Anda di halaman 1dari 22

1

BAB 4
RESIKO AUDIT DAN RESIKO BISNIS

MAGISTER AKUNTANSI SEMESTER 1

KELOMPOK II
DESTI AFEEKA BUDIATI
MARINA
2

RESIKO AUDIT & RESIKO BISNIS

Risiko audit (audit risk) merupakan risiko kesalahan auditor dalam memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang salah saji secara
material. Risiko bisnis (business risk) merupakan risiko dimana auditor akan menderita
kerugian atau merugikan dalam melakukan praktik profesinya akibat proses pengadilan
atau penolakan publik dalam hubungannya dengan audit. (Guy, Dan et al, 2002).

I. RISIKO AUDIT
Menurut SA seksi 312 (PSA No. 25), risiko audit adalah risiko yang timbul karena
auditor, tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas
suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Disamping risiko audit,
auditor juga menghadapi risiko kerugian pratektek profesionalnya akibat dari tuntutan
pengadilan, publikasi negatif, atau peristiwa lain yang timbul berkaitan dengan laporan
keuangan yang telah diaudit dan dilaporkannya. Risiko ini tetap akan dihadapi oleh
auditor meskipun ia telah melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang
diterapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan telah melaporkan hasil audit atas laporan
keuangan dengan semestinya. Meskipun seorang auditor telah menetapkan risiko
semacam ini pada tingkat yang rendah, ia tidak boleh melaksanakan prosedur yang
kurang luas sebagaimana yang seharusnya dilakukan berdasarkan standar auditing yang
telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia. Definisi risiko audit ini tidak mencakup
risiko yang dihadapi oleh auditor karena ia secara salah menyimpulkan bahwa laporan
keuangan berisi salah saji material. Dalam situasi ini biasanya auditor
mempertimbangkan kembali atau memperluas prosedur auditnya dan meminta klien
untuk melakukan tugas tertentu untuk mengevaluasi kembali kewajaran laporan
keuangannya.
Risiko audit adalah risiko memberikan opini audit yang tidak tepat atas laporan
keuangan yang disalah sajikan secara material. Tujuan audit adalah menekankan risiko
audit ini ke tingkat rendah yang diterima auditor akan tetapi auditor tidak dapat menekan
risiko ke titik nol. (Theodorus : 2013)
Auditor tidak menjamin bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji
material, maka terdapat beberapa derajat risiko bahwa laporan keuangan mengandung
3

salah saji yang tidak terdeteksi oleh auditor. Dengan demikian dalam perencanaan
pekerjaannya, auditor harus mempertimbangkan risiko audit tersebut.
Konsep keseluruhan mengenai risiko audit merupakan kebalikan dari konsep
keyakinan yang memadai. Semakin tinggi kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam
menyatakan pendapat yang benar, semakin rendah risiko audit yang akan ia terima. Jika
99% kepastian diinginkan, maka risiko audit adalah 1%, sementara jika kepastian sebesar
95 % dianggap memuaskan, maka risiko audit adalah 5%. Biasanya pertimbangan
professional berkenaan dengan keyakinan yang memadai dan keseluruhan tingkat risiko
audit dirancang sebagai satu kebijakan kantor akuntan publik, dan risiko audit akan dapat
dibandingkan antara satu audit dengan audit lainnya. (Boynton, Jhonson, Kell, 2003).
Tantangan akhir dari suatu audit adalah bahwa auditor tidak dapat memeriksa
semua bukti yang berkaitan dengan setiap asersi untuk setiap saldo akun dan golongan
transaksi. Model risiko audit menjadi pedoman para auditor dalam pengumpulan bukti
audit, sehingga auditor dapat mencapai tingkat keyakinan yang memadai yang
diinginkan. Model resiko audit yang digunakan terutama untuk tahap perencanaan dalam
menentukan berapa besar bahan bukti yang harus dikumpulkan dalam tiap siklus.

Risiko Audit
Risiko Sifat Sumber
Inherent Risk (Risiko Laporan keuangan mungkin Tujuan atau operasi entitas
Bawaan) dan Control Risk atau berpotensi dan rancangan atau
(Risiko Pengendalian) mengandung salah saji yang implementasi pengendalian
material. internal oleh manajemen
Detection Risk (Risiko Auditor mungkin gagal Sifat dan luasnya prosedur
Pendeteksian) mendeteksi salah saji yang audit yang dilaksanakan
material dalam laporan auditor.
keuangan.

Komponen Risiko Audit


SA seksi 312 (PSA No. 27), menyatakan pada tingkat saldo akun atau golongan
transaksi, resiko audit terdiri dari risiko yang meiliputi risiko bawaan (inherent risk) dan
risiko pengendalian (control risk) bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung
4

salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan yang dapat menjadi
material terhadap laporan keuangan apabila digabungkan dengan salah saji pada saldo
akun atau golongan transaksi lainnya, dan risiko deteksi (detection risk) bahwa auditor
tidak akan mendeteksi salah saji tersebut.
a. Risiko Bawaan (Inherent Risk)
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi
terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalian
yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar dari pada saldo akun atau
golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan
yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang
sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada persediaan batu bara. Akun yang
terdiri dari jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko
lebih besar dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data
berupa fakta. Faktor eksternal juga mempengaruhi risiko bawaan. Sebagai contoh,
perkembangan teknologi mungkin menyebabkan produk tertentu menjadi usang, sehingga
mengakibatkan persediaan cenderung dilaporkan lebih besar. Di samping itu, terhadap
faktor-faktor tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau golongan transaksi
tertentu, faktor-faktor yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau
golongan transaksi mungkin mempengaruhi risiko bawaan yang berhubungan
dengan saldo akun atau golongan transaksi tertentu. Faktor yang terakhir ini
mencakup, misalnya kekurangan modal kerja untuk melanjutkan usaha atau penurunan
aktivitas industri yang ditandai oleh banyaknya kegagalan usaha.
b. Risiko Pengendalian (Control Risk)
Risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material yang dapat
terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara t epat waktu oleh
pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain dan
operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan
penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada
karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.

c. AR (Audit Risk)
Risiko Audit atau Audit Risk (AR) adalah kemungkinan risiko salah saji
bersifat material dan atau penggelapan (fraud) yang bisa lolos dari proses audit jika
auditor tidak melakukan tugasnya secara cermat. Mengingat risiko itu maka, auditor
5

harus melakuka pemeriksaan risiko (risk assessment) sebelum menjalankan proses


audit, tepatnya pada fase perencanaan audit (audit planning). Tujuannya: Untuk
mengukur dan memetakan risiko audit yang mungkin timbul thus bisa menentukan
dimana proses pemeriksaan dilaksanakan secara ketat dan dimana agak longgar,
dimana audit penuh (full audit) dan dimana secara acak (random audit).

d. Risiko Deteksi (Detection Risk)


Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suat u asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efekt ivit as
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena
ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau
golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidak pastian lain yang ada,
walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%.
Ketidakpastian lain semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu
prosedur audit yang tidak sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya,
atau menafsirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi
sampai pada tingkat yang dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai
dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.

Model Risiko Audit


Dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit, auditor dapat
mengekspresikan setiap komponen dalam istilah kuantitatif, seperti prosentase, atau
dalm istilah nonkuantitatif seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau maksimum.
Dalam kedua kasus tersebut, pemahaman, mengenai hubungan yang diekspresikan
dalam model risiko audit adalah penting ketika menetukan tingkat risiko deteksi yang
direncakan dapat diterima.
Model risiko audit, mengekspresikan hubungan antara komponen-komponen risiko audit
sebagai berikut :
AR = IR x CR x PDR
PDR = (IR x CR) / AR

Dimana :

AR = Audit Risk
6

IR = Inherent Risk

CR = Control Risk

PDR = Planned Detection Risk

Model risiko audit dapat diterapkan dengan langkas-langkah sebagai berikut:


1. Pertama, Kantor Akuntan Publik (KAP) biasanya sudah mematok besaran
angka persentase Audit Risk (AR) yang bisa diterima (biasanya tak boleh
lebih dari 10%).
2. Kedua, menentukan IR dan CR. Inherent risk (IR) diukur dengan
mempertimbangkan faktor eksternal dan internal seperti yang sudah saya
jelaskan di atas. Sedangkan CR diukur dengan menilai desain dan
implementasi sistim pengendalian internal yang dimiliki oleh auditee seperti
yang sudah saya jelaskan di atas.
3. Ketiga, menentukan PDR inilah yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam merancang prosedur audit, substantive test dan rencana
audit secara keseluruhan. Planned Detection Risk (Risiko Penemuan yang
Direncanakan)
Adalah risiko bahwa bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal
menemukan kekeliruan yang melampaui jumlah yang dapat ditolerir. Jika
kekeliruan semacam itu timbul. Ada dua hal penting yang harus diperhatikan
yaitu PDR tergantung pada tiga unsur risiko lainnya dalam model dan PDR
menentukan besarnya bukti yang akan dikumpulkan.
Untuk mengilustrasikan penggunaan dari model tersebut, asumsikan bahwa auditor
telah membuat penilaian risiko berikut untuk suatu asersi tertentu seperti asersi
kelengkapan untuk persediaan.

AR = 5%, IR = 75%, CR = 50%


Risiko deteksi dapat ditentukan sebagai berikut :

AR 0,05
DR = = = 13%
IRXCR 0,75 X 0,50
7

Risiko deteksi sebesar 13%, berarti auditor perlu merencanakan pengujian subtantif
dengan suatu cara yang akan menghasilkan risiko yang dapat diterima bahwa terdapat
kemungkinan kegagalan sekitar sebesar 13% dalam mendeteksi salah saji yang
material. Risiko ini dapat diterima jika auditor memiliki keyakinan dari sumber-
sumber lain untuk mendukung penilaian risiko bawaan dan risiko pengendalian.

Materialitas dan Audit Risk terus diperhatikan sepanjang audit, dengan :

1. Mengidentifikasi dan menilai RMM


2. Menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit lanjutan
3. Menentukan revisi atas materialitas (overall materiality maupun performance
materiality)
4. Mengevaluasi dampak salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected
misstatement)

Penilaian Risiko Bisnis Klien

Arens (2006) menjelaskan bahwa auditor menggunakan pengetahuan yang diperolehnya


dari pemahama strategis atas bisnis dan industri klien untuk menilai risiko bisnis klien.
Perhatian utama auditor adalah risiko salah saji material dalam laporan keuangan yang
disebabkan oleh risiko bisnis klien. Penilaian auditor atas risiko bisnis klien
mempertimbangkan industri yang digeluti klien dan faktor eksternal lainnya, serta
strategi bisnis klien, prosess dan faktor internal lainnya. Auditor juga
mempertimbangkan pengendalian manajemen yang dapat mengurangi risiko bisnis,
seperti prakik penilaian risiko yang efektif dan tata kelola perusahaan.

Pendekatan-Pendekatan Yang Digunakan Dalam Mengukur Risiko Audit


Ada 2 macam pendekatan yan g berkembang sehubungan dengan pengkuruan risiko
Audit (Cushing & Loebbecke, 1983), yaitu:
1. Pendekatan Analisa Risiko Audit (Audit Risk Analysis Approach); dan
8

Tujuan utama dari penggunaan analisa risiko audit adalah membantu auditor untuk
memperoleh rasa percaya diri (keyakinan) bahwa laporan keuangan auditee tidak
mengandung salah-saji yang bersifat material. Pendekatan ini samasekali tidak
memperhitungkan adanya risiko bisnis yang mungkin dihadapi oleh auditor dan kantor
akuntan publik sehubungan dengan opini yang mereka keluarkan. Sehingga, model ini
juga tidak banyak mempertimbangan kondisi ekonomi makro dan faktor-faktor di luar
proses audit itu sendiri.
2. Pendekatan Model Keputusan Audit (Audit Decision Modeling Approach)
jika dibandingkan dengan model analisa risiko auditmengikut sertakan biaya audit
disamping risiko audit. Model ini bisa menjadi semacam alat penunjang dalam
menjalankan proses audit yang hemat (cost-effective)tentunya dalam kisaran yang
masih aman sehubungan dengan kemungkinan adanya risiko salah-saji yang bersifat
material.
9

KEGAGALAN AUDIT (AUDIT FAILURE)


Kegagalan audit terjadi ketika auditor menyatakan opini audit yang salah karena
pelaksanaan audit tidak sesuai dengan standar auditing yang berlaku. Kegagalan auditor
dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam mengaudit suatu perusahaan
menyebabkan sikap skeptis pada masyarakat. Keberhasilan dan kinerja seseoarang
dalam suatu bidang pekerjaan banyak ditentukan oleh tingkat kompetensi,
profesionalisme dan komitmennya terhadap bidang yang ditekuninya (Rahmadika : 2011).
Terdapat beberapa perusahaan yang sudah cukup mapan yang akhirnya jatuh karena
kegagalan auditor independen dalam mengaudit laporan keuangan perusahaannya, contoh
kasus : Enron, Adelphia, Dinergy, Global Crossing, Tyco Internasional, Xeros, Pharmalat,
dan Tax Sheltering yang memunculkan skandal dalam pelaporan keuangan dan akibatnya
berdampak pada jatuhnya nilai laba perusahaan dan munculnya mosi tidak percaya
masyarakat terhadap perusahaan tersebut.
Di Indonesia, kasus audit failure terjadi pada perusahaan Kimia Farma dan Bank
Lippo (Luhgianto 2010:3) kasus perusahaan Kimia Farma terjadi mark up terhadap laba
tahun 2011. Sedangkan laba Bank Lippo terjadi pembukuan ganda pada tahu 2002.
Kasus-kasus tersebut sangat memprihatinkan karena dialami oleh perusahaan- perusahaan
yang cukup ternama pada zamannya yang mengakibatkan perusahaan tersebut kehilangan
kepercayaan public dan reputasi akuntan public pun menurun. Sebagai perusahaan publik
yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat melalui bursa saham, penyajian
laporan keuangan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga yang
berwenang, di Indonesia lembaga ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

II. RISIKO BISNIS UNTUK PROFESI AKUNTAN PUBLIK DAN


KLIEN
Kesalahan atas penyajian dari laporan audit untuk suatu perusahaan memiliki makna
yang dalam akan kelangsungan perusahaan maupun kelangsungan dari auditor itu sendiri
10

di masa depan. Auditor harus lebih berhati-hati dalam menentukan klien dalam mengaudit
karena auditor mempertaruhkan bisnisnya atas hasil laporan yang dibuatnya.
Sudah sejak lama peran dan posisi akuntan menjadi sorotan banyak orang baik itu
diluar negeri maupun di Indonesia sekalipun. Hal tersebut terjadi karena akuntan dianggap
memiliki kontribusi dalam banyak kasus kebangkrutan perusahaan. Telah terjadi banyak
kasus yang menyebabkan kepercayaan publik pada laporan keuangan dan profesi akuntan
memudar antaranya Enron, Adelphia, Dinergy, Global Crossing, Tyco Internasional,
Xeros, Pharmalat, Tax Sheltering, dan kasus Kimia Farma di Indonesia dimana pada
auditornya merupakan auditor yang masuk jajaran Big Four Certified Publik Accountant
(CPA).
Dengan terjadinya kasus tersebut, banyak pihak yang bertanya-tanya bagaimana hal
tersebut bisa terjadi dan tidak terdeteksi sekian lama. Dari kasus-kasus yang ada
mengidentifikasikan bahwa kegagalan audit ini akibat kegagalan dalam memahami bisnis
dan industri perusahaan untuk mengidentifikasi risiko yang sangat signifikan, yang
meningkatkan salah saji material dalam laporan keuangan. Tanggung jawab hukum dan
profesional KAP adalah hal yang penting, sehingga klien yang kurang memiliki integritas
atau selalu memperdebatkan tentang pelaksanaan audit dan fee yang tepat dapat
menimbulkan lebih banyak masalah daripada manfaat yang diterima.

Risiko Bisnis Klien


Risiko bisnis klien adalah risiko dimana klien akan gagal mencapai tujuannya, yang
berhubungan dengan keandalan laporan keuangan, efisiensi dan efektifitas operasi serta
kepatuhan terhadap hukum dan pemerintah. Pemahan yang menyeluruh atas bisnis dan
industri klien dan pengetahuan tentang operasi perusahaan merupakan hal yang penting
dalam melakukan audit yang memadai. Sifat dari bisnis dan industri klien mempengaruhi
risiko bisnis klien dan risiko salah saji dalam laporan keuangan. Auditor menggunakan
pengetahuan dari risiko ini untuk menentukan luasan yang tepat dari buktinya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi risiko bisnis klien antaranya adalah industri dan
lingkungan eksternal, manajemen dan tata kelolo, tujuan dan strategi serta pengukuran
kinerja (Arens : 2001). Auditor dapat menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dari
pemahan strategis atas bisnis dan industri klien untuk menilai risiko bisnis klien. Perhatian
11

utama auditor adalah risiko dari salah saji material dalam laporan keuangan yang
disebabkan oleh risiko bisnis klien.
Penilaian auditor atas risiko bisnis klien mempertimbangkan industri yang digeluti
klien dan faktor eksternal lainnya. Auditor juga mempertimbangkan pengendalian
menejemen yang dapat mengurangi risiko bisnis, seperti pratik penilaian risiko yang
efektif dan tatakelola perusahaan.

Risiko Bisnis Auditor


Risiko bisnis auditor adalah risiko dimana auditor atau KAP akan menderita
kerugian karena melakukan perikatan, meskipun laporan audit yang dibuat untuk klien
dinyatakan unqualified opinion, misalnya adanya tuntutan dipengadilan oleh pihak yang
merasa dirugikan karena penggunaan jasa dari Kantor Akuntan Publik (KAP), sanksi
hukum yang ditetapkan oleh organisasi profesi seperti IAI, hukuman mansyarakat berupa
tuduhan yang sifatnya menjelaskan atau menilai rendah reputasi suatu KAP dan berusaha
untuk menggunakan jasanya dan kemungkinan tidak dibayar oleh klien. Exposure terhadap
risiko bisnis selalu ada tidak peduli apakah auditor melaksanakan audit sesuai dengan
standar audit dengan benar dan digugat oleh ketidakpuasan pemilik. Dalam kasus ini,
auditor mungkin memenangkan tuntutan hukum tetapi reputasi profesinya akan rusak.
Beberapa pertimbangan dari risiko bisnis auditor antara lain adalah penangan perusahaan
yang go public, regulated industry akan perusahaan-perusahaan yang menjadi sorotan
publik.

III. MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT


Risiko audit dan materialitas, mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya
standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan serta tercermin dalam laporan auditor
bentuk baku. Risiko audit dan materialitas bersama dengan hal-hal lain, perlu
dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat dan lingkupan prosedur audit serta dalam
mengevaluasi hasil prosedur tersebut.
12

Pengertian Materialitas
Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang apabila terjadi penghilangan atau
salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin dapat mengubah atau
mempengaruhi pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan atas informasi tersebut.
Hal ini dilakukan dengan memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu
melibatkan baik pertimbangan kuantitatif ataupun kualitatif
Menurut (Mulyadi : 2002) materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau
salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang
meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau
salah saji.
Sebagai akibat inetraksi antara pertimbangan kuantitatif dan kualitatif dalam pertimbangan
materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil yang ditemukan oleh auditor dapat
berdampak material terhadap laporan keuangan.
Laporan keuangan yang mengandung salah saji material apabila laporan keuangan
tersebut mengandung salah saji yang dampaknya, secara individual atau keseluruhan,
cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.

Salah saji atau misstatement bisa terjadi karena berbagai sebab, dan dapat
dikelompokkan menurut:
Ukuran (size) berapa besarnya salah saji dalam ukuran uang (monetary amount),
misalnya salah saji yang ditemukan berjumlah Rp. 10 juta, ini merupakan ukuran
kuantitatif dari suatu salah saji;
Sifat (nature) salah saji, ini merupakan ukuran kuantitatif dari suatu salah saji; dan
Situasi di sekitar terjadinya salah saji tersebut (circumstances surrounding the
accurrence).
Salah saji lazim ditemukan, antara lain:
Kesalahan (errors) dan kecurangan (fraud) dalam pembuatan laporan keuangan;
13

Penyimpangan terhadap kerangka pelaporan keuangan yang digunakan (departures


from the applicable financial reporting framework);
Kecurangan yang dilakukan karyawan atau manajemen
Kesalahan manajemen (management errors)
Pembuatan estimasi yang tidak akurat atau tidak tepat (inaccurate or inappropriate
estimates); atau
Penjelasan yang keliru, tidak tepat atau tidak lengkap mengenal kebijakan akuntansi
atau hal lain dalam catatan atas laporan keuangan.
Materialitas bukanlah merupakan angka mutlak (materiality is not an absolute
number). Materialitas berada dalam wilayah kelabu antara apa yang sangat boleh
jadi tidak material dan apa yang sangat boleh jadi material. Oleh karena itu,
penilaian atau assessment mengenai apa yang material senantiasa merupakan urusan
kreatif profesional.

Materialitas dalam Proses Audit


Tahap Auditor Melaksanakan
Risk assessment Menentukan dua macam materialitas, yakni meterialitas
(penilaian risiko) untuk laporan keuangan secara menyeluruh dan
performance materiallity (materialitas pelaksanaan).
Merencanakan prosedur penilaian riiko apa yang harus
dilakukan.
Mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji yang
meterial.
Risk response Menentukan sifat (nature), waktu (timing), dan luasnya
(menanggapi risiko) (extent) prosedur audit selanjutnya (further audit
procedures).
Merevisi angka materialitas karena adanya perubahan
situasi (change in circumstances) selama audit
berlangsung.
Reporting (pelaporan) Mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi oleh
entitas itu.
14

Merumuskan pendapat auditor.

Materialitas mengukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan


keuangan dalam mebuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas mengakui bahwa hal-
hal tertentu, terpisah atau tergabung, pentingnya untuk membuat keputusan ekonomis
berdasarkan laporan keuangan tersebut. Contoh keputusan ekonomis: menananmkan modal
dalam entitas itu, bertansaksi bisnis dengannya, meminjamkan uang kepadanya, dan lain-
lain.
Penentuan materialitas menyeluruh (overall materiality) tidak didasarkan pada
penilaian risiko audit. Materialitas menyeluruh ditentukan sepenuhnya dalam hubungannya
dengan pemakaian laporan keuangan. Materialitas menyeluruh lazimnya sama dengan
angka meterialitas yang digunakan pemakai laporan keuangan. Contohnya, keputusan
laporan keuangan dipengaruhi atau berybah karena salah saji dalam laporan keungan
sebesar Rp. 100 juta. Maka angka mareialitas menyeluruh adalah Rp. 100 juta. Salah saji
(terpisah atau tergabung) yang melampaui Rp. 100 juta akan menyebabkan laporan
keuangan disalahsajikan secara material.
Menurut Internasional dan US standards mengidentifikasikan bahwa auditor
menggunakan profesional judgement ketika menetapkan level yang sesuai untuk audit risk
dan materiality. Kedua standar tersebut mencatat bahwa dua konsep tersebut
dipertimbangkan bersama ketika melaksanakan penugasan, resiko audit dan materialiti
digunakan dalam perencanaan penugasan dan juga dalam pengevaluasian pengumpulan
bukti. Kebalikan hubungan tersebut ada diantara sesiko audit dan materialitas. Sebagai
contoh, resiko audit di level rendah konsisten dengan level materialitas yang lebih tinggi,
dan materialitas adalah kenaikan resiko audit yang lebuh rendah. Kombinasi dari resiko
audit dan materialitas menentukan nature, timing dan perluasan dari prosedur yang
dilakukan. Baik ISA 25 (6) maupun SAS 47 (2) menekankan bahwa penempatan level
risiko audit dan materialitas boleh berubah dari tahap perencanaan penugasan ketahan
evaluasi. Perubahan lingkungan atau pengetahuan auditor mungkin menyebabkan risiko
audit dan materialitas disusun pada tahap perencanaan diubah.
15

Tingkat Materialitas
Empat konsep Materialitas
1. Overall materiality
Overall materiality didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan berdampak
terhadap keputusan yang dibuat laporan keuangan.
2. Overall performance materiality
Performance materiality ditetapkan lebih rendah dari Overall materiality.
Performance materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko
tertentu (tanpa mengubah Overall materiality)
3. Specific materiality
Specific materiality untuk jenis transaksi , saldo akun atau disclosure tertentu
dimana jumlah salah sajinya akan lebuh rendah dari Overall materiality
4. Specific performance materiality
Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari Specific materiality.
Hal ini memungkinkan auditor menanggapi penilaian tertentu, dan
memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi dan salah
saji yang tidak material, yang secara agregat dapat berjumlah materiality

Materialitas untuk Laporan keuangan secara menyeluruh


Materialitas untuk Laporan keuangan secara menyeluruh (overall materiality) didasarkan
atas persepsi auditor mengenai kebutuhan informasi keuangan dari pemakai lapran
keuangan. ini (umumnya dan seharusnya) ditetapkan sebesar angka materialitas yang
digunakan pembuat laporan keuangan.
Sekali ditetapkan, angka overall materiality menjadi salah satu faktor yang pada akhirnya
menjadi ukuran yang dipakai untuk menilai sukses atau gagalnya audit. Misalnya overall
materiality ditetapkan sebesar Rp20juta. Jika sesudah melaksanakan prosedur audit:
Tidak ada salah saji yang ditemukan, sehingga auditor memberikan pendapat WTP
(Wajar Tanpa Pengecualian)
Beberapa salah saji yang kecil-kecil (immaterial) ditemukan dan tidak dikoreksi-
auditor memberikan pendapat WTP.
16

Salah saji yang tidak dikoreksi melampaui angka materialitas (Rp20juta) ditemukan,
dan menejemen tidak bersedia mengoreksinya- auditor memberikan pendapat WDP
(wajar dengan pengecualian) atau pendapat TW (tidak wajar)
Ada salah saji yang tidak dikoreksi melampaui angka materialitas (Rp20juta) di
dalam laporan keuangan tetapi tidak ditemukan auditor- auditor secara keiru
memberikan pendapat WTP.

Performance Materiality
Performance Materiality memungkinkan auditor menangani risiko salah saji dalam jenis
transaksi, saldo akun atau disclosures tanpa harus mengubah overall materiality.
Performance Materiality memungkinkan auditor menetapkan angka materialitas
berdasarkan overall materiality, tetapi lebih rendah dari overall materiality untuk
mencerminkan detection risk (risiko tidak terdeteksinya salah saji) dan untuk
mencerminkan penilaian risiko.
Menetapkan angka Performance Materiality yang tepat memastikan besar/luasnya
pekerjaan audit untuk meningkatkan kemungkinan terungkapnya salah saji. Menetapkan
angka Performance Materiality yang tepat memerlukan kearifan profesional (profesional
judgment), dan bukan sekedar hitung-hitungan sederhana atau penerapan tabel-tabel. Dalam
hal ini kearifan profesional memperhitungkan hal-hal dalam menangani risiko audit, seperti:
Memahami entitas dan hasil dari pelaksanaan prosedur risk assessment
Sifat dan luasnya salah saji yang terungkap dalam audit terdahulu
Ekspektasi mengenai salah saji dalam tahun berjalan

Specific Materiality
Ada beberapa situasi dimana salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk
laporan keuangan secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak dan akan
mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemakai laporan keuangan.
Contoh sebagai berikut:
- Ketentuan perundang-undangan dan kerangka pelaporan keuangan
- Disclosures yang sensitif seperti remunerasi manajemen
- Related-party transaction (transaksi istimewa)
17

- Ketidakpatuhan terhadap perjanjian pinjaman,perikatan lainnya, ketentuan


perundangan, dan kewajiban pelaporan statuter atau yang ditetapkan regulator
- Pengeluaan tertentu seperti illegal payments (suap, gratifikasi) atau biaya eksekutif

Pengungkapan utama dalam industri yang bersangkutan


Besarnya cadangan dan biaya eksplorasi dala perusahaan tambang
Besarnya biaya penelitian dan pengembangan dalam perusahaan farmasi
Pengungkapan peristiwa penting, perubahan penting dalam operasi
Bisnis yang baru diakusisi atau perluasan perusahaan
Kegiatan usaha yang diberikan
Peristiwa luar biasa atau contingencies (seperti tuntutan hukum)
Perkenalan produk atau jasa baru

Specific Performance Materiality


Specific Performance Materiality ditetapkan lebih rendah dari angka Specific materiality,
untuk memastikan pekerjaan audit yang cukup, dilaksanakan untuk mengurangi ke tingkat
rendah yang tepat, probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak terdeteksi
melebihi Specific materiality.

Mendokumentasikan Materialitas
Karena angka materialitas ditentukan berdasarkan kearifan profesional, sangatlah penting
faktor-faktor dan angka-angka yang digunakan dalam materialitas pada berbagai tingkat,
didokumentasikan dengan baik.
Dokumentasi ini terjadi selama:
- Tahap perencanaan, ketika keputusan dibuat mengenai luasnya pekerjaan audit yang
harus dilaksanakan
- Audit, jika berdasarkan temuan audit, diperlukan revisi atas overall materiality atau
performance materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosures tertentu
18

V. MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RISIKO PADA KLIEN DAN RISIKO


PELAPORAN FINANSIAL
Pelaporan hasil dari audit yang dilakukan auditor terhadap klien tentunya akan
menghasilkan laporan audit yang akan berdampak pada klien. Pada dasarnya semua klien
menginginkan hasil yang memuaskan atas kinerja mereka terhadap hasil audit, akan tetapi
tentunya ini akan diketahui jika auditor telah melakukan audit pada suatu perusahaan.
Sehingga kebanyakan dari klien tersebut melakukan berbagai cara agar bisa mendapatkan
hasil audit yang memuaskan atau yang sering dikenal dengan Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP).
Peran auditor tentunya bukan hanya sekedar mengaudit sebuat perusahaan dengan
mencari kesalahan-kesalahan pada perusahaan tersebut akan tetapi peran auditor di sini
adalah untuk mencari pembenaran atas sesuatu hal yang keliru dan kedepannya diharapkan
bagi perusahaan dapat lebih baik. Pada saat auditor akan melakukan tugasnya disebuah
perusahaan, sebaiknya auditor tersebut memberi pemahaman terhadap klien tentang risiko
yang akan mereka hadapi baik itu dari segi kinerja perusahaan dan laporan keuangan yang
sebenarnya. Sebab jika sengaja melakukan kesalahan, perusahaan yang bersangkutan
kedepannya akan mengalami penurunan baik dalam segi kepercayaan maupun dari segi
financial.
Hasil audit yang dilakukan oleh auditor harus dapat diterima oleh semua klien atau
perusahaan yang di audit baik itu hasil yang positif maupun yang kurang posiitif bagi
perusahaan. Karena hal ini akan berdampak besar bagi kelangsungan perusahaan kedepannya.
19

CONTOH KASUS PT . TELKOM

Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Sahari dan Rekan melakukan penolakan atas
izin audit sebagai first layer. Yaitu auditor pertama yang menjadi acuan dalam melakukan
audit lanjutan oleh second layer-nya yaitu Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto dan
rekan. Penolakan izin tersebut juga membuat KAP EP kesulitan dalam mendapatkan opini
hasil keuangan sebelumnya baik hasil audit keuangan holding perseroan yaitu PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk maupun hasil audit anak perusahaannya yaitu PT
Telekomunikasi Selular. Selain itu, kerugian yang dilakukan oleh KAP HS juga merugikan
KAP EP yaitu berlarut-larutnya audit padahal waktu untuk penyerahan laporan keuangan
sudah ditunggu oleh Bapepam dan SEC. Dengan terjadinya pengunduran hasil laporan, KAP
EP mendapat sanksi dari Bapepam yaitu pembekuan izin usaha di lantai bursa. Selain
merugikan langsung kepada beberapa pihak, perbuatan KAP HS membuat indeks harga
saham gabungan merosot dan merugikan negara. Penolakan izin tehadap hasil audit
sebelumnya KAP HA merupakan member PwC International dan karena tidak diperbolehkan
untuk melihat 20-F milik Telkom. Padahal PwC Amerika tidak berasosiasi dengan KAP HS
karena KAP HS merupakan badan usaha yang didirikan di Indonesia dan memakai hukum
Indonesia, dengan demikin tidak relevan apabila KAP HS memeriksa seluruh 20-F tanapa
dasar hukum yang jelas. Karena kejadian dan peristiwa ada di Indonesia maka KAP HS harus
mengikuti aturan yang berlaku umum di Indonesia[12] khususnya ketentuan-ketentuan di
pasar modal.

Kedudukan Kantor Akuntan Publik (KAP) Eddy Pianto dan Rekan merupakan korban
yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Shari dan Rekan. KAP EP
mendapatkan sanksi dari Bapepam dan tidak boleh beroperasi dulu di lantai bursa untuk
melakukan audit terhadap laporan keuangan perseroan. Padahal pada kuartal pertama di tahun
2002 KAP EP telah diprcaya oeh 332 (tiga ratus tiga puluh dua) perseroan untuk diaudit hasil
keuangannya. Dan sekitar 59 perusahan atau 29% peruahaan telah berhasil diaudit oleh KAP
tersebut. Walaupun tidak melakukan audit dengan sempurna terhadap laporan hasil keuangan
PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, akan tetapi itu bukan pure kesalahannnya. Dengan
demikian, KAP EP menjadi korban atas pelanggaran pasal 107 Undang-undang nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Kantor Akuntan Publik (KAP) Haryanto Sahari dan Rekan, member firm dari kantor
akuntan publik asing Pricewaterhouse Coopers (PwC) terbukti bersalah. Dengan demikian
20

KAP Haryanto Sahari dan Rekan harus membayar denda sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua
puluh milyar rupiah) dan di setorkan ke kas negara sebagai setoran peneriamaan negara
bukan pajak Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran Kantor Perbendaharaan
dan Kas Negara Jakarta I beralamat di jalan Ir. H. Juanda nomor 19 melalui bank pemerintah
dengan kode penerimaan 1212 dan harus dibayar lunas paling lambat dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan ini, dengan denda
keterlambatan Rp. 10.000.00,00 (sepulu juta rupiah) per hari untuk setiap hari keterlambatan
tidak melaksanakan putusan ini. Putusan ini dibuat hari senin tanggal 21 Juni 2004.

Dalam Pasal 107,[9]

Setiap Pihak yang dengan sengaja bertujuan menipu atau merugikan Pihak lain atau menyesatkan
Bapepam, menghilangkan, memusnahkan, menghapuskan, mengubah, mengaburkan,
menyembunyikan, atau memalsukan catatan dari Pihak yang memperoleh izin, persetujuan, atau
pendaftaran termasuk Emiten dan Perusahaan Publik diancam dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Dalam pasal tersebut dapat dikaji apabila ada pihak yang bertujuan untuk merugikan atau
menyesatkan. Dalam kasus diatas dapat dilihat KAP Haryanto Sahari dan rekan mencoba
untuk menyesatkan dan merugikan. Merugikan para pemegang saham dari perseroan induk
maupun anak perusahaannya yakni TELKOM dan TELKOMSEL. Karena hasil auditnya
tidak dibeikan izin maka KAP Eddy Pianto dan rekan mengalami kesulitan dalam mengacu
auditnya.

Mengaburkan dan menyembunyikan dalam pasal tersebut juga dapat diterapkan pada
tindakan yang dilakukan oleh KAP HS. Mengaburkan karena tidak mengizinkan acuan
sehingga KAP EP harus memulainya lagi dari bawah tanpa tahu dokumen-dokumen apa saja
yang pernah di audit. Dan menyembunyikan hasil audit beserta opininya sehingga PT telkom
melakukan inpermission atas hasil kerja KAP HS yang saat itu waktunya sangat terbatas.

Dengan demikian pasal 107 ini dapat diterapkan pada kasus yang menimpa Kantor Audit
Publik (KAP) Haryanto Sahari dan rekan yang telah merugikan PT Telekomunikasi
21

Indonesia. Tbk (Telkom), PT. Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), Kantor Audit Publik
(KAP) Eddy Pianto dan rekan, Bapepam, dan SEC. Karena kecerobohannya tersebut indeks
harga saham gabungan Telkom anjlok dan mengalami kerugian karena adanya isu tidak
transparansi keuangannya.

Berkaitan dengan risko bisnis klien dan auditor, kasus ini memberikan contoh bahwa auditor
memiliki risiko besar dalam menentukan diterima atau tidaknya klien yang meminta jasa
auditor. KAP EP mengalami kerugian dan sanksi atas audit pada PT.TELKOM karena tidak
mendeteksi adanya kesulitan dalam mendapatkan acuan dari KAP first layer. Hal tersebut
telah mengakibatkan kerugian baik pada bisnis auditor bahkan pada klien.

JURNAL TERKAIT

Penilaian Resiko Audit dan deteksi salah saji dalam laporan keuangan : Bukti empiris
dari Nigeria

Risiko audit menilai penilaian relevan yang terkait dengan neraca, kelas transaksi, atau
pengungkapan yang berupa salah saji yang bisa bersifat material pada laporan keuangan
ketika agregat dengan salah saji pada neraca lain, kelas, atau pengungkapan dan resiko bahwa
auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Penelitian ini meneliti penilaian resiko audit
dan deteksi salah saji dalam laporan keuangan. Data didapat dari sumber primer maupun
sekunder. Data sekunde didapat dari literatur jurnal dan buku sedangkan data primer
diperoleh dari kuesioner yang terstruktur dengan tingkat rata-rata kebenaran sebesar 0.91.

Klasifikasi Konteks model seperti yang diaplikasikan pada penelitian ini berasumsi bahwa
kemampuan dalam mendeteksi salah saji diturunkan dari sampel informasi auditor yang
disimpan pada terjadinya salah saji. Hal ini diasumsikan bahwa level salah saji yang
disediakan pada perusahaan klien memberikan stimulus bahwa auditor akan bergantung pada
keputusan salah saji pada organisasi klien (Jaffar, 2009)
22

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa aplikasi dari model resiko audit secara stastistik
dan signifikan berpengaruh pada deteksi salah saji pada laporan keuangan. Selain itu
penelitian ini memberikan hasil bahwa model risiko audit dapat mengurangi level kecurangan
dalam laporan keuangan melalui deteksi salah saji pada praktik audit dan rekomendasi
relevant yang disediakan akan memperbesar aplikasi penilaian resiko audit pada laporan
keuangan.

Anda mungkin juga menyukai