Prinsip penentuan posisi dengan GNSS adalah pengikatan ke belakang dengan mengukur
jarak dari beberapa satelit yang diketahui posisinya sehingga posisi pengamat dapat dihitung.
Penentuan posisi dengan teknologi GNSS menghasilkan koordinat dalam sistem koordinat
geodetik (, , h), koordinat kartesi tiga dimensi (X,Y,Z) dan parameter waktu. Semakin
banyak satelit yang dapat diamati maka hasil pengukuran memiliki akurasi yang semakin
tinggi. Penetuan posisi dengan teknologi GPS dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
metode absolut dan metode relatif. (Sunantyo, 1999).
1. Metode absolut (absolute positioning).
Dalam penentuan posisi dengan metode absolut, posisi dapat diketahui melalui pengikatan
ke belakang (reseksi) dengan perhitungan jarak, melalui pengamatan secara simultan
terhadap minimal empat satelit yang diketahui koordinatnya. Metode reseksi ini
menghasilkan nilai tiga parameter posisi dan satu parameter waktu.
Perolehan posisi metode ini menggunakan data pseudorange dengazn menggunakan satu
buah receiver (penerima). Secara matematis, penentuan posisinya dijabarkan seperti pada
persamaan I.1 s.d I.4.
Differencing ini bisa dalam bentuk single difference, double difference, dan triple
difference, masing-masing kombinasi linier differencing tersebut saling berbeda dan
berbeda penggunaannya pula. Pada akhirnya, differencing ini meningkatkan ketelitian
posisi yang didapat dari kondisi penentuan posisi absolut.
Penentuan posisi secara diferensial ini bisa memakai dua metode, yakni dengan data
pseudorange dan data carrier phase. Berikut rumus untuk differencing dengan memakai
data pseudorange, dengan asumsi receiver GNSS i dan j mengamat pseudorange L1 ke m
satelit secara simultan tersedia pseudorange berikut : Pijk , dalam hal ini k = 1, 2, ... m.
Linierisasi persamaan pengamatan pseudorange single difference dapat dilihat pada
persamaan I.30 (Sunantyo, 1999):
T
k
Pij.1 (t1 ) = [ (t1 )] rij (t1 ) + cdt ij (t1 ) ............................................................ (I.6)
Gambar 1. Posisi Titik P pada sistem koordinat kartesi 3D dan sistem koordinat geodetik
Nilai koordinat kartesi (XP, YP, dan ZP) dapat diperoleh melalui persamaan (I.7) s.d (I.9).
XP = (NP+ hP) cos P cos P ................................................................................. (I.7)
YP = (NP+ hP) cos P sin P .................................................................................. (I.8)
ZP= [NP(1e2)+hP] sin P ........................................................................................ (I.9)
Nilai koordinat tersebut dapat diperoleh apabila parameter elipsoid NP (jari-jari
kelengkungan vertikal) dan e (eksentrisitas) telah diperoleh dari perhitungan pada
persamaan (I.10) dan (I.11):
Pada pengamatan GNSS, hasil koordinat yang diperoleh berada pada sistem koordinat
kartesi 3D, untuk dapat digunakan dalam pendefinisian stasiun RTS di Bendungan
Jatigede, koordinat tersebut harus ditransformasi ke sistem koordinat UTM. Sebelum
dapat melakukan transformasi ke sistem koordinat UTM, koordinat kartesi 3D
ditransformasi ke sistem koordinat lintang-bujur geodetik (, ) dengan langkah-langkah
berikut :
Y
P = tan1 ( XP ) ................................................................................................... (I.12)
P
1 ZP
P = tan1 {( (1e2 )) ( )}..................................................................... (I.13)
X2P +Y2P
X2P +Y2P
hP = NP ............................................................................................... (I.15)
cosP
Wilayah Indonesia tercakup dalam zone no. 46 s.d. 54 dengan bujur meridian tengahnya
(B) sebagai berikut :
B0
Zone
46 930
47 990
48 1050
49 1110
50 1170
51 1230
52 1290
53 1350
54 1410
Keterangan :
1. 9 wilayah (zone) dimulai dari 90 BT
2. Sampai dengan 144 BT, dengan batas paralel 10 LU dan 15 LS dengan 4 satuan
daerah L, M, N, dan P.
3. Setiap zone berukuran 6 bujur x 8 lintang.
4. Setiap zone UTM bertumpang tindih sejauh 40 km, sehingga setiap titik yang berada
di daerah tumpang tindih mempunyai 2 nilai koordinat.
5. Setiap jalur selebar 8 lintang diberi kode huruf, dimulai dari 80 LS - 72 LS diberi
huruf C dan berakhir dengan huruf X padajalur 72 LU dan 84 LU (huruf I dan O
tidak digunakan). Pada jalur terakhir tersebut ukuran zone 6 bujur x 12 lintang.
a. Utara ekuator :
b. Selatan ekuator :
Nilai koefisien p, I, II, III, V, A6, dan B5 ditunjukan pada persamaan (I.21) sampai
dengan persamaan (I.28).