Anda di halaman 1dari 137

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi yang dapat


menunjang pengembangan suatu wilayah. Semakin lancar transportasi maka
semakin cepat suatu wilayah berkembang. Meningkatnya jumlah penduduk akan
diikuti dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi, sehingga perlu
dilakukan perencanaan jalan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk saat ini.
Dewasa ini manusia telah mengenal sistem perencanaan jalan yang baik dan
mudah dikerjakan serta pola perencanaannya yang makin sempurna.
Meskipun perencanaan sudah makin sempurna, namun kita sebagai orang
teknik sipil tetap selalu dituntut untuk dapat merencanakan suatu lintasan jalan
yang paling efektif dan efisien dari alternatif-alternatif yang ada, dengan tidak
mengabaikan fungsi-fungsi dasar dari jalan. Oleh karena itu, dalam merencanakan
suatu lintasan jalan, seorang teknik sipil harus mampu menyesuaikan keadaan di
lapangan dengan teori-teori yang ada sehingga akan diperoleh hasil yang
maksimal.
Dalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif
mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar.
Dilain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang
relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Objek keinginan itu sulit kita jumpai
mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar, sehingga perlu
dilakukan perencanaan geometrik jalan, yaitu perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas. Faktor
yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya, serta
karakteristik arus lalu lintas. Hal hal tersebut haruslah menjadi bahan
pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang

1
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang


diharapkan.
Selain itu, juga harus diperhatikan elemen elemen dari perencanaan
geometrik jalan, yaitu :

Alinyemen horizontal

Pada gambar alinyemen horizontal, akan terlihat apakah jalan tersebut


merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan dan akan digambarkan
sumbu jalan pada suatu countur yang terdiri dari garis lurus, lengkung berbentuk
lingkaran serta lengkung peralihan dari bentuk lurus ke bentuk busur lingkaran.
Pada perencanaan ini dititik beratkan pada pemilihan letak dan panjang dari
bagian bagian trase jalan, sesuai dengan kondisi medan sehingga terpenuhi
kebutuhan akan pergerakkan lalu lintas dan kenyamanannya.

Alinyemen vertikal

Pada gambar alinyemen vertikal, akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa
kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan ini, dipertimbangkan
bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai dengan kondisi medan dengan
memperhatikan fungsi - fungsi dasar dari jalan tersebut. Pemilihan alinyemen
vertikal berkaitan pula dengan pekerjaan tanah yang mungkin timbul akibat
adanya galian dan timbunan yang harus dilakukan

Penampang melintang jalan

Bagian bagian dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau tidaknya
median, drainase permukaan, kelandaian serta galian dan timbunan. Koordinasi
yang baik antara bentuk alinyemen horizontal dan vertikal akan memberikan
keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan.

2
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Perkerasan jalan
Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban
lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu
sendiri. Berdasarkan fungsinya, jalan dapat dibedakan atas :
1. Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2. Jalan Kolektor : Jalan yang melayani pengumpulan/pembagian dengan
ciri-ciri, perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang, dan jumlah masuk dibatasi.
3. Jalan Lokal : Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jalan masuk tidak dibatasi.

1.2 Maksud dan Tujuan

Tujuan dari perencanaan suatu jalan raya adalah untuk merencanakan


suatu lintasan dan dimensi yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik
Jalan Raya (PPGJR) No. 13 tahun 1970, sehingga dapat menjamin keamanan dan
kelancaran lalu lintas. Dari perencanaan itu juga didapat suatu dokumen yang
dapat memperhitungkan bobot pekerjaan baik galian maupun timbunan, pekerjaan
tanah dan sebagainya sehingga bisa dilakukan perencanaan yang seekonomis
mungkin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah :

Kelas Jalan
Kecapatan rencana
Standar Perencanaan
Penampang melintang
Volume Lalu lintas
Keadaan Topografi

3
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Alinyemen Horizontal
Alinyemen Vertikal
Bentuk Tikungan

1.2.1 Kelas jalan

Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada


fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

1.2.2 Volume lalu lintas

Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP)


yang besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua
jurusan.

1.2.3 Kecepatan rencana

Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang


diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan
yang direncanakan.

1.2.4 Keadaan topografi

Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu


disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam
tiga golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam
arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan.

4
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tabel 1.1 Klasifikasi Medan Dan Besanya Lereng Melintang

Golongan Medan Lereng Melintang


Datar (D) 0 sampai 9%
Perbukitan (B) 10 sampai 24,9%
Pegunungan (G) > 25%

Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya


meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya
kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.
b. Tanjakan : Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan
kelandaian sekecil mungkin.

1.2.5 Alinyemen horizontal

Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus
pada bidang peta yang terdiri dari garis garis lurus yang dihubungkan dengan
garis garis lengkung yang dapat berupa busur lingkaran ditambah busur
peralihan ataupun lingkaran saja.
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian
tikungan, dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar
daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan
tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan,
sehingga perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecapatan rencana ditentukan
berdasarkan miring maksimum denagn koefisien gesekan melintang
maksimum.
b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan untuk
mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau sebaliknya.

5
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

1.2.6 Alinyemen vertikal (profil memanjang)

Alinyemen vertikal adalah biang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya
jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap
kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truck
digunakan sebagi kendaraan standar), alinyemen vertikal sangat erat hubungannya
dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinyemen
vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus.

Landai maksimum

Kelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat


memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan
adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibat gangguan jalannya
arus lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25
km/jam). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui
dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.

Landai Minimum

Pada setiap penggantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi


keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Disini digunakan lengkung
parabola biasa.

1.2.7 Penampang melintang

Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus


sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian bagian jalan dalam
arah melintang.

6
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas jalan dan
kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya. Penampang melintang utama dapat dilihat
pada daftar I PPGJR.

Lebar perkerasan

Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas
normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar I
PPGJR, kecuali:

- Jalan penghubung dan jalan kelas II c = 3,00 meter


- Jalan utama = 3,75 meter

Lebar bahu

Untuk jalan kelas III lebar bahu jalan minimum adalah 1,50 2,50 m untuk
semua jenis medan.

Drainase

Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan, seperti
saluran tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan
data hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta
sifat daerah aliran.

Kebebasan pada jalan raya

Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan pengemudi di jalan raya dengan


tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri kanan
jalan yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR No. 13/1970).

7
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

1.2.8 Bentuk Tikungan

Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor :

1. Sudut tangent () yang besarnya dapat diukur langsung pada peta


2. Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan.
3. Jari jari kelengkungan

1.3 Ruang Lingkup Perencanaan

Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa


tinjauan. Peninjauan ini meliputi :

1. Penentuan lintasan
Jarak lintasan
Sudut azimut
Kemiringan jalan
Elevasi jalan pada titik kritis
Luas tampang

2. Alinyemen horizontal

Spiral Circle Spiral, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari jari
kecil dan sudut tangen yang relatif besar.
Spiral-Spiral, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari jari kecil
dan sudut tangen yang relatif kecil.

3. Alinyemen vertikal

Lengkung vertikal cembung


Lengkung vertikal cekung

8
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

4. Galian dan timbunan

5. Pekerjaan Tanah/kubikasi.

6. Perencanaan perkerasan jalan.

9
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Bagian Perencanaan

Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa


tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal,
alinyemen vertikal, penampang melintang, kubikasi dan perkerasan jalan.

2.2 Rumus-Rumus Yang Digunakan


2.2.1 Alinyemen horizontal (Berdasarkan rumus-rumus di buku Dasar-Dasar
Perencanaan Geometrik Jalan oleh Silvia Sukirman).

Spiral Circle Spiral

Ls.90
s =
.Rc
c = - 2 s
c
Lc = 2Rc
360 0
L = Lc + 2Ls
Ls 2
p = Rc (1 cos s)
6 Rc
Ls 3
k = Ls Rc sin s
40 Rc 2
Ts = (Rc + p) tan + k
Es = ( Rc p) sec 1 / 2 Rc

dengan:
Rc = jarijari lengkung yang direncanakan (m)
= sudut tangen
s = sudut putar

10
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)


Ls = panjang lengkung spiral (m)
Lc = panjang lengkung circle (m)

Spiral-Spiral

s = 1/2
s
Ls Rc
90
Ls 2
Rc (1 cos s)
p = 6 Rc
Ls 3
Ls Rc sin s
k = 40 Rc 2

Ts = ( Rc + p) tg 1/2 + k
Es = (Rc + p) cos - Rc
L = 2 Ls

dengan:
R = Jarijari lengkung minimum (m)
= Sudut tangen
s = sudut putar
Es = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Ls = panjang lengkung spiral (m)
Tc = Jarak antara TC dan PI (m)

2.2.2 Alinyemen vertikal (Berdasarkan rumus-rumus di buku Perencanaan


Trase Jalan Raya oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun 2005).

Lengkung vertikal cembung

A = g1- g2

11
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

AxLv
Ev =
800

Lv diambil berdasarkan gambar 5.1 (Buku: Perencanaan Trase Jalan Raya


oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun 2005, hal: 34)

dengan:
Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
g1 = aljabar kelandaian lintasan pertama
g2 = aljabar kelandaian lintasan kedua
A = perbedaan aljabar kelandaian (%)
Lv = panjang lengkung (m)

Lengkung vertikal cekung

Rumus-rumus yang digunakan sama dengan lengkung vertikal cembung,


namun pada saat penentuan Lv digunakan gambar 5.2 (Buku: Perencanaan
Trase Jalan Raya oleh Bukhari R.A dan Maimunah,tahun 2005, hal: 34)

2.2.3 Galian (cut) dan timbunan (fill)

Rumus-rumus yang digunakan adalah rumus-rumus luas segitiga,


segiempat, trapesium dan untuk keadaan tertentu dipakai rumus interpolasi
serta untuk perhitungan volume digunakan rumus kubus dan kerucut.

Luas segiempat

A = PxL

dengan:

A = luas segiempat (m2)


P = panjang (m)
L = lebar (m)

12
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Luas segitiga

A = axt

dengan:

A = luas segitiga (m2)


a = panjang sisi alas (m)
t = panjang sisi tegak (m)

Luas trapesium

A = (a + b) x t

dengan:

A = luas segitiga (m2)


a = panjang sisi atas (m)
b = panjang sisi bawah (m)
t = panjang sisi tegak (m)
Interpolasi

Timb unan

a:b = (L-x) : x

ax = b. L b . x

ax + bx = b. L

(a + b)x = b. L

13
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

bxL
x =
ab

2.2.4 Stationing (STA)

(Berdasarkan rumus-rumus di buku Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik


Jalan oleh Silvia Sukirman).

T T ST
CS
SC
TS
d1
CT
Lc Ts
TC
d2
A

Sta TC = Sta titik A + d1 T

Sta CT = Sta TC + Lc

Sta TS = Sta CT + (d2 T Ts)

Sta SC = Sta TS + Ls

Sta CS = Sta SC + Lc

Sta ST = Sta CS + Ls

2.2.5 Perkerasan jalan

Dalam perencanaan tebal lapisan perkerasan dibituhkan faktor-faktor yang


dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi pelayanan konstruksi
perkerasan jalan seperti :
1. Data Kendaraan.
2. Klasifikasi Jalan

14
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

3. Umur Rencana
4. Data Pertumbuhan Laju Lalu lintas
5. Iklim/Curah hujan
6. Data Kelandaian
7. Jenis Lapisan perkerasan, lapisan pondasi atas dan lapisan pondasi bawah
yang akan digunakan pada perkerasan
8. Data CBR

15
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB III
METODOLOGI

3.1 Penentuan Lintasan (Trase Jalan)

Trase rencana lintasan ditentukan berdasarkan peta topografi yang


disediakan, dimana titik asal (origin) dan tujuan (destination) telah ditentukan,
kemudian dilakukan pencarian lintasan. Langkah awal adalah dengan
memperhatikan situasi medan, countur tersebut terus ditelusuri untuk mencari
lintasan yang sesuai dengan PPGJR (Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya) No. 13 Tahun 1970 serta ketentuan ketentuan lain yang diberlakukan
dalam tugas perencanaan ini.
Perhitungan pertama dilakukan dengan cara menentukan titik koordinat,
sehingga kita bisa mengetahui jarak masing-masing pias lintasan dan sudut azimut
yang dibentuk. Dari peta countur bisa diketahui elavasi muka tanah, sehingga bisa
ditentukan kemiringan masing-masing lintasan. Selanjutnya dicari elevasi jalan di
masing-masing titik kritis, sehingga akan diketahui pada titik tersebut berupa
galian ataupun timbunan. Adapun galian dan timbunan ini tidak boleh melebihi
syarat yang telah ditentukan yaitu, galian harus lebih kecil dari 8 meter dan
timbunan harus lebih kecil dari 5 meter.
Dengan adanya titik kritis ini, maka bisa digambarkan sketsa lintasan
sehingga dari sketsa lintasan tersebut bisa diketahui luas penampang galian dan
timbunan. Jika luas penampang galian dan timbunan tidak sama dengan nol, maka
harus dilakukan penyesuaian lintasan sehingga sama dengan nol ataupun
mendekati nol dengan batas toleransi 10%.
Akibat penyesuaian lintasan ini, maka kemiringan lintasan dan keadaan
muka jalan dimasing-masing titik akan berubah. Karena terjadi perubahan maka
kemiringan dan keadaan muka jalan harus dihitung kembali.

16
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

3.2 Merencanakan Alinyemen Horizontal

Perencanaan alinyemen horizontal merupakan perencanaan tikungan


lengkap dengan komponen-komponennya. Pada perencanaan ini tikungan yang
direncanakan ada dua jenis yaitu Spiral-Circle-Spiral dan Spiral-Spiral. Spiral-
Circle-Spiral direncanakan untuk tikungan yang sudut tangennya relatif besar,
sedangkan Spiral-Spiral direncanakan dengan jari-jari besar dan sudut tangen
yang relatif kecil.

a. Bentuk Tikungan Spiral Circle Spiral (SCS)

Dengan data-data yang diketahui:

V= 60 km/jam

en =2%

R direncanakan dengan ketentuan R yang diambil pada table 4.7 (Buku:

dasar-dasar perencanaan geometric jalan raya oleh Silvia Sukirman, hal

113). Syarat pengambilan R, nilai Lc > 20 m. Dengan adanya R maka bisa

diketahui e dan Ls-nya.

Dihitung besar sudut spiral (s)

Dihitung besar pusat busur lingkaran (c)

Dihitung panjang lengkung lingkaran (Lc)

Dihitung masing-masing untuk nilai L,p,k

Dihitung nilai Ts

Dihitung nilai Es

17
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Gambar bentuk tikungan Spiral Circle Spiral

Es
Ts

SC CS
p' Lc p'
k Ls Ls
c

TS s s ST

Rc Rc

1 1
2B 2B

Keterangan :

R = jari jari lengkung yang direncanakan (m)

= sudut tangent

es = sudut putar

Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)

Ls = panjang lengkung spiral (m)

Lc = panjang lengkung circle (m)

b. Bentuk Tikungan Spiral-Spiral

Dengan data-data yang diketahui:

V= 60 km/jam

en =2%

18
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

R direncanakan dengan ketentuan R yang diambil pada table 4.7 (Buku:

dasar-dasar perencanaan geometric jalan raya oleh Silvia Sukirman, hal

113).

Dihitung besar sudut spiral (s)

Dihitung panjang lengkung spiral Ls

Dihitung masing-masing untuk nilai L,p,k

Dihitung nilai Ts

Dihitung nilai Es

Gambar bentuk tikungan Spiral-Spiral (S-S) :

Keterangan :

Rc = Jari jari lengkung minimum (m).

= Sudut tangent yang diukur dari gambar trase.

Ec = Jarak PI ke lengkung peralihan (m).

Lc = Panjang bagian tikungan (m).

TC = Jarak antara TC dan PI (m).

19
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

3.3 Merencanakan Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal merupakan bidang tegak yang melalui sumbu jalan


atau proyeksi tegak lurus bidang gambar. Alinyemen vertikal (lengkung vertikal)
ini ada dua yaitu lekung vertikal cekung dan lengkung vertikal cembung.
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada dibawah permukaan jalan. Lengkung vertikal cembung adalah
lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada diatas permukaan
jalan yang bersangkutan.

Langkah-langkah perhitungannya:

1. Untuk lengkung vertikal cekung

Dihitung perbedaan aljabar kelandaian (A)


Dengan diketahui nilai A dan V, maka dari gambar 5.2 (Buku:
perencanaan trase jalan raya oleh Bukhari R.A dan Maimunah, hal:34)
didapat nilai Lv
Kemudian dihitung nilai Ev

2. Untuk lengkung vertikal cembung


Hitung perbedaan aljabar kelandaian (A), dengan rumus A = g1-g2
Dengan diketahui nilai A dan V, maka dari gambar 5.1 (Buku:
perencanaan trase jalan raya oleh Bukhari R.A dan Maimunah, hal:34)
didapat nilai Lv
Kemudian dihitung nilai Ev

3.4 Perhitungan Galian (Cut) dan Timbunan (Fill)

Dimulai dengan cara menggambarkan potongan penampang melintang


jalan disetiap titik tinjauan dan titik kritis, lalu mengambil elevasi dari peta
countur selebar permukan jalan ditambah bahu dan elevasi muka jalan yang telah

20
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

dihitung. Maka, dengan data-data tersebut bisa dihitung luas permukaan


penampang melintangnya. Namun sebelumnya ditentukan dahulu kemiringan
permukaan tanah pada tepi bahu yaitu 1 : 1.

Untuk potongan penampang melintang jalan yang ada galian dan timbunan
nya pada satu titik, maka perlu dilakukan interpolasi untuk mengetahui batas
galian dan timbunan. Setelah mengetahui luas penampang melintangnya, maka
bisa dilakukan perhitungan volume yaitu dengan cara mengalikan luas penampang
melintang jalan dengan jarak per pias yang ditinjau. Jika pada pias tersebut
sebagian galian dan sebagian timbunan maka harus dilakukan kembali interpolasi.

Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung luas adalah rumus luas


persegi panjang dan rumus luas segitiga. Sedangkan volume dihitung juga dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan bidang persegi panjang, bidang segitiga
dan bidang kerucut.

3.5 Penomoran Panjang Jalan (Stasioning)

Sta jalan dimulai dari 0+000 m yang berarti 0 km dan 0 m dari awal
pekerjaan. Sta 19+870 berarti lokasi jalan terletak pada jarak 19 km dan 870 meter
dari awal pekerjaan. Jika tidak terjadi perubahan arah tangen pada alinyemen
horizontal maupun alinyemen vertikal, maka penomoran selanjutnya dilakukan:
setiap 100 m pada medan datar
setiap 50 m pada medan bukit
setiap 25 m pada medan pengunungan

Pada perencanaan ini penomoran dilakukan pada setiap titik penting dan
titik yang akan jadi tinjauan untuk perhitungan volume cut and fill. Sehingga
dengan adanya Sta ini, dapat memudahkan penulis dalam menentukan jarak per
piasnya.

21
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

3.6 Perencaan perkerasan jalan


3.6.1 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan
Untuk merencanakan Lapisan Tebal Perkerasan pada perencanaan
konstruksi jalan raya, data-datanya yaitu :
1. Komposisi kendaraan awal umur rencana pada tahun 2005
2. Klasifikasi Jalan
3. Jenis Jalan
4. Lebar Jalan
5. Arah Jalan
6. Umur Rencana
7. Pertumbuhan lalu lintas
8. Curah hujan rata-rata pertahun
9. Kelandaian jalan
10. Jenis lapisan perkerasan yang digunakan
11. Data CBR

3.6.2 Menghitung LHR ( Lintas Harian Rata-Rata)

LHR di dapat dari data volume lalu lintas yang dapat diperoleh dari pos-
pos rutin yang ada di sekitar lokasi perencanaan. Jika tidak terdapat pos-pos rutin
di dekat lokasi atau untuk pengecekan data, perhitungan volume lalu lintas dapat
dilakukan secara manual ditempat-tempat yang di anggap perlu.
Rumus :
( 1+ i )n

3.6.3 Menentukan Angka Ekivalen

Angka ekivalen kendaraan adalah angka yang menunjukkan jumlah


lintasan dari sumbu tunggal yang akan menyebabkan kerusakan yang sama
apabila kendaraan tersebut lewat satu kali. Angka ekivilen per sumbu dapat dilihat
pada tabel di bawah :

22
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tabel 3.1 Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan


Beban Sumbu Angka Ekivalen
Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0795
8160 18000 1,000 0,086
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)

Angka ekivalen juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


E sumbu tunggal = (beban sumbu tunggal, kg/8160)4
E sumbu ganda = (beban sumbu ganda, kg/8160)4 x 0,086

3.6.4 Menentukan LEP


Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) ditentukan dari jumlah rata-rata dari
sumbu tunggal pada jalur rencana yang diperkirakan terjadi pada awal umur
rencana
Rumus
n
LEP LHR
j i
j xC j xE j

Dengan :
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis kendaraan

23
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

3.6.5 Menentukan LEA


Lintas Ekivalen Akhir (LEA) ditentukan dari jumlah lalu lintas harian rata-
rata dari sumbu tunggal yang diperkirakan terjadi pada akhir umur rencana.
Rumus
n
LEA LHR j (1 i)UR xC j xE j
j i

Dengan :
i = Perkembangan lalu lintas
UR = Umur rencana
Cj = Koefisien distribusi kendaraan pada jalur rencana
Ej = Angka ekivalen beban sumbu untuk jenis kendaraan

3.6.6 Menentukan LET


Lintas ekivalen tengah dapat dicari dengan menggunakan rumus
Rumus

LET = (LEP + LEA) / 2

3.6.7 Menentukan LER


Lintas Ekivalen Rencana (LER) dapat dihitung dengan menggunakan
Rumus :
Rumus LER = LET x FP

Dengan :
FP = Faktor Penyesuaian = UR/10

3.6.8 Penentuan Harga CBR


Subgrade atau lapisan tanah dasar merupakan lapisan yang paling atas,
diatas mana diletakkan lapisan dengan material yang lebih baik. Di indonesia daya
dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaan tebal perkerasan ditentukan

24
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

dengan menggunakan pemeriksaan CBR. Setelah didapatkan data CBR untuk


kemudian dicari nilai CBR segmennya. Dapat digunakan rumus :

CBR segmen = CBR rata-rata CBR max CBR min


R
Untuk nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 segmen.
Besarnya nilai R.
Tabel 3.2 Nilai R Untuk Perhitungan CBR Segmen

Jumlah titik
Nilai R
pengamatan
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18

3.6.9 Menentukan Tebal Lapisan Perekerasan


a.Menentukan Nilai DDT (Daya Dukung Tanah)
Dari hasil pemeriksaan data CBR, kita dapat menentukan nilai DDT.

b. Menentukan Faktor Regional (FR)


Faktor regional berguna untuk memperhatikan kondisi jalan yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Untuk mendapatkan nilai FR, terlebih dahulu
harus didapatkan nilai persen kendaraan berat. Data-data untuk menghitung %
kendaraan berat didapat dari data komposisi kendaraan rencana awal. Dapat
digunakan rumus :

% kendaraan berat = Jumlah kendaraan berat x 100 %


Jumlah semua kendaraan
Nilai FR dapat kita lihat pada tabel dibawah :

25
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tabel 3.3 Faktor Regional

Kelandaian I ( < 6 Kelandaian II Kelandaian III


Curah %) (6-10%) (> 6 %)
Hujan % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
30 % > 30 % 30 % > 30 % 30 % > 30 %
Iklim I
< 900 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5 2,0 1,5 2,0 2,5
mm/th
Iklim II
> 900 1,5 2,0 2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0 3,5
mm/th

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)

c. CBR tanah dasar rencana


Nilai CBR yang di dapat melalui metode grafis dan analitis.

d. Indeks Permukaan (IP)


Untuk mendapatkan nilai IP dapat dilihat dari nilai LER dan tabel indeks
permukaan di bawah ini.
Tabel 3.4 Indeks Permukaan pada akhir umur rencana

Lintas Klasifikasi Jalan


Ekivalen
Lokal Kolektor Arteri Tol
Rencana
< 10 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0 -
10 100 1,5 1,5 2,0 2,0 -
100 1000 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 -
> 1000 - 2,0 2,5 2,5 2,5

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)

e. Indeks Permukaan pada awal umur rencana (ITP)


ITP dapat ditentukan melalui grafik nomogram. Untuk menentukan ITP
dari grafik nomogram di perlukan data sebagai berikut, IP, IPo, DDT, LER, dan
FR. Untuk mendapatkan angka Ipo, dapat dilihat pada tabel berikut.

26
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tabel 3.5 Indeks Permukaan pada awal umur rencana


Jenis Lapis
IPo Roughness (mm/km)
Perkerasan
LASTON 4
3,9-3,5
LASBUTAG 3,9 3,5 1000
3,4 3,0 >1000
HRA 3,9 3,5 2000
3,4 3,0 >2000
BURDA 3,9 3,5 2000
BURTU 3,4 3,0 >2000
LAPEN 3,4 3,0 < 2000
2,9 2,5 < 2000
LATASBUM 2,9 2,5 3000
BURAS 2,9 2,5 >3000
LATASIR 2,9 2,5
JALAN TANAH 2,4
JALAN KERIKIL 2,4

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)
f. Menetapkan Tebal Perkerasan
Variabel-variabel untuk menetapkan lapisan tebal perkerasan dilihat pada
tabel-tabel berikut.

Tabel 3.6 batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan untul lapis


permukaan

Tebal
ITP Bahan
Minimum (cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burdu)
3,00 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lsbutag,
Laston
6,71 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lsbutag,
Laston
7,50 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
10,00 10 Laston
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)

27
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tabel 3.7 batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan untul lapis


pondasi

Tebal
ITP Minimum Bahan
(cm)
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
< 3,00 15 stabilisasi tanah dengan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
3,00 7,49 20 stabilisasi tanah dengan kapur
Laston Atas
10 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
7,50 9,99 20 stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam
Laston Atas
15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
10 12,14 20 stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam,
Lapen, Laston atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
12,25 25 stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam,
Lapen, Laston atas

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)
Tabel 3.8 Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif
MS Kt(kg CBR
a1 a2 a3 Jenis Bahan
(kg) /cm) %
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
LASTON
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,32 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
LASBUTAG
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - MACADAM
0,25 - - - - - LAPEN (MEKANIS)
0,20 - - - - - LAPEN (MANUAL)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - -
LASTON ATAS
- 0,24 - 340 - -

28
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

- 0,23 - - - - LAPEN (MEKANIS)


- 0,19 - - - - LAPEN (MANUAL)
- 0,15 - - - -
Stab tanah dengan semen
- 0,13 - - - -
- 0,15 - - 22 -
Stab dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (Kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (Kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah Lempung Kepasiran

Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


dengan metode Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum
(1987)

29
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB IV
PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL

Direncanakan pembuatan jalan kelas III untuk jalan penghubung.


Peraturan Perencanaan Jalan Raya (PPGJR) N0.13/1970 standar geometrik adalah
sebagai berikut:
Klasifikasi Jalan = Kelas III
Kecepatan Rencana = 70 km/jam
Lebar perkerasan = 2 x 3,5 m
Lebar Bahu jalan = 2 x 1,5 m
Miring Melintang Jalan (Transversal) =2%
Miring Melintang Bahu Jalan =4%
Miring memanjang jalan (longitudinal) maksimal = 10 %
Kemiringan Talud =1:2

4.1. Lengkung horizontal I ( S S )


Menggunakan lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan
(Spiral Spiral), perhitungan sebagai berikut:
1 = 45 o
V = 70 Km/Jam
Direncanakan jari-jari Rc = 239 m
Melalui tabel 4.7 (silvia : 113) diperoleh : e = 0,088
Besar Sudut Spiral
s = 1/2 = 1/2 . 45 = 22,5 o
s 22,5
Ls Rc 3,14 239 187,61m
90 90
Dari tabel B.1.2 silvia sukirman 1994 diperoleh
p* = 0,0431687
k* = 0,4973288

30
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

p = Ls x p*
= 187,61 x 0,0431687
p = 8,09 m
k = Ls x k*
= 187,61 x 0,4973288
k = 93,30 m
Ts = ( Rc + P) tg 1/2 + k
= (239 + 8,09) tg . 45 + 93,30
Ts = 195,65 m
Es = (Rc + p) sec - Rc
= (239 + 8,09) sec . 45 239
Es = 28,44 m
L = 2 Ls
= 2 x 187,61
L = 375,22 m
Ls minimum berdasarkan landai relatif menurut metode bina marga adalah
m = 137,5 (dari tabel 4.5 silvia sukirman)
Lsmin = m (e +en) B
= 137,5 (0,088 + 0,02) x 3,5
Lsmin = 51,98m
Ls > Lsmin
187,61 m > 51,98 m (OK)
Kontrol :
Ls < 2 Ts
187,61 m < (2 x 195,65) m
305,21 m < 391,30 m (OK)
Landai relatif BM = [(0,02 + 0,088) x 3,5] / 187,61 = 0,0020 %
Kelandaian Relatif maksimum untuk kecepatan rencana 70 km/jam adalah :
1
kelandaian max 0,0073%
137,5
Kontrol : 0,0020 % < 0,0073 % (OK)

31
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

32
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

4.2. Lengkung horizontal II ( S C S )


Menggunakan lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan
(Spiral Lingkaran Spiral), perhitungan sebagai berikut:
1 = 31 o
V = 70 Km/Jam
Direncanakan jari-jari Rc = 239 m
Melalui tabel 4.7 (silvia : 113) diperoleh : e = 0,088 dan Ls = 60
Besar Sudut Spiral
Ls 90 60 90
s 7,2
Rc 3,14 239

Besar pusat busur lingkaran


c 2s
= 31 - (2 x 7,2)
c = 16,6o

Panjang lengkung circle


c 16,6
Lc 2Rc 2 3,14 239 69,21m
360 360
Dari tabel 4.10 silvia sukirman diperoleh
p* = 0,01047
k* = 0,49973

p = Ls x p*
= 60 x 0,01047
p = 0,628 m

k = Ls x k*
= 60 x 0,49973
k = 29,98 m

33
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Ts = ( Rc + P) tg 1/2 + k
= (239 + 0,628) tg . 31 + 29,98
Ts = 96,43 m

Es = (Rc + p) sec - Rc
= (239 + 0,628) sec . 31 239
Es = 9,67 m

L = Lc + 2 Ls
= 69,21 + (2 x 60)
L = 189,21 m

Kontrol :
L < 2 Ts
189,21 m < (2 x 96,43 ) m
189,21 m < 192,86 m (OK)

Landai relatif BM = [(0,02 + 0,088) x 3,5] / 60 = 0,0063 %


Kelandaian Relatif maksimum untuk kecepatan rencana 70 km/jam adalah :
1
kelandaian max 0,0073%
137,5
Kontrol :
0,0063 % < 0,0073 % (OK)

34
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

35
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

4.3. Lengkung horizontal III ( S C S )


Menggunakan lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan
(Spiral Lingkaran Spiral), perhitungan sebagai berikut:
1 = 35 o
V = 70 Km/Jam
Direncanakan jari-jari Rc = 239 m
Melalui tabel 4.7 (silvia : 113) diperoleh : e = 0,088 dan Ls = 60
Besar Sudut Spiral
Ls 90 60 90
s 7,2
Rc 3,14 239

Besar pusat busur lingkaran


c 2s
= 35 - (2 x 7,2)
c = 20,6o

Panjang lengkung circle


c 20,6
Lc 2Rc 2 3,14 239 85,88m
360 360
Dari tabel 4.10 silvia sukirman diperoleh
p* = 0,01047
k* = 0,49973

p = Ls x p*
= 60 x 0,01047
p = 0,628 m

k = Ls x k*
= 60 x 0,49973
k = 29,98 m

36
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Ts = ( Rc + P) tg 1/2 + k
= (239 + 0,628) tg . 35 + 29,98
Ts = 105,53 m

Es = (Rc + p) sec - Rc
= (239 + 0,628) sec . 35 239
Es = 11,88 m

L = Lc + 2 Ls
= 85,88 + (2 x 60)
L = 205,88 m

Kontrol :
L < 2 Ts
205,88 m < (2 x 105,53 ) m
205,88 m < 211,06 m (OK)

Landai relatif BM = [(0,02 + 0,088) x 3,5] / 60 = 0,0063 %


Kelandaian Relatif maksimum untuk kecepatan rencana 70 km/jam adalah :
1
kelandaian max 0,0073%
137,5
Kontrol :
0,0063 % < 0,0073 % (OK)

37
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

38
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

4.4. Perhitungan Stasioning Horizontal


A. Lengkung Horizontal I (S-S)
Dari perhitungan lengkung horizontal I diperoleh:

STA A = 0 + 000
STA PLI = STA A + d1
= 0 + 000 + 400 = 400 m
STA TS1 = STA A + d1 TS1
= 0 + 000 + 400 -195,65 = 204,35 m
STA CS1 = CS1
= STA TS1 + LS1
= 204,35 + 187,61 = 391,96 m
STA ST1 = STA SC1 + Ls
= 391,96 + 187,61 = 579,57 m

B. Lengkung Horizontal II (S-C-S)


Dari perhitungan lengkung horizontal I diperoleh:

STA TS2 = ST1 + (d2 + d3) TS1 TS2


= 579,57 + (1700 + 800 ) 195,65 96,43
= 2787,49 m
STA SC2 = STA TS2 + LS
= 2787,49 + 60
= 2847,49 m
STA CS2 = STA SC2 + LC
= 2847,49 + 69,21
= 2916,70 m
STA ST2 = STA CS2 + LS
= 2916,70 + 60
= 2976,70 m

39
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

C. Lengkung Horizontal III (S-C-S)


Dari perhitungan lengkung horizontal I diperoleh:
STA TS3 = STA ST2 + d4 Ts2 Ts3
= (2976,70 +1450) 96,43 105,53
= 4224,74 m
STA SC3 = STA TS3 + LS
= 4224,74 + 60
= 4284,74 m
STA CS3 = STA SC3 + LC
= 4284,74 + 85,88
= 4370,62 m
STA ST3 = STA CS3 + LS
= 4370,62 + 60
= 4430,62 m
STA C = ST3 + d5 TS3
= 4430,62 + 600 105,53
= 4925,09 m

Kontrol :
4925,09 m < (d1) + (d2) +(d3) + (d4) + (d5)
4925,09 m < (400)+(1700)+(800)+(1450)+(600)
4925,09 m < 4950 m (OK)

40
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Hasil Perhitungan Landai Relatif

Landai
No V R Ls E Max E normal
Relatif

1 70 239 187,61 0,088 0,02 0,0020


2 70 239 60 0,088 0,02 0,0063
3 70 239 60 0,088 0,02 0,0063

Rekapitulasi Alinyemen Horizontal


No. 1 2 3
PI STA 579,57 m 2976,70 m 4430,62 m
45 o 31 o 35 o
VR 70 km/jam 70 km/jam 70 km/jam
RC 239 m 239 m 239 m
LS 187,61 m 60 m 60 m
o o
S 22,5 7,2 7,2
C - 16,6o 20,6o
p* 0,0431687 0,01047 0,01047
k* 0,4973288 0,499973 0,49973
p 8,09 m 0,628 m 0,628 m
k 93,30 m 29,98 m 29,98 m
TS 195,65 m 96,43 m 105,53 m
ES 28,44 m 9,67 m 11,88 m
LC - 69,21m 85,88 m
L 375,22 m 189,21 m 205,88 m
e 0,088 0,088 0,088
Landai Relatif 0,0020 0,0063 0,0063
Jenis lengkung S-S S-C-S S-C-S

41
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

4.5 Perhitungan Kebebasan Samping


A. Jarak Pandang Henti ( JPH )

Jarak pandang Henti tikungan I dan II dengan data sebagai berikut :


V ( Kecepatan kendaraan ) : 70 km/jam
T ( Waktu rencana ) : 2,5 s
F ( koefesian gesek antara ban dan perkerasan menurut AASHTO untuk
kecepatan 70 km/jam ) = 0,313
JPHmn ( Jarak pandang henti minimum ( Tabel Spesifikasi standar untuk
perencanaan geometric jalan luar kota Bina Marga, 1990 ) = 95 - 110 m

d1 = Jarak yang ditempuh dalam waktu standar.


d1 = 0.278 . V t
= 0.278 . 70 . 2.5
d1 = 48,65 m

d2 ( Jarak Pengereman )

V2
d2 =
254. f

70 2
=
254.0,313
d2 = 61,63 m

JPH = d1 + d2
= 48,65+ 61,63
JPH = 110,28 m
Karena JPH > JPHmin maka dalam perencanaan dipakai nilai
JPH = 110,28 m

42
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

B. Perhitungan kebebasan samping


Tikungan I (tikungan Spiral - Spiral)
R = 239 m
V = 70 km/jam
JPH = 110,28 m
m = ( JPH ) : 8.R
= (110,28) : 8 . 239
m = 6,36 m
Jadi kebebasan samping tikungan I = 6,36 m

Tikungan II (tikungan Spiral Circle - Spiral)


R = 239 m
V = 70 km/jam
JPH = 110,28 m
m = ( JPH ) : 8.R
= ( 110,28 ) : 8. 239
m = 6,36 m
Jadi kebebasan samping tikungan II = 6,36 m

Tikungan II (tikungan Spiral - Spiral)


R = 239 m
V = 70 km/jam
JPH = 110,28 m
m = ( JPH ) : 8.R
= (110,28) : 8 . 239
m = 6,36 m
Jadi kebebasan samping tikungan III = 6,36 m

43
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

C. Perhitungan pelebaran pada tikungan


Tikungan I (tikungan Spiral- Spiral)
Diketahui :
d1 = 400 m
Ls = 187,61 m
e max = 0,088
en = 2%
V = 70 km/jam
R = 239 m
Jumlah Jalur = 2 m
Bn = 2 x 3,5 = 7 m
Lebar Jalan = 3,5 m

Di dapatkan data dari buku-buku Dasar- dasar perencanaan geometrik


jalan truck tunggal sebagai kenderaan rencana (daerah bukit)

P = Jarak gander (6,5)


A = Panjang tonjolan depan (diukur dari gander depan = 1,5 m)
b = Lebar kenderaan rencana 2,5 m
C = Kebebasan samping 1 m

Pelebaran Perkerasan :

B = ( Rc 2 ( P A) 2 1 2 b) 2 ( P A) 2 Rc 2 ( P A) 2 1 2 b

Rc = R xlebar perkerasan + b
= 239 x 3,5 + 2,5
Rc = 238,50 m

44
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Maka :

B = ( Rc 2 ( P A) 2 1 2 b) 2 ( P A) 2 Rc 2 ( P A) 2 1 2 b

( 238,50 2 (6,5 1,5) 2 1 2 2,5) 2 (6,5 1,5) 2


=
238,50 2 (6,5 1,5) 1 2 2.5

= (57479,72) 238,49 1.25


= 239,75 238,49+ 1,25
B = 2,51 m

V
Z = 0,105 .
R
70
= 0,105 .
239
Z = 0,475 m

Bt = n (B+C) + Z
= 2 (2,51 +1) + 0,475
Bt = 7,495 m

Maka lebarnya perkerasan pada tikungan


= Bt Bn
= 7,495 7,00
= 0,495 m

45
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tikungan II (tikungan Spiral-Circle-Spiral)


Diketahui :
d3 = 800 m
Ls = 60 m
e max = 0,088
en =2 %
V = 70 km/jam
R = 239 m
Jumlah Jalur = 2 m
Bn = 2 x 3,5 = 7 m
Lebar Jalan = 3,5 m

Di dapatkan data dari buku-buku Dasar- dasar perencanaan geometrik


jalan truck tunggal sebagai kenderaan rencana (daerah bukit)

R = Jarak gander (6,5)


A = Panjang tonjolan depan (diukur dari gander depan = 1,5 m)
b = Lebar kenderaan rencana 2,5 m
C = Kebebasan samping 1 m

Pelebaran Perkerasan :

B = ( Rc 2 ( P A) 2 1 2 b) 2 ( P A) 2 Rc 2 ( P A) 2 1 2 b

Rc = R xlebar perkerasan + b
= 239 x 3,5 + 2,5
Rc = 238,50 m

46
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Maka :

B = ( Rc 2 ( P A) 2 1 2 b) 2 ( P A) 2 Rc 2 ( P A) 2 1 2 b

( 238,50 2 (6,5 1,5) 2 1 2 2,5) 2 (6,5 1,5) 2


=
238,50 2 (6,5 1,5) 1 2 2.5

= (57479,72) 238,49 1.25


= 239,75 238,49+ 1,25
B = 2,51 m

V
Z = 0,105 .
R
70
= 0,105 .
239
Z = 0,475 m

Bt = n (B+C) + Z
= 2 (2,51 +1) + 0,475
Bt = 7,495 m

Maka lebarnya perkerasan pada tikungan


= Bt Bn
= 7,495 7,00
= 0,495 m

47
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tikungan III (tikungan Spiral- Spiral)


Diketahui :
d1 = 1450 m
Ls = 60 m
e max = 0,088
en =2 %
V = 70 km/jam
R = 239 m
Jumlah Jalur = 2 m
Bn = 2 x 3,5 = 7 m
Lebar Jalan = 3,5 m

Di dapatkan data dari buku-buku Dasar- dasar perencanaan geometrik


jalan truck tunggal sebagai kenderaan rencana (daerah bukit)

R = Jarak gander (6,5)


A = Panjang tonjolan depan (diukur dari gander depan = 1,5 m)
b = Lebar kenderaan rencana 2,5 m
C = Kebebasan samping 1 m

Pelebaran Perkerasan :

B = ( Rc 2 ( P A) 2 1 2 b) 2 ( P A) 2 Rc 2 ( P A) 2 1 2 b

Rc = R x lebar perkerasan + b
= 239 x 3,5 + 2,5
Rc = 238,50 m

48
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Maka :

B = ( Rc 2 ( P A) 2 1 2 b) 2 ( P A) 2 Rc 2 ( P A) 2 1 2 b

( 238,50 2 (6,5 1,5) 2 1 2 2,5) 2 (6,5 1,5) 2


=
238,50 2 (6,5 1,5) 1 2 2.5

= (57479,72) 238,49 1.25


= 239,75 238,49+ 1,25
B = 2,51 m

V
Z = 0,105 .
R
70
= 0,105 .
239
Z = 0,475 m

Bt = n (B+C) + Z
= 2 (2,51 +1) + 0,475
Bt = 7,495 m

Maka lebarnya perkerasan pada tikungan


= Bt Bn
= 7,495 7,00
= 0,495 m

49
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB V
PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL

Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan


menggunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehinggga memenuhi keamanan dan kenyamanan drainase.

Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan bagian lurus
(tangen) adalah :
1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimanan titik perpotongan
antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan.

Dalam perencanaan alinyemen vertikal, diperoleh dua buah lengkung


vertikal cembung dan dua buah lengkung vertikal cekung.

5.1 Lengkung Vertikal Cekung


65,00 65,00
G1 = x 100%
100
= 0 % < 10 %

65,10 65,00
G2 = x 100%
50
= - 0,1 % < 10 %

A = G1 G 2
= 0% (-0,1 %)
= +0,1 %

50
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Dari Gambar 5.2 halaman 34 buku Perencanaan Trase Jalan Raya,


dengan nilai A = + 0,1% diperoleh Lv = 200 m.
AxLv 0,1 x 200
Ev = 0,025 m
800 800

STA PLV1 berada pada STA 1 + 800 = 65,00 m


STA PPV1 berada pada STA 1 +900 = 65,00 m
STA PTV1 berada pada STA 2 + 000 = 65,10 m

Elevasi as jalan pada stasiun :


STA 1 + 800 = 65,00 (0,000) = 65,00 m
STA 1 +900 = 65,00 (0,025) = 64,975 m
STA 2 + 000 = 65,10 (0,000) = 65,10 m

51
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

q2 = -0,1
q1 = 0,00
Ev=+0,025

1/2LV

L1=100m L2=100m
LV=200m

PLV 65.00 PPV 65.00 PTV 65.10

ALINYE ME N VE RTIKAL 1 CE KUNG

52
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

5.2 Lengkung Vertikal Cembung


66,00 65,90
G1 = x 100%
100
= 0,1 % < 10 %
66,00 66,00
G2 = x 100%
100
= 0 % < 10 %
A = g1 g 2
= 0,1 % 0 %
= 0,1%
Dari Gambar 5.1 halaman 34 buku Perencanaan Trase Jalan Raya,
dengan nilai A = 0,1 % diperoleh Lv = 200 m
AxLv 0,1 x 200
Ev = 0,025 m
800 800
STA PLV2 berada pada STA 2 + 800 = 65,90 m
STA PPV2 berada pada STA 2 + 900 = 66,00 m
STA PTV2 berada pada STA 3 + 000 = 66,00 m
Elevasi as jalan pada stasiun :
STA 2 + 800 = 66,90 (0,000) = 69,90 m
STA 2 + 900 = 66,00 (0,025) = 67,75 m
STA 3 + 000 = 66,00 (0,000) = 66,00 m

53
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

q2 = 0,00
q1 = 0,1
Ev=+0,025

1/2LV

L1=100m L2=100m
LV=200m

PLV 65.90 PPV 66.00 PTV 66.00

ALINYE ME N VE RTIKAL 2 CE MBUNG

54
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

5.3 Lengkung Vertikal Cembung


66,00 66,00
G1 = x 100%
100
= 0 % < 10 %
65,86 66,00
G2 = x 100%
100
= - 0,14% < 10 %
A = g1 g 2
= 0 % (- 0,14 %)
= 0,14 %
Dari Gambar 5.2 halaman 34 buku Perencanaan Trase Jalan Raya,
dengan nilai A = 0,14 % diperoleh Lv = 200 m.
AxLv 0,14 x 200
Ev = 0,035 m
800 800
STA PLV3 berada pada STA 3 + 300 = 66,00 m
STA PPV3 berada pada STA 3 + 400 = 66,00 m
STA PTV3 berada pada STA 3 + 500 = 65,86 m
Elevasi as jalan pada stasiun :
STA 3 + 300 = 66,00 (0,000) = 66,00 m
STA 3 + 400 = 66,00 (0,035) = 65,965 m
STA 3 + 500 = 65,86 (0,000) = 65,86 m

55
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

q1 = 0,00 q2 = -0,14
Ev=+0,035

1/2LV

L1=100m L2=100m
LV=200m

PLV 66.00 PPV 66.00 PTV 65.86

ALINYE ME N VE RTIKAL 3 CE MBUNG

56
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

5.4 Lengkung Vertikal Cekung


65,00 65,15
G1 = x 100%
100
= -0,15 % < 10 %
65,00 65,00
G2 = x 100%
100
= + 0% < 10 %
A = g1 g 2
= - 0,15 % (+ 0 %)
= -0,15%
Dari Gambar 5.2 halaman 34 buku Perencanaan Trase Jalan Raya,
dengan nilai A = -0,15 % diperoleh Lv = 200 m.
AxLv - 0,15 x 200
Ev = -0,0375 m
800 800
STA PLV4 berada pada STA 4 + 000 = 65,15 m
STA PPV4 berada pada STA 4 + 100 = 65,00 m
STA PTV4 berada pada STA 4 + 200 = 65,00 m
Elevasi as jalan pada stasiun :
STA 4 + 000 = 65,15 (0,000) = 65,15 m
STA 4 + 100 = 65,00 (-0,0375) = 65,0375 m
STA 4 + 200 = 65,00 (0,000) = 65,00 m

57
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

PLV 65.15 PPV 65.00 PTV 65.00

LV=200m
L1=100m L2=100m

1/2LV

Ev=-0,0375
q1 = -0,15
q2 = 0,00

ANYILE ME N VE RTIKAL 4 CE KUNG

58
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Rekapitulasi Alinyemen Vertikal

Lengkung A (%) V
Lv (m) Ev (m)
Vertikal g1 (%) g2 (%) g1 g2 (km/jam)
Cekung 0,00 -0,1 + 0,1 70 200 0,025
Cembung 0,1 0,00 + 0,1 70 200 0,025
Cembung 0,00 - 0,14 + 0,14 70 200 0,035
Cekung - 0,15 0,00 - 0,15 70 200 -0,0375

59
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB VI
PERHITUNGAN GALIAN (CUT) DAN TIMBUNAN (FILL)

Dari sketsa jalan, dapat dilihat bagian jalan yang terletak pada bagian
galian dan timbunan. Pada jalan yang terletak pada bagian yang tersambung dapat
dicari volumenya secara menyeluruh. Seperti bagian antara titik awal (A) dengan
titik perpotongannya muka tanah dengan rencana lintasan jalan, dicari dulu luas
luas tampang melintang, volume adalah luas tampang dikalikan jarak antara kedua
penampang, apabila diantarai oleh dua luas tampang yang tertentu maka harus
dicari luas tampang melintang rata-rata dan dikalikan jarak antara kedua
penampang yang bersangkutan.
Lain halnya bila ruas yang harus dicari diantarai oleh dua tampang yang
berbeda, yang satu galian dan yang satu timbunan. Maka harus dicari titik potong
muka tanah dengan permukaan jalan, atau batas antara galian dan timbunan
seperti pada gambar di bawah ini.(gambar 6.1)

Galian
b
Timbunan c

x
a

Gambar 6.1 Batas antara galian dan timbunan

a:b=(L-x):x ( a+ b) x = b. L

bL
ax = b . L b.x = x =
ab

ax + bx = b.L

60
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Dengan demikian dapat diketahui panjang bagian galian dan timbunan,


sehingga dapat dicari volumenya.

Penampang jalan yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 6.2 di bawah ini.

1
2

Gambar 6.2 Potongan Melintang Jalan

61
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

62
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

63
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

64
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

65
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

66
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

67
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

68
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

69
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

70
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

71
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

72
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

73
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

74
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

75
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

76
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

77
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

78
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

79
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

80
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

81
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

82
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

83
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

84
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

85
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

86
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

87
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

88
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

89
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

90
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

91
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

92
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

93
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

94
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

95
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

96
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

97
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

98
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

99
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

100
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

101
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

102
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

103
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

104
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

105
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

106
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

107
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

108
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

109
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

110
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

111
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

112
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

113
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

114
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

115
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

116
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

117
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

118
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

119
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB VII
PERENCANAAN PERKERASAN JALAN

7.1 Perhitungan Tebal Lapisan Perkerasan


Untuk merencanakan Lapisan Tebal Perkerasan pada perencanaan
konstruksi jalan raya, data-datanya yaitu :
1. Trase Jalan direncanakan dari zona A ke zona B kemudian dilanjutkan
kezona C pada peta kontur yang ada.
2. Komposisi kendaraan awal umur rencana pada tahun 2002
a. Mobil penumpang (1+1) = 3300 Kendaraan
b. Bus 8 ton (3+5) = 1300 Kendaraan
c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 930 Kendaraan
d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 93 Kendaraan
e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 63 Kendaraan
f. Truk 3 as 30 ton (6+7+7+5+5) = 33 Kendaraan
Jalan akan dibuka pada tahun 2007
3. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi Jalan = 1
Jalan = Kolektor
Lebar Jalan = 7 meter
Arah = 2 jalur, 2 arah tanpa median
4. Umur Rencana (5+5) tahun
5. Pertumbuhan lalu lintas = 5 % selama pelaksanaan
= 7 % perkembangan lalu lintas
6. Curah hujan rata-rata pertahun : 750 mm/tahun
7. Jenis lapisan perkerasan yang digunakan :
Lapisan permukaan : Laston
Pondasi atas : Batu pecah kelas A
Pondasi bawah : Sirtu Kelas B
8. Data CBR : 4 5 6 7 8 9 10 5 4 8

120
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

7.1.1 Menghitung LHR ( Lintas Harian Rata-Rata)


a. Komposisi Kendaraan awal umur rencana (2002)
a. Mobil penumpang (1+1) = 3300 kendaraan

b. Bus 8 ton (3+5) = 1300 kendaraan

c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 930 kendaraan

d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 93 kendaraan

e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7) = 63 kendaraan

f. Truk 3 as 30 ton (6+7+7+5+5) = 33 kendaraan +


= 5719 Kendaraan
b. Perhitungan LHR pada tahun 2007

( 1+ i )n

a. Mobil penumpang 3300x ( 1 + 0,05)5 = 4212 kend/hari

b. Bus 8 ton 1300x ( 1 + 0,05)5 = 1659 kend/hari

c. Truk 2 as 10 ton 930x ( 1 + 0,05)5 = 1187 kend/hari

d. Truk 2 as 13 ton 93 x ( 1 + 0,05)5 = 119 kend/hari

e. Truk 3 as 20 ton 63 x ( 1 + 0,05)5 = 81 kend/hari

f. Truk 3 as 30 ton 33x ( 1 + 0,05)5 = 42 kend/hari +


LHR 2007 =7300 kend/hari

c. Perhitungan LHR pada tahun pada Tahun ke 5 (2012)

LHR 2007( 1+ i )n

a. Mobil penumpang 4212 x ( 1 + 0,07)5 = 5908 kend/hari

b. Bus 8 ton 1659 x ( 1 + 0,07)5 = 2327 kend/hari

c. Truk 2 as 10 ton 1187 x ( 1 + 0,07)5 = 1665 kend/hari

121
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

d. Truk 2 as 13 ton 119 x ( 1 + 0,07)5 = 167 kend/hari

e. Truk 3 as 20 ton 81 x ( 1 + 0,07)5 = 114 kend/hari

f. Truk 3 as 30 ton 42 x ( 1 + 0,07)5 = 59 kend/hari +


LHR 2012 =10240 kend/hari

d. Perhitungan LHR pada tahun pada Tahun ke 5 berikutnya (2017)

LHR 2012( 1+ i )n

a. Mobil penumpang 5908 x ( 1 + 0,07)5 = 8286 kend/hari

b. Bus 8 ton 2327 x ( 1 + 0,07)5 = 3264 kend/hari

c. Truk 2 as 10 ton 1665 x ( 1 + 0,07)5 = 2335 kend/hari

d. Truk 2 as 13 ton 167 x ( 1 + 0,07)5 = 234 kend/hari

e. Truk 3 as 20 ton 114 x ( 1 + 0,07)5 = 160 kend/hari

f. Truk 3 as 30 ton 59 x ( 1 + 0,07)5 = 83 kend/hari +


LHR 2017 =14362 kend/hari

7.1.2 Menentukan Angka Ekivalen

Angka ekivalen per sumbu dapat dilihat pada tabel 3.1.

Berdasarkan tabel 3.1 didapat angka ekivalen :

Beban Sumbu Angka Ekivalen


Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251

122
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

7000 15432 0,5415 0,0466


8000 17637 0,9238 0,0795
8160 18000 1,000 0,086
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712

a. Mobil penumpang (1+1) = 0,0002 + 0,0002 =0,0004

b. Bus 8 ton (3+5) = 0,0183 + 0,1410 =0,1593

c. Truk 2 as 10 ton (4+6) = 0,0577 + 0,2933 =0,351

d. Truk 2 as 13 ton (5+8) = 0,1410 + 0,9238 =1,0648

e. Truk 3 as 20 ton (6+7+7 = 0,2933 + 0,7452 =1,0385

f. Truk 3 as 20 ton (6+7+7+5+5) = 0,2933 + 0,7452 + 0,1940 =1,2325

7.1.3 Menentukan LEP


n
LEP LHR
j i
j xC j xE j

Dari data yang telah di dapat, dapat dihitung nilai LEP yaitu :

a. Mobil penumpang 4212 x 0,5 x 0,0004 = 0,8424

b. Bus 8 ton 1659 x 0,5 x 0,1593 = 132,1394

c. Truk 2 as 10 ton 1187 x 0,5 x 0,351 = 208,3185

d. Truk 2 as 13 ton 119 x 0,5 x 1,0648 = 63,3556

123
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

e. Truk 3 as 20 ton 81 x 0,5 x 1,0385 = 42,0593

f. Truk 5 as 30 ton 42 x 0,5 x 1,2325 = 25,8825 +


LEP 2007 = 472,5977

7.1.4 Menentukan LEA

n
LEA LHR j (1 i)UR xC j xE j
j i
Perhitungan LEA untuk 5 tahun (2012)
a. Mobil penumpang 5908 x 0,5 x 0,0004 = 1,1816

b. Bus 8 ton 2327 x 0,5 x 0,1593 = 185,3455

c. Truk 2 as 10 ton 1665 x 0,5 x 0,351 = 292,2075

d. Truk 2 as 13 ton 167 x 0,5 x 1,0648 = 88,9108

e. Truk 3 as 20 ton 114 x 0,5 x 1,0385 = 59,1945

f. Truk 5 as 30 ton 59 x 0,5 x 1,2325 = 36,3588 +

LEA 2012 = 663,1987

Perhitungan LEA untuk 10 tahun (2017)

a. Mobil penumpang 8286 x 0,5 x 0,0004 = 1,6572

b. Bus 8 ton 3264 x 0,5 x 0,1593 = 259,9776

c. Truk 2 as 10 ton 2335 x 0,5 x 0,351 = 409,7925

d. Truk 2 as 13 ton 234 x 0,5 x 1,0648 = 124,5816

e. Truk 3 as 20 ton 160 x 0,5 x 1,0385 = 83,08

f. Truk 5 as 30 ton 83 x 0,5 x 1,2325 = 51,1487 +

LEA 2017 = 930,2376

124
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

7.1.5 Menentukan LET

LET = (LEP + LEA) / 2

Dari data, dapat dihitung LET yaitu :


LET 5 = ( LEP + LEA5)

= (472,5977+ 663,1987)

= 567,8982

LET 10 = ( LEP + LEA 10)

= ( 472,5977 + 930,2376)

= 701,4176

7.1.6 Menentukan LER

LER = LET x UR/10

LER5 = LET5 x 5/10

= 567,8982 x 0,5

= 283,9491 x 1,67

= 474,1949

LER10 = LET10 x 10/10

= 701,4176 x 1

= 701,4176 x 2,5

= 1753,544

125
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

7.1.7 Penentuan Harga CBR


Dari data yang didapat data CBR sebesar : 4 5 6 7 8 9 10 5 4 8

CBR rata-rata = 4+5+6+7+8+9+10+5+4+8


10
= 6,6
CBR max = 10
CBR min = 4
Untuk nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam 1 segmen.
Besarnya nilai R dapat dilihat pada tabel 3.2
Tabel 8.2 Nilai R Untuk Perhitungan CBR Segmen

Jumlah titik
Nilai R
pengamatan
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
>10 3,18

CBR segmen = CBR rata-rata CBR max CBR min


R
= 6,6 10 4
3,18
= 4,7

126
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

7.1.8 Menentukan Tebal Lapisan Perekerasan

a. Menentukan Nilai DDT (Daya Dukung Tanah)


Dari hasil pemeriksaan data CBR, kita dapat menentukan nilai DDT
dengan cara berikut :
DDT = 4,3 . Log 4,7 + 1,7
= 4,3 x0,672 + 1,7
DDT = 4,6

b. Menentukan Faktor Regional (FR)


% kendaraan berat = Jumlah kendaraan berat x 100 %
Jumlah semua kendaraan
= (2419) x 100%
5719
= 43 %
Dari data yang diberikan diketahui :
- Curah hujan 750 mm/thn = iklim I < 900/thn
- Landai Jalan 6 % = Kelandaian II ( 6 - 10 % )
Nilai FR dapat dilihat pada tabel 3.3. Dari Tabel 3.3 maka didapat
Faktor Regional (FR )adalah = 1,5

Kelandaian II Kelandaian III


Kelandaian I ( < 6 %)
Curah (6-10%) (> 6 %)
Hujan % kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
30 % > 30 % 30 % > 30 % 30 % > 30 %
Iklim I
< 900 0,5 1,0 1,5 1,0 1,5 2,0 1,5 2,0 2,5
mm/th
Iklim II
> 900 1,5 2,0 2,5 2,0 2,5 3,0 2,5 3,0 3,5
mm/th

127
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

c. CBR tanah dasar rencana


Nilai CBR yang di dapat melalui metode grafis dan analitis adalah = 4,6
d. Indeks Permukaan (IP)
Untuk mendapatkan nilai IP dapat dilihat dari nilai LER dan

TabelIndekpermukaandibawahini.. Nilai LER untuk 5 tahun kedepan adalah

474,1949 danNilai LER untuk 10 tahun kedepan adalah 1753,544. Dengan

klasifikasi jalan kolektor.

Tabel 8.4 Indeks Permukaan pada akhir umur rencana

Lintas Klasifikasi Jalan


Ekivalen
Lokal Kolektor Arteri Tol
Rencana
< 10 1,0 1,5 1,5 1,5 2,0 -
10 100 1,5 1,5 2,0 2,0 -
100 1000 1,5 2,0 2,0 2,0 2,5 -
> 1000 - 2,0 2,5 2,5 2,5
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)

Klasifikasi jalan Kolektor,


LER5 = 474,1949 = 100 1000, IP = 2,0
LER10 = 1753,544 = > 1000 IP = 2,0
IP yang digunakan adalah = 2

e. Indeks Permukaan pada awal umur rencana (ITP)


ITP dapat ditentukan melalui grafik nomogram. Untuk menentukan
ITP dari grafik nomogram di perlukan data sebagai berikut, IP, IPo, DDT,
LER, dan FR. Untuk mendapatkan angka Ipo, dapat dilihat pada tabel
dibawahini :

128
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Tabel 8.5 Indeks Permukaan pada awal umur rencana


Jenis Lapis Perkerasan Ipo Roughness (mm/km)
LASTON 4 1000
3,9-3,5 >1000
LASBUTAG 3,9 3,5 2000
3,4 3,0 >2000
HRA 3,9 3,5 2000
3,4 3,0 >2000
BURDA 3,9 3,5 < 2000
BURTU 3,4 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 3,0 3000
2,9 2,5 >3000
LATASBUM 2,9 2,5
BURAS 2,9 2,5
LATASIR 2,9 2,5
JALAN TANAH 2,4
JALAN KERIKIL 2,4
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen, Depaertemem Pekerjaan Umum (1987)

Dari tabel dan grafik nomogram di dapat hasil :

- Untuk 5 tahun kedepan


IP = 2,0
IPo = 3,9 3,5
DDT = 4,6
LER5 = 474,1949
FR = 1,5

Maka diperoleh
ITP = 9,50 (nomogram 4)

129
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

- Untuk 10 tahun kedepan


IP = 2
IPo = >4
DDT = 4,6
LER10 = 1753,544
FR = 1,5
Maka diperoleh
ITP = 10,60 (nomogram 3)

f. Menetapkan Tebal Perkerasan


Variabel-variabel untuk menetapkan lapisan tebal perkerasan dilihat pada
tabel dibawahini.
Tabel 8.8 Koefisien Kekuatan Relatif

Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif
a1 a2 a3 MS Kt(kg/ CBR Jenis Bahan
(kg) cm) %
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - LASTON
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,32 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - LASBUTAG
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - MACADAM
0,25 - - - - - LAPEN (MEKANIS)
0,20 - - - - - LAPEN (MANUAL)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - LASTON ATAS

130
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

- 0,24 - 340 - -

- 0,23 - - - - LAPEN (MEKANIS)


- 0,19 - - - - LAPEN (MANUAL)
- 0,15 - - - - Stab tanah dengan semen
- 0,13 - - - -
- 0,15 - - 22 - Stab dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (Kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (Kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah Lempung Kepasiran
Sumber : Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan metode
Analisa Komponen

Dari tabel kita dapat menentukan nilai a1, a2 dan a3. dan juga nilai
d1, d2 dan nilai d3.

Untuk 5 Tahun
Koefisien kekuatan relatif, dilihat dari tabel koefisien relatif
- Lapisan permukaan : Laston, MS 744 a1 = 0,40
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A a2 = 0,14
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B a3 = 0,12

Tebal lapisan minimum dilihat dari ITP = 9,50


Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 10 cm
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 20 cm
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B (CBR 50)d3 = 10 cm

131
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Mencari D1,D2, Dan D3


Untuk 5 tahun
Mecari D3
9,50 = (a1.D1)+ (a2 . D2) + (a3 . D3)
9,50 = (0,40 . 10) + (0,14 . 0,20) + (0,12 . D3)
9,50 = 4,0 + 2,8 + 0,12 . D3
9,50 = 6,8 + 0,12 . D3
9,50 -6,8 = 0,12 . D3
2,70 = 0,12 . D3
D3 = 2,70/0,12 = 23Cm

Mecari D2
9,50 = (a2 . D2) + (a3 . D3)
9,50 = (0,14 . D2) + (0,12 . 23)
9,50 = 0,14.D2 + 2,76
9,50 -2,76 = 0,14.D2
6,74 = 0,14 . D2
D2 = 6,74/0,14 = 48 Cm

Mecari D1
9,50 = (a1 . D1) + (a2 . D2)
9,50 = (0,40 . D1) + (0,12 . 48)
9,50 = 0,40.D2 x 5,76
9,50 -5,76 = 0,40.D2
3,74 = 0,40 . D2
D1 = 3,74/0,40 = 9 Cm

Jadi di dapat :
- Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 9 cm
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 48 cm
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B (CBR 50) d3 = 23 cm

132
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Lapisan perkerasan Untuk 5 Tahun

9 cm Laston (MS 744)

48 cm Batu pecah kelas A

Sirtu kelas B (CBR 50)


23 cm

Tanah dasar

133
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Untuk 10 Tahun
Koefisien kekuatan relatif, dilihat dari tabel koefisien relatif
- Lapisan permukaan : Laston, MS 744 a1 = 0,40
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A a2 = 0,14
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B a3 = 0,12

Tebal lapisan minimum dilihat dari ITP = 10,60


Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 10 cm
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 20 cm
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B (CBR 50)d3 = 10 cm

Mencari D1,D2, Dan D3


Untuk 10 tahun
Mecari D3
10,60 = (a1.D1)+ (a2 . D2) + (a3 . D3)
10,60 = (0,40 . 10) + (0,14 . 0,20) + (0,12 . D3)
10,60 = 4,0 + 2,8 + 0,12 . D3
10,60 = 6,8 + 0,12 . D3
10,60 -6,8 = 0,12 . D3
3,80 = 0,12 . D3
D3 = 3,80/0,12 = 32Cm

Mecari D2
10,60 = (a2 . D2) + (a3 . D3)
10,60 = (0,14 . D2) + (0,12 . 32)
10,60 = 0,14.D2 + 3,80
10,60 -3,80 = 0,14.D2
6,76 = 0,14 . D2
D2 = 6,76/0,14 = 48 Cm

134
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

Mecari D1
10,60 = (a1 . D1) + (a2 . D2)
10,60 = (0,40 . D1) + (0,12 . 48)
10,60 = 0,40.D2 x 5,76
10,60 -5,76 = 0,40.D2
4,84 = 0,40 . D2
D1 = 4,84/0,40 = 12 Cm

Jadi di dapat :
- Lapisan permukaan : Laston, MS 744 d1 = 12 cm
- Lapisan Pondasi atas : Batu pecah kelas A d2 = 48 cm
- Lapisan Pondasi bawah : Sirtu kelas B (CBR 50) d3 = 32 cm

Lapisan perkerasan Untuk 10 Tahun

12 cm Laston ( MS 744 )

48 cm Batu pecah kelas A

32 cm Sirtu kelas B (CBR 50)

Tanah dasar

135
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Untuk perhitungan volume galian dan timbunan, nilai total yang didapat
untuk galian adalah 75910,06 m3 dan untuk timbunan adalah 50446,13 m3.

8.2 Saran
Setelah mengerjakan perhitungan pada perencanaan trase jalan raya ini,
penulis menyarankan untuk mendapatkan volume galian dan timbunan yang
seimbang harus dilakukan lagi penyesuaian trase atau galian dan timbunan
sehingga dapat diperoleh volume galian dan timbunan yang mendekati. Kalaupun
tidak dapat seimbang diusahakan galian lebih besar dari pada timbunan, karena
selain jalan yang dibuat dari tanah yang digali lebih kuat dari pada jalan yang
dibuat dari tanah yang ditimbun juga karena pertimbangan faktor ekonomisnya.

136
Perencanaan Konstruksi Jalan Raya 2015

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bukhari dan Maimunah, 2005, Perencanaan Trase Jalan Raya, Banda Aceh:
Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala.
Sukirman, Silvia, 1999, Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Bandung:
Penerbit Nova.

137

Anda mungkin juga menyukai