Anda di halaman 1dari 18

LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Uji Preklinik

1. Tujuan uji preklinik?


Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan
dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada
hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia.
Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu
spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji
farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia,
sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
Tujuan penelitian terhadap uji pra klinik antara lain adalah untuk mengidentifikasi
potensi terjadinya toksisitas pada manusia; merancang berbagai uji untuk menetapkan
mekanisme toksis lebih jauh; dan memperkirakan toksisitas yang spesifik dan paling relevan
untuk dipantau dalam uji-uji klinis. Sebagai tambahan berbagai penelitian yang tercantum
dalam tabel I, diperlukan pula beberapa perkiraan kuantitatif seperti no effect dose dosis
maksimum tidak terlihatnya suatu efek toksik tertentu; dosis letal minimum dosis terkecil
yang dapat mematikan hewan percobaan; dan, bila perlu, dosis letal median (LD50) dosis
yang mematikan sekitar 50% hewan.
Hedi R. DewotoPengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka,
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukanpotensi ketoksikan
akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejalayang timbul pada hewan coba. Data
yang dikumpulkan pada ujitoksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa kisaran
dosis letalatau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis.
Nurlaila, Donatus IA, Sugiyanto, Wahyono D, Suhardjono D. Petunjuk Praktikum
Toksikologi. 1st ed. Yogyakarta: Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas
Farmasi, Universitas Gajah Mada; 1992. P. 3-5, 16-30.
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

2. Macam-macam uji preklinik (tujuan, syarat, dan tahap, serta perbedaan)?


Tahapan Pengembangan Obat Tradisional Indonesia Agar obat tradisional dapat diterima di
pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil data empirik harus didukung oleh
bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut
hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik. Tahapan
pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut:
1. Seleksi
2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farmakodinamik
3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pembuatan sediaan terstandar
4. Uji klinik
Tahap Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional/obat
herbal yang akan diteliti dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang
diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah:
1. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang menduduki urutan atas dalam angka
kejadiannya (berdasarkan pola penyakit)
2. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit tertentu
3. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu, seperti AIDS dan kanker.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti tanaman obat yang mendadak
populer di kalangan masyarakat. Sebagai contoh banyak penelitian belakangan ini dilakukan
terhadap tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) yang diklaim antara lain
bermanfaat untuk penderita diabetes melitus dan buah merah (Pandanus conoideus Lamk.)
yang diklaim antara lain dapat menyembuhkan kanker dan AIDS.
Tahap Uji Preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi jenis obat tradisional yang akan
dikembangkan menjadi fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan in vivo pada
hewan coba untuk melihat toksisitas dan efek farmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia.
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal POM Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan untuk sementara satu
spesies tikus atau mencit, sedangkan WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji
farmakodinamik pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada manusia,
sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat keamanannya.
Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, subkronik, kronik, dan uji toksisitas
khusus yang meliputi ujiteratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas. Uji toksisitas
akut dimaksudkan untuk menentukan LD50 (lethal dose50) yaitu dosis yang mematikan 50%
hewan coba, menilai berbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada organ, dan cara
kematian. Uji LD50 perlu dilakukan untuk semua jenis obat yang akan diberikan pada
manusia. Untuk pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut. Pada uji
toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau tiga bulan, sedangkan pada uji
toksisitas kronik obat diberikan selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik dan
kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat tradisional pada pemberian jangka
lama. Lama pemberian sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama
pemberian obat pada manusia (Tabel 4).2

Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan mutlak bagi setiap obat tradisional
agar masuk ke tahap uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif bila:
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

1. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang potensialmenimbulkan efek khusus
seperti kanker, cacat bawaan.
2. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuanusia subur
3. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkaitdengan penyakit tertentu misalnya
kanker.
4. Obat digunakan secara kronikUji FarmakodinamikPenelitian farmakodinamik obat
tradisional bertujuanuntuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusurimekanisme
kerja dalam menimbulkan efek dari obat tradisionaltersebut. Penelitian dilakukan secara
in vitro dan in vivopada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional yang diujidan
bentuk sediaan disesuaikan dengan cara pemberiannyapada manusia. Hasil positif
secara in vitro dan in vivo padahewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan
kemungkinanefek pada manusia.
Standardisasi Sederhana, Penentuan Identitas danPembuatan Sediaan Terstandar
Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia,penentuan identitas, dan menentukan
bentuk sediaan yangsesuai. Bentuk sediaan obat herbal sangat mempengaruhiefek yang
ditimbulkan. Bahan segar berbeda efeknyadibandingkan dengan bahan yang telah
dikeringkan. Prosespengolahan seperti direbus, diseduh dapat merusak zat aktiftertentu
yang bersifat termolabil. Sebagai contoh tanamanobat yang mengandung minyak atsiri atau
glikosida tidakboleh dibuat dalam bentuk decoct karena termolabil. Demikianpula prosedur
ekstraksi sangat mempengaruhi efek sediaanobat herbal yang dihasilkan. Ekstrak yang
diproduksi denganjenis pelarut yang berbeda dapat memiliki efek terapi yangberbeda
karena zat aktif yang terlarut berbeda. Sebagai contohdaun jati belanda (Guazuma ulmifolia
Lamk) memiliki tigajenis kandungan kimia yang diduga berperan untukpelangsing yaitu
tanin, musilago, alkaloid. Ekstraksi yangdilakukan dengan etanol 95% hanya melarutkan
alkaloid dansedikit tanin, sedangkan ekstraksi dengan air atau etanol 30%didapatkan ketiga
kandungan kimia daun jati belanda yaitutanin, musilago, dan alkaloid tersari dengan baik.
Uji klinik Obat tradisional
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/obat herbal harus dibuktikan
khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat moderen maka uji
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

klinik berpembanding dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind
controlled clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabilaobat tradisional/obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat
tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip etik uji klinik harus
dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan yang jelas mengenai penelitian dan
memberikan informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan
merupakan hal yang penting untuk dapatmenimbulkan efek yang terulangkan
(reproducible). Uji klinik dibagi empat fase yaitu:
Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk mengujikeamanan dan
tolerabilitas obat tradisional.
Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir : dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding
Fase III : uji klinik definitif
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau yang
lambat timbulnya Untuk obat tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat dan
tidak menunjukkan efek samping yang merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat
langsung dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat tradisional yang belum
digunakan secara luas harus melalui uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui
tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yangdigunakan umumnya berdasarkan
dosis empiris tidak didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam
melakukan pembandingan secara tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat
tradisional mungkin mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar.
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun
nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji klinik
yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena:
1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan ujiklinik
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat tradisional telahterbukti berkhasiat dan aman
pada uji preklinik
3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji
4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena penentuandosis berdasarkan dosis
empiris, selain itu kandungankimia tanaman tergantung pada banyak faktor.
5. Kekuatiran produsen akan hasil yang negatif terutamabagi produk yang telah laku di
pasaran.
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa initerdapat sejumlah obat
bahan alam yang digolongkan sebagaiobat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih
sedikit digolongkansebagai fitofarmaka.

Tipe Uji Pendekatan


Toksisitas akut Dosis akut yang mematikan sekitar 50% hewan percobaan
dan dosis maksimum yang dapat ditoleransi. Biasanya dua
spesies, dua rute pemberian, dosis tunggal
Toksisitas subakut Tiga dosis, dua spesies. Mungkin diperlukan sekitar 4
minggu sampai 3 bulan sebelum uji klinis. Makin lama durasi
perencanaan penggunaan klinis, makin lama pula waktu uji
subakut
Toksisitas kronik Spesies hewan pengerat dan bukan pengerat. 6 bulan atau
lebih. Diperlukan jika obat dimaksudkan untuk digunakan
pada manusia dalam jangka waktu yang lama. Biasanya
berjalan bersamaan dengan uji klinis.
Efek terhadap perilaku Efek terhadap perilaku kawin, reproduksi, persalinan,
reproduksi keturunan, cacat saat lahir, dan perkembangan pascanatal
pada hewan.
Potensi karsinogenik Dua tahun, dua spesies. Diperlukan jika obat dimaksudkan
untuk digunakan pada manusia dalam jangka waktu yang
lama.
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Potensi mutagenik Efek terhadap stabilitas dan mutasi genetik bakteri (Tes
Ames) atau sel-sel mamalia dalam kultur; tes letal dominan
dan klastogenisitas pada mencit.
Penelitian toksikologi Menentukan rangkaian dan mekanisme efek-efek toksik.
(Investigative toxicology) Menemukan berbagai gen, protein, dan jalur yang terlibat.
Mengembangkan metode baru untuk mengkaji toksisitas.
Hedi R. DewotoPengembangan Obat Tradisional Indonesia Menjadi Fitofarmaka,
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI):


1. Tahap seleksi
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan skalaprioritas
sebagai berikut:
a. Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakitutama
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

b. Jenis obat alamai yang memberikan khasiat dan kemanfaatan berdasarpengalaman


pemakaian empiris sebelumnya
c. Jenis OA yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untukpenyakit-
penyakit yang belum ada atau masih belum jelaspengobatannya.
2. Tahap biological screening, untuk menyaring:
a. Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah kekhasiat
terapetik (pra klinik in vivo)
b. Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitasjika ada,
dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efekkeracunan tersebut (pra
klinik, in vivo)
3. Tahap penelitian farmakodinamik
a. Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masingsistem biologis
organ tubuh
b. Pra klinik, in vivo dan in vitro
c. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untukmengetahui
mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses)
a. Toksisitas ubkronis
b. Toksisitas akut
c. Toksisitas khas/ khusus
5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi)
a. Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu,keamanan, dan
estetika untuk pemakaian pada manusia.
b. Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik, yakni:
Teknologi farmasi tahap awal
Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap uji klinik pada manusia, ada 4 fase yaitu:
a. Fase 1 : Dilakukan pada sukarelawan sehat
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

b. Fase 2 : Dilakukan pada kelompok pasien terbatas


c. Fase 3 : Dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2
d. Fase 4 : Post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efeksamping yang
tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinikfase 1-3.

3. Apa saja kendala dalam melakukan uji preklinik?


Terdapat berbagai keterbatasan dalam uji praklinis yang penting untuk diketahui antara lain
sebagai berikut:
1. Uji toksisitas merupakan uji yang menyita waktu dan mahal. Diperlukan waktu sekitar 2
sampai 6 tahun untuk mengumpulkan dan menganalisa data serta memperkirakan
indeks terapeutik (suatu perbandingan antara jumlah senyawa yang memberikan efek
terapeutik dan yang menyebabkan efek toksik) obat sebelum dianggap layak uji pada
manusia.
2. Diperlukan jumlah yang besar hewan percobaan untuk mendapatkan data praklinis
yang sahih (valid). Para ilmuwan menaruh perhatian besar akan hal ini, dan berbagai
kemajuan telah dicapai untuk menurunkan jumlah hewan yang digunakan dengan tetap
mempertahankan kesahihan data. Kultur sel dan jaringan dengan berbagai metode in
vitro makin banyak digunakan, namun nilai perkiraan yang dihasilkan masih sangat
terbatas. Walaupun demikian, beberapa golongan masyarakat berusaha untuk
menghentikan semua uji menggunakan hewan percobaan dengan alasan yang tidak
berdasar bahwa hal ini tidak diperlukan lagi.
3. Ekstrapolasi indeks terapeutik dan data toksisitas dari hewan ke manusia dapat
memberikan perkiraan untuk sebagian besar toksisitas tetapi tidak seluruhnya. Untuk
menemukan suatu proses yang lebih maju, dibentuklah Predictive Safety Testing
Consortium, yakni suatu badan yang merupakan gabungan lima perusahaan farmasi
terbesar di Amerika Serikat denganFood and Drug Administration (FDA) sebagai badan
penasehat, untuk memperkirakan keamanan suatu pengobatan sebelum diujikan pada
manusia. Hal ini dicapai dengan cara menggabungkan berbagai metode laboratorium
yang dikembangkan secara internal dalam tiap perusahaan farmasi.
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

4. Untuk kepentingan statistik, berbagai efek samping yang jarang ditemui tidak mungkin
dideteksi.
www.kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp.../09/3-uji-toksisitas.pdf

4. Apa saja kriteria hewan uji coba?


Hewan yang dipakai untuk suatu penelitian medis:
Yaitu Semua hewan. Disesuaikan dengan tujuan penelitian

Menggunakan hewan utuh


Harmanto, Ning. Subroto, Ahkam. 2007. Pilih Jamu dan Herbal Tanpa Efek Samping.
Jakarta: Elex Media Komputindo.

Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteria-kriteria sebagai berikut:
Berat badan lebih kecil dari 1 kg
Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup banyak
Mudah dipegang dan dikendalikan
Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral, subkutan)
Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
Lama hidup relative singkat
Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang dituju
Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah Mada University
Press.

Pada prinsipnya jenis hewan yang digunakan untuk uji toksisitas harusdipertimbangkan
berdasarkan sensitivitas, cara metabolisme sediaan uji yang serupa dengan manusia,
kecepatan tumbuh serta mudah tidaknya cara penanganan sewaktu dilakukan percobaan.
Hewan pengerat merupakan jenis hewan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas,
sehingga paling banyak digunakan pada uji toksisitas. Hewan yang digunakan harus sehat;
asal, jenis dan galur, jenis kelamin, usia serta berat badan harus jelas. Biasanya digunakan
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

hewan muda dewasa, dengan variasi bobot tidak lebih dari 20%. Adapun kriteria hewan
yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

3 hal penting pemanfaatan hewan coba :


Kesehatan hewan
Pemilihan hewan
Tujuan penelitian
Contoh:
Louis Pasteur :
1880 , menggunakan domba untuk penelitian tentang Anthrax.
Ivan Pavlov:
1890, menggunakan anjing untuk penelitian terapi diabetes.

CARA MEMEGANG (HANDLING) HEWAN UJI


Cara memegang hewan uji jenis rodensia berbeda antara tikus dan mencit pada
saat pemberian sediaan uji secara oral. Pemegangan yang benar sangatdiperlukan
sewaktu pemberian sediaan uji, karena pemegangan yang salah dapat berakibat fatal.
Cara pemegangan yang salah dapat menyebabkan antara lain: sediaan uji yang diberikan
tidak dapat masuk kedalam lambung tetapi masuk kedalam paru-paru, sehingga
mengakibatkan kematian hewan uji. Disisi lain, pemegangan yang salah juga dapat
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja seperti tergigit oleh hewan. Cara


pemegangan hewan yang benar dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan 4.

Gambar 2. Cara memegang mencit pada pemberian sediaan uji secara oral

Gambar 3. Cara memegang tikus pada pemberian sediaan uji secara oral
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Gambar 4. Cara memegang kelinci


Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo.

Obat fertilitas: tikus galur SD cepat berkembang biak


Analgesik: mencit
Antidiabetes: babi, sapi pancreas lebih mirip manusia
Antiemetic: burung merpati bisa dirangsang muntah beberapa kali
Antihipertensi: kucing, anjing kardiovaskuler mirip
Antiinflamasi: tikus
Antipiretik: kelinci
Asam urat ayam, burung metabolism mirip manusia
Stamina: tikus, mencit lebih tahan klu renang
Uji libido dan kanker tikus

5. Apa saja efek herbal yang dapat ditimbulkan hewan coba?


LD50 :menyatakan dosis obat yang dapat menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan
ED50 :menyatakan dosis obat yang dapat timbulkan efek (ex :kejang-kejang) pada 50%
hewan percobaan.
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Hollinger MA: Introduction to Pharmacology. Taylor & Francis, 1997.

6. Perbedaan invivo dan invitro?


In vitro:
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
Murah dan cepat
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Yang dimaksud uji in vitro adalah uji pada mikroba jika antibiotic; pada sel kanker dari
hewan utk obat anti kanker; pada plasmodium utk obat anti malaria; pada jamur missal
candida pada obat anti keputihan/candidiasis; pada cacing utk obat cacing; pada virus utk
obat antivirus; pada bagian organ tertentu dari hewan contoh obat asma bronkodilator diuji
pada otot polos trachea marmot; pada jantung hewan dalam chamber utk obat angina dan
aritmia; dll.
In vivo:
Terletak di dalam tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau teranestesi).
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang jelas harus
dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi
dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan
antara rodent dan non rodent.
Selain itu pemilihan jenis hewan yg dipilih pun harus tepat menggambarkan kondisi yg
diinginkan. Contohnya :
Untuk obat fertilitas digunakan hewan uji tikus/rat galur Sprague Dowley/SD bukan
Wistar atau jenis tikus lainnya, krn tikus jenis SD memiliki anak banyak shg pengamatan
akan lbh baik dg jumlah sample yg banyak.
Fitokimia: Uji in vitro dan in vivo, elearning.unsri.ac.id

7. Contoh tanaman yang sudah dibuat OHT (preklinik) sampai saat ini?
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

No. Nama Produk Bentuk Sediaan / Kemasan Nama Pabrik Indikasi

1 Diabmeneer Kapsul/Blister, 10 dan 20 PT. Nyonya Meneer Membantu meringankan gejala kencing
TR 032 320 191 kapsul @ 500 mg manis

2 Diapet Dus, 25 strip @ 4 kapsul Dus, PT. Soho Industri Mengurangi frekuensi buang air besar,
TR 001 396 282 5 strip @ 6 kapsul Farmasi memadatkan tinja dan menyerap racun
pada penderita diare serta bukan
sebagai pengganti oralit

3 Fitogaster Kaplet/Botol 60 kaplet PT. Kimia Farma Membantu meredakan perut kembung
TR 951 579 491

4 Fitolac Granul/10 bungkus @16,3 PT. Kimia Farma Membantu memperlancar Air Susu Ibu
TR 961 283 001 gram (ASI)

5 Glucogard Kapsul / dus, 3 blister, @ 10 PT. Phapros Membantu meringankan gejala kencing
TR 011 311 221 kapsul manis

6 Hi-Stimuno Kapsul/Botol 100 kapsul @ PJ. Tradimun Membantu memelihara daya tahan
TR 993 397 791 375 mg tubuh

7 IREX MAX Kapsul/Dus, Strip @ 4 kapsul PT. Bintang Toedjoe Membantu memelihara kesehatan
Kapsul tubuh
TR 042 332 051

N Claim
Brand Name Company
o

1 Nodiar PT Kimia Relievenonspecific diarrhoea


Farma

2 Stimuno PT Dexa Immunostimulator


Medica

3 Rheumaneer PT Nyonya Relieve mild joints pain


Meneer

4 X-gra Phapros Treatment for erection


dysfunction with or without
premature ejaculation

5 Tensigard Phapros Decrease sistolic and or


. diastolic blood tension in mild
hypertension patients
without interfering plasms
electrolite level or blood
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

sugar level.

Contoh Uji praklinik:


a. Melakukan uji praklinik untuk saintifikasi jamu menjadi OHT, misalnya jamu untuk
mengobati diabetes, yang berasal dari ramuan beberapa simplisia untuk mengurangi
gejala diabetes.

b. Uji praklinik Curcuminoids yang diekstraksi dari Curcuma Xanthoriza Roxb, untuk
dikembangkan sebagai obat anti kanker hati melalui penghambatan angiogenesis.
Ekstraksi curcuma xanthoriza
LBM 2 OBAT TRADISIONAL JOKO WIBOWO S (012116424)

Angiogenesis process

Animal experimental

COMPREHENSIVE HERBAL MEDICINE INSTITUTE (CHMI),


http://www.suryaresearch.com/our-center-detail/comprehensive-herbal-medicine-
institute-chmi

Anda mungkin juga menyukai