Uji Preklinik
Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu
spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji
farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia,
sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas
khusus yang meliputi ujiteratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas
akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50%
hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara
kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada
manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji
toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji
toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan
kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka
lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama
pemberian obat pada manusia (Tabel 4).2
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional
agar masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
1. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensialmenimbulkan efek khusus
seperti kanker, cacat bawaan.
2. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuanusia subur
3. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkaitdengan penyakit tertentu misalnya
kanker.
4. Obat digunakan secara kronikUji FarmakodinamikPenelitian farmakodinamik obat
tradisional bertujuanuntuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusurimekanisme
kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisionaltersebut. Penelitian dilakukan secara
in vitro dan in vivopada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diujidan
bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannyapada manusia. Hasil positif
secara in vitro dan in vivo padahewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan
kemungkinanefek pada manusia.
Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas danPembuatan Sediaan Terstandar
Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia,penentuan identitas, dan menentukan
bentuk sediaan yangsesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhiefek yang
ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknyadibandingkan dengan bahan yang telah
dikeringkan. Prosespengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktiftertentu
yang bersifat termolabil. Sebagai contoh tanamanobat yang mengandung minyak atsiri atau
glikosida tidakboleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil. Demikianpula prosedur
ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaanobat herbal yang dihasilkan. Ekstrak yang
diproduksi denganjenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yangberbeda
karena zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contohdaun jati belanda (Guazuma ulmifolia
Lamk) memiliki tigajenis kandungan kimia yang diduga berperan untukpelangsing yaitu
tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yangdilakukan dengan etanol 95% hanya melarutkan
alkaloid dansedikit tanin, sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30%didapatkan ketiga
kandungan kimia daun jati belanda yaitutanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik.
Uji klinik Obat tradisional
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikan
khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind
controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabilaobat tradisional/obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat
tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus
dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan
memberikan informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan
merupakan hal yang penting untuk dapatmenimbulkan efek yang terulangkan
(reproducible). Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk mengujikeamanan dan
tolerabilitas obat tradisional.
Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir : dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
Fase III : uji klinik definitif
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang
lambat timbulnya Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan
tidak menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat
langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum
digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui
tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yangdigunakan umumnya berdasarkan
dosis empiris tidak didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam
melakukan pembandingan secara tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat
tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar.
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun
nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik
yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan ujiklinik
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telahterbukti berkhasiat dan aman
pada uji preklinik
3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji
4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuandosis berdasarkan dosis
empiris, selain itu kandungankimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
5. Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutamabagi produk yang telah laku di
pasaran.
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa initerdapat sejumlah obat
bahan alam yang digolongkan sebagaiobat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih
sedikit digolongkansebagai fitofarmaka.
Potensi mutagenik Efek terhadap stabilitas dan mutasi genetik bakteri (Tes
Ames) atau sel-sel mamalia dalam kultur; tes letal dominan
dan klastogenisitas pada mencit.
Penelitian toksikologi Menentukan rangkaian dan mekanisme efek-efek toksik.
(Investigative toxicology) Menemukan berbagai gen, protein, dan jalur yang terlibat.
Mengembangkan metode baru untuk mengkaji toksisitas.
Hedi R. DewotoPengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka,
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
4. Untuk kepentingan statistik, berbagai efek samping yang jarang ditemui tidak mungkin
dideteksi.
www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp.../09/3-uji-toksisitas.pdf
Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut:
Berat badan lebih kecil dari 1 kg
Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
Mudah dipegang dan dikendalikan
Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
Lama hidup relative singkat
Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press.
Pada prinsipnya jenis hewan yang digunakan untuk uji toksisitas harusdipertimbangkan
berdasarkan sensitivitas, cara metabolisme sediaan uji yang serupa dengan manusia,
kecepatan tumbuh serta mudah tidaknya cara penanganan sewaktu dilakukan percobaan.
Hewan pengerat merupakan jenis hewan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas,
sehingga paling banyak digunakan pada uji toksisitas. Hewan yang digunakan harus sehat;
asal, jenis dan galur, jenis kelamin, usia serta berat badan harus jelas. Biasanya digunakan
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
hewan muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%. Adapun kriteria hewan
yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.
Gambar 2. Cara memegang mencit pada pemberian sediaan uji secara oral
Gambar 3. Cara memegang tikus pada pemberian sediaan uji secara oral
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
Yang dimaksud uji in vitro adalah uji pada mikroba jika antibiotic; pada sel kanker dari
hewan utk obat anti kanker; pada plasmodium utk obat anti malaria; pada jamur missal
candida pada obat anti keputihan/candidiasis; pada cacing utk obat cacing; pada virus utk
obat antivirus; pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator diuji
pada otot polos trachea marmot; pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina dan
aritmia; dll.
In vivo:
Terletak di dalam tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau teranestesi).
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang jelas harus
dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi
dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan
antara rodent dan non rodent.
Selain itu pemilihan jenis hewan yg dipilih pun harus tepat menggambarkan kondisi yg
diinginkan. Contohnya :
Untuk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD bukan
Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak shg pengamatan
akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.
Fitokimia: Uji in vitro dan in vivo, elearning.unsri.ac.id
7. Contoh tanaman yang sudah dibuat OHT (preklinik) sampai saat ini?
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
1 Diabmeneer Kapsul/Blister, 10 dan 20 PT. Nyonya Meneer Membantu meringankan gejala kencing
TR 032 320 191 kapsul @ 500 mg manis
2 Diapet Dus, 25 strip @ 4 kapsul Dus, PT. Soho Industri Mengurangi frekuensi buang air besar,
TR 001 396 282 5 strip @ 6 kapsul Farmasi memadatkan tinja dan menyerap racun
pada penderita diare serta bukan
sebagai pengganti oralit
3 Fitogaster Kaplet/Botol 60 kaplet PT. Kimia Farma Membantu meredakan perut kembung
TR 951 579 491
4 Fitolac Granul/10 bungkus @16,3 PT. Kimia Farma Membantu memperlancar Air Susu Ibu
TR 961 283 001 gram (ASI)
5 Glucogard Kapsul / dus, 3 blister, @ 10 PT. Phapros Membantu meringankan gejala kencing
TR 011 311 221 kapsul manis
6 Hi-Stimuno Kapsul/Botol 100 kapsul @ PJ. Tradimun Membantu memelihara daya tahan
TR 993 397 791 375 mg tubuh
7 IREX MAX Kapsul/Dus, Strip @ 4 kapsul PT. Bintang Toedjoe Membantu memelihara kesehatan
Kapsul tubuh
TR 042 332 051
N Claim
Brand Name Company
o
sugar level.
b. Uji praklinik Curcuminoids yang diekstraksi dari Curcuma Xanthoriza Roxb, untuk
dikembangkan sebagai obat anti kanker hati melalui penghambatan angiogenesis.
Ekstraksi curcuma xanthoriza
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)
Angiogenesis process
Animal experimental