Anda di halaman 1dari 57

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN

KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

Menunjuk Surat Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai
nomor KEP-53/PP.5/2013 tanggal 15 April 2013 hal Pembentukan Tim Penyusunan Modul
Pendidikan dan Pelatihan pada Pusdiklat Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013, maka
kepada Sdr. Ichsan Nafarin, S.S.T., Ak. telah ditugaskan menyusun Modul Pengantar Audit
untuk Diklat Teknis Substantif Dasar (DTSD) Kepabeanan dan Cukai.

Modul ini telah diseminarkan dan telah dilakukan perbaikan sesuai dengan masukan
dan saran dalam seminar, serta telah disusun dengan mengacu pada peraturan
penyusunan modul yang berlaku, maka dengan ini kami nyatakan modul ini sah dan layak
untuk digunakan dalam diklat di lingkungan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada penyusun dan semua pihak
yang telah membantu penyelesaian modul tersebut.

Demikian kata pengantar dan pengesahan ini dibuat untuk dipergunakan


sebagaimana mestinya.

Jakarta, Desember 2013


Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai
Pengantar Audit

DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI .. ii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ........ iii
PETA KONSEP MODUL ... iv

MODUL PENGANTAR AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI

A.Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat .... 1
2. Persyarat Kompetensi................ 2
3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar................................................... 2
4. Relevansi Modul .................................. 2

B.KEGIATAN BELAJAR
1. Kegiatan Belajar (KB) 1. Pendahuluan Audit Kepabeanan dan Cukai
1.1. Uraian dan contoh ....................................................................................... 3
A. Latar Belakang Audit Kepabeanan dan Cukai.................... 3
B. Pengertian Audit Kepabeanan dan Cukai ...................... 9
C. Tujuan Audit Kepabeanan dan Cukai..................................... 16
1.2. Latihan 1 ........................ 17
1.3. Rangkuman ......... 17
1.4. Tes Formatif 1...... 18
1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ....................... 19

2. Kegiatan Belajar (KB) 2. Obyek dan Jenis Audit


2.1. Uraian dan contoh ..... 20
A. Obyek Audit .................................................................................. 20
B. Jenis Audit............................................................................................... 26
2.2. Latihan 2 .......... 27
2.3. Rangkuman ............................... 27
2.4. Tes Formatif 2 ..... 27
2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ......................................... 28

3. Kegiatan Belajar (KB) 3. Alur Proses Audit Kepabeanan dan Cukai


3.1. Uraian dan contoh .. 29
A. Perencanaan Audit ................................................................................... 29
B. Pelaksanaan Audit .................................................................................... 31
C. Pelaporan Hasil Audit ............................................................................... 37
D. Evaluasi dan Monitoring ........................................................................... 39
3.2. Latihan 3 ...... 39
3.3. Rangkuman ..... 40
3.4. Tes Formatif 3 ....................................................................................... 42
3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut .... 43

PENUTUP ... 44
TES SUMATIF ............................................ 45
KUNCI JAWABAN ( TES FORMATIF DAN TES SUMATIF ) ............................. 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................... 48

ii
Pengantar Audit

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kegiatan Pengawasan Kepabeanan ........................................................... 6

Gambar 2.1. Audit Kepabeanan dan Cukai ...................................................................... 11

iii
iii
iii
Pengantar Audit

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Untuk dapat memahami modul ini secara benar, maka peserta diklat diharapkan
mempelajari modul ini secara urut mulai dari Kegiatan Belajar 1 sampai dengan Kegiatan
Belajar 5.

Cara mempelajari setiap kegiatan belajar adalah mengikuti tahap-tahap berikut ini:
1. Lihat apa yang menjadi target indikator dari kegiatan belajar tersebut;
2. Pelajari materi yang menjadi isi dari setiap kegiatan belajar hingga anda benar-benar
memahami;
3. Lakukan review materi secara umum, dengan cara membaca kembali ringkasan materi
untuk mendapatkan hal-hal penting yang menjadi fokus perhatian pada kegiatan
belajar ini;
4. Kerjakanlah Tes Formatif pada kegiatan belajar yang sedang dipelajari;
5. Lihat kunci jawaban Tes Formatif dari kegiatan belajar tersebut yang terletak pada
bagian akhir modul ini. Cocokkan hasil tes formatif dengan kunci jawaban tersebut.
Apabila ternyata hasil Tes Formatif peserta diklat memperoleh nilai minimal 81 ((jumlah
yang benar/total jumlah soal)x100%), maka kegiatan belajar dapat dilanjutkan pada
kegiatan belajar berikutnya, namun apabila diperoleh angka di bawah 81, maka
peserta diklat diharuskan mempelajari kembali kegiatan belajar tersebut agar
selanjutnya dapat diperoleh angka minimal 81.
6. Kerjakan Tes Sumatif apabila semua Tes Formatif dari seluruh kegiatan belajar telah
dilakukan.
7. Lihat kunci jawaban Tes Sumatif yang terletak pada bagian akhir modul ini. Cocokkan
hasil tes sumatif dengan kunci jawaban tes sumatif, apabila ternyata hasil tes sumatif
peserta diklat memperoleh nilai minimal 81 ((jumlah yang benar/total jumlah
soal)x100%), maka peserta diklat dapat dinyatakan lulus dari kegiatan belajar.

iv
iv
iv
Pengantar Audit

PETA KONSEP
Dalam mempelajari modul ini, agar lebih mudah dipahami maka disarankan
kepada peserta diklat untuk mempelajari peta konsep modul. Dengan demikian pola pikir
yang sistematik dalam mempelajari modul dapat terjaga secara berkesinambungan
selama mempelajari modul.

v
Pengantar Audit

vi
Pengantar Audit

A
PENDAHULUAN

1. Deskripsi Singkat

Modul Pengantar Audit Kepabeanan dan Cukai ini digunakan untuk mata
diklat pengantar audit kepabeanan dan cukai dalam Diklat Teknis Substantif
Dasar (DTSD) Kepabeanan dan Cukai. Titik berat modul ini ditekankan kepada
latar belakang, pengertian dan tujuan audit kepabeanan dan cukai, obyek audit,
jenis-jenis audit kepabeanan dan cukai, serta alur proses audit mulai
perencanaan hingga pelaporan. Modul ini sebagai tahap lanjutan dalam
memahami konsep audit kepabeanan dan audit cukai.
Pemahaman terhadap konsep audit kepabeanan dan cukai serta berbagai
hal yang berkaitan dengan pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai penting
untuk dikuasai setiap pegawai DJBC karena audit kepabeanan dan cukai telah
menjadi bagian integral dari sistem kepabeanan dan cukai. Dengan memahami
konsep audit kepabeanan dan cukai maka pola pemikiran pegawai DJBC
terhadap sistem kepabeanan dan cukai menjadi utuh dan lengkap.

2. Prasyarat Kompetensi

Sesuai dengan persyaratan mengikuti DTSD Kepabeanan dan Cukai maka


modul ini diperuntukkan bagi peserta diklat yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Telah lulus DTU Kesamaptaan;
b. Minimal lulusan SLTA atau sederajat;
c. Usia maksimal 50 tahun;
d. Sehat jasmani dan rohani;

1
Pengantar Audit

e. Tidak sedang menjalani atau dalam proses penjatuhan hukuman disiplin;


f. Tidak sedang ditunjuk mengikuti diklat lain;
g. Ditunjuk oleh Sekretaris DJBC.

3. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi
Setelah mempelajari modul ini diharapkan para peserta diklat dapat
menjelaskan materi audit kepabeanan dan cukai.

Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari modul ini, para peserta diklat diharapkan dapat
menjelaskan latar belakang, pengertian dan tujuan audit kepabeanan dan cukai,
mampu menjelaskan objek dan jenis-jenis audit kepabeanan dan cukai, serta
mampu menjelaskan proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan dalam
audit kepabeanan dan cukai.

4. Relevansi modul

DTSD Kepabeanan dan Cukai merupakan salah satu prasyarat pegawai


DJBC untuk menjadi seorang Pelaksana Pemeriksa. Dalam melaksanakan
pekerjaannya sebagai seorang Pemeriksa, pegawai DJBC membutuhkan
pengetahuan dan wawasan menyeluruh terhadap sistem kepabeanan dan cukai
salah satunya adalah audit kepabeanan dan cukai. Materi modul ini telah
disesuaikan dengan peraturan-peraturan terkait audit kepabeanan dan cukai
terkini.

2
Pengantar Audit

B
KEGIATAN
BELAJAR
1. Kegiatan Belajar (KB) 1

PENDAHULUAN
AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI

Indikator Keberhasilan :
1. Mampu memahami latar belakang audit kepabeanan dan cukai
2. Mampu memahami pengertian audit kepabeanan dan cukai
3. Mampu menjelaskan audit di bidang kepabeanan dan cukai

1.1. Uraian dan Contoh

A. Latar Belakang Audit Kepabeanan dan Cukai

1. Fungsi kepabeanan dan cukai

Sebagai salah satu perangkat negara, institusi kepabeanan dan cukai


memiliki porsi penting dalam konteks peran negara mengatur kehidupan
masyarakat agar tercapai kesejahteraan, ketertiban dan keadilan. Peran ini
ketika dikaitkan dengan institusi kepabeanan dan cukai mencakup kegiatan
keluar masuknya barang antarnegara dan kegiatan produksi barang-barang
tertentu yang dipungut cukai.

3
Pengantar Audit

Di masa awal institusi kepabeanan dan cukai yang dulu lazim disebut
douane, bea dan cukai identik dengan fungsi pengawasan lalu lintas barang
impor ekspor. Karena fungsi pengawasannya, bea dan cukai kemudian dianggap
sebagai faktor "hambatan" dalam perdagangan internasional. Hal ini dapat
dimengerti karena memang keberadaan bea dan cukai sangat penting dalam
upaya melindungi negara dan masyarakat dari pengaruh buruk barang-barang
dari luar negeri, termasuk menjaga agar barang-barang strategis di dalam negeri
tidak begitu saja mengalir keluar negeri yang efeknya dapat mengancam
kepentingan nasional. Dalam konteks cukai, bea dan cukai berperan mengurangi
konsumsi barang kena cukai yang memang memiliki karakteristik perlu dibatasi
dan dikendalikan penggunaannya karena efek tertentu kepada masyarakat. Di
sinilah bea dan cukai berperan sebagai community protector.
Ketika perdagangan internasional menjadi kebutuhan, maka negara
menerapkan kebijakan tarif untuk menjaga kepentingan nasional dan
mengendalikan arus keluar masuk barang. Barang kena cukai juga dikendalikan
dengan mekanisme tarif cukai yang tentu memberikan pemasukan melalui
pembayaran cukai. Ditambah dengan fakta bahwa negara juga membutuhkan
pendapatan untuk membiayai berbagai kegiatan, ternyata bea masuk, bea
keluar, cukai dan pajak dalam rangka impor/ekspor dapat turut berperan
mendukung keuangan negara. Dari sinilah kemudian bea dan cukai berperan
sebagai revenue collector.
Ketika kebutuhan perdagangan internasional semakin besar dan sangat
mempengaruhi perekonomian negara, bea dan cukai dituntut untuk berperan
dalam pertumbuhan ekonomi. Karena bea dan cukai memang bergerak dalam
pengawasan ekspor impor, maka perannya jelas sangat strategis dalam
perekonomian. Ekonomi akan tumbuh pesat jika kegiatan industri dan
perdagangan tumbuh dan berkembang dengan baik. Karenanya bea dan cukai
diharapkan membantu sektor perdagangan agar berjalan lancar, dengan iklim
perdagangan yang sehat, fair dan kompetitif. Demikian pula bea dan cukai
diharapkan mendukung pertumbuhan sektor industri agar semakin efisien dan
lebih berkembang. Di sinilah bea dan cukai kemudian dianggap memiliki peran
sebagai trade facilitator dan industrial assistance.

4
Pengantar Audit

2. Pengembangan model pengawasan

Berkaitan perannya sebagai trade facilitator


dan industrial assistance, bea dan cukai yang
semula punya kepentingan melakukan
pengawasan seakan "dipaksa" untuk
meningkatkan fungsi pelayanannya guna
memperlancar arus barang untuk kepentingan
perdagangan dan industri. Penetapan importir jalur
prioritas, mitra utama (MITA), penjaluran dalam pemeriksaan pabean, otomasi
aplikasi kepabeanan, berbagai fasilitas terkait tarif dan pembayaran kewajiban
pabean adalah beberapa contoh peningkatan dalam fungsi pelayanan. Hal ini
bila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi masalah besar karena akan
mengancam fungsi bea dan cukai sebagai community protector dan revenue
collector. Implikasi dari hal ini, kepentingan nasional dan masyarakat bisa
terancam dan hak-hak keuangan negara pun bisa lepas.
Tidak hanya tuntutan peran bea dan cukai yang lebih luas dalam kemajuan
perekonomian nasional, bea dan cukai juga menghadapi berbagai kendala dalam
menjalankan fungsi pengawasan. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara
kepulauan yang memiliki batas perairan yang sangat panjang dan terbuka
merupakan faktor hambatan alamiah yang mempersulit kegiatan pengawasan.
Perkembangan sistem perdagangan internasional yang makin rumit dan
kompleks serta keterbatasan sumber daya pengawasan juga menjadi tantangan
dalam mengembangkan dan menjalankan kebijakan pengawasan.
Karenanya, bea dan cukai kemudian dituntut untuk melakukan intensifikasi
dan ekstensifikasi sistem pengawasan. Pengawasan saat proses clearence
ditingkatkan kualitasnya dan titik-titik pengawasan diperluas sehingga tidak lagi
terpaku pada pengawasan pada saat clearence (clearence inspection) saja.
Dikembangkanlah model-model pengawasan baru yang disebutnya pengawasan
sebelum clearence (preclearence inspection) dan pengawasan setelah clearence
(postclearence inspection).
Preclearence inspection dilakukan dengan cara menyeleksi pihak-pihak
yang menggunakan sistem kepabeanan dan cukai agar hanya pihak yang
membawa risiko dapat ditoleransi (tolerable risk) saja yang dapat masuk dalam

5
Pengantar Audit

sistem kepabeanan dan cukai. Dilakukanlah registrasi kepabeanan untuk


mengendalikan kualitas dari "konsumen" bea dan cukai. Asumsi logisnya,
semakin berkualitas "konsumen" maka semakin mudah sistem pengawasan
dijalankan. Berbagai model perencanaan juga dibuat agar pengawasan bisa
dikelola dengan efektif dan efisien, salah satunya dengan mewajibkan
penyampaian rencana kedatangan sarana pengangkut (RKSP). Dengan adanya
RKSP, institusi kepabeanan dan cukai dapat merencanakan dan melakukan
pengawasan sebelum barang benar-benar masuk dalam proses clearence.
Berbagai kampanye anti penyelundupan, sosialisasi dan asistensi pada akhirnya
juga merupakan bentuk langkah terkait kebijakan pengawasan.
Post clearence inspection merupakan satu model pengawasan yang
dilakukan setelah proses clearence selesai. Dengan mengalihkan sebagian
proses pengawasan dilakukan setelah proses clearence, bea cukai dapat
mengurangi level pengawasan di area clearence atau memilah-milah
pengawasannya berdasarkan kriteria tertentu berbasis manajemen risiko.

Gambar 1.1

Sumber : Penulis

6
Pengantar Audit

Model ini akan mempercepat arus barang karena pengawasannya tidak


semata dilakukan atas fisik barang maupun dokumen pada saat clearence
namun dikembangkan melalui pemeriksaan fisik maupun catatan-catatan dan
berbagai sumber informasi yang dilakukan setelah selesainya proses clearence
melalui kegiatan-kegiatan intelijen, penyelidikan/penyidikan, verifikasi dokumen
dan audit.
Kegiatan pengawasan saat pemasukan barang (clearence inspection) juga
ditingkatkan efektifitas dan efisiensinya dengan memanfaatkan penggunaan
teknologi, mengoptimalkan sistem informasi dan proses terkomputerisasi
sehingga kecepatan dan akurasi pengawasan semakin meningkat. Ketika
pemeriksaan fisik barang memakan banyak waktu yang menghambat arus
barang, DJBC mengoptimalkan penggunaan alat-alat pemeriksaan berteknologi
tinggi semisal x-ray scanner. DJBC juga mengoptimalkan pemanfaatan informasi
intelijen, database, networking, sistem terkomputerisasi, metode pemeriksaan
secara sampling statistik, dan berbagai upaya intensifikasi sistem pengawasan
lainnya.

3. Audit sebagai penyeimbang

Ekstensifikasi model pengawasan dilakukan untuk mengimbangi adanya


tuntutan pelayanan yang memang secara logis akan berimbas pada turunnya
tingkat pengawasan di titik-titik pelayanan. Meskipun pengawasan sebelum
proses clearence telah dilakukan dan pengawasan pada saat proses clearence
juga ditingkatkan kapasitasnya, namun tingginya frekuensi transaksi dan semakin
kompleksnya sistem perdagangan memaksa bea dan cukai tetap menerapkan
manajemen risiko (risk management) dalam pelaksanaan pengawasan.
Ditambah lagi keterbatasan sumber daya manusia baik dari sisi jumlah maupun
kualitas tidak memungkinkan adanya jaminan yang memadai bahwa sistem
pengawasan telah berjalan optimal. Karenanya, keseimbangan pelayanan dan
pengawasan tidak dapat dicapai hanya dengan mengandalkan pengawasan
dalam proses clearence sehingga perlu dilakukan pengembangan dengan
menyusun sistem pengawasan setelah selesainya proses clearence.
Dilakukannya pengawasan post clearence melibatkan berbagai unit
termasuk unit audit. Audit sebagai salah satu metode pengawasan post
clearence punya peran penting dalam menyeimbangkan fungsi pelayanan dan

7
Pengantar Audit

pengawasan, sehingga ketika tingkat pelayanan dinaikkan, tingkat pengawasan


dapat disesuaikan agar berada dalam level yang memadai untuk tetap menjamin
berjalannya fungsi pengawasan. Audit merupakan pilihan model pengawasan
yang tepat agar pengawasan yang dilakukan dapat mengakomodasi tuntutan
pelayanan sehingga prinsip fast and correct dalam arti pelayanan yang cepat
namun tidak mengabaikan unsur pengawasan dapat diaplikasikan secara lebih
sempurna.

4. Audit dan Konsep Pembukuan dalam Undang-Undang Kepabeanan

Pasal 49 undang-undang Kepabeanan menyatakan bahwa importir,


eksportir, pengusaha tempat penimbunan sementara, pengusaha tempat
penimbunan berikat, pengusaha pengurusan jasa kepabeanan, atau pengusaha
pengangkutan wajib menyelenggarakan pembukuan. Kewajiban ini berkaitan
dengan pelaksanaan audit kepabeanan dan cukai sebagai bentuk pengawasan
post clearence. Hal ini ditegaskan dalam pasal 50 undang-undang kepabeanan
yang menyatakan bahwa atas permintaan pejabat bea dan cukai, orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 wajib menyerahkan laporan keuangan,
buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang
berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang
berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan untuk kepentingan audit
kepabeanan.
Sedangkan dalam undang-undang cukai pasal 16 ditegaskan bahwa
pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang kena cukai,
atau penyalur yang wajib memiliki izin wajib menyelenggarakan pembukuan.
Sama halnya dalam undang-undang kepabeanan, dalam undang-undang cukai
pasal 39 ayat 1b juga menegaskan kedudukan pembukuan berkaitan dengan
pelaksanaan audit. Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir
barang kena cukai, penyalur, atau pengguna barang kena cukai yang
mendapatkan fasilitas pembebasan cukai yang terhadapnya dilakukan audit
cukai, wajib memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis, menyediakan tenaga,
peralatan, dan menyerahkan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen
yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan
kegiatan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan
kegiatan di bidang cukai.

8
Pengantar Audit

Ketika sebagian bentuk pengawasan dalam kegiatan kepabeanan


ditiadakan sebagai perwujudan fungsi pelayanan yang diemban DJBC maka
menjadi penting untuk mendokumentasikan setiap kejadian khususnya yang
terkait dengan kegiatan kepabeanan dan cukai. Setiap transaksi bisnis
seharusnya dicatat dalam media-media yang dapat dibuka kembali di masa
mendatang. Setiap kegiatan mendokumentasikan transaksi inilah yang dimaksud
sebagai penyelenggaraan pembukuan yang diwajibkan dalam undang-undang
kepabeanan dan cukai. Hasil dari proses dokumentasi ini pada saat tertentu akan
dibuka kembali untuk digunakan sebagai landasan penilaian ketaatan para
pengguna jasa kepabeanan dan cukai dalam sebuah proses pengawasan post
clearence yang disebut audit kepabeanan dan cukai.
Kegiatan pembukuan yang dilakukan oleh sebuah entitas lazimnya disebut
sebagai kegiatan accounting (akuntansi). Ia memiliki sifat konstruktif, karena
disusun mulai dari bukti-bukti pembukuan, buku harian, buku besar dan sub buku
besar, neraca saldo sampai laporan keuangan. Kegiatan akuntansi ini dilakukan
dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan. Berbeda dengan
auditing yang memiliki sifat analitis, karena auditor memulai auditnya dari angka-
angka dalam laporan keuangan (financial statement), lalu dicocokkan dengan
neraca saldo (trial balance), buku besar (general ledger), buku harian (special
journals), bukti-bukti pembukuan (documents) dan sub buku besar (sub-ledger).
Dalam konteks audit kepabeanan dan cukai, akuntansi yang dimaksud
meliputi kegiatan akuntansi keuangan khususnya yang berkaitan dengan
kegiatan kepabeanan dan cukai serta seluruh bentuk dokumentasi terhadap
kejadian yang berhubungan dengan kegiatan kepabeanan dan cukai. Semua
hasil dokumentasi tersebut ditambah dengan informasi lain dari berbagai sumber
berperan sebagai bukti audit yang selanjutnya digunakan untuk membuat
rekonstruksi kegiatan kepabeanan yang telah dilakukan di masa lalu. Hasil
rekonstruksi tersebut kemudian dianalisis dan diambil kesimpulan tentang
pemenuhannya terhadap ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan
cukai.

9
Pengantar Audit

B. Pengertian Audit Kepabeanan dan Cukai

1. Audit secara umum

Berbicara tentang audit kepabeanan dan audit cukai akan selalu berkaitan
dengan audit yang dilakukan dalam bidang akuntansi keuangan. Orang yang
belum mengerti tentang audit kepabeanan dan audit cukai akan selalu
membandingkannya dengan audit keuangan (financial audit) yang dilakukan oleh
kantor-kantor akuntan publik (KAP). Bahkan ketika audit kepabeanan dan audit
cukai hendak dilakukan, banyak yang mengelak dengan berkata bahwa mereka
sudah diaudit oleh KAP. Hal ini adalah hal yang wajar karena memang keduanya
sesungguhnya merupakan bagian dari kegiatan audit yang cakupannya meliputi
segala bidang dan tidak terbatas pada akuntansi keuangan saja.
Secara etimologi, audit berasal dari bahasa latin dengan kata auderee
yang berarti mendengar. Mendengar yang efektif adalah sebuah aktivitas
menyerap informasi dalam suatu media dengan menggunakan alat pendengaran
yang diikuti dengan respon yang terprogram. Dengan demikian agar kegiatan
mendengar terjadi maka:
Harus ada informasi
Harus ada media
Harus ada alat pendengaran
Harus direspon
Secara istilah, Alvin A. Arens mendefinisikan audit sebagai proses
pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti informasi yang dapat diukur
mengenai suatu entitas ekonomi untuk menentukan dan melaporkan kesesuaian
informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan yang
dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen. Atau dapat disimpulkan
bahwa audit itu adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan:
Proses pengumpulan dan evaluasi bukti audit
Informasi yang dapat diukur
Entitas, baik berupa perusahaan atau organisasi lainnya
Seseorang atau sejumlah orang yang kompeten dan independen
Penentuan kesesuaian informasi dengan kriteria tertentu
Pelaporan hasil berupa informasi tentang tingkat kesesuaian antara informasi
yang diuji dan kriterianya

10
Pengantar Audit

2. Audit kepabeanan dan cukai

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, audit
kepabeanan didefinisikan sebagai kegiatan pemeriksaan laporan keuangan,
buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat
yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat
yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang
dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang
kepabeanan.
Dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, audit
cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku,
catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain
yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta surat
yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam
rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai.
Gambar 2.1 Audit Kepabeanan dan Cukai

Informasi yang dapat


dikuantifikasi dari entitas
Dokumen yang ekonomi tertentu
diajukan ke DJBC
Orang yang kompeten Mengumpulkan & Melaporkan hasilnya
dan independen mengevaluasi bukti
Penetapan atas Temuan
Menentukan Hasil Audit, Kekurangan
Memeriksa
Auditor tingkat kepatuhan Pembayaran Bea Masuk,
dokumen-
Bea dan terhadap Cukai, PDRI denda,
dokumen dan
Cukai catatan-catatan Bunga
pendukung Kriteria yg ditetapkan

UU Kepabeanan dan
UU Cukai dan
peraturan
pelaksanaannya
Sumber: Penulis

Berbeda dengan audit keuangan, audit kepabeanan bukan merupakan


audit untuk menilai atau memberikan opini tentang laporan keuangan, tetapi
untuk menguji tingkat kepatuhan orang terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepabeanan. Laporan keuangan diminta dalam
kegiatan audit kepabeanan dengan tujuan hanya untuk memastikan bahwa
pembukuan yang diberikan oleh orang kepada pejabat bea dan cukai adalah

11
Pengantar Audit

pembukuan yang sebenarnya yang digunakan untuk mencatat kegiatan


usahanya yang pada akhir periode diikhtisarkan dalam laporan keuangan. Selain
itu, dengan laporan keuangan, pejabat bea dan cukai dapat memperoleh
informasi mengenai kegiatan orang yang berkaitan dengan kepabeanan.
Namun dengan melihat definisi audit kepabeanan dan audit cukai di atas,
dapat dilihat pula adanya keterkaitan yang kuat antara audit kepabeanan dan
audit cukai dengan audit keuangan. Audit kepabeanan dan audit cukai memang
memiliki kesamaan dengan audit keuangan sebagaimana didefinisikan oleh
Alvin. A. Arens yang mencakup hal-hal berikut ini :
a. Informasi dan kriteria yang ditetapkan
Untuk melaksanakan audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi dan
beberapa kriteria yang dapat digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi
tersebut. Auditor mengaudit informasi yang dapat diukur seperti laporan
keuangan perusahaan dan dokumen kepabeanan dan cukai yang diberitahukan
oleh pihak perusahaan. Kriteria untuk mengevaluasi informasi dapat bermacam-
macam tergantung jenis informasi yang diaudit. Sebagai contoh, dalam audit atas
laporan keuangan yang dilakukan oleh kantor akuntan publik, kriteria yang
digunakan adalah prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sedangkan
dalam audit kepabeanan dan audit cukai kriteria yang digunakan adalah
ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.

b. Pengumpulan dan pengevaluasian bukti audit


Bukti audit adalah informasi yang digunakan auditor dalam menentukan
kesesuaian informasi yang diaudit dengan kriteria yang telah ditetapkan. Bukti
audit terdiri dari berbagai macam bentuk yang berbeda mencakup hasil
wawancara dengan auditee, konfirmasi dengan pihak luar, pengamatan auditor,
hasil perhitungan matematis, hasil-hasil analitis, dokumen, pembukuan,
korespondensi, data-data elektronik, dan sumber data lain yang dapat
dipertanggungjawabkan. Bukti audit harus diperoleh dalam jumlah dan kualitas
yang cukup untuk memenuhi tujuan audit. Proses penentuan jenis dan jumlah
bukti audit yang diperlukan dan pengevaluasian kesesuaian informasi dengan
kriteria yang ditetapkan merupakan bagian penting dari audit.

12
Pengantar Audit

c. Orang yang Kompeten dan Independen


Auditor harus mempunyai kemampuan dalam memahami kriteria yang
digunakan dan kompeten dalam menentukan jenis dan jumlah bukti audit untuk
menghasilkan kesimpulan yang tepat setelah evaluasi bukti audit. Selain itu,
auditor juga harus mempunyai sikap mental yang independen. Seorang auditor
harus memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang andal bahkan
ketika auditor tersebut dibayar oleh auditee. Walaupun independensi yang
bersifat mutlak tidak mungkin dimiliki, auditor harus memelihara independensinya
untuk menjaga tingkat kepercayaan user atas laporan yang dibuatnya.
Dalam audit kepabeanan dan cukai, kompetensi auditor diwujudkan dalam
program sertifikasi auditor. Sebelum melaksanakan tugas audit kepabeanan dan
cukai, auditor harus memiliki sertifikat auditor yang dapat diperoleh setelah
melalui pendidikan dan serangkaian seleksi. Adapun independensi auditor bea
dan cukai diwujudkan dalam kebijakan rotasi penugasan. Seorang auditor tidak
diperkenankan melakukan audit atas auditee yang sama secara berturut-turut
tanpa diselingi tim audit lain yang melakukan audit pada periode berikutnya.

d. Pelaporan
Tahap terakhir dalam audit adalah penyusunan laporan audit yang
merupakan alat penyampaian hasil audit kepada pengguna laporan tersebut.
Walaupun isi laporan audit dapat berbeda, tetapi pada hakekatnya laporan
tersebut harus mampu memberikan keterangan mengenai kesesuaian informasi
dengan kriteria yang ditetapkan. Dalam audit kepabeanan dan audit cukai,
laporan audit dituangkan dalam Laporan Hasil Audit (LHA) yang berisi
kesimpulan tentang hasil pemeriksaan, data-data terkini dari auditee beserta
rekomendasi atas temuan-temuan audit. LHA ini selanjutnya menjadi landasan
pengambilan keputusan yang dituangkan dalam surat-surat penetapan dan surat
tindak lanjut hasil audit serta dipergunakan dalam kegiatan updating data profil
pengguna jasa kepabeanan dan cukai.
Sebagaimana dalam audit keuangan, LHA dalam audit kepabeanan dan
audit cukai juga dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak. Dalam audit keuangan
laporan audit dapat dimanfaatkan oleh para pemegang saham, investor, debitur,
kreditur, direksi, komisaris, karyawan dan stakeholder lainnya. Sedangkan LHA
dalam audit kepabeanan dan audit cukai dapat dimanfaatkan oleh DJBC dalam

13
Pengantar Audit

pertimbangan pemberian fasilitas kepabeanan, menentukan bentuk dan tingkat


pengawasan di lapangan, dapat pula dimanfaatkan oleh institusi perpajakan,
termasuk oleh pihak auditee sendiri dalam menentukan langkah pengamanan
aset, manajemen SDM, sistem persediaan, produksi dan penjualan.

3. Audit kepabeanan dan cukai sebagai alat pengawasan

Audit kepabeanan dan cukai dilakukan dalam rangka pengawasan sebagai


konsekuensi diberlakukannya:

a. Sistem self assessment


Dengan sistem self assesment, pengguna jasa kepabeanan dan cukai
memberitahukan sendiri kegiatan kepabeanan dan cukainya serta menghitung
sendiri kewajiban pabean yang harus dipenuhinya berkaitan dengan bea masuk,
cukai dan pajak-pajak dalam rangka impor yang terutang dalam kegiatan
kepabeanan dan cukai yang dilakukannya. Sistem self assesment memang
memberikan implikasi percepatan pelayanan dan meningkatnya akurasi dalam
penyampaian data-data kepabeanan dan cukai. Namun sistem ini juga
memberikan potensi penyimpangan atau pun kesalahan dalam pemberitahuan
baik disengaja maupun tidak yang harus dikontrol oleh institusi kepabeanan dan
cukai yang memiliki tanggung jawab pengawasan. Audit merupakan salah satu
mekanisme yang efektif untuk mengontrol kebenaran pemberitahuan yang
dilakukan pengguna jasa kepabeanan dan cukai terkait self assesment.

b. Ketentuan nilai pabean berdasarkan nilai transaksi;


Ketentuan pasal 15 Undang-undang kepabeanan menetapkan bahwa nilai
pabean untuk penghitungan bea masuk adalah nilai transaksi dari barang yang
bersangkutan. Penggunaan nilai transaksi memberi implikasi kepada
bervariasinya nilai pabean dari setiap transaksi kepabeanan. Transaksi
pembelian barang yang sama yang dibeli dari penjual yang sama pada waktu
yang sama sangat berpotensi memiliki nilai transaksi yang berbeda karena
banyak faktor yang mempengaruhi mekanisme terbentuknya harga. Komponen-
komponen nilai transaksi juga berbeda-beda dalam setiap transaksi kepabeanan
yang dilakukan sehingga perbedaan nilai transaksi dalam setiap transaksi
kepabeanan menjadi hal yang wajar. Hal ini menimbulkan kompleksitas dalam

14
Pengantar Audit

menentukan kebenaran nilai pabean yang diberitahukan karena membutuhkan


penelitian mendalam terhadap dokumen-dokumen transaksi dan catatan-catatan
pembukuan terkait transaksi tersebut. Kegiatan korespondensi dan kontrak-
kontrak terkait transaksi juga memiliki pengaruh terhadap perhitungan nilai
pabean berdasarkan nilai transaksi yang memang menetapkan berbagai
persyaratan untuk dapat digunakan sebagai dasar penetapan nilai pabean.
Penelitian mendalam terhadap nilai transaksi akan dapat dilakukan secara
lengkap dan komprehensif melalui mekanisme audit kepabeanan.

c. Pemberian fasilitas tidak dipungut, pembebasan, keringanan, pengembalian,


atau penangguhan bea masuk yang hanya dapat diawasi dan dievaluasi
setelah barang impor keluar dari kawasan pabean.
Berbagai fasilitas yang diberikan membutuhkan mekanisme pengawasan
pasca pemeriksaan pabean di kawasan pabean (post-clearence inspection).
Pengawasan yang dilakukan institusi kepabeanan berkaitan dengan fisik barang
yang memperoleh fasilitas kepabeanan apakah digunakan dan dikelola sesuai
ketentuan dalam pemberian fasilitas tersebut. Pengawasan tersebut tentu tidak
mungkin dilakukan dengan menempatkan pegawai bea dan cukai yang terus
menerus mengawasi pergerakan barang di luar kawasan pabean. Disamping
keterbatasan sumber daya, pengawasan secara fisik akan sulit dilakukan ketika
barang yang mendapatkan fasilitas kepabeanan tersebut masuk dalam proses
produksi dan mengalami perubahan dalam bentuk atau bercampur dengan
material lainnya sehingga tidak lagi tampak secara kasat mata. Solusi
pengawasan terhadap pemberian fasilitas adalah dengan menelaah pergerakan
barang melalui catatan-catatan dan analisis proses produksi yang bisa dilakukan
melalui kegiatan audit.
Peran audit sebagai alat pengawasan selaras dengan kesepakatan yang
telah dibuat dalam forum World Customs Organization (WCO) yang tertuang
dalam Revised Kyoto Convention yang salah satu prinsip kuncinya adalah
penerapan manajemen risiko dan pengawasan yang berbasis audit. Pengawasan
berbasis audit bermakna bahwa institusi kepabeanan memastikan akurasi dan
kebenaran pemberitahuan pabean melalui pemeriksaan terhadap pembukuan,
catatan-catatan, sistem bisnis dan data-data komersial yang dimiliki oleh
pengguna jasa kepabeanan. Dengan melakukan pengawasan melalui

15
Pengantar Audit

mekanisme audit maka metode pengawasan yang dilakukan bea dan cukai telah
sesuai dengan international best practice.

C. Tujuan Audit Kepabeanan dan Cukai

Secara umum audit dilaksanakan dengan tujuan memperoleh keyakinan


memadai atas suatu informasi yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan. Dalam konteks audit keuangan, audit dilakukan untuk memperoleh
keyakinan atas laporan keuangan yang disajikan oleh suatu entitas. Sedangkan
dalam konteks audit kepabeanan dan audit cukai tujuan umumnya adalah untuk
memperoleh keyakinan atas pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di
bidang kepabeanan dan cukai oleh auditee yang merupakan entitas yang
bergerak di bidang kepabeanan dan cukai.
Untuk jenis audit kepabeanan yang bersifat khusus tujuannya tidak lagi
sekedar menilai kepatuhan namun menilai kesesuaian terhadap kriteria-kriteria
tertentu yang ditetapkan atau mengungkap fakta-fakta tertentu, misalnya dalam
audit khusus terhadap pemenuhan syarat-syarat memperoleh fasilitas
kepabeanan. Untuk jenis audit kepabeanan dan audit cukai yang bersifat
investigatif tujuannya lebih spesifik lagi untuk membantu proses penyelidikan
atas dugaan tindak pidana kepabeanan dan cukai.
Berdasarkan tujuannya, audit dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu :
1. Audit keuangan (financial audit)
Audit keuangan adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah
menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi/usaha, dan arus
kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Audit kinerja (operational audit)
Audit kinerja adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap
berbagai macam bukti, untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas
kinerja entitas atau program/kegiatan pemerintah yang diaudit.
3. Audit untuk tujuan tertentu (special purpose audit)
Audit dengan tujuan tertentu adalah pemeriksan yang dilakukan untuk
tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Secara
umum audit untuk tujuan tertentu ini dibedakan dalam dua macam, yaitu:

16
Pengantar Audit

a. Audit investigasi (investigation audit)


Audit investigasi adalah kegiatan audit dengan lingkup tertentu,
periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area
pertanggungjawaban yang diindikasikan mengandung inefisiensi,
penyalahgunaan wewenang, atau pelanggaran ketentuan dengan hasil
audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti.
b. Audit ketaatan (compliance audit)
Audit ketaatan adalah kegiatan audit dengan lingkup dan periode
tertentu, yang dilakukan untuk menentukan kesesuaian suatu tindakan
yang dilakukan oleh auditee dengan prosedur atau peraturan tertentu
yang telah ditetapkan.
Audit kepabeanan dan cukai termasuk dalam jenis audit untuk tujuan
tertentu yang dapat berbentuk :
audit investigasi ketika dilakukan dalam rangka proses penyelidikan dugaan
tindak pidana kepabeanan dan cukai.
audit ketaatan ketika dilakukan dalam rangka menguji ketaatan auditee
terhadap ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai atau dalam
rangka menilai kesesuaian dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan.

1.2. Latihan 1

1. Jelaskan latar belakang dilakukannya audit kepabeanan dan cukai!


2. Apa pengertian audit kepabeanan dan audit cukai? Jelaskan kaitannya
dengan pengertian audit secara umum!
3. Jelaskan tujuan dilakukannya audit kepabeanan dan cukai!

1.3. Rangkuman

1. Dalam menjalankan fungsi utamanya sebagai community protector dan


revenue collector, bea dan cukai dihadapkan pada berbagai tantangan
antara lain tuntutan untuk lebih berperan sebagai trade facilitator dan
industrial assistance, kondisi geografis yang memang menyulitkan
pengawasan, keterbatasan sumber daya, dan perkembangan sistem

17
Pengantar Audit

perdagangan yang semakin kompleks dan frekuensi transaksi yang


semakin tinggi.
2. Disamping memperkuat pengawasan saat clearence, dikembangkan pula
preclearence inspection dan post clearence inspection. Audit sebagai salah
satu metode pengawasan post clearence punya peran penting dalam
menyeimbangkan fungsi pelayanan dan pengawasan sehingga prinsip fast
and correct dalam arti pelayanan yang cepat namun tidak mengabaikan
unsur pengawasan dapat diaplikasikan secara lebih sempurna.
3. Audit kepabeanan dan cukai didefinisikan sebagai kegiatan pemeriksaan
laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, dan surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk
data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang
kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan
ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai
4. Tujuan umum audit kepabeanan dan cukai adalah untuk menguji
pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan
cukai oleh auditee yang merupakan entitas yang bergerak di bidang
kepabeanan dan cukai. Sedangkan dalam konteks yang lebih khusus,
bertujuan menilai kesesuaian terhadap kriteria tertentu atau mengungkap
fakta tertentu, dan dalam konteks investigasi tujuannya untuk membantu
proses penyelidikan atas dugaan tindak pidana kepabeanan dan cukai.

1.4. Test Formatif 1

Setelah mempelajari materi modul, agar Saudara dapat mengukur tingkat


pemahaman materi, kerjakanlah test formatif berikut ini!

1. BS Dalam melaksanakan fungsinya DJBC lebih mengutamakan


fungsi pengawasan daripada pelayanan.
2. BS Modernisasi sistem otomasi DJBC merupakan salah satu
peningkatan pelayanan yang dilakukan DJBC.
3. BS Pengawasan dengan cara registrasi kepabeanan dilakukan pada
saat clearance barang.
4. BS Post clearance audit dilaksanakan berdasarkan pada prinsip risk

18
Pengantar Audit

management.
5. BS Audit yang dilaksanakan oleh DJBC diarahkan untuk audit
keuangan.
6. BS Audit kepabeanan dan cukai dapat menggunakan data DJBC.
7. BS Bukti audit hanya bersumber dari pembukuan.
8. BS Audit kepabeanan dan cukai merupakan operational audit.
9. BS Audit kepabeanan dan cukai bertujuan untuk menguji ketentuan
perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai.
10. B S Audit kepabeanan dan cukai umumnya bersifat investigasi.

1.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang


modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.
TP = Jumlah Jawaban Yang BenarX100%
Jumlah keseluruhan Soal
Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori Baik), maka


disarankan mengulangi materi.

19
Pengantar Audit

2. Kegiatan Belajar (KB) 2

OBYEK DAN JENIS AUDIT


Indikator Keberhasilan :

1. Mampu menjelaskan obyek-obyek audit kepabeanan


2. Mampu menjelaskan obyek-obyek audit cukai
3. Mampu menjelaskan jenis-jenis audit kepabeanan dan cukai

2.1. Uraian dan Contoh

Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang pendahuluan mengenai


audit kepabeanan dan Audit Cukai, maka pada bagian ini akan dibahas tentang
obyek dan jenis-jenis audit.

A. Obyek Audit
Dalam audit kepabeanan dan cukai, pada prinsipnya audit dapat dilakukan
atas semua pihak yang dalam melakukan kegiatannya memiliki tanggung jawab
atas pemenuhan ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai baik
perorangan maupun badan hukum, baik badan usaha swasta maupun milik
negara. Audit ini dilakukan untuk menguji kepatuhan terhadap ketentuan
perundangan terutama dalam rangka pengawasan, pembinaan, penilaian
ketaatan, pendeteksian kemungkinan penyimpangan dan pelanggaran pidana
serta untuk mengamankan hak-hak keuangan negara.

1. Audit Kepabeanan
Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap
Orang yang bertindak sebagai importir, eksportir, pengusaha tempat penimbunan
sementara (TPS), pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB), pengusaha
pengurusan jasa kepabeanan (PPJK), dan pengusaha pengangkutan sesuai
Undang-Undang Kepabeanan.
a. Importir
Importir adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan barang
kedalam daerah pabean. Dalam konteks audit kepabeanan, importir diaudit untuk

20
Pengantar Audit

memastikan kewajibannya sebagai importir telah dipenuhi. Kewajiban tersebut


antara lain mencakup hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
memberitahukan semua impor yang dilakukan dengan membuat
pemberitahuan pabean impor.
Memberitahukan pemberitahuan pabean impor tersebut dengan benar dalam
arti kegiatan impor tersebut benar-benar terjadi, dan semua informasi yang
disampaikan dalam pemberitahuan tersebut terkait jenis dan jumlah barang,
klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk dan pajak dalam rangka impor
serta nilai pabean.
membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor terkait kegiatan impor
yang dilakukan sesuai jumlah yang seharusnya dibayar.

b. Eksportir
Eksportir adalah orang yang melakukan kegiatan mengeluarkan barang
dari daerah pabean. Eksportir diaudit untuk memastikan kewajibannya telah
dipenuhi. Kewajiban tersebut antara lain mencakup hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
memberitahukan semua ekspor yang dilakukan dengan membuat
pemberitahuan pabean ekspor.
membuat pemberitahuan pabean ekspor dengan benar dalam arti kegiatan
ekspor tersebut benar-benar terjadi, dan semua informasi yang disampaikan
dalam pemberitahuan tersebut terkait jumlah dan jenis barang, klasifikasi tarif
bea keluar serta nilai ekspor.
membayar bea keluar terkait kegiatan impor yang dilakukan sesuai jumlah
yang seharusnya dibayar.

c. Pengusaha tempat penimbunan sementara (TPS)


Pengusaha TPS adalah Orang yang melakukan kegiatan penimbunan
dalam bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu
di kawasan pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan
atau pengeluarannya. TPS bisa berbentuk lapangan penimbunan, lapangan

21
Pengantar Audit

penimbunan peti kemas, gudang penimbunan, dan tangki penimbunan.


Pengusaha TPS diaudit untuk memastikan kewajibannya telah dipenuhi.
Kewajiban tersebut antara lain mencakup hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
mengeluarkan barang impor dari TPS hanya setelah memenuhi semua
ketentuan dan mendapat persetujuan dari pejabat bea dan cukai.
memenuhi kewajiban-kewajiban lainnya sebagai pengusaha TPS.

d. Pengusaha tempat penimbunan berikat (TPB)


Pengusaha TPB adalah Orang yang menimbun barang dalam bangunan,
tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan
untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan
penangguhan bea masuk. TPB dapat berbentuk Gudang Berikat, Kawasan
Berikat, Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, Toko Bebas Bea, Tempat
Lelang Berikat, atau Kawasan Daur Ulang Berikat. Pengusaha TPB diaudit untuk
memastikan kewajibannya telah dipenuhi yang mencakup antara lain hal-hal
berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
memasukkan barang ke TPB dengan memenuhi ketentuan pemberitahuan
pabean yang diberitahukan secara benar dan lengkap.
mengeluarkan barang dari TPB dengan tujuan ke luar daerah pabean dengan
memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
mengeluarkan barang asal impor dari TPB ke tempat lain dalam daerah
pabean dengan memenuhi ketentuan kepabeanan di bidang impor.
memenuhi kewajiban-kewajiban pengelolaan barang di dalam TPB sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.

e. Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK)


PPJK adalah Orang yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan
kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir. Dalam konteks
PPJK diaudit untuk memastikan kewajibannya telah dipenuhi yang mencakup
antara lain hal-hal berikut :

22
Pengantar Audit

menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian


internal yang memadai.
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai PPJK.
mendokumentasikan dan melaporkan secara benar kegiatan-kegiatan
kepabeanan yang pengurusannya diserahkan kepada PPJK tersebut.
bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban pabean dalam hal importir tidak
ditemukan.

f. Pengusaha pengangkutan
Pengusaha pengangkutan adalah orang yang melakukan kegiatan
pengangkutan barang yang berada dalam lingkup undang-undang kepabeanan.
Dalam konteks audit kepabeanan, pengusaha pengangkutan diaudit untuk
memastikan kewajibannya telah dipenuhi yang mencakup antara lain hal-hal
berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
memberitahukan kegiatan pengangkutan barang yang diatur dalam undang-
undang kepabeanan terkait kedatangan dan keberangkatan sarana
pengangkut.
menyerahkan pemberitahuan pabean atas barang yang diangkutnya dan
menyampaikan secara benar informasi terkait jumlah, jenis, volume dan
tonase barang.
melakukan kewajiban lainnya sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

2. Audit Cukai

Untuk audit cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit
terhadap orang yang bertindak sebagai pengusaha pabrik, pengusaha tempat
penyimpanan, importir barang kena cukai, penyalur, dan pengguna barang kena
cukai (BKC) yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai sesuai Undang-
Undang Cukai.
a. Pengusaha Pabrik
Pengusaha pabrik adalah orang yang mengusahakan tempat tertentu yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas
barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran. Dalam konteks audit

23
Pengantar Audit

cukai, pengusaha pabrik diaudit untuk memastikan kewajibannya telah dipenuhi


yang mencakup antara lain hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
mencatat dan melaporkan seluruh barang kena cukai yang dihasilkan dari
proses produksi dalam dokumen cukai.
memberitahukan pemasukan pita cukai secara benar dalam hal jumlah dan
jenisnya.
melakukan pelekatan pita cukai dan pelunasan cukai sesuai ketentuan dan
peruntukannya terkait tarif, harga jual eceran dan mereknya.
mengelola dengan baik BKC yang belum dilunasi kewajiban cukainya.
memenuhi ketentuan kuota dan jangka waktu terkait fasilitas pembebasan
cukai.
melakukan kewajiban lainnya sebagai pengusaha pabrik sesuai ketentuan.

b. Pengusaha tempat penyimpanan


Pengusaha tempat penyimpanan adalah orang yang mengusahakan
tempat yang bukan merupakan bagian dari pabrik, yang dipergunakan untuk
menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai
dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. Pengusaha tempat
penyimpanan diaudit untuk memastikan kewajibannya telah dipenuhi yang
mencakup antara lain hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
memberitahukan pemasukan BKC yang disimpan di tempat penyimpanan.
memberitahukan pengeluaran BKC yang telah dilunasi cukainya maupun yang
mendapatkan fasilitas pembebasan cukai atau tidak dipungut cukainya.
mengelola BKC yang belum dilunasi cukainya dan masih disimpan di tempat
penyimpanan.
Melakukan kewajiban lainnya sebagai pengusaha tempat penyimpanan
sesuai ketentuan.

24
Pengantar Audit

c. Importir barang kena cukai (Impor BKC)


Importir BKC adalah Orang yang melakukan kegiatan memasukkan BKC
ke dalam daerah pabean. Importir BKC diaudit untuk memastikan kewajibannya
telah dipenuhi. Kewajiban tersebut mencakup hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
memberitahukan semua impor BKC yang dilakukan dengan membuat
pemberitahuan impor barang (PIB).
memberitahukan PIB dengan benar dalam arti kegiatan impor tersebut benar-
benar terjadi, dan semua informasi yang disampaikan dalam PIB tersebut
terkait jenis dan jumlah barang, klasifikasi dan pembebanan tarif bea masuk,
cukai dan pajak dalam rangka impor serta nilai pabean.
membayar bea masuk, cukai dan pajak dalam rangka impor terkait kegiatan
impor yang dilakukan sesuai jumlah yang seharusnya dibayar.

d. Penyalur BKC
Penyalur adalah orang yang menyalurkan atau menjual BKC yang sudah
dilunasi cukainya yang semata-mata ditujukan bukan kepada konsumen akhir.
Penyalur BKC diaudit untuk memastikan kewajibannya telah dipenuhi. Kewajiban
tersebut mencakup hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan dan menerapkan sistem pengendalian
internal yang memadai.
Memasukkan dan menjual BKC hanya yang telah dilekati pita cukai atau
sudah dilunasi cukainya.
Melakukan kewajiban lainnya sebagai penyalur BKC sesuai ketentuan.

e. Pengguna BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan


Pengguna BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan merupakan
produsen yang menggunakan bahan baku BKC untuk memproduksi barang
tidak kena cukai tertentu. Pengguna BKC tersebut diaudit untuk memastikan
kewajibannya telah dipenuhi. Kewajiban tersebut mencakup hal-hal berikut :
menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan menerapkan sistem
pengendalian internal yang memadai.

25
Pengantar Audit

menggunakan BKC yang mendapatkan fasilitas pembebasan sesuai


peruntukan yang diperkenankan sesuai ketentuan fasilitas tersebut dalam
jumlah maupun tujuan penggunaannya.

B. Jenis Audit
Bila dalam audit umum kita mengenal audit keuangan, audit kinerja, audit
investigasi, audit lingkungan, dsb maka berdasarkan lingkup dan tujuannya,audit
kepabeanan dan audit cukai dapat dibagi menjadi tiga yaitu audit umum, audit
khusus dan audit investigasi:
1. Audit Umum
Audit Umum adalah audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan secara
lengkap dan menyeluruh terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan
cukai. Contoh audit umum adalah audit yang masuk dalam Daftar Rencana
Obyek Audit (DROA) dan audit sewaktu-waktu yang meliputi lingkup
pemeriksaan yang lengkap dan menyeluruh.
2. Audit Khusus
Audit Khusus adalah audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan
tertentu terhadap pemenuhan kewajiban kepabeanan dan/atau cukai. Contohnya
adalah audit dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai
mengenai nilai pabean dan audit dalam rangka pemberian fasilitas kepabeanan.
3. Audit Investigasi
Audit Investigasi adalah audit dalam rangka membantu proses penyelidikan
dalam hal terdapat dugaan tindak pidana kepabeanan dan/atau cukai. Audit
investigasi dilakukan dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang
kepabeanan dan cukai didasarkan pada rekomendasi Direktur Penindakan dan
Penyidikan (P2) atau Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan. Pelaksanaan
audit investigasi harus didahulukan dari audit umum dan audit khusus, guna
penyelesaian secepatnya.
Adapun berdasarkan proses perencanaannya audit kepabeanan dan cukai
dapat dibedakan dalam audit terencana dan audit sewaktu-waktu. Audit secara
terencana dilaksanakan atas obyek audit yang telah disusun secara selektif dan
tertuang dalam Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) yang disetujui oleh Direktur
Audit. DROA disusun untuk periode 6 (enam) bulan dengan memperhatikan

26
Pengantar Audit

ketersediaan Tim Audit dan beban kerja. Yang tercakup dalam audit terencana
hanya audit yang bersifat umum.
Audit dilakukan sewaktu-waktu dapat dilaksanakan berdasarkan perintah
Direktur Jenderal, Permintaan Direktur, Kepala Pusat Kepatuhan Internal, Kepala
Kantor Wilayah, Kepala Kantor Pelayanan Utama, Lembaga-lembaga Negara,
instansi lain diluar DJBC, permohonan dari pihak calon auditee dan informasi
masyarakat, dengan mempertimbangkan skala prioritas. Audit sewaktu-waktu ini
bisa berbentuk audit umum, khusus maupun investigasi.

2.2. Latihan 2
1. Sebutkan siapa saja yang menjadi obyek audit kepabeanan maupun obyek
audit cukai!
2. Sebutkan jenis-jenis audit kepabeanan dan cukai, jelaskan masing-masing!

2.3. Rangkuman
1. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit kepabeanan terhadap
perseorangan atau badan hukum yang bertindak sebagai Importir,
Eksportir, Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS), Pengusaha
Tempat Penimbunan Berikat (TPB), Pengusaha Pengurusan Jasa
Kepabeanan (PPJK), Pengusaha Pengangkutan.
2. Untuk audit Cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan audit
terhadap Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir
Barang Kena Cukai, Penyalur, Pengguna Barang Kena Cukai yang
mendapat fasilitas pembebasan cukai.
3. Berdasarkan lingkup dan tujuannya, audit kepabeanan dan audit cukai
dapat dibagi menjadi tiga yaitu audit umum, audit khusus dan audit
investigasi. Berdasarkan proses perencanaannya audit dapat dibedakan
dalam audit terencana dan audit sewaktu-waktu.

2.4. Test Formatif 2


Setelah mempelajari materi bahan ajar serta rangkuman, agar Saudara
mudah memahami materi ini, di bawah ini test formatif yang harus Saudara
kerjakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Saudara atas materi ini.
1. BS Seluruh pengusaha angkutan jalan raya merupakan objek audit
kepabeanan

27
Pengantar Audit

2. BS DJBC berwenang melakukan audit terhadap pengusaha pabrik


BKC maupun penyalurnya
3. BS Audit umum, audit khusus dan audit investigasi merupakan jenis
dari audit kepabeanan dan cukai
4. BS Importir BKC tidak terikat oleh ketentuan audit kepabeanan.
5. BS Dalam audit umum, eksportir hanya diaudit kegiatan ekspornya.
6. BS Audit investigasi dilakukan sebagai proses penyelidikan tindak
pidana.
7. BS Audit dalam rangka persyaratan pemberian fasilitas kepabeanan
merupakan audit khusus
8. BS Audit yang dilakukan atas dasar rekomendasi pihak lain merupakan
audit khusus
9. BS Audit umum bagi importir umum hanya mencakup kegiatan
impornya saja.
10. B S Audit terhadap PPJK dapat berupa audit umum, audit khusus
maupun audit investigasi.

2.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut :


Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang
modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.
TP = Jumlah Jawaban Yang BenarX100%
Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang
Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori Baik), maka
disarankan mengulangi materi.

28
Pengantar Audit

3. Kegiatan Belajar (KB) 3

ALUR PROSES
AUDIT KEPABEANAN DAN CUKAI

Indikator Keberhasilan :
1. Mampu menjelaskan proses perencanaan audit
2. Mampu menjelaskan proses pelaksanaan audit
3. Mampu menjelaskan proses pelaporan
4. Mampu menjelaskan proses evaluasi dan monitoring

3.1. Uraian dan Contoh


Setelah mempelajari bagian sebelumnya tentang obyek audit dan jenis-
jenis audit kepabeanan dan cukai, maka pada modul ini akan membahas tentang
Perencanaan dan Pelaksanaan Audit. Titik berat modul ini adalah ditekankan
pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan audit, perencanaan audit, dan
pelaporan audit serta kegiatan evaluasi dan monitoring hasil audit. Hal-hal yang
terkait dengan pelaksanaan audit sangat penting untuk diperhatikan karena
terkait dengan prosedur dan tahapan tahapan di dalam pelaksanaan Audit.

A. Perencanaan Audit
1. Penyusunan DROA
Perencanaan audit merupakan langkah penting pertama yang harus
dipersiapkan dengan baik agar pekerjaan-pekerjaan audit yang akan dilakukan
dalam suatu periode berjalan dengan baik, terkoordinasi dan tidak saling
tumpang-tindih. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menuangkan rencana audit
dalam Daftar Rencana Obyek Audit (DROA). DROA merupakan daftar yang
berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan rencana waktu
pelaksanaan audit dalam periode tertentu. DROA disusun untuk periode 6
(enam) bulan dengan memperhatikan ketersediaan Tim Audit dan beban kerja.
Periode DROA adalah jangka waktu 1 Januari s.d. 30 Juni dan 1 Juli s.d. 31
Desember (semesteran).
DROA disusun dengan mempertimbangkan risk management. Faktor-
faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan obyek audit yang

29
Pengantar Audit

dimasukkan dalam DROA meliputi antara lain profil auditee, Informasi


pelanggaran, riwayat audit, komoditi rawan dan berisiko tinggi, nilai fasilitas,
negara asal yang berisiko, nilai pungutan negara, eksistensi, barang-barang yang
terkena bea keluar, nature of business, klasifikasi dan pembebanan tarif cukai,
barang larangan dan pembatasan, frekuensi impor, ekspor dan/atau cukai, tarif
preferensial dan tarif diskriminatif, strata produksi BKC, topik kepabeanan yang
menjadi isu nasional, frekuensi pemesanan pita cukai, dan kriteria lainnya.
Disamping audit umum yang terencana, juga terdapat audit yang dilakukan
secara sewaktu-waktu. Audit secara sewaktu-waktu dilakukan berdasarkan
perintah Direktur Jenderal, permintaan dari Direktur, Kepala Pusat Kepatuhan
Internal, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama di
lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, permintaan instansi diluar
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, permintaan Orang atau informasi
masyarakat. Audit sewaktu-waktu ini dilaksanakan berdasarkan skala prioritas.

2. Nomor Penugasan Audit


Nomor Penugasan Audit (NPA) adalah nomor yang diterbitkan oleh
Direktur Audit dan berfungsi sebagai sarana pengawasan pelaksanaan audit
serta menjadi dasar penerbitan surat tugas. Dalam audit terencana, NPA
diberikan berdasarkan DROA, sedangkan dalam audit sewaktu-waktu,
permintaan NPA diajukan oleh KaKanwil atau Kepala KPU kepada Direktur Audit.
Audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat
Bea dan Cukai atau audit investigasi tidak memerlukan NPA.

3. Rencana Kerja Audit


Untuk memulai satu pekerjaan audit, adanya persamaan persepsi
mengenai pelaksanaan audit di antara auditor dan auditee sangat diperlukan. Hal
ini terutama untuk mencegah adanya kesalahpahaman dalam proses audit.
Untuk itulah Direktur Audit, KaKanwil atau Kepala KPU dapat memanggil auditee
secara tertulis untuk diberikan penjelasan perihal pelaksanaan audit yang akan
dilaksanakan dalam Pengarahan Audit.
Selain yang berhubungan dengan auditee, perencanaan kerja audit juga
dibuat intern dalam tim audit. Sebelum melaksanakan audit, tim audit membuat
perencanaan kerja audit yang dituangkan dalam sebuah formulir yang disebut

30
Pengantar Audit

Rencana Kerja Audit (RKA) yang memuat prosedur dan jadwal terkait persiapan
audit, pekerjaan lapangan, penyampaian daftar temuan sementara, pembahasan
akhir, dan pelaporan. RKA berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
tugas audit agar sesuai dengan prosedur dalam program audit, pembagian tugas
antar anggota tim serta pelaksanaannya agar dapat selesai tepat waktu.

B. Pelaksanaan Audit

1. Tim Audit

Dalam audit kepabeanan dan audit cukai, setiap pelaksanaan audit dapat
dilakukan oleh tim audit yang susunan keanggotaannya terdiri dari pengawas
mutu audit (PMA), pengendali teknis audit (PTA), ketua auditor dan seorang atau
lebih auditor. Untuk audit investigasi, keanggotaan tim audit ditambah dengan
satu atau lebih pejabat bea dan cukai dari Direktorat atau Bidang Penindakan
dan Penyidikan (P2). Dan jika dipandang perlu, susunan tim audit juga dapat
ditambah dengan seorang atau lebih pejabat bea dan cukai selain auditor
dan/atau seorang atau lebih pejabat instansi lain di luar DJBC.

2. Surat Tugas dan Surat Perintah

Audit umum dan audit khusus dilaksanakan berdasarkan surat tugas


sedangkan audit investigasi dilaksanakan berdasarkan surat perintah. Surat
tugas diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur Audit, KaKanwil, atau Kepala
KPU. Sedangkan surat perintah diterbitkan dan ditandatangani oleh Direktur
Jenderal, KaKanwil, atau Kepala KPU. Dalam setiap penerbitan surat tugas,
harus diikuti dengan penerbitan kuisioner yang ditujukan untuk diisi oleh auditee.
Fungsi kuesioner ini adalah untuk menilai kinerja tim audit dan sistem audit.

3. Periode Audit

Periode audit adalah periode kegiatan auditee yang masuk dalam lingkup
audit. Periode audit umum ditetapkan selama dua tahun sampai dengan akhir
bulan sebelum penerbitan surat tugas. Apabila akhir periode audit kurang dari
dua tahun maka periode audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya, atau
sejak auditee melakukan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai sampai dengan
akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas.

31
Pengantar Audit

Tim audit dapat mengusulkan perpanjangan periode audit menjadi


maksimal 10 tahun, kecuali untuk audit terkait tarif dan nilai pabean periode tetap
dua tahun. Perpanjangan diusulkan jika :
terdapat indikasi pelanggaran yang berulang-ulang baik yang terjadi di dalam
periode audit maupun yang terjadi diluar periode audit
terdapat informasi dari pihak lain yang menyatakan bahwa terdapat indikasi
pelanggaran kepabeanan dan/atau cukai yang terjadi diluar periode audit
atas perintah atau permintaan Direktur Jenderal, Direktur Audit, KaKanwil atau
Kepala KPU.

4. Kewenangan Tim Audit

Dalam melaksanakan pekerjaan audit, tim audit hendaknya memahami


wewenang yang dimilikinya. Wewenang tim audit adalah :

Meminta data audit


Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari auditee atau pihak lain
memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan data
audit, ruangan tempat untuk menyimpan sediaan barang, dan ruangan tempat
untuk menyimpan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan
kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai;
Melakukan tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan penyimpanan
dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan dan/atau cukai.

5. Kewajiban Auditee

Pekerjaan audit memerlukan adanya kerjasama yang baik antara tim audit
dan auditee. Untuk itu peraturan mengenai kepabeanan dan cukai mengatur
kewajiban auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu :

Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya


Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis
Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya auditee apabila
penggunaan data elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian khusus.

32
Pengantar Audit

6. Waktu Pelaksanaan Audit

Pelaksanaan audit harus diselesaikan dalam jangka waktu tiga bulan sejak
tanggal penugasan sebagaimana tercantum dalam surat tugas atau surat
perintah. Penyelesaian audit dapat diperpanjang oleh Direktur Audit, KaKanwil
atau Kepala KPU sehingga menjadi paling lama 12 bulan dengan periode
perpanjangan maksimum tiga bulan untuk setiap permohonan perpanjangan
penyelesaian Audit. Apabila pelaksanaan Audit tidak dapat diselesaikan dalam
jangka waktu 12 bulan, harus diajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
penyelesaian audit kepada Direktur Jenderal.

7. Pekerjaan Lapangan

Pelaksanaan audit meliputi pekerjaan lapangan dan pekerjaan kantor.


Pekerjaan lapangan adalah pekerjaan dalam rangka audit yang dilakukan di
tempat auditee yang dapat meliputi kantor, pabrik, tempat usaha, atau tempat
lain, yang diketahui ada kaitannya dengan kegiatan usaha auditee. Pekerjaan
lapangan terbagi dalam dua kegiatan yaitu penyampaian surat tugas/surat
perintah dan observasi serta pengumpulan data dan informasi.
a. Penyampaian surat tugas/surat perintah dan observasi
Dalam tahap penyampaian surat tugas/surat perintah dan observasi, tim
audit harus melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
menyerahkan surat tugas/surat perintah, memperlihatkan tanda pengenal, dan
menjelaskan tujuan pelaksanaan audit.
bersama-sama dengan auditee menandatangani pakta integritas
meminta penjelasan tentang struktur pengendalian internal (SPI) auditee.
melakukan pengujian terhadap pelaksanaan SPI
b. Pengumpulan data dan informasi
Dalam tahap pengumpulan data dan informasi, berdasarkan permintaan
data audit, auditee wajib menyerahkan data audit secara lengkap dengan
ketentuan waktu sebagai berikut :
untuk audit umum dan audit khusus selain dalam rangka keberatan, paling
lama tujuh hari kerja dan dapat diperpanjang paling lama tiga hari kerja.
untuk audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan, paling lama tiga
hari kerja

33
Pengantar Audit

untuk audit investigasi harus dilakukan saat diterimanya permintaan data.


Dalam hal auditee tidak bersedia atau tidak menyerahkan data audit secara
lengkap sesuai batas waktu, kepada auditee diberikan surat peringatan I. Jika
setelah tiga hari kerja tidak juga dipenuhi maka diberikan surat peringatan II. Jika
setelah tiga hari kerja tidak juga dipenuhi, auditee dianggap menolak membantu
kelancaran audit.
Dalam tahap pengumpulan data dan informasi, tim audit dapat melakukan
pencacahan fisik sediaan barang. Sebelum pelaksanaan pencacahan fisik
Sediaan Barang, Tim Audit harus memberitahukan rencana pelaksanaannya,
kecuali untuk audit Investigasi. Hasil pelaksanaan pencacahan fisik Sediaan
Barang selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara Pencacahan Fisik Sediaan
Barang.

8. Pekerjaan Kantor

a. Menguji dan menganalisa data dan informasi


Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
tersebut diatas, Tim Audit akan melakukan pengujian validitas dan keakuratan
data yang ada. Proses ini sering disebut sebagai Pengujian materi terhadap data
atau informasi. Setelah mendapatkan data dan informasi yang akurat dan
terpercaya melalui pengujian materi, langkah selanjutnya adalah
membandingkan antara praktek kegiatan auditee dengan ketentuan atau kriteria
yang ada berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan
dan cukai.

b. Penyusunan Kertas Kerja Audit


Tim Audit wajib menuangkan hasil pelaksanaan kegiatan auditnya dengan
membuat Kertas Kerja Audit (KKA). KKA disusun berdasarkan hasil dari tiap jenis
proses pengujian, pengolahan dan analisis data yang terstruktur dan sistematis.
Kertas Kerja Audit (KKA) sekurang-kurangnya memuat prosedur audit yang
ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkannya
dan kesimpulan yang diambil tim audit

c. Penyusunan Daftar Temuan Sementara (DTS)


Dari KKA yang telah dibuat, tim audit membuat Daftar Temuan Sementara,
yaitu suatu daftar yang berisi hasil temuan sementara Tim Audit dan masih

34
Pengantar Audit

memerlukan tanggapan dari pihak perusahaan yang sedang diaudit sebelum


disusun menjadi Laporan Hasil Audit (LHA).
Auditee harus menanggapi DTS selambatnya tujuh hari kerja terhitung
sejak diterimanya Surat Pengantar DTS, dan dapat diberikan perpanjangan
waktu paling lama tujuh hari kerja. Tanggapan atas DTS dapat berupa
pernyataan menerima seluruh temuan, menolak sebagian temuan atau menolak
seluruh temuan dalam DTS.
Apabila batas waktu menanggapi DTS terlewati dan auditee tetap tidak
menyampaikan tanggapan, maka auditee dianggap menyetujui seluruh DTS dan
atas DTS tersebut dijadikan dasar pembuatan Berita Acara Hasil Audit (BAHA).
Dalam hal auditee menerima seluruh temuan hasil Audit dalam DTS,auditee
menandatangani Lembar Persetujuan DTS yang selanjutnya dijadikan dasar
pembuatan BAHA.

d. Pembahasan Akhir
Dalam hal auditee menolak sebagian atau seluruh temuan dalam DTS, tim
audit dan auditee melakukan pembahasan akhir yang dilaksanakan selambat-
lambatnya tujuh hari kerja setelah tanggal diterimanya tanggapan auditee.
Proses Pembahasan Akhir dituangkan dalam risalah pembahasan akhir dan
dirangkum dalam hasil pembahasan akhir untuk selanjutnya ditutup dengan
BAHA.
Berkaitan dengan pelaksanaan pembahasan akhir, auditee dianggap
menerima seluruh temuan audit dalam DTS dan dijadikan dasar pembuatan
BAHA, dalam hal auditee tidak menghadiri pembahasan akhir, auditee hadir
tetapi tidak melaksanakan pembahasan akhir atau auditee melaksanakan
pembahasan akhir tetapi tidak menandatangani hasil pembahasan akhir.
Hasil pembahasan akhir memuat:
temuan audit yang disetujui oleh auditee;
temuan audit yang dibatalkan oleh Tim Audit; dan/atau
temuan audit yang dipertahankan oleh Tim Audit.

35
Pengantar Audit

e. Berita Acara Hasil Audit (BAHA)


BAHA dibuat berdasarkan kondisi:
Jika auditee menyetujui DTS, maka BAHA dilampiri Lembar persetujuan DTS
yang telah ditandatangani auditee.
Jika auditee dianggap menyetujui DTS karena tidak menyampaikan
tanggapan maka BAHA dilampiri DTS yang tidak ditanggapi oleh auditee
Jika auditee dianggap menyetujui DTS karena tidak menghadiri pembahasan
akhir maka BAHA dilampiri DTS yang telah ditanggapi oleh auditee dan
Undangan Pembahasan Akhir
Jika auditee dianggap menyetujui DTS karena hadir namun tidak
melaksanakan pembahasan akhir maka BAHA dilampiri dengan DTS yang
telah ditanggapi oleh auditee, Undangan Pembahasan Akhir, dan Daftar
Hadir.
Jika auditee dianggap menyetujui DTS karena melaksanakan Pembahasan
Akhir tetapi tidak menandatangani Hasil Pembahasan Akhir maka BAHA
dilampiri dengan DTS yang telah ditanggapi oleh auditee, Undangan
Pembahasan Akhir, Daftar Hadir dan Hasil Pembahasan Akhir yang tidak
ditandatangani oleh auditee.
jika terdapat Hasil Pembahasan Akhir, maka BAHA dibuat dengan dilampiri
DTS yang telah ditanggapi oleh auditee, Undangan Pembahasan Akhir, Hasil
pembahasan akhir, Risalah Pembahasan Akhir dan Daftar Hadir. BAHA
selanjutnya ditandatangani oleh tim audit dan auditee.

f. Penelaahan
Dalam hal terdapat perbedaan pendapat antara Tim Audit dengan auditee
dalam Risalah Pembahasan Akhir yang terkait penafsiran peraturan kepabeanan
dan/atau cukai, PMA dapat mengajukan permohonan penelaahan kepada
Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan. Hasil
Penelaahan dituangkan dalam Risalah Penelaahan dan merupakan bagian dari
Risalah Pembahasan Akhir. Risalah Penelaahan selanjutnya disampaikan
kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan
Utama.

36
Pengantar Audit

C. Pelaporan Hasil Audit


1. Laporan Hasil Audit

Hasil dari pelaksanaan audit adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA),
yang disusun berdasarkan Berita Acara Hasil Audit (BAHA) atau Berita Acara
Penghentian Audit (BAPA) dalam hal audit umum atau audit khusus selain
dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea Cukai. Untuk audit khusus
dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea Cukai dan audit
investigasi, LHA disusun berdasarkan KKA.
LHA disampaikan secara hardcopy dan/atau data elektronik kepada
Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Utama;
dan/atau auditee. Laporan Hasil Audit ditandatangani oleh PMA, PTA dan Ketua
Auditor. Sedangkan KKA sebagai lampiran LHA disampaikan secara hardcopy
dan/atau data elektronik kepada Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau
Kepala Kantor Pelayanan Utama dikirimkan kepada auditee, Direktur Audit,
Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU. Dalam hal Audit Khusus yang
dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan Pejabat Bea dan Cukai dan
Audit Investigasi, LHA tidak disampaikan kepada auditee. LHA dan KKA harus
diterima oleh Direktur Audit paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal
penerbitan LHA.

2. Tindak Lanjut Laporan Hasil Audit

LHA digunakan sebagai dasar penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
penetapan Pejabat Bea dan Cukai, penerbitan surat tindak lanjut dan/atau
penerbitan surat tindak lanjut hasil audit cukai.
a. Penetapan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang dituangkan dalam :
Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP), dalam hal
terdapat kekurangan dan/atau kelebihan pembayaran bea masuk, cukai, pajak
dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang
diakibatkan karena kesalahan tarif dan/atau nilai pabean.
Surat Penetapan Kembali Perhitungan Bea Keluar (SPKPBK), dalam hal
terdapat kekurangan atau kelebihan pembayaran bea keluar dan/atau sanksi
administrasi berupa denda.

37
Pengantar Audit

b. Penetapan Pejabat Bea dan Cukai yang dituangkan dalam :


Surat Penetapan Pabean (SPP), dalam hal terdapat kekurangan pembayaran
bea masuk, cukai, pajak dalam rangka impor, dan/atau sanksi administrasi
berupa denda; atau
Surat Penetapan Sanksi Administrasi (SPSA), dalam hal terdapat pengenaan
sanksi administrasi berupa denda.

c. Penerbitan surat tindak lanjut yang dilakukan dalam hal:


Tidak terdapat kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, pajak dalam
rangka impor, dan/atau sanksi administrasi berupa denda
Nilai Pabean tidak dapat diterima berdasarkan Nilai Transaksi dan diajukan
penelitian ulang untuk penetapan kembali nilai pabean kepada Direktur Teknis
Kepabeanan untuk audit yang dilakukan Direktorat Audit
Nilai Pabean tidak dapat diterima berdasarkan Nilai Transaksi dan diajukan
penelitian ulang untuk penetapan kembali nilai pabean kepada unit yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama
untuk audit yang dilakukan Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pelayanan Utama
Terdapat perbedaan penafsiran tentang tarif dan diajukan penelitian ulang
untuk penetapan kembali tarif kepada Direktur Teknis Kepabeanan untuk
audit yang dilakukan oleh Direktorat Audit
Terdapat perbedaan penafsiran tentang tarif dan diajukan penelitian ulang
untuk penetapan kembali tarif kepada unit yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama untuk audit yang dilakukan
oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama
Terdapat rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang terkait
sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Penerbitan surat tindak lanjut hasil audit cukai.


Dalam hal pelaksanaan audit cukai, tindak lanjut hasil audit dituangkan
dalam surat tindak lanjut hasil audit cukai. Dalam hal audit khusus yang
dilakukan dalam rangka keberatan atas penetapan pejabat Bea dan Cukai, LHA
ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi pendapat terkait dengan
keberatan. Untuk audit investigasi, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut
yang berisi temuan hasil audit.

38
Pengantar Audit

D. Evaluasi dan Monitoring

1. Evaluasi

Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan


Utama melakukan Evaluasi Hasil Audit terhadap Hasil Audit yang diterima.
Evaluasi Hasil Audit adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai LHA dan KKA
dengan sasaran penilaian yang meliputi penilaian pemenuhan prosedur
pelaksanaan audit, penilaian pemenuhan standar audit dan program audit,
penilaian penerapan ketentuan atas temuan, dan penilaian penerapan atas
program audit yang dilakukan, serta penilaian temuan hasil audit.
Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai bahan masukan penyusunan profil,
antara lain:
Profil Tim Audit
Profil auditee
Profil jenis temuan audit.

2. Monitoring

Monitoring adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis


dan berkesinambungan untuk mengetahui tingkat penyelesaian Tindak Lanjut
Hasil Audit. Direktorat Audit, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dan Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai melakukan Monitoring atas Tindak
Lanjut Hasil Audit. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan harus
menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan tindak lanjut hasil audit kepada
Direktur Audit atau Kepala Kantor Wilayah.
Kegiatan monitoring menggunakan sumber data antara lain:
Laporan Realisasi Penagihan Hasil Audit;
Laporan Pelaksanaan Audit;
Data Tindak Lanjut Hasil Audit; dan
Data Kegiatan Audit.

3.2. Latihan 3

1. Apa yang dimaksud dengan Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) ?


2. Apa fungsi dari Rencana Kerja Audit ?

39
Pengantar Audit

3. Sebutkan wewenang tim audit dalam melaksanakan tugas audit !


4. Sebutkan kewajiban auditee !
5. Dalam hal apa pekerjaan audit dapat dihentikan ?
6. Dalam hal apa tim audit dapat melakukan tindakan pengamanan ?
7. Sebutkan 3 hal (temuan) , terkait dengan hasil pembahasan akhir !

3.3. Rangkuman

1. DROA merupakan daftar yang berisi nama-nama obyek yang akan diaudit
berserta alasan dan rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode
tertentu. DROA disusun secara selektif untuk periode 6 (enam) bulan
berdasarkan manajemen resiko.
2. Rencana Kerja Audit memuat prosedur dan jadwal yang tekait dengan
Persiapan audit, Pekerjaan Lapangan, Penyampaian Daftar Temuan
Sementara, Pembahasan Akhir, dan Pelaporan.
3. Audit umum dan audit khusus dilaksanakan berdasarkan surat sedangkan
untuk audit investigasi dilaksanakan berdasarkan surat perintah.
4. Tim audit terdiri dari pengawas mutu audit (PMA), pengendali teknis audit
(PTA), ketua auditor dan seorang atau lebih auditor. Dalam hal audit
investigasi, keanggotaan tim audit di atas ditambah dengan satu atau lebih
pejabat bea dan cukai dari Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) atau
Bidang Penindakan dan Penyidikan.
5. Wewenang tim audit dalam suatu pekerjaan audit adalah :
Meminta data audit, Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari
auditee atau pihak lain yang terkait;
Memasuki bangunan kegiatan usaha dan/atau ruangan tempat
menyimpan data audit serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut;
Melakukan tindakan pengamanan terhadap tempat/ruangan
penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan
dan/atau cukai (penyegelan).
6. Kewajiban auditee berkaitan dengan pelaksanaan audit, yaitu :
Menyerahkan data audit dan menunjukkan sediaan barangnya;
Memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis;

40
Pengantar Audit

Menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya auditee apabila


penggunaan data elektronik memerlukan peralatan dan /atau keahlian
khusus.
7. Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan lapangan meliputi :
Penyampaian Surat Tugas/Perintah, Inspeksi dan Observasi serta
Pengumpulan data serta informasi.
8. Kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan kantor meliputi pengujian dan
analisis data dan informasi, penyusunan kertas kerja audit, penyusunan
daftar temuan sementara, pembahasan akhir, penyusunan berita acara
hasil audit dan penelaahan
9. Tim audit dapat melakukan tindakan pengamanan dalam hal auditee tidak
memberi kesempatan tim audit memasuki tempat yang menurut peraturan
audit dapat dimasuki tim audit, auditee menolak untuk diaudit, pegawai
auditee menolak membantu kelancaran audit. Tim audit memerlukan upaya
pengamanan data audit.
10. Dari KKA yang telah dibuat, tim audit membuat Daftar Temuan Sementara,
yaitu suatu daftar yang berisi hasil temuan sementara Tim Audit dan masih
memerlukan tanggapan dari pihak perusahaan yang sedang diaudit.
11. Jika auditee menolak sebagian atau seluruh temuan dalam DTS, tim audit
dan auditee melakukan pembahasan akhir yang hasilnya dituangkan dalam
risalah pembahasan akhir dan dirangkum dalam hasil pembahasan akhir
untuk selanjutnya ditutup dengan BAHA.
12. Hasil dari pelaksanaan audit adalah berupa Laporan Hasil Audit (LHA),
yang disusun berdasarkan Berita Acara Hasil Audit (BAHA). LHA
disampaikan secara hardcopy dan/atau data elektronik kepada Direktur
Audit, Kepala Kantor Wilayah, atau Kepala Kantor Pelayanan Utama;
dan/atau auditee dan menjadi dasar penentapan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai, penetapan Pejabat Bea dan Cukai, penerbitan surat tindak lanjut
dan/atau penerbitan surat tindak lanjut hasil audit cukai.
13. Evaluasi Hasil Audit adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai LHA dan
KKA dengan sasaran penilaian yang meliputi penilaian pemenuhan
prosedur pelaksanaan audit, penilaian pemenuhan standar audit dan
program audit, penilaian penerapan ketentuan atas temuan, dan penilaian
penerapan atas program audit yang dilakukan, serta penilaian temuan hasil

41
Pengantar Audit

audit. Hasil evaluasi dapat digunakan sebagai bahan masukan penyusunan


profil tim audit, profil auditee, dan profil jenis temuan audit.
14. Monitoring adalah rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis
dan berkesinambungan untuk mengetahui tingkat penyelesaian Tindak
Lanjut Hasil Audit.
15. Dalam hal audit khusus yang dilakukan dalam rangka keberatan atas
penetapan pejabat Bea dan Cukai, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak
lanjut yang berisi pendapat terkait dengan keberatan. Untuk audit
investigasi, LHA ditindaklanjuti dengan surat tindak lanjut yang berisi
temuan hasil audit.

3.4. Test Formatif 3 :

Setelah mempelajari materi bahan ajar serta rangkuman, agar Saudara


mudah memahami materi ini, di bawah ini test formatif yang harus Saudara
kerjakan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Saudara atas materi ini.
1. BS Kegiatan audit dilakukan oleh tim dari Direktorat Audit, Kantor
Wilayah atau Kantor Pelayanan Utama (KPU), agar supaya
kegiatan tersebut tidak tumpang tindih maka perlu dibuat Daftar
Rencana Objek Audit (DROA).
2. BS Audit yang dilakukan sewaktu-waktu masuk dalam DROA.
3. BS Sebelum dilakukan audit, maka auditee dapat dipanggil untuk
menyamakan persepsi.
4. BS Untuk memperlancar kegiatan audit, perlu dibuat Rencana
Kegiatan Audit (RKA) sebagai langkah awal pelaksanaan audit.
5. BS RKA disusun dengan berisikan prosedur dan pembagian kerja.
6. BS Tim audit tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan
tindakan pengamanan terhadap ruangan penyimpanan dokumen
yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
7. BS Menyediakan tenaga atau peralatan berkaitan dengan
penyediaan data audit merupakan kewajiban auditee.
8. BS Waktu pelaksanaan audit paling lama empat bulan dan dapat
diperpanjang.
9. BS Auditee berhak menolak untuk diaudit tapi harus

42
Pengantar Audit

menandatangani surat pernyataan penolakan diaudit.


10. B S Audit dapat dihentikan karena pekerjaan lapangan tidak dapat
dilaksanakan.
11. B S Untuk semua jenis audit, auditee harus menyerahkan data yang
diminta paling lama tujuh hari setelah surat permintaan data
diterima.
12. B S Dalam melakukan pencacahan fisik sediaan barang, tim audit
memberitahukan rencana pelaksanaannya secara tertulis.
13. B S Tim audit dapat melakukan tindakan pengamanan apabila tidak
menemukan data.
14. B S Sebelum laporan hasil audit perlu disusun Daftar Temuan
Sementara (DTS) untuk membuka kesempatan kepada auditee
memberikan tanggapan.
15. B S Setiap jenis audit kepabeanan dan cukai harus dibuat DTS.

3.5. Umpan Balik dan Tindak Lanjut :

Cocokkan hasil jawaban dengan kunci yang terdapat di bagian belakang


modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus untuk
mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi.

TP = Jumlah Jawaban Yang BenarX100%


Jumlah keseluruhan Soal

Apabila tingkat pemahaman Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai
91 % s.d 100 % : Amat Baik
81 % s.d. 90,00 % : Baik
71 % s.d. 80,99 % : Cukup
61 % s.d. 70,99 % : Kurang

Bila tingkat pemahaman belum mencapai 81 % ke atas (kategori Baik), maka


disarankan mengulangi materi.

43
Pengantar Audit

PENUTUP
Setelah Saudara selesai mempelajari Modul ini (membaca serta
mengerjakan latihan soal, maupun tes formatif yang tersedia) diharapkan
Saudara memahami bagaimana latar belakang pelaksanaan audit kepabeanan
dan cukai. Terdapat bebarapa tahap dalam sistem pengawasan diantaranya
tahap sebelum clearance (preclearance stage), Tahap pada saat clearance
barang (clearance stage), Tahap pasca clearance barang (post clearencestage),
dan kemudian berkembang untuk menyelaraskan antara pengawasan dan
pelayanan.
Kemudian Saudara akan lebih mendalam untuk memahami obyek dan
jenis-jenis audit kepabeanan dan cukai. Obyek audit ada yang berkaitan dengan
audit kepabeanan dan ada yang berkaitan dengan audit cukai, masing-masing
memiliki tujuan yang secara umum dapat diringkas sebagai upaya menguji
kepatuhan terhadap ketentuan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai.
Adapun alur proses audit kepabeanan dan cukai dimulai dari proses
perencanaan melalui penyusunan DROA hingga penyusunan tim audit.
Pelaksanaan audit ditandai terbitnya surat tugas/perintah yang kemudian
dilanjutkan proses perencanaan pelaksanaan audit melalui penyusunan RKA dan
program audit. Pelaksanaan audit dilakukan dalam pekerjaan tim yang terdiri dari
PMA, PTA, ketua auditor dan auditor. Melalui tahapan pekerjaan lapangan dan
pekerjaan kantor, hasil audit dituangkan dalam DTS yang kemudian disampaikan
kepada auditee untuk ditanggapi.
Tahap akhir dari kegiatan audit adalah pelaporan hasil audit yang
dituangkan dalam laporan hasil audit (LHA) yang berisi berbagai fakta dan
rekomendasi yang kemudian ditindaklanjuti dengan surat-surat penetapan dan
tindak lanjut. Untuk menjamin perbaikan secara kontinyu dan memastikan hasil
audit ditindaklajuti dilakukan evaluasi dan monitoring audit.
Modul ini merupakan dasar dari pengetahuan tentang kegiatan audit
kepabeanan dan cukai yang minimal harus Saudara ketahui. Untuk hal yang
lebih mendalam Saudara harus menambah pengetahuan melalui diklat lanjutan
post clearence audit (DTSS Post Clearence Audit).

44
Pengantar Audit

TES SUMATIF

BETUL - SALAH. Simaklah dengan baik pernyataan - pernyataan


di bawah ini dan jawablah dengan melingkari huruf B jika
pernyataan tersebut benar dan huruf S jika pernyataannya salah.

1. B-S Audit kepabeanan dan cukai merupakan salah satu bentuk


pelayanan bagi pengguna jasa kepabeanan.
2. B-S PMA, PTA, Ketua auditor, auditor, dan/atau pejabat bea dan
cukai dapat diganti apabila dialihtugaskan, dianggap tidak
mampu atau atas permintaan yang bersangkutan.
3. B-S Audit keberatan perlu dibuat DTS dan dilakukan pembahasan
akhir.
4. B-S Audit oleh bea dan cukai termasuk finansial audit karena
mengakibatkan tambah bayar uang.
5. B-S Tim audit terdiri dari seorang PMA, seorang PTA dan seorang
atau lebih auditor.
6. B-S Pekerjaan Lapangan adalah suatu pekerjaan dalam rangka audit
yang dilakukan di tempat auditee yang dapat meliputi kantor,
pabrik, tempat usaha, atau tempat lain yang diketahui ada
kaitannya dengan kegiatan usaha auditee.
7. B-S Bea dan cukai berwenang melakukan audit cukai terhadap
Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Minuman Mengandung
Etil Alkohol
8. B-S Periode audit dimulai sejak akhir periode audit sebelumnya
sampai dengan saat pelaksanaan stock opname
9. B-S Dalam pelaksanaan audit, Direktur Audit, Kepala Kantor Wilayah,
atau Kepala Kantor Pelayanan Utama wajib memanggil auditee
secara tertulis untuk diberikan penjelasan perihal pelaksanaan
audit yang akandilaksanakan

45
Pengantar Audit

10. B-S Pengusaha Tempat Penyimpanan Etil Alkohol merupakan salah


satu Obyek Audit Cukai.
11. B-S Tujuan audit kepabeanan dan cukai adalah untuk mengamankan
penerimaan negara.
12. B-S Audit umum merupakan audit yang memiliki ruang lingkup
pemeriksaan secara lengkap dan menyeluruh terhadap
pemenuhan kewajibanKepabeanan dan cukai. Dilaksanakan
berdasarkan Surat Tugas.
13. B-S Audit Khusus merupakan audit yang memiliki ruang lingkup
pemeriksaan terhadap kewajiban kepabeanan tertentu/cukai
tertentu. Dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah.
14. B-S Dalam hal audit investigasi, keanggotaan tim audit harus
melibatkan satu atau lebih pejabat bea dan cukai dari Direktorat
Penindakan dan Penyidikan (P2) atau Bidang Penindakan dan
Penyidikan.
15. B-S Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) merupakan daftar yang
berisi nama-nama obyek yang akan diaudit beserta alasan dan
rencana waktu pelaksanaan audit dalam periode tertentu.
16. B-S Pelaksanaan audit sampai dengan pelaporannya wajib
diselesaikan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal Surat Tugasatau Surat Perintah diterbitkan.
17. B-S Laporan Hasil Audit disusun berdasarkan DTS.
18. B-S Laporan Hasil Audit ditanda tangani oleh seluruh anggota tim.
19. B-S Dalam hal audit cukai mengakibatkan temuan kekurangan
pembayaran pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan
menerbitkan Surat Penetapan yang ditujukan kepada auditee.
20. B-S Dalam hal audit tidak mengakibatkan temuan kekurangan
pembayaran pungutan negara, LHA ditindak lanjuti dengan
menerbitkan surat tindak lanjut yang ditujukan kepada pihak
terkait.

46
Pengantar Audit

KUNCI JAWABAN

1. Kunci Jawaban Test Formatif


1.1. Test Formatif 1 1.3. Test Formatif 3
1. S 6. B 1. B 6. S 11. S
2. B 7. S 2. S 7. B 12. B
3. S 8. S 3. B 8. S 13. S
4. B 9. S 4. B 9. B 14. B
5. S 10. S 5. B 10. B 15. S

1.2. Test Formatif 2


1. S 6. S
2. B 7. B
3. B 8. S
4. S 9. S
5. S 10. B

2. TEST SUMATIF

1. S 11. S
2. B 12. B
3. S 13. S
4. S 14. B
5. S 15. B
6. B 16. S
7. S 17. S
8. S 18. S
9. S 19. S
10. B 20. B

47
Pengantar Audit

DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 200/PMK.04/2011 tanggal 9 Desember
2011 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 138/PMK.04/2007 tanggal 12 November
2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang
Kepabeanan
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 110/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus
2008 tentang Kewajiban Pencatatan bagi pengusaha pabrik Skala Kecil,
Penyalur Skala Kecil yang wajib memiliki izin, dan pengusaha tempat
Penjualan eceran yang wajib memiliki izin
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 109/PMK.04/2008 tanggal 15 Agustus
2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pembukuan di Bidang Cukai.
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-7/BC/2012 tentang
Standar Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : PER-9/BC/2012 tentang
Tata Laksana Audit Kepabeanan dan Audit Cukai
World Customs Organization, Revised KYOTO Convention
Standar Akuntansi Keuangan(SAK), Ikatan Akuntan Indonesia.

48

Anda mungkin juga menyukai