Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

RESUSITASI JANTUNG PARU

Oleh :
Fathia Sabila Umar (1518012240)

Perceptor:
dr. Imam Ghozali, Sp.An.,M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESIOLOGI


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Dengan penemuan tindakan diagnostik dan resusitasi mutakhir, maka kematian


tidak lagi dianggap sebagai saat berhenti kerja jantung. Sekarang dikenal
spektrum keadaan fisiologik yang meliputi kematian klinis, serebral dan
organismik. Tanpa pertolongan tindakan resusitasi maka henti sirkulasi akan
menyebabkan disfungsi serebral dan kemudian organismik (dengan kerusakan sel
ireversibel). Tujuan resusitasi jantung paru (RJP) adalah untuk mengadakan
kembali pembagian substrat sementara, sehingga memberikan waktu untuk
pemulihan fungsi paru jantung secara spontan. Selang waktu dari henti sirkulasi
sampai nekrosis sel terpendek pada jaringan otak, sehingga pemeliharaan perfusi
serebral merupakan tekanan utama pada RJP.

Resusitasi yang berhasil (tanda vital kembali) terjadi pada 27-49% kasus-kasus di
rumah sakit dengan angka kelangsungan hidup yang dilaporkan sampai 17%
untuk 1 bulan dan 10-14% untuk 6 bulan dalam suatu penelitian prospektif.pasien
dengan penyakit yang digolongkan sebagai kejadian akut lebih baik daripada
dengan penyakit keganasan, neurologik atau stadium terakhir. Jadi
pneumonia,hipotensi, gagal ginjal, kanker dan gaya hidup terikat di rumah dengan
pra henti ( pre arrest) disertai mortalitas bermakna setelah RJP. Disamping itu
pasien yang resusitasinya memerlukan waktu lebih dari 30 menit biasanya tidak
bertahan hidup. Usia lanjut tidak menyingkirkan hasil yang baik. Walaupun
persentase pasien pasien yang tanda vitalnya berhasil di pulihkan lumayan (60%),
tak bergantung pada tempat dilakukan resusitasi, namun pasien yang mendapat
resusitasi di ICU mempunyai prognosis jangka panjang lebih baik daripada yang
di bangsal.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau cardiopulmonary Resuscitation (CPR)
adalah suatu tindakan sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan
henti nafas atau henti jantung (kematian klinis) ke fungsi optimal, guna
mencegah kematian biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi
arteri karotis dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh
darah atau pernafasan dan terjadinya penurunan atau kehilangan kesadaran.
Kematian biologis dimana kerusakan otak tak dapat diperbaiki lagi, dapat
terjadi dalam 4 menit setelah kematian klinis. Oleh karena itu, berhasil atau
tidaknya tindakan RJP tergantung cepatnya dilakukan tindakan dan tepatnya
teknik yang dilakukan.

2.2 Indikasi
Tindakan RJP yang dilakukan adalah sebagai tindakan pertolongan terhadap
henti nafas dan henti jantung pada pasien.
1. Henti Napas
a) Sumbatan jalan napas : benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke
belakang, pipa trakeal terlipat, kanula trakeal tersumbat, kelainan akut
glotis dan sekitarnya (sembab glotis, perdarahan).
b) Depresin pernapasan :
sentral :
obat-obatan, intoksikasi, pO2 rendah, pCO2 tinggi, setelah henti
jantung, tumor otak, tenggelam
perifer :
obat pelumpuh otot, penyakit myastenia gravis, poliomielitis
2. Henti jantung

2
a) Penyakit kardiovaskular : penyakit jantung iskemik, infark, miokardial
akut, embolus paru, fibrosis pada sistem konduksi (penyakit Lenegre,
Sindrom Adams-Stokes, noda sinus sakit)
b) Kekurangan oksigen akut : henti nafas, benda asing di jalan nafas,
sumbatan jalan nafas oleh sekresi.
c) Kelebihan dosis obat : digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik
d) Gangguan asam-basa elektrolit : kalium serum yang tinggi atau rendah,
megnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, asidosis
e) Kecelakaan : syok listrik, tenggelam

Kebanyakan henti jantung yang terjadi dalam masyarakat merupakan akibat


penyakit jantung iskemik.

2.3 Fase RJP


Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya:
1. Fase 1: bantuan hidup dasar ( Basic Life Support) yaitu prosedur
pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti
jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri dari;
A (airway): menjaga jalan nefas tetap terbuka
B (breathing): ventilasi paru dan oksigenasi yang kuat
C (circulation): mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung
paru

2. Fase II: bantuan hidup lanjut (Advance Life Support) yaitu bantuan hidup
dasar ditambah dengan;
D (drugs): pemberian obat- obatan termasuk cairan
E(EKG); diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin untuk mengetahui
apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole
F( Fibrilasi treatment): tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel

3. Fase III: bantuan hidup perpanjangan ( Prolonged Life Support)

3
G (gauging): pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita
sacara terus- menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian
mengobatinya.
H (human mentation): harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah
manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya
berdasarkan perikemanusiaan.
I (intensive care): perawatan intensive care

Sebelum melakukan tahapan A (airway) terlebih dahulu dilakukan prosedur


awal pada pasien/korban, yaitu:
a. Memastikan keamanan lingkungan
Aman bagi penolong maupun aman bagi pasien/korban itu sendiri.
b. Memastikan kesadaran pasien/korban
Dalam memastikan pasien/korban dapat dilakukan dengan menyentuh atau
menggoyangkan bahu pasien/korban dengan lembut dan mantap, sambil
memanggil namanya atau Pak!!!/ Bu!!!!/ Mas!!!/Mbak!!!, dll.
c. Meminta pertolongan
Bila diyakini pasien/korban tidak sadar atau tidak ada respon segera minta
pertolongan dengan cara : berteriak tolong !!!! beritahukan posisi
dimana, pergunakan alat komunikasi yang ada, atau aktifkan bel/sistem
emergency yang ada (bel emergency di rumah sakit).
d. Memperbaiki posisi pasien/korban
Tindakan BHD yang efektif bila pasien/korban dalam posisi telentang,
berada pada permukaaan yang rata/keras dan kering. Bila ditemukan
pasien/korban miring atau telungkup pasien/korban harus ditelentangkan
dulu dengan membalikkan sebagai satu kesatuan yang utuh untuk
mencegah cedera/komplikasi.
e. Mengatur posisi penolong
Posisi penolong berlutut sejajar dengan bahu pasien/korban agar pada ssat
memberikan batuan nafas dan bantuan sirkulasi penolong tidak perlu
banyak pergerakan

4
2.4 Bantuan Hidup Dasar
Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat terus memompa darah selama
beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah akan terus
beredar ke otak dan organ vital lain. Penilaian tahapan bantuan hidup dasar
sangat penting. Tindakan resusitasi ( yaitu posisi, pembukaan jalan nafas,
nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul
dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC RJP
dimulai dengan: penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada
nadi.

Membuka dan Mempertahankan Jalan Nafas


Pada umumnya tindakan membuka dan mempertahankan jalan napas
dilakukan akibat adanya sumbatan itu sendiri sumbatan yang sering terjadi
adalah akibat lidah jadi ke jalan napas, hal ini diakibatkan karena tomus otot
lurik yang menurun; Tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan head tilt,
chin lift dan jaw thrust.

Head tilt:
1. salah satu tangan memegang kepala (dahi)
2. kemudian kepala ditekan ke belakang sehingga kepala ekstensi.
Chin lift:
1. satu/ dua jari (jari telunjuk dan jaro tengah) salah satu tangan, diletakkan di
bawah dagu
2. dorong dagu ke atas sehingga rahang terdorong ke depan
3. kemudian ibu jari tangan yang sama menekan bibir bawah ke depan untuk
membuka mulut.
Jaw thrust:
1. posisi penolong di sebalah atas kepala pasien
2. kedua tangan memegang kedua sudut rahang bawah
3. kepala ekstensi
4. buka mulut dengan jari- jari
5. dorong rahang ke depan.

5
Bantuan Napas
Pasien dengan henti napas, tidurkan dalam posisi terlentang. Napas buatan
tanpa alat dapat dilakukan dengan cara mulut ke mulut (the kiss of life,
mouth-to-mouth), mulut kehidung (mouth-to-nose), mulut ke stoma
trakeostomi atau mulut ke mulut via sungkup muka.
a. Mulut ke mulut (mouth-to-mouth)
Merupakan cara yang cepat dan efektif. Pada saat memberikan penolong
tarik nafas dan mulut penolong menutup seluruhnya mulut pasien/korban
dan hidung pasien/korban harus ditutup dengan telunjuk dan ibu jari
penolong.Volume udara yang berlebihan dapat menyebabkan udara masuk
ke lambung.

b. mulut ke hidung (mouth-to-nose)


Direkomendasikan bila bantuan dari mulut korban tidak
memungkinkan,misalnya pasien/korban mengalami trismus atau luka
berat.Penolong sebaiknya menutup mulut pasien/korban pada saat
memberikan bantuan nafas.

6
c. mulut ke stoma trakheostomi
Dilakukan pada pasien/korban yang terpasang trakheostomi atau
mengalami laringotomi.

Bantuan Sirkulasi
Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung pasien/korban
Ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher pasien/korban
dengan cara dua atau tiga jari penolong meraba pertengahan leher sehingga
teraba trakea, kemudian digeser ke arah penolong kira-kira 1-2 cm, raba
dengan lembut selam 5 10 detik. Bila teraba penolong harus memeriksa
pernafasan, bila tidak ada nafas berikan bantuan nafas 12 kali/menit. Bila
ada nafas pertahankan airway pasien/korban.
2. Memberikan bantuan sirkulasi
Jika dipastikan tidak ada denyut jantung berikan bantuan sirkulasi atau
kompresi jantung luar dengan cara:
- Tiga jari penolong ( telunjuk,tengan dan manis) menelusuri tulang iga
pasien/korban yang dekat dengan sisi penolong sehingga bertemu tulang
dada (sternum).

7
- Dari tulang dada (sternum) diukur 2- 3 jari ke atas. Daerah tersebut
merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong.
- Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan diatas telapak tangan yang lain.Hindari jari-jari menyentuh
didnding dada pasien/korban.
- Posisi badan penolong tegak lurus menekan dinding dada pasien/korban
dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan
kedalaman penekanan 1,5 2 inchi ( 3,8 5 cm). Tekanan pada dada
harus dilepaskan dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi
semula setiap kali kompresi.Waktu penekanan dan melepaskan kompresi
harus sama ( 50% duty cycle).
- Tangan tidak boleh berubah posisi.
- Ratio bantuan sirkulasi dan bantuan nafas 30 : 2 baik oleh satu penolong
maupun dua penolng.Kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit.
Dilakukan selama 4 siklus.

Tindakan kompresi yang benar akan menghasilkan tekanan sistolik 60 80


mmHg dan diastolik yang sangat rendah.Selang waktu mulai dari menemukan
pasien/korban sampai dilakukan tindakan bantuan sirkulasi tidak lebih dari 30
detik.

8
Komponen Dewasa Anak- anak Bayi

Pengenalan Tidak Responsif, Tidak Responsif, Tidak


tidak bernafas atau tidak bernafas, Responsif, tidak
tersedak, nadi tak tersedak, nadi tak bernafas,
teraba dalam 10 teraba dalam 10 tersedak, nadi tak
detik detik teraba dalam 10
detik

Urutan RJP CAB CAB CAB

Kecepatan 100/menit 100/menit 100/menit

Kompresi 2 inchi (5 cm) 1/3 AP (5 cm) 1/3 AP (4 cm)


kedalaman

Kompresi Minimalisir Minimalisir Minimalisir


interupsi

Kompresi Head tilt- chin Head tilt- chin Head tilt- chin
jalan lift- jaw thrust lift- jaw thrust lift- jaw thrust
nafas

Ratio 30:2 (1 atau 2 30:2 ( satu)15:2 30:2 (satu) 15:2


kompresi : penyelamat) (2 penyelamat) (2 penyelamat)
ventilasi

Ventilasi 1 nafas setiap 6-8 1 nafas setiap 6-8 1 nafas setiap 6-8
detik, tanpa detik, tanpa detik, tanpa
menyesuaikan menyesuaikan menyesuaikan
dengan kompresi dengan kompresi, dengan kompresi,
1 detik setiap 1 detik setiap 1 detik setiap
nafas, hingga nafas, hingga nafas, hingga
dada dada dada

Prosedur Resusitasi Jantung Paru


1. penderita dibaringkan terlentang di tempat yang datar dan keras
2. posisi penolong duduk disamping kanan/kiri penderita (berlutut)
3. letakan salah satu telapak/ pangkal tangan pada pertengahan sternum dan
layangan yang lain diatasnya.
4. Posisi lengan lurus dan tegak lurus pada sternum/ badan penderita

9
5. Tubuh penolong melintang diatas tubuh penderita dengan lengan tertumpu
pada sternum dada penderita
6.Hentakan badan penolong melalui berat badan, bukan dengan
kekuatan/tenaga
7. Kompresi jantung luar dilakukan 30 kali dengan kecepatan 100x/ menit
untuk satu atau dua penolong
8. Dilanjutkan dengan memberikan ventilasi mouth to mouth 2x
9. Lakukan evaluasi setelah 3-4 seri (2 menit)
Efektifitas 30x dengan frekuensi 100x/menit, kedalamana 4-5 cm diantara
2 kompresi dinding dada tidak tertekantanpa jeda
Pernafasan inisial 2x pemberian nafas dengan durasi 1 detik
Maintenance ventilasinya yaitu 12x/menit atau kita berikan tiap 5 detik

Pada evaluasi pasien pasca resusitasi jantung jika pasien ada denyut nadi,
lakukan pemeriksaan terhadap pernapasan (3-5 detik), bila pasien tidak
bernapas lanjutkan dengan ventilasi sebanyak 12 kali permenit.

10
2.5 Bantuan Hidup Lanjut
Terapi dengan memberikan energi listrik
Dilakukan pada pasien/korban yang penyebab henti jantung adalah gangguan
irama jantung. Penyebab utama adalah ventrikel takikardi atau ventrikel
fibrilasi.Pada penggunaan orang awam tersedia alat Automatic External
Defibrilation (AED).
Tahapan defibrilasi :
1. Nyalakan AED
2. Ikuti petunjuk
3. Lanjutkan kompresi dada segera setelah syok (meminimalkan gangguan)

PENILAIAN ULANG
Sesudah 4 siklus ventilasi dan kompresi kemudian pasien/korban dievaluasi
kembali :
- Jika tidak ada denyut jantung dilakukan kompresi dan bantuan nafas dengan
ratio 30 : 2
- Jika ada nafas dan denyut jantung teraba letakkan korban pada posisi sisi
mantap
- Jika tidak ada nafas tetapi teraba denyut jantung, berikan bantuan nafas
sebanyak 12 kali permenit dan monitor denyut jantung setiap saat.

2.6 Panduan RJP 2010


Menekankan pada RJP yang berkualitas secara terus menerus AHA
Guidelines for CPR and ECC 2010 mengutamakan kebutuhan RJP yang
berkualitas tinggi, hal ini mencakup:

11
a. Kecepatan kompresi paling sedikit 100 x/menit (perubahan dari kurang
lebih 100x/menit)
b. Kedalaman kompresi paling sedikit 2 inchi (5 cm) pada dewasa dan paling
sedikit sepertiga dari diameter anteroposterior dada pada penderita anak-
anak dan bayi (sekitar 1,5 inchi [4cm] pada bayi dan 2 inchi [5cm] pada
anak-anak) Batas antara 1,5 hingga 2 inchi tidak lagi digunakan pada
dewasa, dan kedalaman mutlak pada bayi dan anak-anak lebih dalam
daripada versi sebelumnya dari AHA Guidelines for CPR and ECC
c. Memberi kesempatan daya rekoil dada (chest recoil) yang lengkap setiap
kali selesai kompresi
d. Meminimalisasi gangguan pada kompresi dada
e. Menghindari ventilasi yang berlebihan

Tidak ada perubahan dalam rekomendasi untuk rasio kompresi-ventilasi yaitu


sebanyak 30:2 untuk dewasa, anak-anak, dan bayi (tidak termasuk bayi yang
baru lahir). AHA Guidelines for CPR and ECC 2010 meneruskan
rekomendasi untuk memberikan nafas buatan sekitar 1 detik. Begitu jalan
nafas telah dibebaskan, kompresi dada dapat dilakukan secara terus menerus
(dengan kecepatan paling sedikit 100 x/menit) dan tidak lagi diselingi dengan
ventilasi. Nafas buatan kemudian dapat diberikan sekitar 1 kali nafas setiap 6
sampai 8 detik (sekitar 8-10 nafas per detik). Ventilasi yang berlebihan harus
dihindari.

Perubahan dari A-B-C menjadi C-A-B


Perubahan yang utama pada BLS, urutan dari Airway-Breathing-Circulation
berubah menjadi Compression-Airway-Breathing. Hal ini untuk menghindari
penghambatan pada pemberian kompresi dada yang cepat dan efektif.
Mengamankan jalan nafas sebagai prioritas utama merupakan sesuatu yang
memakan waktu dan mungkin tidak berhasil 100%, terutama oleh penolong
yang seorang diri.

12
Mayoritas besar henti jantung terjadi pada dewasa dan penyebab paling
umum adalah Ventricular Fibrilation atau pulseless Ventricular Tachycardia.
Pada penderita tersebut, elemen paling penting dari Basic Life Support adalah
kompresi dada dan defibrilasi yang segera. Pada rangkaian A-B-C, kompresi
dada seringkali tertunda ketika penolong membuka jalan nafas untuk
memberikan nafas buatan, mencari alat pembatas (barrier devices), atau
mengumpulkan peralatan ventilasi. Setelah memulai emergency response
system hal berikutnya yang penting yaitu untuk segera memulai kompresi
dada. Hanya RJP pada bayi yang merupakan perkecualian dari protokol ini,
dimana urutan yang lama tidak berubah. Hal ini berarti tidak ada lagi look,
listen, feel, sehingga komponen ini dihilangkan dari panduan.

Dengan merubah urutan menjadi C-A-B kompresi dada akan dimulai sesegera
mungkin dan ventilasi hanya tertunda sebentar (yaitu hingga siklus pertama
dari 30 kompresi dada terpenuhi, atau sekitar 18 detik). Sebagian besar
penderita yang mengalami henti jantung diluar rumah sakit tidak
mendapatkan pertolongan RJP oleh orang-orang disekitarnya. Terdapat
banyak alasan untuk hal tersebut, namun salah satu hambatan yang dapat
timbul yaitu urutan A-B-C, yang dimulai dengan prosedur yang paling sulit,
yaitu membuka jalan nafas dan memberikan nafas buatan. Memulai
pertolongan dengan kompresi dada dapat mendorong lebih banyak penolong
untuk memulai RJP.

13
BAB III
KESIMPULAN

Resusitasi Jantung Paru (RJP) atau cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah


suatu tinadakan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan keadaan
pasien ke arah yang baik dari henti nafas atau henti jantung yang dialaminya
dengan mengutamakan pada pertolongan pembebasan jalan napas atau airway,
oksigenasi pasien yang baik atau breathing dan membantu sirkulasi pasien atau
circulation. Kompresi dilakukan terlebih dahulu dalam kasus yang terdapat henti
pernafasan atau henti jantung karena setiap detik yang tidak dilakukan kompresi
merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan survival rate korban.

Prosedur RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas buatan.
Fase-fase pada RJP adalah Bantuan Hidup Dasar, Bantuan Hidup Lanjut dan
Bantuan terus-menerus. Sistem RJP yang dilakukan sekarang adalah adaptasi oleh
American Heart Association

14
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association. 2010. Part 4 Adult Basic Life Support in


Circulation Journal.
2. Latief, S. A, Suryadi, K. A, Dachlan, M. R. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
Halaman 151- 160.
3. Sunatrio. Resusitasi Jantung Paru. Jakarta: yayasan Penerbit Ikatan Dokter
Indonesia; 1993. Halaman 1-15
4. Bedell SE, Delbanco TL, Cook EF, and Epstein FH, Survival after
cardiopulmonary resusiscitation in the hospital. N Engl.J.Med 1983;309:569

15

Anda mungkin juga menyukai