambahnya kuku

KELENJAR GETAH BENING

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi dan palpasi untuk menentukan adanya pembesaran
kelenjar getah bening di daerah kepala, leher, supraklavikula, aksila, lipat paha. Catat besar,
konsistensi, perlekatan, atau nyeri tekan dari kelenjar getah bening yang membesar.

Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) di daerah inguinal dan aksila harus diselidiki
menyeluruh dengan meraba tempat di mana KGB biasanya membesar. Adanya perubahan KGB
menandakan pada daerah irigasi kelenjar limfe tersebu terdapat proses infeksi atau metastasis
tumor ganas. Konsistensi KGB yang keras mencurigakan proses karsinoma, sedang pada
konsistensi sedang keras mungkin dijumpai pada tuberculosis, leukemia atau infeksi menahun

PEMERIKSAAN FISIK KEPALA DAN LEHER

Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan inspeksi dan palpasi, antara lain :

1) Ekspresi wajah : menunjukkan watak dan emosi, keadaan kesakitan.

2) Simetri muka : asimetri biasanya tampak pada pasien dengan paresis N. VII.

3) Warna : (lihat bahasan kulit)

Muka pada miksedema biasanya membengkak (tidak melekuk ke dalam pada tekanan jari
pemeriksa). Bibir dan lidah tampak menebal dengan kesadaran yang somnolen. Muka pada
tirotoksikosis, karena eksoftalmus dan gerakan bola mata yang cepat, tampak seperti ketakutan.

Pada pasien lepra, terdapat infiltrasi jaringan subkutan pada dahi, dagu dan pipi dengan hidung
yang melebar tapi pesek. Keadaan ini mirip muka seekor singa, karena itu disebut pula
sebagai facies leonina.

Nyeri tekan sinus frontalis, maksilaris : diperiksa ada / tidaknya nyeri.

Pertumbuhan Rambut

Rambut rontok di seluruh badan ataupun setempat (alopesia areata). Dapat dijumpai pada
penyakit infeksi berat (demam tifoid) atau penyakit endokrin (diabetes mellitus, dan
miksedema).

Pembuluh darah temporal : Penebalan, aneurisma. Pada auskultasi dapat terdengar bising pada
aneurisma.

Nyeri tekan : Di tempat keluarnya saraf saraf supra dan infraorbita.

Deformitas : Akromegali, penyakit paget, tumor, trauma.

MATA

Pemeriksaan mata biasanya dengan inspeksi, palpasi dan juga dengan bantuan alat-alat
seperti pen-light, funduskopi dan petaSnellen.
a) Eksoftalmus adalah bola mata yang menonjol keluar, karena fisura palpebra yang melebar
ditandai dengan terlihatnya kornea yang tampak seluruhnya dan dikelilingi sklera. Dapat
dijumpai pada tirotoksikosis, dan trombosis sinus kavernosus.

b) Enoftalmus adalah bola mata yang tertarik ke dalam, misalnya pada keadaan dehidrasi, dan
sindrom Horner.

c) Tekanan bola mata naik (glaukoma) atau turun (dehidrasi).

d) Gerakan : strabismus (juling) adalah keadaan di mana kedudukan bola mata abnormal, karena
sumbu bola mata berkedudukan demikian rupa sehingga proyeksi rangsang optik di kedua mata
tidak sesuai. Strabismus konkomitan disebabkan kerusakan saraf saraf penggerak mata,
sedangkan strabismus paresis/paralisis disebabkan kelumpuhan saraf-saraf penggerak
mata. Strabismus divergen adalah keadaan di mana mata cenderung melihat ke lateral,
sebaliknya dengan strabismus konvergen.

e) Deviation conjuge adalah keadaan bola mata yang keduanya selalu melihat ke satu jurusan dan
tidak dapat dilirikkan ke arah yang lain, secara pasif ataupun dengan kemauan sendiri.

f) Nistagmus adalah gerakan bola mata yang berjalan secara ritmis, mula-mula dengan lambat
bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat kembali ke arah posisi semula. Keadaan ini
dihubungkan dengan gangguan susunan vestibular.

g) Nistagmus yang tidak ritmis (pendular), adalah nistagmus tanpa komponen gerak cepat atau
lambat. Biasanya didapatkan pada orang yang hampir buta atau buta seluruhnya.

Kelopak mata :

a) Ptosis adalah kelopak mata tampak jauh, fissura palpebraemenyempit. Terlihat seperti
bengkak muka pada penyakir ginjal. Terjadi karena kelumpuhan m.levator palpebrae yang
disarafi saraf otak III.

b) Xantelasma adalah bercak kekuningan pada kulit kelopak mata. Dihubungkan dengan
peninggian kadar lemak dalam darah.

c) Blefaritis adalah radang pada kelopak mata.

d) Edema adalah kelopak mata membengkak, kadang-kadang mata hampir tertutup.

e) Perdarahan adalah akibat trauma dan sebagainya.

Pupil : diperiksa bentuk dan lebarnya, adalah sebagai berikut :

a) Isokor adalah keadaan dimana kedua pupil sama besar dan bentuknya.
b) Miosis adalah keadaan di mana pupil yang mengecil, dan kadang kadang amat kecil
(pinpoint), misalnya pada intoksikasi morfin.

c) Midriasis adalah keadaan di mana pupil yang dilatasi, misalnya pada kerusakan saraf otak III.

Refleks pupil terhadap cahaya diperiksa dengan meminta pasien melihat obyek yang jauh,
kemudian diberi rangsangan cahaya.

Konjungtiva :

a) Pinguekula adalah bercak putih kekuningan, terdiri atas jaringan ikat, berjalan pada kedua sisi
kornea. Biasanya akibat hiperlipidemia.

b) Flikten adalah nodul kecil, banyak satu atau lebih, warna abu abu agak kuning, pada
beberapa bagian konjungtiva dan kornea.

c) Bercak Bitot adalah bercak segitiga pada kedua sisi kornea, warna pucat keabu abuan, berisi
epitel yang kasar dan kering kadang-kadang juga mikroorganisme. Didapatkan pada avitaminosis
A.

d) Radang biasanya ditandai dengan adanya warna merah, mengeluarkan air mata dan kadang-
kadang secret mukopurulen.

e) Anemia adalah warna pucat, kadang kadang amat pucat pada anemia berat.

Kornea :

a) Xeroftalmia adalah keadaan lanjut akibat avitaminosis A. kornea menjadi kering, kesannya
menjadi lunak.

b) Arkus (annulus) adalah keadaan di mana garis lengkung putih keabu abuan yang melingkari
kornea. Biasanya terdapat pada usia tua (arkus senilis).

c) Ulkus adalah keadaan dimana perselubungan seperti awan disertai tanda tanda
radang. Pasien biasanya mengeluh silau (foto fobia), bila melihat cahaya terang.

Lensa :

Katarak adalah lensa yang keruh seperti awan, sering dijumpai pada orang tua dan pasien
diabetes melitus.

Sklera adalah pemeriksaan apakah ada atau tidaknya ikterus.

Fundus : retinopati (pada diabetes dan hipertensi), edema papil atau hemoragi. Ketiga hal ini
hanya dapat ditentukan dangan funduskopi.
Visus : Pemeriksaan yang dibantu dengan peta snellen (snellen chart).

a) Emetrop adalah penglihatan sempurna, proyeksi bayangan dari benda yang dilihat, jatuh tepat
di retina.

b) Hipermetrop / mata jauh adalah gangguan penglihatan di mana proyeksi bayangan jatuh di
belakang retina.

c) Miop / mata dekat adalah gangguan penglihatan di nama proyeksi bayangan jatuh di depan
retina.

d) Presbiop adalah gangguan penglihatan karena menurunnya daya akomodasi, sehingga


bayangan jatuh di belakang retina.

e) Buta warna adalah ketidakmampuan mengenali satu atau beberapa warna. Biasanya familial.
Pemeriksaan dengan melihat buku khusus berwarna ( tes Ishihara ).

Lapangan penglihatan :

Hemianopsia adalah penyempitan lapangan penglihatan. Misalnya tidak bisa melihat


separuh bagian sebelah kanan lapangan penglihatan, disebut hemianopsia homonim
dekstra.
Skotoma adalah daerah yang tidak dapat dilihat pada lapangan penglihatan.

TELINGA

Pemeriksaan telinga dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.

1) Daun telinga : defomitas, tanda radang, atau tofi.

2) Tofi : benjolan keras, satu atau lebih, merupakan timbunan Na-biurat pada rawan telinga.
Dijumpai pada pasien Gout.

3) Liang telinga : serumen, sekret, atau deskuamasi.

4) Selaput / gendang telinga : utuh / tidak.

5) Nyeri tekan di prosessus mastoideus merupakan tanda mastoiditis.

6) Pendengaran : biasanya uji pendengaran dilakukan dengan berbicara keras dan berbisik,
dengan garpu penala, dekat arloji, atau audiometer. Normalnya detak jam masih terdengar baik
pada jarak 12,5 27,5 cm.

Bila ada keluhan tuli pada pasien, harus dibedakan ketulian akibat gangguan hantaran atau
ketulian akibat gangguan saraf. Cara pemeriksaan memakai garpu tala (uji penala) dengan
frekuensi 512 Hz atau 1024 Hz.
Test Rinne

Tujuan : mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran suara tulang dengan
membandingkan hantaran suara melalui tulang.

Cara : setelah garpu penala dibunyikan secara ringan, ditempatkan alas alat tersebut di prosessus
mastoideus sampai pasien tidak lagi mendengar suaranya. Kemudian cepat pindah garpu penala
tersebut dekat dengan liang telinga. Pastikan apakah pasien masih dapat mendengarnya.

Dalam keadaan normal dan ketulian akibat gangguan saraf bunyi melalui udara terdengar lebih
lama dibandingkan melalui tulang.

Test Weber

Tujuan : mengetahui ketulian akibat gangguan saraf atau gangguan hantaran tulang dengan
prnsip hantaran suara yang ditimbulkan tepat di tengah-tengah dahi atau ubun kepala akan
disalurkan sama kuatnya ke dua telinga (lateralisasi).

Cara : letakkan garpu penala setelah dibunyikan secara ringan pada puncak kepala atau tengah-
tengah dahi. Tanyakan apakah pasien dapat mendengar pada kedua sisi telinganya.

Dalam keadaan normal, suara dapat terdengar sama kuatnya di kedua telinga. Pada ketulian
karena gangguan konduksi suara di-lateralisasi-kan (terdengar) di telinga yang tuli saja. Pada
ketulian karena gangguan saraf suara terdengar di telinga yang sehat.

HIDUNG

Pemeriksaan hidung dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan bantuan alat.

Bagian luar : tulang rusak karena lues ( saddle nose ), kusta, atau lupus.
Septum : adakah terdapat deviasi.
Selaput lendir : adakah penyumbatan, perdarahan, atau ingus dalam lubang hidung.

MULUT DAN TENGGOROK

Pemeriksaan dilakukan dengan inspeksi, menicum bau napas, dan dengan bantuan alat (spatula
lidah).

Bibir : pucat, sianosis, atau fisura.

Keilitis adalah tanda tanda radang pada bibir.

Herpes adalah lesi dapat ditemukan pula di hidung, dagu, dan pipi. Biasanya berupa vesikula
sebesar jarum pentul, yang akan kering dalam beberapa jam dan meninggalkan krusta.

Selaput lendir :
Stomatitis adalah akibat infeksi.

Afte adalah lesi kecil kecil (1-10 mm) pada selaput lendir, mula-mula sebagai vesikula
kemudian timbul infeksi sekunder, membentuk ulkus yang dangkal.

Leukoplakia adalah bercak keputihan akibat epitel yang menebal dengan fisura dan
likenifikasi.

Gigi geligi : jumlah, macam karies, dan abses alveoli.


Lidah : diperiksa adakah berselaput (demam tifoid) bergetar (tremor), basah atau kering
(dehidrasi), papil jelas atrofi. Diperiksa pula adakah fisura, deviasi leukoplakia, glositis,
kanula (kista kelenjar ludah atau kelenjar mukosa yang tertutup, terjadi di dasar mulut,
dekat frenulum lidah).
Langit langit :

Palatoskitis adalah celah pada garis tengah akibat kegagalan prosessus palatum untuk saling
bersatu, karenanya terdapat hubungan yang abnormal antara hidung dengan ronga mulut.

Torus palatinus adalah benjolan pada garis tengah kadang-kadang bisa membesar seperti
tumor.

Bau pernapasan :

Aseton adalah pada keadaan diabetes melitus ketoasidosis, kelaparan (starvation).

Amoniak adalah biasanya pada koma uremikum.

Gangren adalah berbau makanan yang busuk, dijumpai misalnya pada abses paru.

Foetor hepatik adalah pada keadaan koma hepatik.

LEHER

Pemeriksaan leher berorientasi pada beberapa hal:

M. Sternokleidomastoideus
Trakea
Manubrium sterni
Organ-organ arteri / vena / kelenjar yang terdapat sekitar leher, seperti arteri karotis, vena
jugularis kelenjar tiroid, dan kelenjar parotis.

Pada inspeksi leher tentukan adakah :

Asimetri karena pembengkakan. Pembengkakan dapat disebabkan aneurisma arteri


karotis, pembengkakan terdapat pada satu sisi dan dapat diraba pulsasi arteri pada daerah
tersebut.
Pulsasi yang abnormal. Bendungan vena, bila terdapat bendungan aliran darah ke vena
torakalis, vena-vena jugularis akan tampak menonjol. Hal ini tampak misalnya pada
tumor intratorakal (sindrom vena jugularis), gagal jantung kanan.
Terbatasnya gerakan leher yang dapat disebabkan adanya pembengkakan leher.
Kekakuan pada leher, misalnya kaku kuduk pada menginitis, tetanus.
Tumor misalnya pad limpoma (biasanya unilateral), tumor kista brakhialis, pembesaran
kelenjar tiroid.
Tortikolis : pada keadaan ini leher miring pada arah yang sakit dan sukar digerakkan
karena rasa nyeri. Misalnya pada infeksi m. Sternokleidomastoideus atau m. Trapezius,
tuberkulosis vertebra servikalis.
Kelenjar limfe : pembesaran kelenjar limfe dapat dijumpai pada tuberkulosis kelenjar,
leukimia, limfoma malignum. Bila didapati, dituliskan besarnya, konsistensi, serta nyeri
tekan. Mungkin pula didapati fisula.
Kelenjar tiroid (struma) : dinyatakan besar dan bentuknya (normal, difusa, nodular),
konsistensi (kenyal, keras, kista), dan ada tidaknya bising auskultasi.

Cara memeriksa pasien dengan kelainan kelejar tiroid adalah dengan inspeksi kemudian
dilakukan palpasi. Pasien membelakangi pemeriksa, kemudian dengan kedua tangan pemeriksa
dari arah belakang meraba kelenjar tiroid. Pasien juga disuruh menelan ludahnya, agar pada saat
menelan tersebut dapat dinilai apakah benjolan yang terdapat akan bergerak dengan pernafasan.

Auskultasi dilakukan pada tiroid yang membesar, untuk mengetahui adalah bruits pada kelenjar
tiroid tersebut, yang canderung untuk suatu keadaan vaskularisasi yang bertambah misalnya pada
suatu keganasan, tirotoksikosis. Auskultasi dilakukan dari arah depan.

Trakhea diperiksa letaknya (terdorong atau tertarik).

Pengukuran Tekanan Vena Jugularis

Pemeriksaan dilakukan pada vena jugularis eksterna kana karena ia merupakan hubungan
(sambungan) langsung dari vena kava superior. Pada gagal jantung kanan, bendungan di
ventrikel kanan diteruskan ke atrium kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena
jugulsris meninggi. Pada gagal jantung kiri, bendungan ventrikel kiri diteruskan ke atrium kiri
dan vena pulmonalis dan kemudian tertampung dalam paru.

Cara pengukuran tekanan vena jugularis adalah dengan cara langsung dan tidak langsung.

Cara Langsung

Titik titik pengukuran :

Titik acuan adalah bidang horizontal melalui tempat sambungan iga ke-2 dengan sternum.
Titik nol adalah tempat dimana tekanan sama dengan nol, yaitu setinggi tengah-tengah atrium
kanan.

Jarak titik acuan titik nol pada orang dewasa adalah 5 cm (R). Jarak ini konstan.

Tekhnik Pengukuran : Pasien berbaring dengan lengan diletakkan 5 cm di bawah titk acuan ( jadi
setinggi atrium kanan). Jarum dimasukkan dalam vena brakhialis dan dihubungkan dengan
manometer air. Tekanan dibaca pada manometer.

Cara Tidak Langsung

Menurut Lewis Borts, sebagai pengganti manometer dipakai vena jugularis. Pasien berbaring dan
leher harus lemas. Tentukan vena jugularis eksterna kanan. Vena tidak boleh dikosongkan
dengan mengurutnya. Vena ditekan 1 jari mula-mula di sebelah atas (distal) dekat mandibula
dengan jari lain, kemudian tekanan oleh jari pertama dilepaskan. Lihat sampai di mana vena
terisi waktu inspirasi biasa. Tingginya diukur dari titik acuan.

Misalnya pada pemeriksaan tekanan vena 2 cm lebih tinggi dari titik acuan. Karena jarak titik
acuan-titik nol sama dengan R (atau 5 cm), maka tekanan vena adalah R + 2 cm H2O atau 5 + 2
cm H2O. Lebih baik tidak ditulis 7 cm H2O, untuk memperlihatkan jarak R adalah 5 cm
H2O. Tekanan vena normal menurut cara ini : 3 cm H2O (5-2 cm H2O).

Letak kepala atau posisi leher pasien harus sedemikian rupa sehingga vena terisi sampai kira-kira
di pertengahan antara mandibula dan klavikula.

Jika pada gagal jantung kanan hebat dengan vena jugularis yang tersisi penuh sampai mandibula,
pasien harus ditinggalkan letak kepalanya. Harus diingat pula bahwa kepala dan leher pasien
selalu dalam keadaan lemas.

Pada keadaan normal dengan tekanan vena normal, kadang-kadang kepala harus diturunkan agar
vena dapat terisi sampai kira-kira di pertengahan leher. Peninggian dan penurunan letak kepala
pasien tidak akan mengubah tekanan vena oleh jarak R merupakan jari-jari konstan suatu bola
dengan pusat atrium kanan sebagai titik pusatnya.

Pengukuran tekanan vena di leher (cara tidak langsung) tidak dapat dipercaya pada anak-anak
karena leher terlalu pendek atau pada pasien dengan struma karena struma mungkin menekan
vena jugularis. Tekanan vena meninggi pada gagal jantung kanan, perikarditis eksudativa dengan
tamponade jantung, atau perikarditis konstriktiva.

Bendungan vena kava superior dapat diketahui dan diukur di vena jugularis dengan cara Lewis
Borts (pengukuran tekanan vena). Bendungan di vena pulmonalis (gagal jantung kiri) tidak dapat
diukur dengan cara langsung (menggunakan manometer air pada vena brakhialis), tetapi harus
menggunakan penyadapan jantung kanan (dengan menggunakan kateter Swan-Ganz).
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Selain nama klien, juga orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan
Penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti :
leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya
seperti amandel atau adanya infeksi gigi dan gusi, dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak
sembuh-sembuh?
Pernah berobat tapi tidak sembuh?
Pernah berobat tapi tidak teratur?
Riwayat kontak dengan penderita TBC.
Daya tahan yang menurun.
Riwayat imunisasi/vaksinasi.
Riwayat pengobatan.
5. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan.
Riwayat keluarga: biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
Aspek psikososial: merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
Biasanya pada keluarga yang kurang mampu: masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi,
untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, tidak bersemangat dan putus
harapan.
Lingkungan: Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat, ventilasi
rumah yang kurang, jumlah anggota keluarga yang banyak.
6. Pola fungsi kesehatan.
Pola persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Keadaan umum: alergi, kebiasaan, imunisasi.
Pola nutrisi-metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, berat badan turun, turgor kulit jelek, kulit kering dan
kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan, turgor kulit jelek.
Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan hepatomegali,
nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan splenomegali.
Pola aktifitas-latihan.
Sesak nafas, fatique, tachicardia,aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
Pola tidur dan istirahat: iritable, sulit tidur, berkeringat pada malam hari.
Pola kognitif-perseptual.
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum, takut, masalah finansial,
umumnya dari keluarga tidak mampu.
Pola persepsi diri: tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah.
Pola peran-hubungan: menjadi ketergantungan terhadap orang lain / tidak mandiri.
Pola seksualitas/reproduktif
Pola koping-toleransi stres: menarik diri, pasif.
7. Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap fisik pasien yang berkaitan dengan penyakit yang diderita
oleh pasien untuk melakukan pengambilan data-data kesehatan pasien serta untuk mengambil
langkah yang tepat dalam pemberian terapi lebih lanjut.
Demam: suhu 40-410C hilang timbul
Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan
produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum)
Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai setengah paru
Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura.
Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot dan kering
diwaktu malam hari.
Pada tahap dini sulit diketahui.
Ronchi basah, kasar dan nyaring.
Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara
limforik.
Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
Adanya Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibular
Kadang terjadi abses
8. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap sampel yang telah diambil dari pasien yang
berguna sebagai data penunjang untuk membantu menentukan terapi yang diberikan kepada
pasien.
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran, bentuk, dan
gambaran mikronodular.
Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan operasi
menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah bening akan dibawa
ke lab dan diuji. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan.
Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang membiarkan
mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk memastikan diagnosa dan
untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi
CT Scan
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar tubuh Anda
untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda. Sebelum mengambil
gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui intravena di pembuluh darah Anda agar dapat
melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening
servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda. Dokter dapat
menggunakan gambar ini untuk mencari penyebab limfadenitis.
9. Analisis Data
1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak biasanya disebabkan oleh
infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya
pembesaran Kelenjar Getah Bening hanya satu sisi saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat
disebabkan infeksi oleh mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus
2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran pernapasan
bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan mengarahkan kepada infeksi
tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi
meningkatkan kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness),
ditambah riwayat obat-obatan.
3. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh streptokokus.
Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri anaerob.
4. Riwayat pekerjaan dan perjalanan
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran nafas atas,
faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu mengarahkan penyebab
limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah Afrika
dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis. Orang yang bekerja di hutan dapat terkena
Tularemia.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak adekuatnya
pertahanan tubuh primer.
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
3. Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor internal:
perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
4. Hipertermi berhubungan dengan proses penyak

C. Intervensi Keperawatan

Dx I : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan, dan tidak
adekuatnya pertahanan tubuh primer.
Tujuan : Dalam waktux 24 jam infeksi tidak terjadi selama perawatan.
Kriteria hasil : individu mengenal factor-faktor resiko, mengenal tindakan pencegahan atau
mengurangi factor infeksi.
Intervensi Rasional
Pantau tanda vital khususnya selama awal terapi Selama periode waktu ini, potensial
komplikasi dapat terjadi.
Observasi daerah kulit yang mengalami Deteksi dini perkembangan infeksi
kerusakan (seperti luka, garis jahitan). memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi berguna secara profilaktik untuk mencegah
infeksi.
Pertahankan perawatan luka aseptic, jika terjadi Melindungi pasien dari kontaminasi silang
luka dengan balutan kering selama penggantian balutan. Balutan basah
bertindak sebagai sumbu retrograt,
menyerap kontaminan eksternal.
Bantu drainase bila diindikasikan Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi
abses terlokalisir

Dx II : Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ..x24 jam,diharapakan nyeri yang
dirasakan pasien berkurang
Kriteria hasil: klien melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, klen tampak rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat
Intervensi Rasional
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, Membantu mengevaluasi derajat
intensitas (skala 0-10) ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic
atau dapat menyatakan terjadinya komplikasi
Dorong pasien untuk menyatakan masalah Menurunkan assietas atau takut dapat
meningkatkan relaksasi atau kenyamanan
Dorong penggunaan teknik relaksasi, Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif
misalnya bimbingan imajinasi, visualisasi, dan memfokuskan kembali perhatian,
berikan aktivitas senggang
sehingga menurunkan nyeri dan
ketidaknyamanan.
Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi, Menurunkan nyeri, meningkatkan
misalnya narkotik, analgesic. kenyamanan

Dx III : Resiko tinggi gangguan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan factor
internal: perubahan sirkulasi dan deficit imunologis
Tujuan: tidak terjadi gangguan integritas kulit
Criteria hasil: mencapai pemuluhan luka tepat waktu tanpa komplikasi
Intervensi Rasional
Pantau tanda vital dengan sering, periksa Mungkin indikatif dari pembentukan
luka dengan sering terhdap bengkak insisi hematoma atau terjadinya infeksi, yang
berlebihan, inflamasi, drainase. menunjang perlambatan pemulihan luka dan
meningkatkan resiko pemisahan luka atau
dehisens
Tingkatkan nutrisi dan masukan cairan Membantu untuk mempertahankan volume
adekuat sirkulasi yang baik untuk perfusi jaringan dan
memenuhi kebutuhan energy seluler untuk
memudahkan proses regenerasi atau
penyembuhan jaringan.
Inspeksi seluruh area kulit, adanya Kulit biasanya cendrung rusak karena
kemerahan, pembengkakan. perubahan sirkulasi perifer ketidakmampuan
meraasakan tekanan,gangguan pengaturan
suhu
Lakukan masasse dan lubrikasi pada kulit Meningkatkan sirkulasi dan melindungi
dengan lotion atau minyak. permukaan kulit, mengurangi terjadinya
ulserasi.
Dx IV : Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam suhu tubuh pasien menjadi
stabil, nyeri otot hilang.
Intervensi Rasional
Kaji suhu tubuh pasien, bila diperlukan R/ mengetahui peningkatan suhu tubuh,
lakukan observasi ketat untuk mengetahui
perubahan suhu klien
Beri kompres hangat R/ mengurangi panas dengan pemindahan
panas secara konduksi. Air hangat mengontrol
pemindahan panas secara perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi atau menggigil
Anjurkan pasien untuk menggunakan R/ Memberikan rasa nyaman dan pakaian
pakaian yang tipis dan mudah menyerap yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak
keringat merangsang peningkatan suhu tubuh
.
Observasi intake dan output, tanda vital R/ Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
(suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali mengetahui keseimbangan cairan dan
atau sesuai indikasi elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan R/ Pemberian cairan sangat penting bagi
pemberian obat antiperetik sesuai program. pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan panas tubuh
pasien.

D. Evaluasi

1. Infeksi tidak terjadi selama perawatan


2. Nyeri yang dirasakan pasien berkurang
3. Tidak terjadi gangguan integritas kulit
4. Suhu tubuh pasien menjadi stabil, nyeri otot hilang.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Limfadenitis adalah peradangan kelenjar getah bening (kelenjar limfe) regional dari lesi
primer akibat adanya infeksi dari bagian tubuh yang lain. Peradangan kelenjar terjadi karena
adanya hiperplasia limfoid dan terbentuknya tuberkel, kemudian terjadi granulasi kronis, di
kelenjar terjadi nekrosis dan perkejuan. Kelenjar dapat membesar dan melekat satu dengan yang
lainnya serta melekat dengan jaringan sekitarnya, kemudian terjadi perkejuan selanjutnya
terbentuk abses. Pada penyembuhan dapat terjadi perkapuran.
Streptokokus dan bakteri staphylococcal adalah penyebab paling umum dari limfadenitis,
meskipun virus, protozoa, rickettsiae, jamur, dan basil TB juga dapat menginfeksi kelenjar getah
bening. Gejala awal limfadenitis adalah pembengkakan kelenjar yang disebabkan oleh
penumpukan cairan jaringan dan peningkatan jumlah sel darah putih akibat respon tubuh terhadap
infeksi. Kehilangan nafsu makan, vehicles keringat, nadi cepat, dan kelemahan.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan mampu memahami tentang penyakit peradangan kelenjar getah bening
(limfadenitis), dan dapat menerapkan bagaimana cara penanganan pasien dengan limfadenitis.
3.2.2 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang Limfadenitis dan dapat
lebih banyak menyediakan referensi-referensi buku tentang penyakit-penyakit serta asuhan
keperawatan penyakit tersebut.
3.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapakan agar lebih mengerti dan memahami tentang limfadenitis serta bagaimana
penyebaran dan penularan limfadenitis untuk meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
DAFTAR FUSTAKA

o Limfadenitis. Available at:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf. Accessed on Mei
26th, 2013.
o Ioachim HL, Ratech H.(2002). Ioachim's Lymph Node Pathology. 3rd edition, L

Anda mungkin juga menyukai