Anda di halaman 1dari 22

Bed Site Teaching

TINEA KRURIS

Oleh :

Sarah Levita 1110313031

Preseptor:
dr. Qaira Anum, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL PADANG
2017
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. PENDAHULUAN

Mikosis atau infeksi jamur dapat terjadi superfisial dan profunda.

Mikosis superfisialis adalah penyakit infeksi jamur yang mengenai lapisan

kulit paling atas (epidermis). Mikosis profunda adalah infeksi jamur yang

menyerang alat di bawah kulit, misalnya: traktus intestinal, traktus

respiratorius, traktus urogenitalis, susunan kardiovaskular, susunan sara

pusat, otot, dan tulang. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa

afek primer, mapun akibat proses dari jaringan di bawahnya (per

kontinuitatum).1

Mikosis superfisial diklasifikan menjadi 2, yaitu dermatofitosis dan

non dermatofitosis.1 Dermatofitosis adalah infeksi jamur dermatofit (genus

Microsporum, Trycophyton, dan Epidermophyton) yang menyerang

epidermis bagian superfisialis (stratum korneum), kuku, dan rambut.

Microsporum menyerang rambut dan kulit, Trichopyton menyerang rambut,

kulit, dan kuku. Sedangkan Epidermophyton menyerang kulit dan jarang

pada kuku.2 Berdasarkan lokasi, dermatofitosis secara garis besar dibagi 6,

yaitu tinea kapitis, tinea barbe, tinea kruris, tinea pedis et manum, tinea

unguinum, dan tinea korporis.1

Tinea kruris adalah infeksi dermatofit pada sela paha, perineum, dan

daerah perianal, serta dapat meluas ke daerah gluteus dan pubis. Kelainan

ini dapat bersifat akut, menahun, bahkan dapat berlangsung seumur hidup.1

2
1.2. DEFINISI

Tinea kruris adalah infeksi dermatofit yang disebabkan Microsporum,

Trycophyton, dan Epidermophyton yang mengenai sela paha, perineum, dan

daerah perianal, serta dapat meluas ke daerah gluteus dan pubis.2

1.3. EPIDEMIOLOGI

Dermatofit tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di

negara berkembang. Mikosis superfisial terdapat lebih dari 20% hingga 25%

populasi sehingga menjadi bentuk infeksi yang tersering. Di berbagai negara

saat ini terjadi peningkatan bermakna dermatofitosis. Di Indonesia,

dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis dan tinea kruris

dan tinea korporis merupakan dermatofitrosis terbanyak. Di Rumah Sakit

(RS) Dr. M. Djamil Padang pada tahun 201I dermatofitosis merupakan

76,6% dari seluruh dermatomikosis dimana tinea kruris merupakan

dermatofitosis terbanyak (72%).3 Tinea terutama terjadi pada individu yang

kurang memperhatikan kebersihan.4

1.4. ETIOLOGI

Trichophyton rubrum (T- rubrum) merupakan penyebab utama tinea

kruris, diikuti oleh T. Mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum (E.

Floccosum). Trichophyton trubrum, T. Mentagrophytes dan E. Floccosum

merupakan dermatofit yang menyukai daerah hangat dan lembab pada

intertriginosa seperti di lipat paha.3

3
1.5. PATOGENESIS

Terjadinya penularan dermatofitosis adalah melalui 3 cara, yaitu:5

a. Antropofilik, yaitu tranmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik

secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam renang dan

udara sekitar rumah sakit/ klinik, dengan atau tanpa reaksi peradangan.

b. Zoofilik, tranmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak

langsung maupun kontak tidak langsung melalui bulu binatang yang

terinfeksi dan melekat pada pakaian, atau sebagai kontaminan pada

rumah/ tempat tidur hewan. Sumber penularan utama adalah anjing,

kucing, sapi, kuda, dan mencit.

c. Geofilik, tranmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis menginfeksi

manusia dan menimbulkan reaksi radang.

Terjadinya infeksi dermatofit melalui 3 langkah utama, yaitu:

perlekatan pada keratinosit penetrasi melewati dan diantara sel, serta

pembentukan respon penjamu.6

a. Perlekatan dermatofit pada keratinosit

Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin dimediasi oleh

serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase

(keratolitik) yang dapat mengidrolasis keratin dan memfasilitasi

petumbuhan jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga

melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengar mengeluarkan serine

proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang

menyebabkan katabolisme protein ekstasel dalam menginvasi pejamu.

4
b. Penetrasi dermatofit melewati dan diantara sel

Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan

enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur.

c. Respon imun pejamu

Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang

memberikan respon cepat dan imunitas adaptif yang memberikan

respon lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun yang

lemah, cenderung mengalami dermatofitosis yang menetap atau berat.

1.6. GAMBARAN KLINIK

Gejala klinis tinea kruris yang khas adalah rasa gatal dan kelainan

berbatas tegas, terdiri atas macam-macam efloresensi kulit (polimorfik).

Bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada

bagian tengah. Bergantung pada berat ringannya reaksi radang dapat dilihat

berbagai macam reaksi kulit. Wujud lesi yang beraneka ragam ini dapat

berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi. Predileksi tinea kruris adalah

pada lipatan genitokrural, paha atas bagian medial, dapat meluas ke daerah

pubis, perianal, bokong, dan perut bawah.4

1.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan mikologik untuk membantu menegakkan diagnosis

terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada

pemeriksaaan ini, untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa

kerokan kulit. Kerokan menggunakan pisa tumpul steril yang awalnya sudah

dipanaskan dengan spritus. Kerokan pada kulit tidak berambut, dilakukan

5
pada bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan

sisik kulit. Sedangkan untuk kerokan pada kulit berambut, rambut dicabut

pada kelainan yang mengalami kelainan.1

Pemeriksaan langsung sediaan basah dilakukan dengan mikroskop,

mula-mula dengan pembesaran 10x10, kemudian dengan pembesaran

10x45. Sediaan basah dibuat dengan meletakkan bahan di atas gelas kaca,

kemudian ditambahkan 1-2 tetes larutan KOH. Konsentrasi larutan KOH

yang digunakan untuk kulit adalah KOH 10%. Setelah sediaan dicampur

dengan larutan KOH, ditungu 15-20 menit. Hal ini diperlukan untuk

melarutkan jaringan. Untuk mempercepat proses pelarutan dapat dilakukan

pemanasan sediaan basah di atas api kecil. Pada mikroskop akan terlihat

adalah hifa sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang,

maupun spora berderet (artospora).1

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong

pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media

buatan, yaitu medium agar dekstrosa Sabouraud. Pada agar Sabouraud dapat

ditambahkan antibiotik (Kloramfenikol) atau klorheksimid.1

1.8. DIAGNOSIS

Diagnosis pada dermatofitosis pada umumnya dilakukan secara

klinis, dapat diperkuat dengan pemeriksaan KOH dan kultur.5

6
1.9. DIAGNOSIS BANDING

a. Kandidosis

Kandisosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau

subakut disebabkan oleh Candida, biasanya oleh spesies Candida

albicans. Lesi dapat terjadi di lipat paha, berupa bercak yang berbatas

tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh

satelit berupa vesikel-vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula

yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif.1

b. Eritrasma

Eritrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum

yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai

dengan adanya lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di

daerah ketiak dan lipat paha. suatu infeksi dasar kronik yang biasanya

menyerang daerah yang banyak keringat.1 Pemeriksaan dengan lampu

Wood dapat menolong membedakan dengan adanya fluoresensi merah

(coral red).4

c. Dermatitis seboroik

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit pada daerah yang

banyak mengandung kelenjer sebasea.4 Kelainan kulit terdiri atas

eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya

agak kurang tegas.1

7
d. Psoriasis

Psoriasis ialah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat

kronik, dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema

berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis, dan transparan;

disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.1

1.10. TERAPI

Tinea kruris dapat ditatalaksana dengan memberikan terapi umum,

terapi sistemik, dan terapi topikal, serta untuk menghilangkan rasa gatal

dapat diberikan antihistamin. Untuk terapi sistemik, tinea kruris dapat

diatasi dengan pemberian griseofulvin yang bersifat fungistik. Secara

umum, griseofulvin dapat diberikan dengan dosis 0,5 1 gram/hari untuk

orang dewasa dan 0,25 0,5 gram/hari untuk anak atau 10-25 mg per

kilogram berat badan. Obat ini diberikan selama 2 minggu. Obat per oral

yang juga efektif untuk tinea kruris adalah ketokonazol dan itrakonazol.

Obat ini digunakan untuk kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin.

Ketokonazol diberikan sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari - 2 minggu

pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol merupakan kontraindikasi untuk

penderita kelainan hepar, sehingga sebagai penggantinya dapat digunakan

Itrakonazol. Pemberian Itrakonazol adalah 2x 100-200 mg sehari dalam

kapsul selama3 hari.1

Terapi topikal untuk tinea kruris dapat diberikan salep atau krim

antimikotik. Lokasi ini sangat peka nyeri, sehingga konsentrasi obat yang

diberikan harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain. Obat topikal

konvensional yang dapat digunakan, antara lain: asam salisil 2-4%, asam

8
benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, vioform 3%, dan asam undesilenat 2-5%.

Obat-obatan baru diantaranya tolnaftat 2%; tolsiklat, haloprogin, derivat-

derivat imidazol, siklopiroksolamin, dan naftifine masing-masing 1%.1

1.11. PROGNOSIS

Lesi dapat sembuh, asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu

dijaga. Pada umumnya selama pengobatan memenuhi syarat seperti yang

telah disebutkan, prognosis baik.4

9
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Z

Umur :13 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar SMP

Alamat : Jalan Sutan Syahril no. 251 C Mata Air Padang

Status Perkawinan : Belum Menikah

Negeri Asal : Bungus

Agama : Islam

Suku : Minang

No. RM : 969320

No. Hp : 082284623435

ANAMNESIS

Seorang pasien laki-laki usia 13 tahun datang ke poliklinik kesehatan kulit

dan kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 2 Februari 2017 dengan:

Keluhan Utama

Bercak merah dengan sisik putih yang terasa semakin luas dan terasa gatal

di perut bagian bawah dan kedua lipat paha sejak 2 minggu yang lalu.

10
Riwayat Penyakit Sekarang

Bercak merah dengan sisik putih yang terasa semakin luas dan terasa gatal

di perut bagian bawah dan kedua lipat paha sejak 2 minggu yang lalu.

Awalnya muncul bercak merah, berjumlah 1 buah, berdiameter 2 cm,

terasa gatal, berlokasi di perut bagian bawah sejak 1 bulan yang lalu,

kemudian meluas ke kedua lipat paha.

Gatal meningkat saat berkeringat banyak, terutama setelah berolahraga.

Pasien suka menggaruk ketika terasa gatal dan tidak mencuci tangan setelah

menggaruk.

Pasien mandi 2x sehari menggunakan sabun mandi, mengganti pakaian dan

celana dalam 1x sehari.

Mengganti celana jeans jika sudah 3x pakai.

Mencuci pakaian 1-2 kali setiap minggu menggunakan deterjen.

Memakai pakaian berlapis disangkal.

Pasien sering bermain layang-layang di ladang, tidak menggunakan alas

kaki.

Setelah bermain layang-layang dan berkeringat, pasien tidak langsung

mandi ataupun mengganti pakaian.

Suka bermain dan memegang tanah, dan tidak rutin mencuci tangan

setelahnya.

Pasien suka mandi di sungai, setelah mandi di sungai langsung mandi

dengan sabun setibanya di panti.

Pasien tinggal di panti asuhan, tidur 1 kamar berisi 4 orang.

Alas kasur ditukar 1x sebulan.

11
Pasien mengaku menggunakan handuk dan pakaian bersama dengan teman

panti.

Tidak ada teman ataupun anggota panti yang memiliki keluhan yang sama

dengan pasien

Kontak dengan binatang yang memiliki kelainan kulit tidak ada

Gatal-gatal di tempat lain tidak ada

Pasien sudah pernah mengobati keluhan ini dengan bedak salicyl sejak 1

hari yang lalu, dibeli tanpa resep dokter, sudah 2x pemakaian. Bedak

dipakai 1x sehari dengan cara ditaburkan di tempat yang gatal, gatal terasa

berkurang setelah ditaburkan bedak.

Riwayat Pengobatan

Pasien sudah pernah mengobati keluhan ini

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami bercak merah dengan sisik putih yang terasa

semakin luas dan terasa gatal di perut bagian bawah dan kedua lipat paha

sebelumnya

Riwayat Atopi

Pasien dan keluarga pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan

obat

Pasien dan keluarga pasien tidak menderita asma

12
Pasien dan keluarga pasien tidak pernah menderita bersin-bersin pagi hari

akibat rhinitis alergi

Pasien dan keluarga pasein tidak pernah menderita mata merah, gatal, dan

berair akibat konjungtivitis alergi

PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan umum : tidak tampak sakit

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Berat badan : 35 kg

Tinggi badan : 140 cm

IMT : 17,8

Status gizi : underweight

TD : diharapkan dalam batas normal

Suhu : 37oc

Frekuensi Nafas : 18 X/menit

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera Ikterik -/-

Hidung : Tidak ada kelainan

KGB : Tidak ada pembesaran KGB

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan

Pemeriksaan Thorak : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Abdomen : Tidak ada kelainan

Pemeriksaan Ekstremitas : Tidak ada kelainan

13
b. Status Dermatologikus

Lokasi : Perut bagian bawah, lipat paha kiri dan kanan

Distribusi : Terlokalisir

Bentuk : Tidak khas

Susunan : Polisiklik

Batas : Tegas

Ukuran : Plakat

Efloresensi : Plak eritem dengan skuama putih, papul eritem di pinggir

lesi, dan daerah tenang di tengah lesi

14
RESUME

Seorang pasien laki-laki usia 13 tahun datang ke poliklinik kesehatan kulit

dan kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 2 Februari 2017 dengan

keluhan bercak merah dengan sisik putih yang terasa semakin luas dan terasa gatal

di perut bagian bawah dan di kedua lipat paha sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya

muncul bercak merah, ukuran 2 cm yang terasa gatal di perut bagian bawah

sejak 1 bulan yang lalu. Gatal meningkat saat berkeringat banyak. Pasien mandi

2x sehari menggunakan sabun mandi, mengganti pakaian dan celana dalam 1x

sehari, serta mengganti celana jeans jika sudah 3x pakai. Pasien suka bermain

laying-layang, setelah bermain dan berkeringat, pasien tidak langsung mandi

ataupun mengganti pakaian. Pasien suka bermain dan memegang tanah, dan tidak

rutin mencuci tangan setelahnya. Pasien juga mengaku suka mandi di sungai.

Pasien sudah pernah mengobati keluhan ini dengan bedak salicyl yang dibeli

sendiri sejak 1 hari yang lalu. Gatal terasa berkurang setelah ditaburkan bedak.

Pada pemeriksaan dermatologikus, ditemukan lesi di perut bagian bawah, lipat

paha kiri dan kanan, dengan distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan

15
polisiklik, batas tegas, ukuran plakat dengan efloresensi plak eritem dengan

skuama putih, papul eritem di pinggir lesi, dan daerah tenang di tengah lesi.

DIAGNOSIS KERJA
Tinea kruris

DIAGNOSIS BANDING

Eritrasma

PEMERIKSAAN RUTIN

Pemeriksaan kerokan kulit dengan larutan KOH 10%: ditemukan hifa panjang

bercabang

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kultur jamur di media agar dextrosa Sabouraud.

DIAGNOSIS

Tinea kruris

16
TERAPI

Umum:

Menjelaskan bahwa penyakit ini disebabkan oleh jamur dan

penyakitnya dapat bertambah banyak dan menular

Hindari kebiasaan menggaruk tempat yang gatal

Cuci tangan dengan sabun setelah menggaruk tempat yang gatal

Pakaian dan celana dalam ditukar minimal 2-3x sehari

Celana jeans ditukar sehabis sekali pakai

Beraktivitas di luar rumah wajib pakai alas kaki

Mandi dan mengganti pakaian setelah bermain atau berolahraga

Mencuci tangan dengan sabun setelah berkontak dengan tanah dan

hewan

Mengeringkan badan setelah mandi terutama di bagian lipatan kulit

terutama lipatan paha

Tidak memakai handuk dan pakaian secara bersama dengan orang lain

Memakai pakaian yang menyerap keringat

Alas kasur ditukar minimal 1x seminggu

Menjelaskan pemakaian obat secara benar dan dipakai sesuai petunjuk


yang diberikan dokter

Khusus:

1. Sistemik

Griseofulvin tablet 500 mg, 1x sehari, diminum malam hari


Loratadin tablet 10 mg, 1x sehari

17
2. Topikal

Krim Mikonazol 2%, dioleskan pada lesi dan dilebihkan 2 cm dari pinggir

lesi 2x sehari sehabis mandi

PROGNOSIS

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

Quo ad functionam : bonam

RESEP

dr. Sarah
Praktik umum
SIP : 26/01/17
Hari Praktik : Senin-Rabu
Jam praktik : 16.00-18.00
Alamat : Jl. Minahasa No. 15, Padang

Padang, 2 Februari 2017

R/ Tab Griseofulvin 500 mg no. XIV


S 1dd tab I (malam hari)

R/ Tab Loratadin 10 mg no. XIV


S 1 dd tab I

R/ Krim Mikonazol 2% tube 10 g no II


S ue applic loc dol (2x sehari setelah mandi, oles tipis
dilebihkan 2 cm dari pinggir lesi)

Pro : An. Z
Usia : 13 Tahun
Alamat : Jalan Sutan Syahril no. 251 C Mata Air, Padang

18
BAB III

DISKUSI

Bercak merah dengan sisik putih yang terasa semakin luas dan terasa gatal

di perut bagian bawah dan kedua lipat paha sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya

muncul bercak merah, ukuran 2 cm yang terasa gatal di perut bagian bawah

sejak 1 bulan yang lalu. Gatal meningkat saat berkeringat banyak. Pasien mandi

2x sehari menggunakan sabun mandi, mengganti pakaian dan celana dalam 1x

sehari, serta mengganti celana jeans jika sudah 3x pakai. Pasien suka bermain

laying-layang, setelah bermain dan berkeringat, pasien tidak langsung mandi

ataupun mengganti pakaian. Pasien suka bermain dan memegang tanah, dan tidak

rutin mencuci tangan setelahnya. Pasien juga mengaku suka mandi di sungai.

Pasien sudah pernah mengobati keluhan ini dengan bedak salicyl yang dibeli

sendiri sejak 1 hari yang lalu. Gatal terasa berkurang setelah ditaburkan bedak.

Pada pemeriksaan dermatologikus, ditemukan lesi di perut bagian bawah serta

lipat paha kiri dan kanan, dengan distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas,

susunan polisiklik, batas tegas, ukuran plakat dengan efloresensi plak eritem

dengan skuama putih, papul eritem di pinggir lesi, dan daerah tenang di tengah

lesi.

Pasien ini didiagnosis dengan tinea kruris, ditegakkan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tinea adalah infeksi jamur pada jaringan yang

mengandung zat tanduk misalnya stratum korneum pada epidermis. Tinea

termasuk ke dalam golongan jamur dermatofita. Golongan jamur dermatofita

mempunyai sifat mencerna keratin, oleh karena itu kelainan kulitnya dapat

19
meluas. Kelainan kulit ini dapat bersifat akut dan menahun. Tinea kruris memiliki

predileksi di daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan hingga perut bagian

bawah.

Anamnesis pada pasien ini bertujuan mencari sumber infeksi (agen dan

lingkungan) dan faktor predisposisi (yang terdapat di host). Faktor predisposisi

pada tinea antara lain, temperatur dan kelembaban yang tinggi, pakaian berlapis/

tidak menyerap keringat, higiene dan gizi kurang, sistem imun tubuh.

Pemeriksaan fisik generalisata diharapkan dalam batas normal. Hasil

pemeriksaan fisik lokalis ditemukan lesi dengan lokasi di bagian bawah perut, dan

kedua lipat paha, distribusi terlokalisir, bentuk tidak khas, susunan polisiklik,

batas tegas, ukuran plakat, efloresensi plak eritem dengan skuama kasar putih

disertai papul eritem di daerah pinggir lesi, dan ada daerah tenang di tengah lesi.

Pasien lalu dilakukan pemeriksaan penunjang rutin yaitu pemeriksaan

KOH 10% ditemukan hifa panjang bercabang. Hasil pemeriksaan rutin ini

digunakan untuk menegakkan diagnosis pasti tinea. Selanjutnya dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang anjuran berupa pemeriksaan kultur jamur.

Pasien ditatalaksana dengan diberikan terapi umum dan khusus. Terapi

umum pada pasien berupa edukasi mengenai informasi penyakit, pengobatan, dan

pentingnya menjaga higiene personal. Terapi khusus dengan pemberian obat

sistemik dan topikal. Pengobatan sistemik diberikan Griseofulvin 500 mg

diminum sekali sehari pada malam hari dan Loratadine 10 mg untuk mengurangi

rasa gatal. Topikal diberikan Krim Mikonazol 2% dioleskan pada lesi dan

dilebihkan 2 cm dari pinggir lesi, dipakai 2x/hari sehabis mandi.

20
Prognosis dari pasien ini secara keseluruhan adalah baik, jika pasien mau

dan mampu mengubah kebiasan untuk lebih menjaga higiene dan patuh dalam

menjalankan pengobatan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi. Tuberkulosis Kutis. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Editor: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Edisi V. cetakan V.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010.

2. Agustine R. Perbandingan Sensitivitas dan Spesifitas Pemeriksaan Sediaan

Langsung KOH 20% dengan Sentrifugasi dan Tanpa Sentrifugasi pada Tinea

Kruris. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2012.

3. Murti, Ervianti, Agusni, Suyoso. Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya:

DEP./SMF Kesehatan Kulit Kelamin FK. Unair/ RSUD Dr. Soetomo, 2009.

4. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta : EGC, 2003.

5. Kurniati, Rosita C. Etiopatogenesis Dermatofitosis. Surabaya: Fakultas

Kedokteran UNAIR, 2008.h.243-50.

6. Tainwala R, Sharma YK. Pathogenesis of Dermatophytoses. Indian Journal of

Dermatology, 2011.

22

Anda mungkin juga menyukai