Anda di halaman 1dari 13

INDIKATOR PEMBANGUNAN

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh


system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan
teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976)
mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya
Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994)
memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses
perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana.
Pada awal pemikiran tentang pembangunan sering ditemukan adanya pemikiran
yang mengidentikan pembangunan dengan perkembangan, pembangunan dengan
modernisasi dan industrialisasi, bahkan pembangunan dengan westernisasi.
Seluruh pemikiran tersebut didasarkan pada aspek perubahan, di mana
pembangunan, perkembangan, dan modernisasi serta industrialisasi, secara
keseluruhan mengandung unsur perubahan. Namun begitu, keempat hal tersebut
mempunyai perbedaan yang cukup prinsipil, karena masing-masing mempunyai
latar belakang, azas dan hakikat yang berbeda serta prinsip kontinuitas yang
berbeda pula, meskipun semuanya merupakan bentuk yang merefleksikan
perubahan (Riyadi dan Bratakusumah, 2005).
Menurut Tikson (2005) pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan
strategi menuju arah yang diinginkan.
Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui
peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa,
sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya,
kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik
dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi
sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan
memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan,
kesehatan, perumahan, air bersih,fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses
pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan,
antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme,
disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti
perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari
penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional
menjadi organisasi modern dan rasional.
Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan
masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro
(nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan
adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.

Bab 2 Indikator Pembangunan 16


ROWLAND B. F. PASARIBU
Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Ekonomi
Penggunaan indicator dan variabel pembangunan bisa berbeda untuk setiap Negara.
Di Negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin
masih sekitar kebutuhan-kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan
kesehatan pedesaan, dan harga makanan pokok yang rendah. Sebaliknya, di negara-
negara yang telah dapat memenuhi kebutuhan tersebut, indicator pembangunan akan
bergeser kepada factor-faktor sekunder dan tersier (Tikson, 2005).
Sejumlah indicator ekonomi yang dapat digunakan oleh lembaga-lembaga
internasional antara lain pendapatan perkapita (GNP atau PDB), struktur
perekonomin, urbanisasi, dan jumlah tabungan. Disamping itu terdapat pula dua
indicator lainnya yang menunjukkan kemajuan pembangunan sosial ekonomi suatu
bangsa atau daerah yaitu Indeks Kualitas Hidup (IKH atau PQLI) dan Indeks
Pembangunan Manusia (HDI). Berikut ini, akan disajikan ringkasan Deddy T. Tikson
(2005) terhadap kelima indicator tersebut :
1. Pendapatan perkapita
Pendapatan per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu
indikator makro-ekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan
ekonomi. Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini merupakan bagian
kesejahteraan manusia yang dapat diukur, sehingga dapat menggambarkan
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Tampaknya pendapatan per kapita telah
menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki
beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan pendapatan nasional, selama ini, telah
dijadikan tujuan pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi
bahwa kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh
adanya peningkatan pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi). Walaupun
demikian, beberapa ahli menganggap penggunaan indikator ini mengabaikan pola
distribusi pendapatan nasional. Indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan
dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses terhadap sumber daya
ekonomi.
2. Struktur ekonomi
Telah menjadi asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan
transformasi struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya
perkembangan ekonomi dan peningkatan per kapita, konstribusi sektor
manupaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus.
Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan
investasi dan perluasan tenaga kerja. Di lain pihak , kontribusi sektor pertanian
terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun.
3. Urbanisasi
Urbanisasi dapat diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim
di wilayah perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak
terjadi apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai
dengan pengalaman industrialisasi di negara-negara eropa Barat dan Amerika Utara,
proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengn proporsi industrialisasi.
Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi sesuai dengan cepatnya

Bab 2 Indikator Pembangunan 17


ROWLAND B. F. PASARIBU
proses industrialisasi. Di Negara-negara industri, sebagain besar penduduk tinggal di
wilayah perkotaan, sedangkan di Negara-negara yang sedang berkembang proporsi
terbesar tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan fenomena ini, urbanisasi digunakan
sebagai salah satu indicator pembangunan.
4. Angka Tabungan
Perkembangan sector manufaktur/industri selama tahap industrialisasi memerlukan
investasi dan modal. Finansial capital merupakan factor utama dalam proses
industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggeris pada
umumnya Eropa pada awal pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi
industri. Dalam masyarakat yang memiliki produktivitas tinggi, modal usaha ini dapat
dihimpun melalui tabungan, baik swasta maupun pemerintah.
5. Indeks Kualitas Hidup
IKH atau Physical Qualty of life Index (PQLI) digunakan untuk mengukur
kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini dibuat indicator
makroekonomi tidak dapat memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat
dalam mengukur keberhasilan ekonomi. Misalnya, pendapatan nasional sebuah
bangsa dapat tumbuh terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial.
Indeks ini dihitung berdasarkan kepada :
1) Angka rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun
2) Angka kematian bayi
3) Angka melek huruf.
Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian bayi akan dapat
menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan lingkungan keluarga
yang langsung beasosiasi dengan kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur
dengan angka melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh
akses pendidikan sebagai hasil pembangunan. Variabel ini menggambarkan
kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi keluarga akan
mempengaruhi status pendidikan para anggotanya.

Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Kesehatan


Peranan keberhasilan pembangunan kesehatan sangat menentukan tercapainya tujuan
pembangunan nasional, karena dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan
pada era globalisasi,pendidik yang sehat akan menunjang keberhasilan program
pendidikan dan juga akan mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan
penduduk. Visi Indonesia sehat 2010 yang telah ditetapkan sebagai gambaran prediksi
atau harapan tentang keadaan masyarakat pada tahun 2010, haruslah dapat
mewujudkan dan dilaksanakan secara bertaat azas dan berkesinambungan. Untuk itu
rencana pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 telah disusun oleh
Departement Kesehatan bersama sama dengan lintas sektor, perguruan tinggi, LSM,
organisasi profesi, dan 7 partai besar yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan
program kesehatan dalam mengembangkan rencana strategis untuk mencapai
indikator keberhasilan pembangunan kesehatan yang telah ditetapkan. Salah satu
indikator keberhasilannya adalah perilaku hidup sehat yang didefinisikan sebagai
perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko

Bab 2 Indikator Pembangunan 18


ROWLAND B. F. PASARIBU
terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif
dalam gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya ada 19 perilaku hidup sehat yang
menjadi sasaran pembangunan kesehatan dan bila dicermati perilaku-perilaku
tersebut melekat pada masing-masing program kesehatan prioritas seperti KIA, GIZI,
immunisasi, kesling, Gaya hidup dan JKPM.Situasi ini dapat memberi peluang tapi
juga hambatan bagi penanggungjawab program untuk dapat mencapai target
perubahan perilaku bila dilakukan sendiri-sendiri atau dibebankan pada satu program
sektor saja. Karena masalah-masalah kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti sosial budaya, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Ditambah lagi pada era
disentralisasi dimana setiap daerah mempunyai permasalahan kesehatan lokal spesifik
yang juga mempunyai aspek perilaku yang perlu ditangani secara lokal. Untuk itu
perlu disusun skala prioritas bagi 19 indikator perilaku hidup sehat agar dapat
ditangani secara nasional atau lokal/daerah dengan tetap menacu kepada paradigma
sehat yang memandang pembangunan kesehatan lebih menekankan kepada upaya
promotif dan preventif tanpa mengesampingkan kuratif dan rehabilitasi. Akses
merupakan hal yang sangat terkait dengan isu gender. Derajat kesehatan perempuan
secara umum dapat diukur melalui ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti
tenaga kesehatan terutama bidan, selain itu dipengaruhi juga oleh rata-rata angka
harapan hidup, jumlah akseptor KB, serta angka kematian bayi yang secara langsung
terkait dengan tingkat kesehatan ibu.
Pada dasarnya pembangunan dibidang kesehatan bertujuan untuk memberikan
pelayanan kesehatan secara mudah, merata dan murah. Dengan meningkatnya
pelayanan kesehatan, pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Salah satu upaya Pemerintah dalam rangka pemerataan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas kesehatan terutama
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu karena kedua fasilitas tersebut dapat
menjangkau segala lapisan masyarakat hingga kedaerah terpencil. Upaya pemerintah
mengutamakan pembangunan dibidang kesehatan mempunyai beberapa kepentingan
antara lain meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara luas yang pada
gilirannya akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan lebih dini lagi
adalah untuk menurunkan angka kematian bayi/balita. Upaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang baik selain dengan penyediaan berbagai fasilitas
kesehatan, juga melalui penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat berperilaku
hidup sehat. Adapun upaya untuk menilai keberhasilan pembangunan dibidang
kesehatan salah satunya adalah dengan berdasarkan situasi derajat kesehatan. Oleh
karena itu derajat kesehatan merupakan keharusan guna menilai hasil pelaksanaan
program kesehatan yang dijalankan. Guna menilai keberhasilan pembangunan
kesehatan maupun sebagai dasar dalam menyusun rencana untuk masa yang akan
datang mutlak diperlukan analisa situasi derajat kesehatan tersebut.
Dalam analisa sejauh mungkin diungkapkan tentang faktor-faktor seperti lingkungan,
perilaku dan upaya pelayanan kesehatan yang mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat dan penyebaran menurut waktu, tempat kejadian sehingga dapat dibuat
pula kecenderungan untuk masa yang akan datang.
Upaya peningkatan kesehatan ibu perlu mendapat perhatian khusus. Survey Daerah
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, dari tahun 2003 menunjukkan bahwa
terdapat penurunan AKI dari 334 per 100 ribu kehamilan menjadi 307 per 100 ribu.

Bab 2 Indikator Pembangunan 19


ROWLAND B. F. PASARIBU
Meskipun telah terjadi penurunan AKI dan Kematian Bayi dan Anak namun AKI dan
Kematian BBL masih tinggi. Cakupan Angka Kematian Ibu pada tahun 2010 adalah:
1. Menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 kehamilan.
2. Menurunkan angka kematian neonatal menjadi 15 per 1000 kehamilan.
Untuk mencapai target yang telah di tetapkan tersebut digunakan pendekatan baru
yaitu Making Pregnancy Safer (MPS) dengan 3 fokus kegiatan (pesan kunci) :
1. Setiap persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
2. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
3. Setiap Wanita Usia Subur (WUS) mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga atau
diramalkan sebelumnya sehingga ibu hamil harus sedekat mungkin pada sarana
pelayanan obstetri emergency dasar. Penyebab utama kematian Ibu adalah
perdarahan, infeksi, eklampsi, partus lama dan komplikasi abortus. Perdarahan
merupakan sebab kematian utama. Dengan demikian sangat pentingnya pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat
sekitar persalinan, sedang sebab utama kematian bayi baru lahir adalah asfiksia,
infeksi dan hipotermi, berat badan lahir rendah (BBLR).
Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Pendidikan
Pembangunan bidang pendidikan memiliki dua indikator utama yakni indikator
perkembangan pembangunan pendidikan dan indikator keberhasilan pembangunan
pendidikan. Indikator perkembangan pembangunan pendidikan dapat ditunjukkan
melalui : akses penduduk usia sekolah terhadap lembaga pendidikan, kesadaran
masyarakat untuk menyekolahkan anak, tingkat pengeluaran pemerintah untuk
anggaran pendidikan serta rasio sarana belajar pendidikan (Rasio Siswa-kelas, Rasio
siswa-Guru dan Rasio Guru-kelas). Indikator keberhasilan pembangunan bidang
pendidikan dapat dilihat dari : Angka Partisipasi Murni, Angka Partisipasi Kasar,
Proporsi penduduk Usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, Tingkat Kelulusan Siswa dan Angka Buta Huruf.
a. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang
pendidikan dasar merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
usia 2 tahun sampai enam tahun dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan
pada jalur formal, nonformal, dan informal. PAUD dibedakan dalam tiga bentuk yaitu
formal, non formal dan informal. PAUD formal berbentuk taman kanak-kanak atau
bentuk lain. Pada jalur non formal, PAUD berbentuk kelompok bermain, taman
penitipan anak, atau bentuk lain, dan jalur informal seperti yang dislenggarakan di
tempat-tempat ibadah atau perorangan.
Indikator keberhasilan penyelenggaraan PAUD yang diukur melalui indikator Angka
Partisipasi Kasar.

Bab 2 Indikator Pembangunan 20


ROWLAND B. F. PASARIBU
b. Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
Pendidikan dasar sembilan tahun adalah jenjang pendidikan bagi anak usia 7-15
tahun, yang mencakup program pendidikan dasar (SD /MI/Pendidikan sederajat) bagi
penduduk usia 7-12 dan program pendidikan menengah pertama
(SMP/MTs/Pendidikan sederajat) bagi penduduk usia 13-15 tahun. Indikator
keberhasilan pembangunan bidang pendidikan sembilan tahun, dilihat dari Angka
Partisipasi Murni dan Angka Partisipasi Kasar.
c. Pendidikan Menengah
Indikator keberhasilan pembangunan pendidikan pada pendidikan sekolah menengah
dilihat dari aspek angka partisipasi murni (APM) dan angka partisipasi kasar (APK),
memperlihatkan adanya peningkatan.
d. Pendidikan Tinggi
Persentase penduduk yang menamatkan pendidikan tinggi dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan, kecuali Diploma I dan II.

Indikator Keberhasilan di Bidang Sosial dan Budaya


Pembangunan sosial dapat didefinisikan sebagai strategi kolektif dan terencana guna
meningkatkan kualitas hidup manusia melalui seperangkat kebijakan sosial yang
mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perumahan, ketenagakerjaan, jaminan sosial
dan penanggulangan kemiskinan. Istilah pembangunan sosial (social development)
sering dipertukarkan dengan pembangunan manusia (human development) dan
pembangunan kesejahteraan sosial (social welfare development). Secara konseptual,
ketiganya sesungguhnya memiliki arena dan konsentrasi yang relatif berbeda,
meskipun bersinggungan. Bila pembangunan sosial lebih berorientasi pada
peningkatan kualitas hidup manusia dalam arti luas, maka pembangunan manusia
memfokuskan perhatiannya pada peningkatan modal manusia (human capital) yang
diukur melalui dua indikator utama; pendidikan (misalnya angka melek huruf) dan
kesehatan (misalnya angka harapan hidup). Sementara itu, pembangunan
kesejahteraan sosial lebih berorientasi pada peningkatan modal sosial (social capital)
yang dapat dilihat dari indikator keberfungsian sosial (social functioning) yang
mencakup kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, melaksanakan peran sosial serta
menghadapi goncangan dan tekanan kehidupan. Meskipun sasaran pelayanan
pembangunan kesejahteraan sosial mencakup individu dan masyarakat dari berbagai
kelas sosial ekonomi, namun sasaran utama pelayanan pembangunan sosial pada
umumnya adalah mereka yang tergolong kelompok-kelompok kurang beruntung
(disadvantaged groups) yang di Indonesia dikenal dengan nama Pemerlu Pelayanan
Kesejahteraan Sosial (PPKS).
Krisis multi dimensi yang dihadapi bangsa Indonesia sejak tahun 1998 tidak hanya
menyangkut aspek ekonomi dan politik, tetapi juga merambat kepada aspek
pembangunan sosial, khususnya pembangunan Kesejahteraan Sosial. Ternyata,
kondisi sosial ekonomi dan politik bangsa Indonesia sangat rapuh dan rentan terhadap
terpaan arus globalisasi. Hal itu menuntut semua komponen bangsa untuk mengkaji
ulang paradigma pembangunan dan tidak terkecuali paradigma pembangunan
Kesejahteraan Sosial. Romanyshyn (1971) menyatakan istilah Kesejahteraan Sosial
seringkali diekspresikan secara kabur dan konsepnya selalu berubah-ubah, yang

Bab 2 Indikator Pembangunan 21


ROWLAND B. F. PASARIBU
memiliki konotasi negatif dan positif. Dalam arti sempit, kesejahteraan sosial diartikan
sebagai bantuan finansial dan pelayanan lain bagi golongan masyarakat yang kurang
beruntung.
Banyak arti yang diberikan pada istilah kesejahteraan sosial (Suharto, 2005).
Kesejahteraan sosial seringkali menyentuh, berkaitan, atau bahkan, selintas,
bertumpang-tindih (overlapping) dengan bidang lain yang umumnya dikategorikan
sebagai bidang sosial, misalnya kesehatan, pendidikan, perumahan, dll. Spicker
(1995:5) membantu mempertegas substansi kesejahteraan sosial dengan menyatakan
bahwa welfare (kesejahteraan) dapat diartikan sebagai well-being atau kondisi
sejahtera. Namun, welfare juga berarti The provision of social services provided by
the state dan sebagai Certain types of benefits, especially means-tested social
security, aimed at poor people.Kesejahteraan menunjuk pada pemberian pelayanan
sosial yang dilakukan oleh Negara atau jenis-jenistunjangan tertentu, khususnya
jaminan sosial yang ditujukan bagi orang miskin. Menurut Howard Jones(1990),
tujuan utama kesejahteraan sosial, yang pertama dan utama, adalah penanggulangan
kemiskinan dalam berbagai manifestasinya. The achievement of social welfare
means, first and foremost, the alleviation of poverty in its many manifestations
(Jones, 1990:281). Makna kemiskinan dalam berbagai manifestasinya menekankan
bahwa masalah kemiskinan disini tidak hanya menunjuk pada kemiskinan fisik,
seperti rendahnya pendapatan (income poverty) atau rumah tidak layak huni,
melainkan pula mencakup berbagai bentuk masalah sosial lain yang terkait
dengannya, seperti anak jalanan, pekerja anak, perdagangan manusia, pelacuran,
pengemis, pekerja migran, termasuk didalamnya menyangkut masalah kebodohan,
keterbelakangan, serta kapasitas dan efektifitas lembaga-lembaga pelayanan sosial
pemerintah dan swasta (LSM, Orsos, institusi lokal) yang terlibat dalam
penanggulangan kemiskinan.

Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Politik


Mengapa ada perbedaan hasil dalam Indeks Pembangunan Manusia (human
development Indeks) antara yang dirumuskan oleh Pemerintah Indonesia dengan
Perserikatan Bangsa-bangsa, padahal dimensi, indicator dan obyek yang digunakan
sama?. Jawaban atas pertanyaan ini yang paling sederhana dan dimaklumi oleh
banyak kalangan adalah karena ukuran yang digunakan oleh pemerintah selama ini
hanya ukuran politik (politic pattern). Ukuran politik yang dimaksud di sini terkait
dengan indikator yang digunakan semata untuk melindungi wibawa politik
pemerintah di mata publik sehingga kebutuhan dasar dalam pembangunan manusia
yang paling esensial terabaikan. Pemerintah "terkesan" jaga wibawa kepada para
konstituens politiknya bahwa mereka telah melaksanakan amanah pembangunan.
Ukuran politik pula yang mengakibatkan masing-masing indicator dalam
pembangunan manusia saling tidak singkron satu sama lain.
Seperti misalnya dalam penetapan standar hidup layak, pemerintah menetapkan garis
kemiskinan berdasarkan pengeluaran seseorang dalam memenuhi kebutuhan
minimum yakni berdasar asupan kalori (2.100 kalori) untuk bertahan hidup atau
senilai uang Rp. 5.500/kapita/hari (Suharto, 1999).
Jika pemerintah (baca: Badan Pusat Statistik) menggunakan acuan minimum
pendapatan masyarakat sebesar Rp. 5.500/hari berada di ambang batas kemiskinan,

Bab 2 Indikator Pembangunan 22


ROWLAND B. F. PASARIBU
maka kesimpulan sederhana memanglah benar kemiskinan di Indonesia mengalami
penurunan seperti selama ini dikampanyekan dalam setiap moment politik. Data BPS
2010 menyebutkan jumlah kemiskinan tinggal 31,02 juta.
Angka ini menurun sebanyak 4 juta orang miskin pada tahun 2005 (sebanyak 35,1 juta
jiwa). Padahal kebutuhan dasar penduduk bukanlah asupan kalori semata. Masing-
masing penduduk di jamin oleh undang-undang untuk hidup layak (sandang, pangan
dan papan). Penetapan angka Rp.5.500/hari sebagai batas penduduk hidup di garis
kemiskinan dalam pandangan penulis sangatlah tidak manusiawi.
Jika indicator ini digunakan maka sangatlah jelas pemerintah mengesampingkan
kebutuhan lain di luar asupan kalori seperti kepemilikan rumah, kepemilikan sandang
(pakaian), kebutuhan pendidikan dan standar hidup layak lainnya.
Dengan standar hidup layak minimum di atas maka tidak heran jika dalam laporan
Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis oleh BPS tahun 2008 sangat timpang
antara indicator melek huruf (sebesar 91,9%) dengan lama usia sekolah yang selama
satu dasawarsa hanya bisa meningkat 1,2 tahun (IPM-BPS, 2008).
Dalam bidang kesehatan, Indonesia mengalami hambatan yang sangat serius jika
masalah ledakan penduduk (hasil sensus 2010) tidak diatasi maka akan berdampak
pada kinerja pembangunan manusia bidang kesehatan dan bidang lainnya.
Secara sederhana kita dapat melihat bagaimana kehidupan seorang Ibu dari keluarga
miskin yang memiliki banyak anak memiliki dampak berbanding lurus dengan
rendahnya kemampuan Ibu dalam memenuhi kebutuhan gisi dan nutrisi.
Oleh karenanya kita tak bisa berbangga serta memamerkan kepada dunia
internasional bahwa angka harapan hidup di Indonesia terus meningkat sedangkan
factor lain kita kesampingkan seperti misalnya kualitas hidup yang rendah karena tak
mampu mengenyam pendidikan tinggi dan hidup dibawah garis kemiskinan. Terakhir,
titik terlemah pembangunan manusia Indonesia dalam pandangan penulis berada di
sector pendidikan. Data BPS tahun 2010 menyebutkan lama usia sekolah hanya sekitar
5,7 tahun (setingkat Sekolah Dasar).
Lalu jika usia sekolah hanya 5,7 tahun, bagaimana dengan kualitas pendidikan
sedangkan sampai hari ini kita masih menghadapi permasalahan serius soal out put
pendidikan yang belum mampu mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran di
Indonesia. Atas dasar refleksi pembangunan manusia, penulis mengapresiasi niatan
Pimpinan Pusat Muslimat NU untuk menyusun Muslimat Development Indeks (MDI)
yang sejak awal menjauhkan "ukuran politik" sebagai indikatornya.

Indikator Keberhasilan Pembangunan di Bidang Hukum


Untuk mendukung terwujudnya Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan
berkeadilan, maka perlu dilakukan pembenahan hukum dan aparatur di Indonesia.
Hal ini dilakukan dengan menetapkan kebijakan pembangunan di bidang hukum dan
aparatur yang diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik.
Kebijakan ini sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2011-2014, dalam bidang hukum dan aparatur.
Jika dikaitkan dengan tujuan utama yang ingin kita capai, yaitu sejahtera, adil, dan
demokrasi, maka dalam prosesnya tentu salah satu yang sangat krusial dari indikator

Bab 2 Indikator Pembangunan 23


ROWLAND B. F. PASARIBU
objektif adalah terkait masalah hukum dan aparatur. Bukan hanya terkait subtansinya,
tapi juga dari yang melaksanakannya, jelas Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Prof. Armida S. Alisjahbana, SE., MA., PhD saat menyampaikan materi kuliahnya yang
berjudul Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
Bidang Hukum dan Aparatur dihadapan mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum
(FH) Unpad.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Armida yang juga guru besar di Unpad ini
menyebutkan tujuh strategi dan arah kebijakan pembangunan mengenai hukum dan
aparatur, untuk mencapai Indonesia yang sejahtera, demokratis, dan adil. Ketujuh
strategi ini adalah peningkatan efektivitas perundang-undangan, peningkatan kinerja
lembaga di bidang hukum; peningkatan penghormatan, pemajuan, dan penegakan
Hak Asasi Manusia (HAM), peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih
dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), peningkatan kualitas pelayanan
publik, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan pemantapan
pelaksanaan reformasi birokrasi.
Ketujuh strategi inilah yang selalu kita pantau bagaimana kondisi pencapaian
terakhir, apa yang menjadi masalah yang perlu diperbaiki, dan bagaimana
pelaksanaan dari strategi dan arah kebijakan pertahunnya, ungkap Prof. Armida. Ia
pun menyebutkan bahwa tujuh strategi ini diharapkan akan membawa pengaruh besar
terhadap keadilan dan kepastian hukum, serta pelayanan publik yang berkualitas.
Prof. Armida juga menjelaskan outcome dan output dari setiap strategi tersebut.
Dalam strategi peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum misalnya, Prof. Armida
menggarisbawahi mengenai peningkatan pengawasan eksternal dan internal dari
upaya penegakan hukum. Ini menjadi sorotan sekarang ini, dimana pemerintah
sudah berada pada tahap akhir dalam menyusun peraturan Presiden mengenai
fungsi Komisi Kepolisian Nasional dan Komisi Kejaksaan, untuk diberikan kekuatan
dalam pengawasan sebagai upaya penegakan hukum, jelasnya.
Kemudian dalam upaya peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN, langkah-langkah yang dilakukan adalah dengan menegakkan hukum yang
kuat dan dipercaya, mencegah KKN melalui penegakan sistem integritas aparatur
negara, dan meningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan.
Selain itu, Prof. Armida juga mengharapkan terciptanya sistem pendidikan yang baik,
bukan hanya pada sisi subtansinya tapi juga pada sisi nonsubtansi, seperti
pembentukan etika, moral, dan karakter. Hal ini penting mengingat masalah di negara
ini sering dikaitkan dengan moral sumber daya manusia yang kurang baik. Pendidikan
moral ini perlu diterapkan sedini mungkin, sehingga nantinya dapat menghasilkan
manusia yang akan berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa ini.

Indikator Sosial
Beckerman membedakan berbagai penelitian tentang cara-cara untuk
membandingkan tingkat kesejahteraan ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama,
merupakan usaha membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di dua atau
beberapa negara dengan memperbaiki cara-cara yang dilaksanakan dalam perhitungan

Bab 2 Indikator Pembangunan 24


ROWLAND B. F. PASARIBU
pendapatan nasional biasa. Usaha ini dipelopori oleh Colin Clark dan selanjutnya
disempurnakan oleh Gilbert dan Kravis.
Kelompok kedua adalah usaha untuk membuat penyesuaian dalam pendapatan
masyarakat yang dibandingkan dengan mempertimbangkan perbedaan tingkat harga
di setiap negara. Dan kelompok ketiga adalah usaha untuk membuat perbandingan
tingkat kesejahteraan dari setiap negara berdasarkan pada data yang tidak bersifat
moneter (non-monetary indicators) seperti jumlah kendaraan bermotor, konsumsi
minyak, jumlah penduduk yang bersekolah, dan sebagainya. Usaha ini dipelopori oleh
Bennet.
Menurut Beckerman, dari berbagai cara di atas, cara yang dilakukan oleh Gilbert dan
Kravis adalah cara yang paling sempurna. Cara ini merupakan usaha untuk
membandingkan tingkat kesejahteraan dan pembangunan di beberapa negara dengan
memperbaiki metoda pembandingan dengan menggunakan data pendapatan nasional
dari masing-masing negara.
Untuk memperbaiki kelemahan tersebut, mereka menghitung kembali pendapatan
nasional negara-negara Eropa berdasarkan kepada harga-harga di Amerika Serikat.
Dengan pendekatan ini maka, pada hakekatnya produksi nasional Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa sekarang dinilai menurut harga-harga yang sama. Hasilnya
menunjukkan bahwa seperti yang telah dijelaskan di awal, perbedaan pendapatan per
kapita penduduk Amerika Serikat dan Eropa tidaklah sebesar seperti yang ditunjukkan
oleh perbedaan tingkat pendapatan per kapita mereka yang dihitung menurut cara
yang biasa dilakukan.
Namun demikian, cara yang baru ini memerlukan data yang lengkap untuk
memungkinkan dilakukannya perhitungan kembali pendapatan nasional yang dinilai
berdasarkan pada tingkat harga-harga di negara lain. Data yang diperlukan tersebut
sayangnya tidak tersedia di NSB. Oleh karena itu, Beckerman mengemukakan cara lain
dalam membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat di tiap-tiap negara. Cara ini
dinamakan Indikator Non-Moneter Yang Disederhanakan (Modified Non-Monetary
Indicators).
Dengan cara tersebut, indeks tingkat kesejahteraan dari setiap negara ditentukan
berdasarkan kepada tingkat konsumsi atau jumlah persediaan beberapa jenis barang
tertentu yang datanya dapat dengan mudah diperoleh di NSB. Data tersebut adalah:
1. Jumlah konsumsi baja dalam satu tahun (kg).
2. Jumlah konsumsi semen dalam satu tahun dikalikan 10 (ton).
3. Jumlah surat dalam negeri dalam satu tahun.
4. Jumlah persediaan pesawat radio dikalikan 10.
5. Jumlah persediaan telepon dikalikan 10.
6. Jumlah persediaan berbagai jenis kendaraan.
7. Jumlah konsumsi daging dalam satu tahun (kg).
Usaha lain dalam menentukan dan membandingkan tingkat kesejahteraan antar
negara telah dilakukan pula oleh United Nations Research Institute for Social
Development (UNRISD), yang berpusat di Jenewa pada tahun 1970. Dalam penelitian
tersebut yang dilakukan adalah menciptakan indeks taraf pembangunan dari negara-
negara maju dan NSB berdasarkan kepada sifat dari 18 jenis data berikut di tiap-tiap
negara:

Bab 2 Indikator Pembangunan 25


ROWLAND B. F. PASARIBU
1. Tingkat harapan hidup (life expectancy).
2. Konsumsi protein hewani per kapita.
3. Persentase anak-anak yang belajar di sekolah dasar dan menengah.
4. Persentase anak-anak yang belajar di sekolah kejuruan.
5. Jumlah surat kabar.
6. Jumlah telepon.
7. Jumlah radio.
8. Jumlah penduduk di kota-kota yang mempunyai 20.000 penduduk atau lebih.
9. Persentase laki-laki dewasa di sektor pertanian.
10. Persentase tenaga kerja (dari keseluruhan tenaga kerja yang mempunyai
pekerjaan) yang bekerja di sektor listrik, gas, air kesehatan, pengangkutan,
pergudangan, dan komunikasi.
11. Persentase tenaga kerja (dari keseluruhan tenga kerja yang mempunyai
pekerjaan) yang memperoleh gaji.
12. Persentase Produk Domestik Bruto (PDB) yang berasal dari industri-industri
pengolahan (manufacturing).
13. Konsumsi energi per kapita.
14. Konsumsi listrik per kapita.
15. Konsumsi baja per kapita.
16. Nilai per kapita perdagangan luar negeri.
17. Produk pertanian rata-rata dari pekerja laki-laki di sektor pertanian.
18. Pendapatan per kapita Produk Nasional Bruto (PNB).
Jika indeks pembangunan yang diusulkan UNRISD tersebut digunakan sebagai
indikator kesejahteraan atau pembangunan maka perbedaan tingkat pembangunan
antara negara-negara maju dan NSB tidaklah terlampau besar seperti yang
digambarkan oleh tingkat pendapatan per kapita mereka masing-masing.

INDIKATOR KESEJAHTERAAN EKONOMI BERSIH


Suatu perkembangan baru mengenai indikator kesejahteraan adalah apa yang
dikemukakan oleh William Nordhaus dan James Tobin (1972). Mereka mencoba untuk
menyempurnakan nilai-nilai GNP dalam upaya untuk memperoleh suatu indikator
ekonomi yang lebih baik yaitu dengan mengenalkan konsep Net Economic Welfare
(NEW). Penyempurnaan nilai-nilai GNP itu dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi
positif dan koreksi negatif. Kedua cara tersebut dibahas di bawah itu.
Koreksi positif mengharuskan kita untuk memperhatikan waktu senggang (leisure)
dan perkembangan sektor ekonomi informal. Waktu senggang ini berkaitan dengan
jumlah jam kerja kita selama seminggu misalnya. Seandainya kita menjadi lebih kaya,
mungkin kita akan memutuskan untuk bekerja lebih singkat dalam seminggu, dengan
harapan akan memperoleh kepuasan batin dari adanya tambahan waktu senggang
tersebut untuk berekreasi. Kepuasan dari waktu senggang ini diharapkan akan sebesar
kepuasan yang diperoleh dari barang dan jasa yang biasanya dihasilkan. Oleh karena
itu GNP pun akan turun walaupun tingkat kesejahteraan meningkat. Dengan demikian
agar kepuasan batin itu ikut diperhitungkan, maka suatu koreksi harus ditambahkan
pada GNP dan akan menghasilkan Net Economic Welfare (NEW).

Bab 2 Indikator Pembangunan 26


ROWLAND B. F. PASARIBU
Demikian pula halnya dengan kegiatan-kegiatan yang dikerjakan sendiri di rumah
kita, seperti memasak atau mengecat dinding rumah sendiri. Oleh karena nilai tambah
tersebut tidak dibeli atau dijual di pasar, maka nilai tambah inipun tidak pernah
dihitung dalam GNP. Nilai NEW akan mencakup juga nilai dari kegiatan "kerja
sendiri" tersebut.
Koreksi positif lainnya adalah berkaitan dengan sektor ekonomi informal. Seperti
diketahui, pada masa sekarang ini pertumbuhan sektor ekonomi informal sangat
pesat. Sektor ekonomi informal ini dibedakan menjadi dua yaitu kegitan ekonomi yang
ilegal atau melawan hukum (seperti perdagangan narkotika misalnya), dan kegiatan-
kegiatan ekonomi yang legal tetapi tidak tercatat sehingga terhindar dari pajak (seperti
tukang batu yang memperbaiki rumah kita misalnya).
Pada umumnya para ekonom tidak menambahkan nilai kegiatan ilegal ke dalam nilai
produk nasional, karena sudah disepakati kegiatan ini merupakan kegiatan yang buruk
dari segi sosial. Oleh karena itu bisnis ganja dan narkotika tidak dimaksukkan ke
dalam nilai GNP maupun NEW.
Sekarang bagaimana halnya dengan kegiatan informal lainnya seperti yang dilakukan
oleh pedagang kaki lima, tukang bakso, tukang es teler, dan sebagainya?. Mereka
semua menghasilkan barang dan jasa yang benar-benar berguna dan bernilai, namun
mungkin tidak termasukkan dalam nilai produk nasional. Oleh karena itu laju
pertumbuhan GNP riil akan lebih rendah dan sebenarnya.
Sementara itu, koreksi negatif adalah berkaitan dengan masalah kerusakan
lingkungan. Lebih rendahnya GNP dari yang sebenarnya, bukanlah hal yang sulit
dimengerti. Yang sulit dimengerti adalah hal-hal yang menyebabkan nilai GNP di nilai
terlalu tinggi dari pada yang sebenarnya. Bersamaan dengan hasil produk yang
bermanfaat (misalnya berupa bangunan perumahan yang nyaman), dalam GNP
terkadang juga "hasil" yang merugikan (berupa kerusakan tanah galian batu kali,
polusi air dan udara yang ditimbulkan oleh pabrik semen, yang kesemuanya itu
digunakan untuk membangun perumahan yang nyaman tadi).
Dari uraian di atas maka jelas bagi kita bahwa "biaya" yang sangat merugikan itu
belum tergambar dalam hasil produk dan harga pasar. Oleh karena itu biaya-biaya
ekonomi tersebut harus dikurangkan dari nilai GNP untuk mendapatkan NEW.
Akhirnya, pada bagian ini akan diperlihatkan grafik laju pertumbuhan GNP
dibandingkan dengan laju pertumbuhan NEW, seperti yang tampak pada Gambar .
Gambar tersebut menunjukkan bahwa NEW tumbuh lebih lambat dari GNP. Hal ini
jelas dapat kita rasakan dengan semakin bergantungnya kita semua pada industri
berat bahan bakar yang polusif, pada bahan-bahan kimia organik yang canggih, serta
semakin sesaknya suasana di kota-kota besar.
Oleh karena itu, dengan melandaskan diri pada indikator yang lebih terpadu, seperti
NEW ini, maka masyarakat atau pemerintah dimanapun diharapkan akan lebih tepat
menentukan prioritasnya dalam pembangunan nasional. Pertumbuhan suatu bangsa
sebaiknya tidak semata-mata hanya dikaitkan dengan peningkatan secara lahir (fisik)
saja. Perekonomian seyogyanya mengarah pada tujuan yang lebih luas, seperti
keseimbangan antara waktu kerja dan waktu senggang, atau pemanfaatan sumberdaya
secara lebih baik agar pencemaran lingkungan bisa dihindari.

Bab 2 Indikator Pembangunan 27


ROWLAND B. F. PASARIBU
Keterkaitan Antar Indikator
Bagaimanakah keterkaitan antara ketiga sasaran pembangunan tersebut Beberapa
studi dan kajian menunjukkan beragamnya arah keterkaitan antara ketiga sasaran
fundamental tersebut. Hal tersebut menunjukkan keterkaitan antara pembangunan
manusia, pertumbuhan ekonomi, dan demokrasi. Pembangun manusia berpengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara langsu maupun tidak langsung
melalui demokrasi. Pengaruh Iangsung pembangunan manusia terhadap
pertumbuhan dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (1993) dan
Bank Pembangunan Asia (ADB, 1997)

KESIMPULAN
Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh
system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan
teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994).Portes (1976) mendefenisiskan
pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya Pembangunan adalah
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang
lebih sederhana, yaitu sebagai suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui
upaya yang dilakukan secara terencana.
Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial,
budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (community
/ group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan
(progress), pertumbuhan dan diversifikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Kuncoro, Mudrajad, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan,
Yogyakarta, 1997.
Tambunan, Tulus T.H., Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Tjokroamidjojo, Bintoro; Mustopadidjaja, Pengantar Pemikiran tentang Teori dan
Strategi Pembangunan nasional, Jakarta, 1984.

Bab 2 Indikator Pembangunan 28


ROWLAND B. F. PASARIBU

Anda mungkin juga menyukai