Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Kelainan degeneratif merupakan penyakit yang terjadi akibat kemunduran fungsi sel
tubuh, sehingga tubuh yang semula berfungsi secara normal dapat berkurang menjadi lebih
buruk. Kelainan degeneratif terjadi karena adanya proses penuaan. Proses menua
didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang
rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya
kerentanan terhadap berbagai penyakit. Proses degenerasi bukanlah sesuatu yang terjadi
hanya pada orang yang berusia lanjut, melainkan suatu hal yang normal yang berlangsung
sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Namun demikian, kelainan degeneratif lebih
terlihat pada usia lebih dari 40 tahun.
Kelainan degeneratif tulang adalah kelainan yang timbul akibat dari proses degenerasi
sel tulang, berkurangnya massa otot dan menurunnya densitas tulang. Dimana hal ini akan
menyebabkan beberapa penyakit pada tulang. Oleh karena itu, diperlukan beberapa
pemahaman mengenai penyakit yang dapat terjadi pada saat tulang mengalami degenerasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antar sel
berkapur yaitu matriks tulang, dan 3 jenis sel yaitu osteosit, osteoblas, dan
osteoklas
Matriks tulang
50% dari berat matriks tulang adalah bahan anorganik, yang
teristimewa dan banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun
bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium, dan natrium juga ditemukan . Bahan
organik dalam matriks tulang adalah kolagen tipe I da substansi dasar, yang
mengandung agregat proteoglikan dan beberapa glikoprotein struktural
spesifik. Glikoprotein tulang bertanggung jawab atas kelancaran kalsifikasi
matriks tulang. Jaringan lain yang mengandung kolagen tipe I biasanya tidak
mengapur dan tidak mengandung glikoprotein tersebut. Karena kandungan
kolagen tinggi, matriks tulang yang terdekalsifikasi terikat kuat dengan
pewarna serat kolagen
Gabungan mineral dan serat kolagen memberikan sifat keras dan
ketahanan pada jaringan tulang. Setelah tulang terdekalsifikasi, bentuknya
tetap terjaga, namun menjadi fleksibel mirip tendon. Walaupun bahan organik
dari matriks tulang sudah menghilang, bentuk tulang masih tetap terjaga,
namun menjadi rapuh, mudah patah dan hancur bila dipegang.
Osteoblas
Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks
tulang (kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Deposisi komponen
anorganik dari tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif. Osteoblas
hanya terdapat pada permukaan tulang, dan letaknya berseblahan, mirip epitel
selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas memiliki bentuk
3
kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitas sintesisnya
menurun seltersebut dapat menjadi gepeng dan sifat basofilik pada
sitoplasmanya akan berkurang.
Osteosit
Osteosit berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang terletak
di antara lamela-lamela matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna.
Bila dibandingkan dengan osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk
kenari tersebut memiliki sedikit retikulum endoplasma kasar dan kompleks
Golgi serta kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat
untuk mempertahankan matriks tulang, dan kematiannya diikuti oleh resorpsi
matriks tersebut.
Osteoklas
Sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel mengandung
sampai 50 inti atau bahkan lebih. Pada daerah terjadinya resorpsi tulang,
osteoklas terdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada
matriks, yang dikenal dengan lakuna Howsip. Osteoklas berasal dari
penggabungan sel-sel sumsum tulang belakang.Osteoklas mengeluarkan
kolagenase dan enzim proteolitik lain yang menyebabkan matriks tulang
melepaskan substansi dasar yang mengapur.
Tulang bagian dalam dan luar di lapisi oleh pembentuk tulang dan
jaringan ikat yang disebut periosteum dan endosteum.
Periosteum
Terdiri atas lapisan luar serat-serat kolagen dan fibroblas. Berkas serat
kolagen periosteum memasuki matriks tulang dan mengikat periosteum pada
tulang. Lapisan periosteum yang lebih banyak mengandung sel berpotensi
membelah melalui mitosis dan berkembang menjadi osteoblas. Sel ini disebut
sel osteoprogenitor dan sel ini berperan penting pada pertumbuhan dan
perbaikan tulang.
Endosteum
4
Melapisi semua rongga dalam di dalam tulang dan terdiri atas selapis
sel osteoprogenitorgepeng dan sejumlah kecil jaringan ikat. Karenanya,
endosteum lebih tipis daripada periosteum.
5
gerak panduan atau sirkumduksi. Jenis sendi ini digolongkan ke dalam
sendi bersumbu tiga. Contoh sendi ini adalah art humeri dan art coxae.
b. Sendi bujur telur atau art. Ellipsoidea (ellipsoid). Sendi ini merupakan
modifikasi dari sendi peluru. Gerakan sedikit terbatas dan tergolong ke
dalam sendi bersumbu dua. Meskipun dapat fleksi, ekstensi, abduksi
dan adduksi, namun tidak rotasi. Sebagai contoh sendi-sendi
metacarpophalangea dan jari-cari tangan (art. radiocarpal)
c. Sendi geser (gliding, atrhrodial, plane). Permukaan-permukaan sendi
berbentuk tak beraturan, biasanya datar atau sedikit lengkung. Satu-
satunya gerakan yang dapat dilakukan adalah menggeser, karenanya
disebut nonaxial. Contoh-contoh terdapat dalam tulang tulang tarsal
dan carpal, dan juga processus articularis dari verterbrae.
d. Sendi putar atau art. Trocoidea (trocoid). Gerakan pada sendi jenis ini
terjadi di dalam bidang transversal dengan longitudinal. Contoh-contoh
dari sendi ini ialah art.radioulna dan art. Atlanto epistrophica pada
rotasi kepala.
e. Sendi pelana atau art. Sellaris (sellar). Sendi ini berbentuk seperti
pelana. Sendi bersumbu dua yang dapat bergerak fleksi, ekstensi,
abduksi, dan adduksi, seperti pada art. Carpometacarpal dari ibu jari.
f. Sendi engsel atau art. Throchlearis (ginglysum/hing). Gerakan pada
sendi ini ada di dalam bidang sagital dengan sumbu transversal. Fleksi
dan ekstensi terjadi pada siku (art.cubiti), pergelangan kaki (art.
talocrurales) dan sendi interphalangea.
6
2. KELAINAN DEGENERATIF TULANG
2.1 Osteoartritis
2.1.1 Definisi Osteoartritis
Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi kronik yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis rawan sendi serta matriks
ekstraseluler, kondrosit dan tulang subkondral pada usia tua. Pada OA terjadi
perubahan morfologi, biokimia, molekuler dan biomekanik baik pada sel
kondrosit maupun matriks rawan sendi yang mengakibatkan perlunakan,
ulserasi, hilangnya rawan sendi, sklerosis dan eburnasi tulang subkondral,
osteofit dan kista subkondral. Timbul rasa nyeri, nyeri tekan dan penurunan
kisaran gerak sendi serta kekakuan sendi.
7
penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja, olahraga berat,
adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer lebih
banyak ditemukan daripada OA sekunder.
8
- Fase inflamasi : Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap
IGF sehingga meningkatnya pro inflamasi sitokin dan jumlah leukosit
yang mempengaruhi sendi. IL-1 (Inter Leukin-1) dan tumor nekrosis
faktor- (TNF-) mengaktifasi enzim degradasi seperti collagenase dan
gelatinase untuk membuat produk inflamasi pada osteoartritis. Produk
inflamasi memiliki dampak negatif pada jaringan sendi, khususnya pada
kartilago sendi, dan menghasilkankerusakan pada sendi.
- Fase nyeri: Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan
trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga
menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini
mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interleukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri. Rasa nyeri juga berupa
akibat lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat menyebabkan
peregangan tendo, ligamen serta spasme otot - otot. Nyeri juga diakibatkan
oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang
berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular
akibat stasis vena pada pada proses remodelling trabekula dan subkondrial.
- Fase degradasi : IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran
makrofag didalam cairan sendi juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas
mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs akan
memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokin ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan
sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA.
Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi
sedangkan faktor pertumbuhan merangsang sintesis.
9
(DIP)) atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal
Phalangeal (PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan
penurunan kemampuan pergerakan sendi yang progresif.
- Deformitas sendi : pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan -
lahan mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau
lutut.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk menentukan diagnostik OA selain melalui pemeriksaan fisik
juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti radiologis dan pemeriksaan
laboratorium. Foto polos dapat digunakan untuk membantu penegakan
diagnosis OA walaupun sensivitasnya rendah terutama pada OA tahap awal.
USG juga menjadi pilihan untuk menegakkan diagnosis OA karena selain
murah, mudah diakses serta lebih aman dibanding sinar-X, CT-scan atau MRI.
- Radiologi
Gambaran radiologi OA sebagai berikut:
Pembentukan osteofit: pertumbuhan tulang baru (semacam taji) yang
terbentuk di tepi sendi.
Penyempitan rongga sendi : hilangnya kartilago akan menyebabkan
penyempitan rongga sendi yang tidak sama.
Badan yang longgar : badan yang longgar terjadi akibat terpisahnya
kartilago dengan osteofit.
10
Kista subkondral dan sklerosis: peningkatan densitas tulang di sekitar
sendi yang terkena dengan pembentukan kista degeneratif
Bagian yang sering terkena OA
Lutut :
o Sering terjadi hilangnya kompartemen femorotibial pada rongga
sendi.
o Kompartemen bagian medial merupakan penyangga tubuh yang
utama, tekanannya lebih besar sehingga hampir selalu
menunjukkan penyempitan paling dini.
Tulang belakang :
o Terjadi penyempitan rongga diskus.
o Pembentukan tulang baru (spuring/pembentukan taji) antara
vertebra yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan keterlibatan
pada akar syaraf atau kompresi medula spinalis.Sklerosis dan
osteofit pada sendi - sendi apofiseal invertebrata.
Panggul :
o Penyempitan pada sendi disebabkan karena menyangga berat
badan yang terlalu berat, sehingga disertai pembentukan osteofit
femoral dan asetabular.
o Sklerosis dan pembentukan kista subkondral.
o Penggantian total sendi panggul menunjukkan OA panggul yang
sudah berat.
Tangan:
o Biasanya mengenai bagian basal metakarpal pertama.
o Sendi - sendi interfalang proksimal (nodus Bouchard)
o Sendi - sendi interfalang distal (nodus Heberden)
11
Pertolongan ortopedi kadang - kadang penting dilakukan seperti
sepatu yang bagian dalam dan luar didesain khusus pasien OA, ortosis juga
digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi
d. Farmakoterapi
Analgesik / anti - inflammatory agents.
COX-2 memiliki efek anti inflamasi spesifik. Keamanan dan
kemanjuran dari obat anti inflamasi harus selalu dievaluasi agar tidak
menyebabkan toksisitas.
Contoh: Ibuprofen : untuk efek antiinflamasi dibutuhkan dosis
1200 - 2400mg sehari. Naproksen : dosis untuk terapi penyakit sendi
adalah 2x250 - 375mg sehari. Bila perlu diberikan 2x500mg sehari.
Glucocorticoids
Injeksi glukokortikoid intra artikular dapat menghilangkan
efusi sendi akibat inflamasi. Contoh:Injeksi triamsinolon asetonid
40mg/ml suspensi hexacetonide 10 mg atau 40 mg
Asam hialuronat
Kondroitin sulfat
e. Operatif
Indikasi dilakukan tindakan operatif bila:
o Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
o Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penanganan medikamentosa
dan rehabilitatif
Terdapat dua tipe terapi pembedahan:
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong
tulang dan merubah sudut dari weight bearing. Tujuannya adalah
membuat kartilago sendi yang sehat menopang sebagian besar
berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair.
2. Arthroplasty
Artroplasti adalah prosedur rekonstruksi sendi sehingga
pergerakannya lebih baik. Artroplasti eksisional adalah tindakan
eksisi tulang untuk dibentuk menjadi sendi palsu baru, contohnya
eksisi kaput femur lalu ruang sendi diisi dengan massa jaringan
lunak seperti otot gluteus. Protesis juga dapat digunakan untuk
mengganti sebagian atau seluruh sendi, contohny pada total knee
replacement arthroplasty. Bila kerusakan hanya pada satu
kompartemen saja dilakukan hemiartriplasti, tetapi bila seluruh
kompartemen rusak dilakukan artroplasti total.
12
Rheumatoid arthritis adalah inflamasi sistemik kronik yang menyerang
beberapa sendi dan termasuk gangguan auto-imun (hipersensitivitas tipe III).
Proses inflamasi ini terutama mempengaruhi lapisan sendi (membran
sinovial), tetapi dapat juga mempengaruhi organ tubuh lainnya.
Peradangan sinovium dapat menyerang dan merusak tulang dan
kartilago. Sel radang melepaskan enzim yang dapat mencerna tulang dan
kartilago, sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan kelurusan pada sendi,
yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.
Predileksi peradangan sinovium adalah persendian tangan dan kaki, lutut,
bahu, leher, panggul.
13
pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi
sistemik.
14
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular
dan manifestasi ekstraartikular
a. Manfestasi artikular
RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung tendo
yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta
hidrops ringan. Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak,
kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama
kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak
dijumpai pada RA kronik. Sendi - sendi besar, seperti bahu dan lutut,
sering menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi - sendi ini
mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun - tahun dari onset
terjadinya.
b. Manifestasi ekstraartikular
o Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA.
Tanda dan gejalanya berupa penurunan berat badan, demam
>38,3oc , kelelahan (fatigue), malaise, depresi dan pada banyak
15
kasus terjadi kaheksia, yang secara umum merefleksi derajat
inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada
kerusakan sendi.
o Nodul, terjadi pada 30 - 40% penderita dan biasanya merupakan
level tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya
tegas, tidak lembut, dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul
ini juga bisa terdapat di paru - paru, pleura, pericardium, dan
peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan
dengan infeksi, ulserasi dan gangren.
o Sjogrens syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary
sjogrens syndrome. Sjogrens syndrome ditandai dengan
keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia
o Paru (pulmonary), contohnyaadalah penyakit pleura kemudian
diikuti dengan penyakit paru interstitial
o Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada
jantung yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis,
kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri koreoner atau disfungsi
diastol
o Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita
dengan penyakit RA yang sudah kronis
o Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated
trombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa neutropenia,
splenomegaly,dan nodular RA sering disebut dengan felty
syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir
o Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2 - 4 kali
lebih besar dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan
penyebaran B-cell lymphoma sercara luas.
16
h. Pergerakan, sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi
pada semua arah.
i. Krepitus, merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan
struktur yang diserang.
j. Atropi dan penurunan kekuatan otot
k. Ketidakstabilan
l. Gangguan fungsi, gangguan fungsi sendi dinilai dengan observasi pada
penggunaan normal, seperti bangkit dari kursi atau kekuatan
menggenggam
m. Nodul, sering ditemukan pada berbagai atropi, umumnya ditemukan pada
permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, tumit belakang, sacrum)
n. Perubahan kuku, adanya jari tabuh, thimble pitting onycholysis atau
serpihan darah
Pemeriksaan Radiologis
Foto polos sendi mungkin normal atau tampak adanya osteopenia atau
erosi dekat celah sendi pada stadium dini penyakit, Foto pergelangan tangan
dan pergelangan kaki penting untuk data dasar, sebagai pembanding dalam
penelitian selanjutnya (Suarjana, 2009). Setelah sendi mengalami kerusakan
yang lebih berat, dapat terlihat penyempitan ruang sendi karena hilangnya
struktur rawan sendi. Juga dapat terjadi erosi tulang pada tepi sendi dan
penurunan densitas tulang. Perubahan-perubahan ini biasanya irreversibel
17
Pasien RA menunjukkan adanya penebalan jaringan ikat dan
penyempitan celah sendi interphalanx proksimal
18
2.2.7 Tatalaksana Rheumatoid Artritis
1. Non-farmakologis
a. Istirahat
Perencanaan aktivitas mutlak diperlukan bagi pasien rheumatoid
arthritis karena penderita biasanya disertai dengan rasa lelah yang
hebat. Kekakuan dan rasa kurang nyaman biasanya dapat diperingan
dengan beristirahat.
b. Latihan-latihan spesifik
1) Gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, minimal dua
kali dalam sehari.
2) Kompres panas pada sendi. Tujuan dari kompres panas ini untuk
mengurangi nyeri pada sendi.
3) Mandi parafin dengan suhu yang dapat diatur. Latihan ini paling
baik diatur dan diawasi oleh tenaga kesehatan yang sudah
mendapat latihan khusus, seperti fisioterapi atauterapis kerja.
Latihan latihan ini bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi
2. Farmakologis
a. Aspirin dan semua golongan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid
(OAINS). Tujuan : terapi awal untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan
b. Glukokortikoid
Steroid dengan prednisone dengan dosis kurang 10 mg/hari.
Mekanisme kerja : untuk meredakan gejala dan memperlambat
kerusakan sendi. Pemberian glukokortikoid harus disertai pemberian
kalsium 1500 mg dan vitamin D 400-800 IU/hari (Suarjana, 2009).
c. DMARD (Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs)
Pemberian DMARD harus mempertimbangkan aspek :
1) Kepatuhan pasien
2) Beratnya penyakit
3) Pengalaman dokter
4) Adanya penyakit penyerta
19
hambat SC per fungsi hati, dll
kemotaksis, minggu
efek anti
inflamasi
sulfasalazin Menhambat 2-3 gr 1-3 bulan Mual, diare,
respon sel B p.o. per leukopeni,
dan hambat hari gangguan fungsi
angiogenesis hati, dll
d. Penatalaksanaan bedah
Tindakan bedah perlu dipertimbangkan bila :
1) Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi
yang ekstensif
2) Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi
yang berat
3) Ada ruptur tendon
Sinovektomi, khususnya pada sendi lutut berguna untuk
meluruskan kembali dan memperbaiki tendon. Sendi buatan dapat
dilakukan misalnya pada sendi panggul, lutut, jari-jari tangan.
Artrodesis mungkin perlu dilakukan pada nyeri atau deformitas yang
berat.
20
2.3.1 Patologi dan patogenesis
Penyakit degeneratif pada vertebra lumbal lebih sering ditemukan
dimana terjadi kelainan degenerasi sendi intervertebral (antara kedua badan
vertebra) serta faset posterior yang disebut osteoartritis.
Pada sendi sentral terjadi degenerasi yang menyebabkan penyempitan
diskus intervertebralis dan hipertrofi pada pinggir sendi dengan terbentuknya
osteofit. Akibat lain yang ditimbulkan adalah terjadinya instabilitas,
hiperekstensi dan penyempitan segmental dari vertebra. Juga dapat terjadi
herniasi diskus intervertebralis.
Osteofit yang terjadi dapat memberikan tekanan pada foramen
intervertebralis yang memberikan tekanan pada saraf yang melewatinya.
2.3.3 Diagnosis
Kelainan degeneratif pada vertebra lumbal merupakan kelainan yang
paling sering ditemukan sebagai penyebab nyeri punggung bawah pada orang
tua. Pemeriksaan radiologis yaitu dengan foto rontgen didapatkan adanya
kelainan berupa penyempitan ruangan intervertebralis serta adanya osteofit.
21
2.3.4 Tatalaksana
Tujuan pengobatan adalah membantu penderita untuk mengetahui
keadaan penyakitnya untuk memberikan dukungan psikologis, mengurangi
nyeri, meningkatkn fungsi tulang belakang dan merehabilitasi penderita. Metode
yang digunakan:
Pertimbangan psikologis
Pemberian obat obat anti nyeri
Pemakaian korset
Fisioterapi
Manipulasi
Tindakan operasi
Rehabilitasi
Sembilan puluh persen penderita dengan kelainan degeneratif tulang
belakang akan mengalami pemulihan tanpa tindakan operasi, sehingga tindakan
operasi dilakukan hanya pada indikasi tertentu seperti:
Hilangnya kontrol kandung kemih dan usus akibat herniasi diskus yang
merupakan tindakan mendadak
Nyeri yang berkelanjutan dan menetap dengan gejala gejala iritasi akar
saraf
Terdapat kelainan neurologis yang progresif
Adanya skiatika dan nyeri yang sangat menggangu
22
Iritasi akar saraf servikal biasanya karena jepitan oleh osteofit yang berada pada
foramina intervertebralis atau karena herniasi dari diskus.
Kompresi pada akar saraf servikal antara C-5/6 akan memberikan
kelemahan pada otot deltoid dan otot bisep, hilangnya refleks bisep dan
gangguan sensibilitas kulit pada ibu jari dan jari telunjuk. Sedangkan, tekanan
pada vertebra C-6/7 akan memberikan kelemahan pada otot trisep,
berukurangnya refleks trisep dan gangguan sensibilitas pada jari telunjuk dan
jari tengah.
2.4.3 Diagnosis
Dengan pemeriksaan radiologis ditemukan adanya penyempitan diskus
intervertebralis disertai pembentukan osteofit di pinggir vertebra terutama pada
bagian depan. Penekanan oleh osteofit pada foramen intervertebralis dapat
dilihat dengan jelas pada proyeksi oblik.
Kelainan ini harus dibedakan dari kelainan kelainan yang
menyebabkan nyeri pada leher serta nyeri pada anggita gerak atas. Nyeri pada
leher dapat terjadi misalnya pada prolaps diskus, infeksi piogenik atau oleh
tuberkulosis, tumor dari vertebra serta fibrositis.
Sedangkan kelainan kelainan pada anggota gerak atas misalnya karena
tumor pada sumsum tulag belakang atau pada akar, spondilolistesis servikal.
Juga kelainan kelainan lain pada pleksus brakialis yaitu tumor, servikal rb,
penyakit Paget, dan lain lain.
2.4.4 Tatalaksana
Gejala gejala spondilosis servikal mempunyai kecenderungan
menghilang secara spontan, tapi dapat juga menetap untuk beberapa bulan.
Pengobatan yang dilakukan:
23
Menghilangkan nyeri dan mengistirahatkan leher dengan menggunakan
kolar servikal
Fisioterapi misalna pemberian sinar gelombang pendek (SWD) atau traksi
Artrodesis vertebra servikal apabila nyeri berkelanjutan serta ada gejala
gejala neurologis yang menetap
Laminektomi (pembedahan untuk membebaskan tekanan pada tulang
belakang atau akar saraf tulang belakang yang disebabkan oleh stenosis
tulang belakang) apabila ada herniasi diskus.
24
lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan
dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.
b. Sekunder frozen shoulder
Merupakan frozen yang diikuti trauma yang berarti pada bahu
misalnya fraktur, dislokasi, ataupun luka bakar yang berat meskipun cedera
ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
25
2.5.5 Manifestasi Klinis Frozen Shoulder
Problematika pada frozen shoulder berupa nyeri dan keterbatasan gerak
akan menyebabkan keluhan pada keterbatasan fungsi berupa ketidakmampuan
untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam
berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang, kesulitan memakai pakaian
dalam bagi wanita dan gerakan- gerakan fungsional yang lain yang melibatkan
sendi bahu.
Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat,
gerakan sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini
berakhir sampai 10-36 minggu.
2. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang
diikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
3. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan
tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan
yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
26
Tahap lanjut
Fisioterapi
Terapi okupasional
Manipulasi dibawah narkose dan dilanjutkan dengan fisioterapi. Jika
pergerakan bahu belum pulih dapat dilakukan operasi berupa perbaikan
kontraktur serta melepaskan perlekatan kapsul dari tulang rawan sendi
kapsul humerus.
27
sering menimbulkan nyeri. Kurangnya fleksibilitas dan kekuatan sering tampak
pada otot-otot ekstensor pergelangan tangan dan bahu posterior.
Keluhan meliputi nyeri siku bagian distal yang menjalar ke lengan atas
maupun ke sisi luar lengan bawah. Nyeri sering bertambah dengan pergerakan
sendi siku; mengangkat benda ringan seperti cangkir kopi dengan lengan yang
meregang dapat menyebabkan nyeri. Pada tenis, backhand swing biasanya
memperberat keluhan, juga menggenggam atau aktivitas yang membutuhkan
ekstensi pergelangan tangan dan gerakan lengan pronasi supinasi yang repetitif.
28
Tes Mill : Pemeriksa meminta pasien agar memfleksikan elbow dan
pergelangan tangan, sambil memperhatikan tiap nyeri yang timbul pada
epikondilus lateral. Hasil positif bila pasien merasakan nyeri pada
epikondilus lateral.
29
Ada banyak pilihan NSAID yang dapat digunakan yakni diclofenac,
naproxen, ibuprofen, dan inhibitor siklooksigenase. Obat-obatan tersebut
dapat digunakan secara topikal maupun sistemik. NSAID dapat
menghambat inflamasi dengan cara menghambat sintesis prostaglandin.
Namun penggunaan NSAID dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena
adanya efek samping pada traktus gastrointestinal dan ginjal.
2. Kortikosteroid
Jenis kortikosteroid yang digunakan untuk terapi tennis elbow
sebaiknya yang memiliki efek anti-inflamasi yang kuat seperti triamcinolone
dan betamethasone. Dan pemberiannya harus dilakukan secara intra-
artrikuler untuk mengurangi efek sistemik.
30
- Operasi dengan Bantuan Artroskopi
Keunggulan terapi ini adalah insisi yang dilakukan jauh lebih kecil dan
perdarahannya lebih minimal jika dibandingkan dengan prosedur terbuka.
Teknik ini menyerupai prosedur terbuka hanya saja visualisasi yang lebih
baik hingga mencapai ruangan intra-artikuler, yang tidak mungkin bisa
tercapai dengan prosedur terbuka.
31
2.7.4 Manifestasi Penyakit de Quervain
Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan tangan dan
menggerakkan kedua otot tersebut yaitu bila menggerakkan ibu jari, khususnya
tendon otot abduktor polisis longus dan otot ekstensor polisis brevis.
32
Beberapa obat oral dan injeksi yang diberikan sebagai berikut :
Nonsteroid anti-inflammatory drugs
Ibuprofen yang merupakan drug of choice untuk pasien dengan nyeri
sedang. Bekerja sebagai penghambat reaksi inflamasi dan nyeri
dengan jalan menghambat sintesa prostaglandin. Dosis dewasa 200 -
800 mg, sedangkan dosis untuk anak-anak usia 6-12 tahun 5-10
mg/kgBB/hari. Untuk anak > 12 tahun sama dengan dewasa. Adapun
kontra indikasi pemberian obat ini adalah adanya riwayat hipersensitif,
ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal atau perforasi, insufisiensi
ginjal, atau resiko tinggi terjadinya perdarahan. Obat ini tidak aman
diberikan untuk wanita hamil terutama kehamilan pada trimester ketiga
(berpotensi untuk menyebabkan menutupnya duktus arteriosus).
Kortikosteroid
Digunakan sebagai anti inflamasi karena dapat mensupresi migrasi
dari sel-sel polimorfonuklear dan mencegah peningkatan
permeabilitas kapiler. Pada orang dewasa dapat diberikan dosis 20-40
mg metilprednisolon atau dapat juga diberikan hidrokortison yang
dicampur dengan sedikit obat anestesi lokal misalnya lidokain.
Campuran obat ini disuntikkan pada tendon sheath dari
kompartemen dorsal pertama yang terkena.
33
2.8.2 Etiologi Plantar Fasciitis
a. Aktivitas fisik yang berlebihan dan pada pekerjaan yang memerlukan
banyak berdiri atau berjalan .
b. Sepatu yang tidak Ergonomis. Sepatu yang solnya tipis, longgar atau tidak
ada dukungan untuk lengkung kaki atau tidak ada kemampuan untuk
menyerap hentakan akan menyebabkan resiko terkena Plantar Fasciitis
semakin tinggi. Jika sering memakai sepatu dengan tumit tinggi (high
heels) maka tendon Achilles yakni tendon yang melekat pada tumit kita
dapat berkontraksi/tegang dan memendek, menyebabkan strain pada
jaringan di sekitar tumit yang juga akan menyebabkan resiko terkena
Plantar Fasciitis semakin tinggi.
c. Berat badan berlebihan. Berjalan-jalan dengan berat badan yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lemak di bawah tulang
tumit dan menyebabkan nyeri tumit. Orang-orang yang naik berat
badannya dengan cepat dapat menderita Plantar Fasciitis, walaupun
tidak selalu.
d. Kehamilan. Berat badan yang bertambah dan pembengkakan yang
dialami pada saat hamil dapat menyebabkan ligamen (jaringan pengikat)
pada tubuh termasuk di kaki untuk mengendur. Ini dapat menyebabkan
permasalahan mekanikal dan peradangan.
e. Kelainan anatomis kaki seperti telapak kaki leper/ceper (tanpa
lengkung), atau sebaliknya, lengkungan berlebihan. Orang-orang dengan
kaki datar mempunyai penyerapan kejutan yang kurang, yang mana hal ini
meningkatkan peregangan dan tegangan pada plantar fascia. Orang-orang
dengan lengkung kaki yang tinggi mempunyai jaringan plantar yang
lebih ketat, yang juga menyebabkan penyerapan kejutan yang
kurang.
f. Pertambahan usia. Saat lengkungan mulai berkurang secara alamiah.
Nyeri tumit cenderung lebih umum dijumpai oleh karena penuaan
menyebabkan lengkung kaki mulai mendatar, menimbulkan stress pada
plantar fascia.
34
2.8.4 Diagnosis Plantar Fasciitis
Pasien datang dengan keluhan pada pagi hari sering merasakan nyeri
dibagian tumit setelah melangkah beberapa kali. Tetapi pada siang hari
keluhan ini dirasakan agak berkurang bahkan pada waktu malam hari keluhan
ini tidak dirasakan lagi. Tetapi keluhan ini terkadang kembali dirasakan
apabila terlalu banyak melakukan aktivitas berjalan atau berdiri.
Pemeriksaan palpasi
Pemeriksaan inspeksi
Pada umumnya pasien mulai berjalan jinjit karena nyeri tumit namun dengan
berjalan (jinjit) atau dengan kaki bagian depan menyebabkan ketegangan pada
plantar fascia yang lebih menarik tumit dan bisa membuat kondisi ini semakin
memburuk (lihat pada gambar diatas).
Foto Rotgen
Foto rotgen ini awalnya untuk memastikan ada tidaknya Calcaneous spur.
Pada penderita plantar fascitis dengan calcaneous sering tebal pada bagian
fascianya dua kali dari normal.
35
2.8.5 Tatalaksana Plantar Fasciitis
Non Operatif
a. Kompres es batu yang dibungkus dengan kain di daerah nyeri atau
bekukan sebotol air dan urutkan di atas daerah yang nyeri selama 20
sampai 30 menit, 3 atau 4 kali sehari atau setelah melaksanakan
aktivitas.
b. Obat-obatan golongan NSAID.
c. Kurangi Aktifitas olah raga. Alihkan aktivitas olah raga dengan
pembebanan pada kaki hingga nyeri mereda. Untuk mempertahankan
kondisi atlet sebaiknya dianjurkan melakukan bentuk-bentuk latihan
alternatif, seperti aktivitas berenang ataupun bersepeda.
d. Latihan peregangan berkala. Lakukan peregangan pada saat bangun
tidur. Sebelum anda turun dari tempat tidur di pagi hari, regangkan
otot-otot betis, lengkung kaki dan tendon Achilles dengan cara
menyentuh ujung kaki anda dan secara perlahan-lahan melipat kaki
anda. Jenis peregangan yang sering dilakukan untuk Plantar
Fasciitis adalah dengan melakukan Calf stretch dan Plantar fascia
stretch.
36
tembus paling dalam (3-5 cm) diantara diatermi lainnya, gelombang
suara ini selain memberikan efek panas/termal, juga ada efek non
termal/mekanik yaitu Micromassage. Terapi ultrasound digunakan untuk
kasus plantar fasciitis karena efek panas dan efek mekanik pada
gelombang ultrasound menyebabkan peningkatan sirkulasi darah ke
jaringan setempat. Radang pada plantar fascia ini terjadi karena adanya
trauma atau strain, sehingga terjadi perubahan pembuluh darah dan
perubahan sel leukosit. Pengaruh panas ultrasound juga dapat digunakan
untuk mengurangi nyeri pada plantar fasciitis karena gelombang
pulsed yang rendah intensitasnya dapat memberikan efek sedative dan
analgesik pada ujung-ujung saraf sensorik. US efektif dalam
mempercepat proses pembuangan infiltrat hasil inflamasi dan
mengurangi perlengketan yang terjadi.
Tindakan Operatif
Jenis Operasi yang biasa dilakukan untuk mengatasi plantar fasciitis
adalah dengan melakukan Gastrocnemius recession atau plantar fascia
release. Komplikasi lainnya adalah terjadinya kerusakan pada syaraf dan
terjadinya infeksi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Amoako A. O., Pujalte G. G. A., 2014. Osteoarthritis in Young, Active, and Athletic
Individuals. Clinical Medicine Insights: Arthritis and Musculoskeletal Disorders: 7 2732
Buckup K. Clinical Tests for The Musculoskeletal System. New York:Thieme. 2004:103-14.
Davey P., 2006. At a Glace Medicine. Alih bahasa oleh, Rahmalia A., Novianti C. Jakarta:
Erlangga. 374-5
Junqueira,L., 2007. Histologi Dasar: Teks & Atlas, Ed. 10. Jakarta: EGC
Kasper LK, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, and Jameson JL. 2005.
Harrisons Principles of Internal Medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill.
Marieb, E.N., Hoehn, K., 2007. Human Anatomy & Physiology7th ed.
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M.. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Rasjad C. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif Watampone; 2007.
Scanlon, Valarie C. 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Suarjana, I.N., 2009. Artritis Reumatoid. dalam Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. hal. 2495-
508. FKUI. Jakarta.
Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S., 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid 2. Edisi 5. Jakatra: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Walz DM, Newman JS, Konin GP, Ross G. Epicondylitis: Patho-genesis, Imaging, and
Treatment. RSNA. 2010 February; 30(1): p. 167-184.
38