DA
362. 19
Ind
p
T I H U SA
K
BA
TI
H US
Jakarta, 2012
i
ii
engan
diberlakukannya
Otonomi
Daerah,
bidang kesehatan merupakan salah satu bidang
pemerintah yang wajib dilaksanakan oleh Daerah
Kabupaten/Kota dan pertanggung jawab sepenuhnya
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diwilayahnya
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan yang diinginkan.
Jakarta, 2012
iii
iv
v
Kontributor:
Direktur Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisan Medik
Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa
Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
Direktur Bina Kesehatan Anak
Direktur Bina Kesehatan Ibu
Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan
Direktur Utama RSUP dr. M. Hoesin Palembang
Direktur Utama RSUP dr. Kariadi Semarang
Direktur Utama RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Direktur Utama RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Direktur RSUD dr. Soetomo Surabaya
Direktur RSUD Tangerang
Direktur RSUD dr. M. Haulussy Ambon
Direktur RSUD Mataram
Direktur RSUD dr. Soedarso Pontianak
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Banten
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Maluku
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat
Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat
dr. Ady Iswandi Thomas
(Kepala Seksi Standarisasi, Subdit RS Publik)
dr. Arsal Hasan, MPH
(Kepala Seksi Bimbingan dan Evaluasi, Subdit RS Publik)
dr. Achmad Agus Fauriza
(Subdit Bina Upaya Kesehatan Rujukan di RS Publik)
dr. Vika Wahyudi
(Subdit Bina Upaya Kesehatan Rujukan di RS Publik)
vi
Alkes
Askes
BPJS
BUK
BUMN
Dinkes
Ditjen
DoA
e-health
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Fasyankes
Gakin
IGD
INA-CBG
Iniciating facility
:
:
:
:
:
Jamsoskes
Kadinkes
Kemenkes
Mapping
MDGs
:
:
:
:
:
Nakes
Non-askes
PPGD
Receiving Facility
:
:
:
:
RS
SDM
SIRS
SJSN
SKN
SMF
SOP
Supervisor
TNI/POLRI
tradkom
UKP
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Alat Kesehatan
Asuransi Kesehatan
Badan Pelaksana Jaminan Sosial
Bina Upaya Kesehatan
Badan Usaha Milik Negara
Dinas Kesehatan
Direktorat Jenderal
Death on Arrival
Informasi kesehatan berbasis elektronik
dengan memanfaatkan jaringan internet
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Asuransi khusus keluarga miskin
Instalasi Gawat Darurat
Case based Group di Indonesia
Fasilitas pelayanan kesehatan yang merujuk/
mengirim rujukan
Jaminan Sosial Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan
Kementerian Kesehatan
Pemetaan wilayah
Millenium Development Goals
Tenaga Kesehatan
Bukan Askes
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Fasilitas pelayanan kesehatan yang menerima
rujukan
Rumah sakit
Sumber Daya Manusia
Sistem Informasi Rumah Sakit
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Sistem Kesehatan Nasional
Staf Medik Fungsional
Standar Operasional Prosedur
Badan yang memantau dan menilai proses rujukan
Tentara Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia
Pengobatan tradisional komplemeter
Upaya Kesehatan Perorangan
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
vii
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................
........
KATA
SAMBUTAN...........................................................................
......... iii
SK MENTERI KESEHATAN
RI.................................................................. vii
TIM
PENYUSUN...........................................................................
............
KONTRIBUTOR........................................................................
................ vi
DAFTAR
ISTILAH............................................................................
......... vii
DAFTAR
ISI................................................................................
............. viii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN...................................................................
B.
Tujuan.............................................................................
.
C. Ruang
Lingkup.................................................................
D.
Sasaran............................................................................
E. Landasan Hukum.............................................................
4
F. Dasar Pengembangan Sistem Rujukan..............................
Sistem Rujukan................................................................
13
B. Membangun Sistem Rujukan Kesehatan
BAB III
Pertama............................................................................
..................... 35
1. Rujukan Dari Fasyankes Tingkat Pertama ke
Tingkat
Dua................................................................ 35
2. Tindak Lanjut Atas Rujukan-Balik dari
Fasyankes Tingkat Dua .............................................
41
viii
Tingkat Tiga......................................................................
63
D. Pelayanan Pada Pasien Meninggal..................................... 63
E. Rujukan Pemeriksaan Spesimen dan
lainnya.......................................................................
67
F. Rujukan Pengetahuan dan Tenaga
Ahli/Dokter Spesialis........................................................
68
G. Rujukan
Horisontal........................................................... 71
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
PENUTUP............................................................................
90
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................
. 91
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
ix
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
LAMPIRAN
1..................................................................................
.......... 93
2..................................................................................
.......... 98
3..................................................................................
.......... 101
4..................................................................................
.......... 102
5..................................................................................
.......... 103
6..................................................................................
.......... 104
7..................................................................................
.......... 105
8..................................................................................
.......... 106
9..................................................................................
.......... 107
10.................................................................................
......... 108
11.................................................................................
......... 109
LAMPIRAN
12.................................................................................
......... 109
1
pasien umumnya, sehingga pelayanan dapat terselenggara secara
efektif dan efisien. Diharapkan pelayanan yang diberikan dimulai dari
institusi pelayanan Kesehatan tingkat dasar sudah harus berkualitas
dan pasien merasa puas menerima pelayanan di fasilitas pelayanan
Kesehatan dasar, sehingga hanya kasus yang benar-benar tidak
mampu ditangani di tingkat pelayanan dasar yang akan dirujuk.
Hal ini penting, selain untuk mencegah terjadinya fenomena bypass,
juga sekaligus akan dapat mendorong berfungsinya sistem rujukan
medik secara efektif, efisien dan mantap.
Kondisi demikian akan dapat diwujudkan kalau Sistem Kesehatan
Daerah khususnya di tingkat Kabupaten/kota (District Health Sistem),
sudah dapat difungsikan dengan baik, yang sekaligus juga akan
mendukung penguatan kualitas pelayanan Kesehatan perseorangan
melalui model pendekatan Primary Health Care (PHC). Dan
menyongsong diterapkannya Undang-Undang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Nomor 24 tahun 2011, diharapkan bahwa pelayanan
Kesehatan perseorangan yang didukung dengan sistem rujukan
medik yang efektif dan efisien serta mantap, dapat diimplementasikan
secara baik, benar, serta memuaskan pesertanya.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi petunjuk teknis untuk
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 tahun
2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan
yang menggantikan SK Menteri Kesehatan RI No.032/BIRHUB/1972
tanggal 2 September 1972 tentang Refferal Sistem yang sudah tidak
sesuai lagi dengan era desentralisasi yang sedang berlangsung
saat ini. Pedoman ini diharapkan dapat mengarahkan proses
penyelenggaraan pelayanan Kesehatan perseorangan yang berkualitas
dan berkesinambungan dalam satu sistem rujukan medik yang
berfungsi secara efektif, efisien dan mantap. Pengalaman negara lain
dapat dijadikan acuan untuk mengembangkannya. Sistem rujukan
yang efektif menjamin hubungan yang akrab antar tingkat sistem
Kesehatan dan menjamin pasien untuk menerima perawatan yang
paling sesuai dan terjangkau dari tempat tinggalnya dan biaya yang
tepat guna.
3
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman ini meliputi: rujukan pasien, rujukan material
(spesimen), rujukan dokumen, rujukan SDM dan rujukan teknologi.
Dalam hal ini yang tidak dimasukkan dalam pembahasan ini adalah
upaya Kesehatan yang bersifat promotif dan preventif pada sasaran
masyarakat atau UKM. Ruang lingkup rujukan meliputi rujukan
horisontal dan rujukan vertikal. Pelayanan pengobatan tradisionalkomplementer
termasuk hal yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan
kecuali terbukti dan diakui melalui HTA (PerPres Nomor 12 tahun
2013 pasal 43).
D. Sasaran
Sasaran buku Pedoman Sistem Rujukan Nasional, adalah:
1. Penyelenggara pelayanan Kesehatan perseorangan tingkat pertama,
milik pemerintah dan atau swasta,
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Propinsi, Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan, Kemeterian Kesehatan RI dan
jajarannya,
3. BPJS Kesehatan dan seluruh jejaringnya,
4. Pemerintahan Daerah (Kabupaten/Kota, Propinsi) serta Pemerintah
Pusat,
5. Masyarakat pengguna jasa pelayanan Kesehatan perseorangan.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3237);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
5
16. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
13 Tahun 2009, tentang Pedoman Pelayanan Publik dengan
Partisipasi Masyarakat;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES/PER/
VII/2008, tentang SPM Bidang Kesehatan Kabupaten/kota;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 657/MENKES/Per/
VIII/2009 tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen Klinik,
Materi Biologik dan Muatan Informasinya;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 658/MENKES/Per/VIII/2009
tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi NewEmerging dan Re-
Emerging;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/MENKES/PER/
III/2010, tentang Kelasifikasi Rumah Sakit;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 411/MENKES/Per/III/2010
tentang Laboratorium Klinik;
22. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 12
Tahun 2011 Tentang Pedoman Penataan Tatalaksana (Business
Process);
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 028/MENKES/Per/I/2011
tentang Klinik;
24. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang
Sistem Rujukan Kesehatan Perseorangan;
25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 462/MENKES/SK/V/2002
Tentang Safe Community (Masyarakat Hidup Sehat dan Aman).
26. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 106/MENKES/SK/I/2004
Tentang Tim Pengembangan Sistem Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat (PPGD)/General Emergency Life Support (GELS)
Tingkat Pusat;
27. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 828/MENKES/SK/IX/2008
Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/kota;
28. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/MENKES/SK/V/2009
Tentang Sistem Kesehatan Nasional 2009.
7
layanan di negara lain seringkali diasumsikan lebih baik dari pada
pelayanan fasyankes di Indonesia.
Sistem Kesehatan Nasional 2009 yang selanjutnya diperbaharui
menjadi Sistem Kesehatan Nasional 2012, disusun dengan landasan
idiel Pancasila, landasan konstitusionil Undang-Undang Dasar Tahun
1945 dan landasan operasionail Undang-Undang Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan. Selanjutnya Sistem Kesehatan Nasional
2012 sebagai dokumen kebijakan pengelolaan Kesehatan akan
menjadi acuan dalam penyelenggaraan pembangunan Kesehatan,
sekaligus mempertegas makna pembangunan Kesehatan dalam
rangka pemenuhan Hak Asasi Manusia. Sistem Kesehatan Nasional
yang disusun juga memperhatikan inovasi atau terobosan dalam
penyelenggaraan pembangunan Kesehatan secara luas termasuk
penguatan sistem rujukan. Tersusunnya Pedoman Sistem Rujukan
Nasional, akan memperjelas langkah-langkah dalam membangun
sistem rujukan dan pelaksanaan rujukannya, yang dapat difungsikan
secara mantap dan berkesinambungan mulai dari pelayanan
Kesehatan perseorangan tingkat pertama sampai pada tingkat rujukan
yang tertinggi.
9
BPJS Kesehatan dapat memaksa fasilitas pelayanan Kesehatan
untuk menerapkan sistem rujukan dan memberikan layanan yang
berkualitas. BPJS Kesehatan dapat mendorong fasilitas pelayanan
Kesehatan untuk menerapkan sistem rujukan. Apabila fasilitas
Kesehatan tidak mau menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan tidak akan menggunakan fasilitas pelayanan Kesehatan
dalam sistem pelayanan Kesehatan.
Peran BPJS Kesehatan dalam mendorong implementasi sistem rujukan
tersebut dimungkinkan mengingat BPJS Kesehatan yang membayar
kepada fasilitas pelayanan Kesehatan. Mekanisme pembayaran BPJS
Kesehatan kepada fasilitas pelayanan Kesehatan mengarah pada
sistem pembayaran prospektif (prospective payment). Pembayaran
pelayanan Kesehatan pada fasilitas pelayanan Kesehatan dalam
Jaminan Kesehatan SJSN dilakukan dengan mengutamakan prinsipprinsip kendali mutu
dan kendali biaya yang bertujuan terwujudnya
efektivitas dan efisiensi pelayanan Kesehatan. Pola pembayaran yang
diimplementasikan adalah pola pembayaran yang bersifat prospektif
yaitu: kapitasi pada fasilitas pelayanan Kesehatan primer dan INACBGs (Indonesia
Case Based Groups) pada fasilitas pelayanan
Kesehatan sekunder dan tersier.
Pada pembayaran kapitasi, dimana besaran kapitasi merupakan
besaran kapita per orang per bulan, harus memperhitungkan semua
jenis pelayanan Kesehatan yang diberikan di fasilitas pelayanan primer
sehingga terwujud pembiayaan Kesehatan yang adil. Sedangkan pada
pembayaran dengan INA-CBGs, dimana dilakukan pengelompokan
beberapa diagnosis dan prosedur/tindakan berdasarkan ciri klinis
dan menghabiskan biaya perawatan yang hampir sama, dihitung biaya
(costing) pada fasilitas pelayanan Kesehatan dengan memperhitungkan
semua biaya sehingga diperoleh besaran tarif yang mengakomodir
semua biaya yang dihabiskan di fasilitas pelayanan Kesehatan.
Pembayaran INA-CBGs berupa pembayaran paket yang mencakup
untuk pelayanan pemeriksaan medis, pelayanan penunjang, obat,
alat Kesehatan, bahan medis habis pakai, biaya pemeliharaan dan
sebagainya, dengan demikian pembayaran tidak berdasarkan per
pelayanan Kesehatan (fee for services). Dengan diterapkannya pola
pembayaran prospektif diharapkan dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya moral hazard dibandingkan dengan pola pembayaran fee
for services, dimana pembayaran dilakukan atas seberapa banyak
10
11
12
13
2. Fasyankes dari semua tingkat sistem rujukan sebagai
simpul-simpul sistem rujukan
Di era desentralisasi, peran serta daerah terutama Kabupaten/
kota, menjadi sangat penting dalam upaya memfungsikan sistem
rujukan yang dibangun sesuai dengan ketentuannya.
Titik awal dari suatu proses rujukan Kesehatan perseorangan
kecuali untuk kasus emergensi adalah fasyankes yang difungsikan
sebagai Gate keeper, yaitu:
a. Puskesmas dan Klinik-klinik Pratama milik pemerintah dan
swasta,
b. Praktek Swasta Dokter/Dokter Gigi dan Praktek Dokter/
Dokter Pelayanan Primer, yang berada dalam wilayah
administrasi pemerintahan daerah kabupaten/kota.
Rujukan selanjutnya akan melalui tahapan awal mula dari sistem
rujukan di tingkat Kabupaten/kota dimaksud.
14
15
2. Pembagian wilayah pelayanan sistem rujukan mengikuti
kriteria sebagaimana tersaji pada Bagan 1 berikut ini
Propinsi-2 difasilitasi Pusat memetakan Wilayah dan Alur Sis-tem Rujukan
Medis Utama Nasional dan Rujukan Medik Regio-nal Nasional berdasarkan
kemudahan dan kecepatan merujuk serta kompetensi Pusat Rujukan
Utama dan Regional Nasional yang ditetapkan dalam memberikan layanan
rujukan secara berkualitas dan memuaskan para pengirim rujukan dan
pasien yang dirujuk
16
17
b. SPO (Standar Prosedur Operasional) Fasyankes dengan sistem rujukannya,
pelayanan medik dan penunjang medik sebagai fasyankes
serta mekanisme pelaksanaan rujukan, langsung ataupun dengan bantuan
yang mampu memberikan layanan rujukan sesuai dengan
TIK/ICT
c.
4.
SistemManajemen,
Rujukan didukung
dapat digambarkan
seperti
pada difungsikan
bagan
d. Sistem
Sistem Informasi
yang dapat
berikut
dibawah
ini:
dengan baik
a. Rujukan
Sistem dapat
rujukan
yang melibatkan
banyak
4. Sistem
digambarkan
seperti pada
baganfasyankes
berikut dibawah ini:
a.
Dalam
bagan
2 berikut,
rujukan
emergensi
akan berjalan sesuai
Sistem
rujukan
yang
melibatkan
banyak
fasyankes.
kebutuhan
layanan
kegawat-daruratan
saat itu,
sedangkan
Dalam
bagan 2 berikut,
rujukan
emergensi akan berjalan
sesuai
kebutuhan
rujukan
konvensionil
akan
berlangsung
secara
berjenjang,
layanan kegawat-daruratan saat itu, sedangkan rujukan konvensionil akan
berlangsung
secara berjenjang,
diikuti rujukan
baliknya,
sebagaimana
diikuti rujukan
baliknya, sebagaimana
diuraikan
berikut
ini:
diuraikan berikut ini:
R
U
J
U
K
A
N
RS KELAS
A
TINGKAT
NASIONAL
RS KELAS
B
TINGKAT
PROPINSI
E
M
E
R
G
E
N
S
I
RS KELAS C
TINGKAT
KAB/KOTA
PUSKESMAS
TANPA
RAWAT INAP
Pedoman
Sistem Rujukan Nasional
Bagan 2.
18
RS KELAS
A/B(+) TKT
REGIONAL
PROPINSI
RS KELAS
B/C(+) TKT
REGIONAL
KAB/KOTA
RS KELAS D/
D PRATAMA/
PUSKESMAS
RAWAT INAP
R
U
J
U
K
A
N
K
O
N
V
E
N
S
I
O
I
N
I
L
RS KELAS
A/B(+) TKT
REGIONAL
PROPINSI
Page 16
Keterangan Bagan 2:
1) Pada tingkat Regional Kabupaten/kota di Kecamatan
yang letaknya paling strategis untuk dapat difungsikan
sebagai Pusat Rujukan Medik Spesialistik-Terbatas/
Pusat Rujukan-Antara untuk berbagai Klinik (Puskes,
Pemerintah, Swasta) dari satu wilayah tangkapan/
catchment area sistem rujukan, atau khusus di
Kabupaten DTPK, yang mana pusat rujukan tersebut
dapat berupa RS Kelas D Pratama atau Puskesmas
dengan Fasilitas Rawat Inap, karena letaknya jauh
dari pusat rujukan spesialistik Kabupaten/kota.
2) Pusat rujukan medik Spesialistik di Kabupaten/
kota, berupa RS Kelas C/RS Kelas D, termasuk
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan Balai
Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM).
3) Pusat rujukan medik Spesialistik Regional Propinsi,
berupa RS Kelas B Non Pendidikan di Kabupaten/
kota,
4) Pusat rujukan medik Spesialistik Umum/Khusus di
Propinsi berupa RS Kelas B Pendidikan, termasuk
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) dan
Balai Besar Kesehatan Mata Masyarakat (BBKMM).
5) RS Kelas A di Propinsi, sebagai pusat rujukan regional
6) Pusat rujukan medik Nasional Kelas A, Umum dan
Khusus, berada di tingkat nasional.
Bagan 2 di atas menunjukkan bahwa sistem rujukan
dapat berlangsung berjenjang begitu pula dengan rujukan
balik. Fasyankes tempat rujukan dapat menentukan
apakah pasien dapat dirawat oleh fasyankes tersebut,
dirujuk ke fasyankes yang lebih mampu, atau dirujuk
balik ke fasyankes yang merujuk disertai dengan saransaran dan ataupun obat yang
diperlukan untuk kasuskasus tertentu. Alur rujukan balik dapat langsung ke
fasyankes yang pertama kali menerima pasien (gate
keeper) apabila fasyankes pada strata yang lebih tinggi
menilai dan menyatakan pasien layak untuk dilayani
ataupun dirawat disana.
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
19
b. Sistem
rujukan
antar
dua fasyankes.
b.
Sistem
rujukan
antar
dua fasyankes
SUPERVISOR
INPUT
PROSES RUJUK
A
OUTPUT
OUTPUT
B
PROSES
RUJUK BALIK
INPUT
SUPERVISOR
Bagan 3
Bagan 3
Sistem
Rujukan
antar
2 fasyankes
Sistem
Rujukan
antar
2 fasyankes
Setiapfasilitas
fasilitas
pelayanan
Kesehatan
dapatsebagai
berlaku
sebagai
Setiap
pelayanan
Kesehatandapat
berlaku
perujuk
atau
Initiating
sebagai
terujukataupun
atau Receiving
facility.terujuk
Standar
perujukfacility
atauataupun
Initiating
facility
sebagai
masing-masing
pelayanan
Kesehatanrujukan
dapat dilihat padapelayanan
lampiran 1.
atau Receiving
facility.
Standar masing-masing
Fasyankes dalam bagan 3 di atas tidak dilihat berdasarkan strata dalam
Kesehatan rujukan dapat dilihat pada lampiran 1. Fasyankes
Kelasifikasi fasilitas pelayanan Kesehatan. Dalam rangkaian sistem rujukan
dalam
3 diterdapat
atas tidak
dilihat berdasarkan
antar
2 bagan
fasyankes,
komponen-komponen
sistem strata
rujukan,dalam
yaitu:
Input,
proses
dan
Output.
Kelasifikasi fasilitas pelayanan Kesehatan. Dalam rangkaian
sistem rujukan antar 2 fasyankes, terdapat komponenkomponen sistem rujukan, yaitu:
Input, proses dan Output.
Keterangan Bagan 3 :
1) Input dan Output
Bagan 3 berikut
menggambarkan
peran masing-masing komponen dari
Keterangan
Bagan
3:
20
Pengertian
Mampu memberikan pelayayanan Kesehatan Perseorangan/Medik Tk. Pertama
di-laksankan oleh dokter/ dokter gigi dan khusus untuk pelayanan maternal &
neonatal
phisiologis dan kondisi tertentu ditolong Bidan
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
Monitoring dan
Evaluasi oleh
1. RS Kelas D atau
Kelas C
2. RS Kelas B Non
Pendidikan, (Milik
Pemerintah ABRI/
POLRI/BUMN,
Swasta
1. Kadinkes Prop.
2. Organisasi
profesi cabang
pro-pinsi
Fasyankes Tkt Mampu memberikan layanan
tiga (Ayat 2,
Kesehatan per seorangan Sub
Pasal 5)
spesialistik
1. RS kelas B
Pendidikan/A, di
Propinsi,
2. RS A Rujukan
Uta-ma Umum/
Khusus Nasional,
di Pusat
1. Dir. BUKR
2. Dirjen BUK,
3. Organisasi profesi,
4. Institusi Pendd
21
Asas keadilan harus dijalankan dengan menyeimbangkan
kekuatan, dan untuk regio Provinsi yang dalam wilayahnya
terdapat regio yang lebih lemah, wajib untuk membuat
kebijakan khusus untuk memeratakan kekuatannya.
2) Proses
Setiap rujukan yang dikirim baik secara langsung
sebagaimana gambaran dalam bagan 2 dan 3 diatas,
maupun melalui bantuan perangkat TIK/ICT dalam
suatu sistem rujukan yang dibangun dan disepakati,
wajib dijawab oleh pusat-pusat penerima rujukan
(Fasyankes terujuk) sesuai tingkatannya dalam wilayah
dan alur rujukan bersangkutan, mulai dari pusat rujukan
regional/rujukan-antara kabupaten/kota, sampai dengan
pusat rujukan Kesehatan perseorangan utama tertinggi
Nasional di tingkat pusat.
Dengan dibangunnya sistem rujukan Kesehatan
perseorangan sebagaimana disebutkan, Dinas Kesehatan
dan Tim BPJS Kesehatan bersama fasyankes dalam sistem
rujukan pada tingkatannya, wajib melibatkan profesi
yang terkait yang akan diperankan sebagai Supervisor,
atau akan disebut sebagai Binwas Teknis Perujukan,
yang bertanggung-jawab melakukan pembimbingan,
pemantauan dan pengawasan proses rujukan dari luar
fasyankes, untuk mencegah dan menjaga terhadap
kemungkinan terjadinya tindakan pelanggaran dari profesi
yang tergabung dalam sistem rujukan di tingkatnya.
Selanjutnya, hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam
proses pelaksanaan rujukan serta rujuk baliknya:
a) Alasan melakukan rujukan
(1) Fasyankes bersangkutan mengalami keterbatasan
sumber daya (sarana, prasarana, alat, tenaga,
anggaran/uang) dan kompetensi serta kewenang
an untuk mengatasi suatu kondisi, baik yang
sifatnya sementara ataupun menetap.
(2) Pasien tertentu membutuhkan pelayanan Kese
hatan spesialistik/sub spesialistik, tambahan
22
23
(e) Memberikan penjelasan kepada pasien/
keluarga tentang penyakitnya, alasan/
perlunya pasien dirujuk, kemana akan
dirujuk, risiko apabila tidak dirujuk, dan
keuntungan bila dirujuk, persiapan keluarga
dalam merujuk pasien, dan penjelasan atas
berbagai pertanyaan pasien/ keluarga, dan
lain-lain.
(f) Keputusan akhir merujuk pasien ada pada
pasien/keluarga,
menyetujui
rencana
rujukan ataupun menolak, yang dinyatakan
dengan pembubuhan tanda tangan pada
format Informed Concent oleh pasien/keluarga
yang berwenang mewakili, dan provider
Kesehatan yang berwenang menangani pasien
bersangkutan. Dalam hal pasien atau keluarga
menolak dirujuk, diminta untuk mengisi form
penolakan yang telah tersedia, dan pasien
pulang paksa atau dirawat di fasyankes.
(g) Mempersiapkan
dokumen
rujukan
selengkapnya,
yang
memuat
tentang
identitas lengkap pasien, hasil pemeriksaan
awal, pelayanan/ tindakan yang sudah
dilaksanakan, follow-up atas hasil tindakan
pra rujukan dan kondisi akhir keadaan
pasien pra rujukan, sedangkan form rujukan
dapat menjadi sarana komunikasi dua arah
proses rujukan.
(h) Fasyankes seharusnya selalu siap dengan
sarana transportasi rujukan berikut peralatan
medis untuk pasien rujukan emergensi serta
petugas pendamping rujukan yaitu tenaga
Kesehatan yang mampu melakukan resusitasi
dan atau tindakan emergensi di perjalanan.
(i) Apabila fasyankes dalam sistem rujukan telah
dilengkapi perangkat Teknologi Komunikasi
Informasi
(ICT)
seperti
telemedicine,
e-health, u-health, maka proses rujukan
24
25
ketika pasien/keluarga menyetujui ataupun
menolak rencana rujukan.
(d) Petugas yang berwenang akan mempersiapkan
surat rujukan untuk pasien/keluarga yang
menyetujui untuk dirujuk, disertai resume
hasil pemeriksaan, penanganan/pengobatan
yang telah diberikan, dan masalah/kendala
yang dihadapi dalam penanganan pasien.
(e) Untuk pasien yang diperkirakan perlu rawat
inap, fasyankes perujuk perlu memastikan
tempat tersedia di fasyankes rujukan.
(f) Fasyankes perujuk dapat menyediakan
transportasi rujukan untuk mengantarkan
pasien ke fasyankes tujuan rujukan, atau
keluarga dapat membawa sendiri pasien
rujukan, tanpa harus didampingi petugas
fasyankes perujuk.
c) Uraian dan Urutan Kegiatan Fasyankes Pada Peran
Sebagai Terujuk
(1) Persiapan menerima rujukan.
(a) Menerima informasi tentang adanya pasien
yang akan dirujuk dengan kejelasan kondisi
pasien, emergensi atau non emergensi
(b) Memastikan kepada pengirim rujukan bahwa
pasien dapat diterima dan dilayani di tempat
rujukan, terutama tersedianya tempat rawat
inap apabila diperlukan
(c) Apabila karena sesuatu sebab tenaga dokter
spesialis yang diharapkan akan menerima
rujukan sedang tidak berada ditempat, atau
fasilitas dan atau alat tidak dapat difungsikan
untuk melayani rujukan ataupun tempat
rawat inap, maka fasilitas terujuk harus
menjelaskan kepada fasilitas pengirim
rujukan kondisi senyatanya, dan berusaha
memberi solusi atau alternatif terbaik untuk
mengatasi permasalahan pasiennya.
26
sesuai
(4) Mengevaluasi
dan
menyimpulkan
hasil
pelayanan/tindakan selama pasien berada dalam
pelayanan fasyankes rujukan, baik sebagai
pasien rawat inap ataupun pasien rawat jalan,
melalui pemantauan/ pengamatan kondisi pasien
serta catatan pelayanan dalam rekam medik dan
selanjutnya memutusan untuk:
27
(a) Tetap merawat pasien di fasyankes rujukan,
dilanjutkan dengan penanganan pemulihan
mengikuti rencana yang disusun, atau
(b) Mengeluarkan pasien dari perawatan tetapi
masih menindaklanjuti dengan pelayanan
rawat jalan di fasilitas rujukan, sebelum
dikembalikan ke fasilitas pengirim rujukan.
(c) Mengirim
kembali
pasien
dengan
memberikan umpan balik/feedback kepada
fasilitas pelayanan Kesehatan yang semula
mengirim pasien, dengan informasi diagnosis
akhir
penyakitnya,
pelayanan/tindakan
yang dilakukannya, kesimpulan hasil atas
pelayanan/tindakan yang dilakukan, tindaklanjut pelayanan yang masih harus
diberikan,
dan rencana follow-up selanjutnya.
(d) Merujuk pasien ke fasyankes yang lebih tinggi
atau fasilitas pelayanan rujukan yang lebih
tepat, karena hasil follow up disimpulkan tidak
dapat ditangani di fasyankes bersangkutan,
disertai surat rujukan yang dilampiri data
lengkap, berupa resume pelayanan di
fasyankes selama pasien dilayani sebagai
pasien rawat inap atau rawat jalan, untuk
mengatasi
masalah/penyakitnya,
dapat
berupa konsultasi penanganan ataupun
memindahkan penanganan dan perawatan
pasien selanjutnya.
(5) Rekam medik atas semua kasus yang diterima,
dilayani, dirujuk balik dan atau dirujuk ke
fasilitas pelayanan Kesehatan lainnya, harus
dikelola secara baik, lengkap, tidak hilang,
karena akan digunakan sebagai data/informasi,
untuk mengevaluasi proses penyelenggaraan
pelayanan Kesehatan pasien bersangkutan
ataupun keperluan manajemen pelayanan pasien
secara keseluruhan di fasyankes bersangkutan,
dan rencana tindak-lanjutnya.
28
29
Tindak-lanjut
pembinaan
petugas
Kesehatan melalui pembinaan dan atau
pembekalan, berdasarkan kesenjangan
kemampuan teknis (technical quality of the
outcome) dan atau kemampuan proses
pelaksanaan pelayanan secara memuaskan
(Functional quality of the process).
30
31
b) Fasyankes Penerima Rujukan (Terujuk)
(1) Fasilitas terujuk wajib memberikan informasi
mengenai kesiapan fasilitas menerima rujukan,
antara lain adanya tenaga yang kompeten untuk
melayani, didukung adanya sarana, prasarana,
obat dan peralatan lainnya, yang akan digunakan
dalam pelayanan sebagaimana tujuan pasien
tersebut di rujuk.
(2) Fasilitas terujuk juga diharuskan memberi
informasi kepada perujuk mengenai perkem
bangan keadaan pasien setelah selesai diberikan
pelayanan, yang disampaikan secara tertulis
melalui surat jawaban rujukan balik. Selain
keterangan mengenai kondisi dan terapi pasien,
surat jawaban rujukan balik juga harus berisi
saran untuk pembinaan teknis maupun sistem/
manajemen bagi perujuk.
C. Pembiayaan
1. Pembiayaan Kesehatan pada pelayanan Kesehatan di fasilitas
pelayanan Kesehatan dalam strukturisasi sistem rujukan pada
penyelenggaran Jaminan Kesehatan dalam SJSN dilakukan
dengan mengutamakan prinsip-prinsip kendali biaya dan kendali
mutu yang bertujuan terwujudnya efektivitas dan efisiensi
pelayanan Kesehatan.
2. Pola pembayaran yang terpilih dalam implementasi SJSN adalah
pola pembayaran yang bersifat prospektif yaitu kapitasi pada
fasyankes perseorangan tingkat pertama dan INA-CBG pada
fasyankes tingkat dua dan tiga (sekunder dan tersier).
3. Pada pembayaran kapitasi, dimana besaran kapitasi merupakan
besaran kapita per orang per bulan, harus memperhitungkan
semua jenis pelayanan Kesehatan yang diberikan di fasilitas
pelayanan primer sehingga terwujud pembiayaan Kesehatan
yang adil. Sedangkan pada pembayaran dengan INA-CBG,
dimana dilakukan pengelompokan beberapa diagnosis dan
prosedur/tindakan berdasarkan ciri klinis dan menghabiskan
biaya perawatan yang hampir sama, dihitung biaya (costing) pada
32
33
34
35
ketentuannya. Proses rujukan kasus dari fasyankes tingkat
pertama ke fasyankes rujukan dua dan rujukan baliknya,
digambarkan sebagai berikut:
a. Proses merujuk pasien
1) Syarat merujuk pasien
Pasien yang akan dirujuk sudah diperiksa, dan
disimpulkan bahwa kondisi pasien layak serta memenuhi
syarat untuk dirujuk, tanda-tanda vital (vital sign) berada
dalam kondisi baik/stabil serta transportable, memenuhi
salah satu syarat berikut untuk dirujuk:
a) Hasil pemeriksaan pertama sudah dapat dipastikan
tidak mampu diatasi secara tuntas di fasyankes
b) Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan
penunjang medis ternyata pasien tidak mampu
diatasi secara tuntas ataupun tidak mampu dilayani
karena keterbatas kompetensi ataupun keterbatasan
sarana/prasarana.
c) Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang
lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai
pasien yang bersangkutan.
d) Apabila telah diobati di fasyankes tingkat pertama dan
atau dirawat di fasyankes perawatan tingkat pertama
di Puskesmas perawatan/RS D Pratama, ternyata
masih memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan
atau perawatan di fasyankes rujukan yang lebih
mampu, untuk dapat menyelesaikan masalah/
Kesehatan nya dan dapat dikembalikan ke fasyankes
perujuk.
2) Prosedur standar merujuk pasien
a) Prosedur klinis:
(1) Pada kasus non emergensi, maka proses rujukan
mengikuti prosedur rutin yang ditetapkan.
Provider Kesehatan yang berwenang menerima
pasien di fasyankes tingkat pertama, melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang medik yang mampu dilakukan di
36
37
(7) Hal-hal yang perlu dipersiapkan oleh pasien/
keluarga,
(8) Penjelasan-penjelasan lain yang berhubungan
dengan proses rujukan termasuk berbagai
persyaratan secara lengkap, untuk memberi
kesempatan kepada pasien/keluarga mengambil
keputusan secara cerdas dalam mengatasi
penyakit/masalah Kesehatan pasien.
(9) Putusan akhir atas rencana pelaksanaan
rujukan seperti dijelaskan, ada pada pasien/
keluarga sendiri, apakah yang berkepentingan
setuju ataukah menolak untuk dirujuk ke salah
satu fasyankes rujukan sesuai dengan alur
sistem rujukan yang ditetapkan3. Kesepakatan
akhir atas hasil penjelasan dinyatakan dengan
pembubuhan tanda-tangan dua belah pihak
dalam format Informed concent sesuai prosedur.
(10) Atas persetujuan rujukan dari pasien/keluarga,
provider berwenang mempersiapkan rujukan
dengan memberikan tindakan pra rujukan sesuai
kondisi pasien sebelum dirujuk berdasarkan
SPO.
(11) Menghubungi kembali unit pelayanan di fasyankes
tujuan rujukan, untuk memastikan sekali
lagi bahwa pasien dapat diterima di fasyankes
rujukan atau harus menunggu sementara
ataupun mencarikan fasyankes rujukan lainnya
sebagai alternatif.
38
Bila pasien/keluarga tidak sepakat dengan saran rujukan sesuai alur sistem rujukan
yang sudah ditetapkan, maka ketika
sistem pembiayaan SJSN sudah diterapkan, pasien sebagai peserta sistem pembiayaan
SJSN akan kehilangan haknya,
untuk dicakup kedalam pembiayaan sistem;
Kemungkinan lain adalah pasien/keluarga menolah untuk dirujuk karena berbagai
alasan, walaupun sebenarnya memerlukan rujukan.
39
(c) Bila kondisi pasien tidak dapat dirujuk (tidak
transportable), atau kondisi geografis tidak
memungkinkan melakukan rujukan segera,
maka fasyankes rujukan dapat memberikan
saran atas permintaan rujukan dari fasyankes
perujuk, dan atau panduan atas tindakan
yang terpaksa harus dilakukan segera pada
pasien bersangkutan.
(d) Langkah-langkah dan ketentuan melakukan
rujukan menggunakan perangkat teknologi
dimaksud akan diatur tersendiri, melengkapi
pedoman sistem rujukan.
b) Prosedur administratif rujukan
(1) Dilakukan sejalan dengan prosedur teknis pada
pasien,
(2) Melengkapi catatan rekam medis pasien, setelah
tindakan untuk menstabilkan kondisi pasien
pra-rujukan,
(3) Setelah
provider
berwenang
memberikan
penjelasan secara lengkap dan pasien/keluarga
telah memberikan keputusan akhir, setuju
ataupun menolak untuk dirujuk, maka format
informed concent secara prosedur administratif
rujukan harus dichek ulang kelengkapannya,
antara lain adanya tanda tangan dua-belah
pihak, provider berwenang dan pasien/keluarga,
baik bagi pasien/keluarga yang setuju dirujuk
maupun yang menolak untuk dirujuk.
(4) Selanjutnya format informed concent yang telah
ditanda-tangani tersebut disimpan dalam rekam
medik pasien bersangkutan. Bila telah digunakan
perangkat TIK/ICT, format informed concent dapat
dilengkapi dengan foto, rekaman pembicaraan
proses pengambilan keputusan, dan lainnya.
(5) Apabila pasien/keluarga setuju untuk dirujuk,
maka fasyankes perujuk membuat surat rujukan
pasien rangkap 2 (form 1).
40
41
petama, menyusun rencana tindak lanjut pelayanan
pasien berdasar saran-saran dalam surat jawaban
rujukan balik
c) Dilakukannya pelayanan pasien rujukan balik sesuai
rencana
d) Menindak-lanjuti saran fasyankes rujukan yang
berkaitan dengan penyakit/ masalah Kesehatan
pasien yang kemungkinan berkaitan ataupun
berdampak terhadap Kesehatan masyarakat dan
Kesehatan lingkungannya
e) Dalam memantau kondisi perkembangan Kesehatan
pasien, maka dokter dan tenaga keperawatan serta
tenaga Kesehatan lainnya di fasyankes tingkat
pertama, akan berkolaborasi dalam pelayanan tindaklanjut pasien dan lingkungannya,
baik pelayanan di
fasyankes tingkat pertama ataupun tindak lanjutnya
di rumah pasien.
f)
42
43
d) Kasus kematian akan menjadi topik bahasan dalam
rapat bulanan fasyankes perujuk, fasyankes terujuk,
maupun rapat koordinasi, dan bilamana dipandang
perlu menjadi topik bahasan lintas sektoral.
e) Kasus kematian pasien rujukan dengan penyakitpenyakit menular yang perlu
diberitahukan kepada
fasyankes tingkat pertama bukan hanya dari
fasyankes tingkat dua melainkan juga dari fasyankes
tingkat tiga.
5) Atas pasien yang hilang berdasarkan laporan dari
fasyankes rujukan, perlu dilakukan telusur oleh
penanggung-jawab wilayah binaan di fasyankes tingkat
pertama puskesmas ataupun fasyankes tingkat pertama
non puskesmas lainnya.
b. Prosedur administratif
1) Dilakukan sejalan dengan prosedur teknis pada pasien
rujukan balik:
a) Melengkapi catatan rekam medis dan keperawatan
pasien semula saat dirujuk, dengan:
(1) Catatan dari balasan
fasyankes rujukan
surat
rujukan
balik
44
1. Prosedur Klinis.
a. Menerima pasien rujukan dari fasyankes tingkat pertama
dan tindak lanjutnya.
Atas komunikasi yang dibangun bersama fasyankes perujuk
melalui teknologi komunikasi yang tersedia, telah diketahui
kondisi pasien, sehingga memungkinkan pasien akan dapat
dilayani di fasyankes rujukan, untuk hal tersebut fasyankes
rujukan akan mempersiapkan diri menerima pasien dengan
sebaik-baiknya, selanjutnya melayani sesuai dengan kondisi
pasien pada saat kedatangannya, untuk pasien non emergensi
45
atau emergensi. Pasien yang dirujuk akan diterima di fasyankes
rujukan, sesuai jenis rujukannya akan segera dilayani
menurut standar prosedur operasional (SPO) yang berlaku di
fasyankes bersangkutan. Pasien non emergensi akan dilayani
di Klinik Fasyankes rujukan sesuai tujuan pada jam buka
yang telah ditentukan setelah melalui prosedur administrasi
untuk pelayanan klinik sedangkan pasien emergensi dilayani
di IGD yang harus siap melayani 24 jam/7 hari.
1) Pasien non emergensi
a) Sesuai SPO pasien akan mendapatkan pemeriksaan
untuk menetapkan diagnosis awal, dan disimpulkan
bahwa:
(1) Sebenarnya tidak/belum ada indikasi untuk merujuk pasien ke fasyankes
rujukan, akan tetapi:
(a) Pasien tetap dilayani, untuk selanjutnya
pasien akan dirujuk balik ke fasyankes
perujuk disertai penjelasan dan saran-saran.
(b) Apabila pasien adalah peserta Asuransi
Sosial, pasien akan tetap dilayani dan
prosedur administrative dan pembiayaan
yang dijalankan sesuai pedoman dalam
Asuransi Sosial.
(2) Sudah ada indikasi untuk merujuk pasien, se
hingga:
(a) Fasyankes menindak-lanjuti dengan penjelasan tentang kondisi pasien,
penyakitnya,
pemeriksaan yang akan dilakukan, kemungkinan pelayanan atau tindakan yang
diperlukan berdasarkan hasil pemeriksaan,
(b) keputusan akhir tentang akan dilaksana
kannya pelayanan dan atau tindakan, ada
di tangan pasien/keluarganya, yang baru
dianggap syah setelah ditanda-tanganinya
format Informed concent oleh pasien/ keluarga
dan provider Kesehatan berwenang.
b) Setelah ada persetujuan dari pasien/keluarga dan
telah ditanda-tanganinya format informed concent oleh
46
sebagaimana
diuraikan
(b) Pasien
masih
memerlukan
beberapa
pemeriksaan yang lebih lengkap, namun
dipertimbangkan bahwa kondisi pasien tidak
perlu dirawat
(c) Selanjutnya, apabila pemeriksaan sudah
lengkap, dan diagnosis telah ditegakkan
menurut hasil-hasil pemeriksaan, pengo
batan/tindakan medis sudah diberikan,
dan hasil pemantauan terhadap Kesehatan
pasien memungkinkan untuk dilayani di
fasyankes tingkat pertama, maka pada waktu
yang ditetapkan pasien dapat dirujuk balik
ke fasyankes perujuk
(d) Prosedur selanjutnya sebagaimana tercantum
dalam butir rujukan balik pasien yang dirujuk.
(3) Pada pasien yang menjalani pelayanan rawat
jalan, dalam follow-up selanjutnya diputuskan
untuk mendapatkan layanan rawat inap sebagai
kelengkapan pelayanannya, karena:
(a) Hasil-hasil pemeriksaan, pelayanan dan atau
tindakan selama rawat jalan dan observasinya
mengindikasikan untuk ditindak-lanjuti
dengan pelayanan yang lebih intensif di rawat
inap.
48
49
fasyankes rujukan masih menghadapi masalah
dan hambatan dalam menangani kasusnya,
dan dipandang perlu untuk menindak-lanjuti
penanganan pasien dengan merujuk ke fasyankes
tingkat tiga yang lebih kompeten. Uraian tentang
rujukan pasien ke fasyankes tingkat tiga akan
diuraikan pada bagian lain.
(6) Pasien karena berbagai alasan ataupun pertim
bangan, memutuskan untuk pulang paksa, yang
dapat terjadi karena:
(a) Program pelayanan pasien sebagaimana
disepakati dalam informed concent belum
dapat diselesaikan sesuai rencana yang
disusun,
akan
tetapi
pasien/keluarga
memutuskan untuk pulang paksa, atau
(b) Karena alasan lain pasien/keluarga mempunyai
pertimbangan untuk keluar dari pelayanan,
(c) Untuk kondisi demikian, maka pasien/
keluarga harus menanda-tangani Format
Pulang Paksa yang disediakan fasyankes,
(d) Pasien pulang paksa harus diberitahukan
kepada fasyankes perujuk
(e) Untuk fasyankes yang telah tergabung dalam
satu sistem rujukan yang memanfaatkan
TIK/ICT,
pada
event-event
tertentu
seperti keputusan untuk pulang paksa,
didokumentasikan sebagai arsip.
(7) Ketika pasien sampai di fasyankes rujukan dan
mendapatkan pelayanan di klinik, karena berbagai
alasan memutuskan untuk tidak meneruskan
pengobatan/pemeriksaan lanjutannya di fasyankes
rujukan, sehingga menjadi pasien yang hilang,
dan kemungkinannya:
(a) Pasien yang hilang dari fasyankes rujukan,
juga tidak melakukan kontak balik dengan
fasyankes perujuk, sehingga keduanya
kehilangan data pasien bersangkutan.
50
51
(3) Penjelasan-penjelasan lain sehubungan dengan
penyakit dan kondisi pasien saat ini, serta
penjelasan atas pertanyaan pasien/keluarga.
e) Atas penjelasan yang diberikan, pasien/keluarga
akan memutuskan:
(1) Menyetujui untuk menindaklanjuti proses
pelayanan sesuai rencana pelayanan/tindakan
yang akan dilakukan, dengan pembubuhan tandatangan bersama pada format informed
concent,
pasien/keluarga yang berwenang mewakili dan
provider yang berwenang memberikan pelayanan
di fasyankes, sesuai prosedur yang berlaku.
(2) Menolak mendapatkan layanan berikutnya,
dan pasien pulang paksa atau pindah layanan
sehingga
kesinambungan
proses
rujukan
di fasyankes tujuan rujukan terhenti. Atas
keputusan akhir dari pasien/keluarga, menolak
pelayanan lanjutan di fasyankes rujukan, dan
keputusan tersebut wajib segera diberitahukan
ke fasyankes perujuk,
f)
52
53
(5) Rencana pelayanan/kunjungan ulang berikutnya,
ke fasyankes rujukan, pada kasus tertentu yang
memerlukan
(6) Semua dokumen pelayanan pasien disimpan
dalam file rekam medis di fasyankes rujukan,
sebagai arsip.
b. Merujuk pasien ke fasyankes tingkat tiga yang lebih mampu,
1) Sejak kedatangan pasien (non emergensi atau emergensi)
baik yang diperiksa di Klinik/di IGD ataupun pasien rujukan
rawat jalan dan rawat inap, setelah dilakukan pengamatan
(observasi) dan pemantauan serta pertimbangan secara
cermat, pasien perlu dirujuk ke fasyankes tingkat ketiga
yang lebih mampu, dengan kriteria:
a) Kondisi penyakit pasien menyebabkan pasien harus
memperoleh pelayanan sub-spesialisti di fasyankes
tingkat tiga.
b) Pasien memerlukan pemeriksaan penunjang medis
yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai
pasien yang bersangkutan.
2) Adapun tujuan merujuk ke fasyankes tingkat tiga adalah:
a) Mengalihkan pelayanan pasien ke fasyankes tingkat
tiga, dan proses rujukan akan mengikuti SPO yang
berlaku disertai penjelasan tentang:
(1) Kondisi penyakitnya saat ini dan diagnosis yang
ditegakkan,
(2) Pemeriksaan yang sudah dan sedang dilakukan,
serta hasilnya
(3) Obat yang sudah diberikan dan tindakan yang
sudah dilakukan
b) Merujuk pasien untuk pemeriksaan spesialis/subspesialis yang lebih kompeten,
dimana pasien masih
tetap dirawat di fasyankes tingkat dua dengan saransaran dari spesialis/sub
spesialis
c) Melengkapi pemeriksaan penunjang medik yang
tidak dapat dilakukan dan pasien tetap ditangani di
di fasyankes tingkat dua,
54
55
e) Dengan perangkat komunikasi yang tersedia,
Fasyankes perujuk akan berkoordinasi dengan
berbagai pihak, fasyankes tujuan rujukan dan
provider yang mendampingi pelaksanaan rujukan,
dan sebaliknya, sampai akhirnya pasien diserahkan
pada provider di tempat rujukan.
2. Prosedur administratif
a) Pada proses penerimaan pasien rujukan:
1) Apabila pasien tersebut dapat memenuhi syarat untuk
diterima di fasyankes rujukan dan format informed concent
telah ditandatangani, selanjutnya staf administrasi yang
bertugas harus melengkapi prosedur administrasi pasien,
baik sebagai pasien rawat jalan ataupun rawat inap, dan
membuat tanda terima pasien sesuai aturan masingmasing sarana.
2) Petugas melengkapi data pribadi pasien sesuai ketentuan
setelah dilakukan pelayanan pasien rujukan non
emergensi sedangkan pasien emergensi dilakukan setelah
proses stabilisasi kondisi pasien selesai dilaksanakan.
3) Menerima, meneliti dan menandatangani persetujuan
penerimaan pasien di fasyankes rujukan, atas surat
rujukan pasien dari fasyankes perujuk untuk ditempelkan
di kartu status pasien, yang selanjutnya akan dilayani di
fasyankes rujukan bersangkutan.
4) Bagi pasien peserta Asuransi Sosial, ASKES, Jamkesmas,
atau Jamsostek, petugas administrasi harus memberi
penjelasan tentang:
(a) Hak-hak sekaligus kewajiban peserta asuransi, dalam
memanfaatkan pelayanan di fasyankes, berdasarkan
status/kondisi penyakitnya,
(b) Pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan layanan
asuransi bila kondisi pasien memang tepat untuk
dilayani di fasyankes rujukan, atau bila kondisinya
yang tidak tepat untuk dirujuk, sehingga pelayanan
di fasyankes rujukan tidak ditanggung asuransi.
(c) Melampirkan hasil pemeriksaan dan pengobatan/
tindakan serta perawatan pada kartu catatan/rekam
56
57
jawaban rujukan juga akan dituliskan pada file yang
sama
b) Fasyankes lain setingkat (tingkat dua), yang dapat
memberikan layanan sebagaimana dibutuhkan
pasien. Lazimnya provider perujuk akan menulis surat
rujukan, disertai resume hasil-hasil pemeriksaan
dan pelayanan/ tindakan yang sudah dilakukan,
bila perlu dilengkapi dengan foto Rntgen, EKG,
dan informasi lainnya. Fasyankes rujukan harus
memberikan jawaban, saran dan lainnya menurut
pertimbangannya
5) Untuk merujuk ke fasyankes rujukan tingkat tiga, maka
prosedur operasional yang harus dilalui berupa:
a) Menyiapkan sarana transportasi rujukan, dan akan
lebih baik bila dilengkapi dengan perangkat TIK/
ICT yang dapat menghubungkan fasyankes tujuan
rujukan
dengan
fasyankes-fasyankes
perujuk
termasuk ambulans yang mambawa pasien ke
fasyankes rujukan yang dituju.
b) Setiba pasien di fasyankes ketiga penerima rujukan,
bila selanjutnya diputuskan bahwa pasien akan
ditangani di Fasyankes rujukan, maka provider
pendamping rujukan secara formal akan menyerahkan
tanggung-jawab penanganan pasien pada provider
berwenang di fasyankes rujukan.
c) Pada kondisi pasien yang dirujuk setelah mendapatkan
pemeriksaan dan tindakan/layanan di fasyankes
rujukan ternyata tidak perlu dirawat, maka provider
pendamping akan membawa kembali pasien dengan
membawa surat rujukan balik yang disertai saransaran, dan atau obat serta lainnya
d) Kemungkinan bila diputuskan bahwa pasien ingin
tetap dirawat di fasyankes tingkat dua, maka pasien
dapat tetap dirawat dan fasyankes berusaha meminta
saran/konsul kepada fasyankes rujukan, dengan
bantuan sarana komunikasi yang tersedia ataupun
perangkat TIK/ICT bilamana sudah dikembangkan
dalam sistem rujukan di wilayahnya.
58
59
(2) Saran memilih kesesuaian sarana transportasi
pasien untuk kembali ke tempatnya, persiapan
kebutuhan pendampingan oleh petugas apabila
masih diperlukan,
(3) Mengembalikan pasien kepada fasyankes yang
semula mengirim/ merujuk, dengan kelengkapan
informasi dan kejelasan proses pelaksanaannya.
(4) Rujukan balik pasien disertai jawaban atas
rujukan yang dikirimkan semula, disertai resume
hasil pemeriksaan dan pelayanan/ tindakan,
serta saran-saran tindak lanjut pelayanannya
di fasyankes tingkat pertama dan atau rujukan
ulangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Tindak Lanjut Atas Rujukan-Balik dari Fasyankes Tingkat Tiga.
1) Menerima kembali rujukan balik di fasyankes tingkat
dua, dari fasyankes tingkat tiga, dapat dilakukan sebagai
berikut:
a) Fasyankes tingkat dua seharusnya sudah menerima
informasi tentang rencana rujukan balik pasien dari
fasyankes terujuk, melalui perangkat komunikasi
yang tersedia (telephon, radio-medik, TIK/ICT, dan
lainnya),
b) Atas informasi yang didapat dari surat rujukan
balik yang diserahkan pasien/keluarga, fasyankes
tingkatdua menyusun rencana tindak lanjut pela
yanan pasien berdasar saran-saran dalam surat
jawaban rujukan balik
c) Dilakukannya pelayanan pasien rujukan balik sesuai
rencana
d) Menindak-lanjuti saran fasyankes rujukan yang
berkaitan dengan penyakit/ masalah Kesehatan
pasien yang kemungkinan berkaitan ataupun
berdampak terhadap Kesehatan masyarakat dan
Kesehatan lingkungannya
e) Dalam memantau kondisi perkembangan Kesehatan
pasien, maka dokter dan tenaga keperawatan serta
tenaga Kesehatan lainnya di fasyankes tingkat dua
60
61
dan mengetahui alasan mengapa pasien/keluarga
memilih untuk pulang paksa
c) Berupaya untuk membantu pasien/keluarga mencari
solusi terbaik atas masalah yang dihadapi sehubungan
dengan kejadian pulang paksa tersebut, sekaligus
mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan
pelayanan sekaligus sistem rujukannya pada fasyankes
tingkat pertama dan rujukan. Kejadian tersebut perlu
menjadi topik bahasan dalam rapat koordinasi.
4) Atas pasien yang meninggal, tergantung penyebab kema
tiannya dan saran dari fasyankes rujukan:
a) Dilakukan telusur/identifikasi masalah untuk kasus
tertentu yang dipandang perlu untuk diketahui latar
belakang masalahnya, dalam upaya promotif dan
preventif di keluarga maupun dikomunitasnya/di
masyarakatnya, sebagai contoh fenomena 3 T pada
kematian maternal yaitu T(erlambat) mengambil
keputusan di keluarga, T(erlambat) dalam transportasi
rujukan dan T(erlambat) mendapatkan pertolongan
di fasyankes rujukan, termasuk penyakit-penyakit
lainnya khususnya dalam kondisi emergensi.
b) Untuk kondisi tertentu dapat ditindak-lanjuti dengan
pelayanan Kesehatan pada keluarga, kelompok dan
masyarakat serta lingkungannya
c) Kematian akibat penyakit menular, perlu segera
dilaporkan sejak pasien didiagnosis, dan khusus
untuk kematian tertentu, pemulasaran jenazah perlu
dijelaskan pada keluarga, dapat dilakukan fasyankes
tingkat pertama
d) Kasus kematian akan menjadi topik bahasan dalam
rapat bulanan fasyankes perujuk, fasyankes terujuk,
maupun rapat koordinasi, dan bilamana dipandang
perlu menjadi topik bahasan lintas sektoral.
e) Kasus kematian pasien rujukan dengan penyakitpenyakit menular yang perlu
diberitahukan kepada
fasyankes tingkat pertama bukan hanya dari
fasyankes tingkat dua melainkan juga dari fasyankes
tingkat tiga.
62
63
2. Setiap kejadian pasien meninggal di fasyankes, baik sebelum
48 jam ataupun sesudah 48 jam kedatangannya, tetap harus
diinformasikan kepada fasyankes ataupun klinik perujuk disertai
keterangan tentang:
a. Diagnosis penyakit dan penyebab kematiannya,
b. Saran-saran tindak-lanjut kepada fasyankes perujuk,
sehubungan dengan penyakit pasien dan kepentingan
fasyankes bersangkutan, pada pasien yang meninggal
kurang dari 48 jam dan pasien meninggal setelah 48 jam dari
saat kedatangan, yang berhubungan selain karena kondisi
penyakitnya sendiri juga dengan ketepatan waktu merujuk,
ketepatan penanganan pasien pra rujukan, dan lainnya yang
dipandang perlu diinformasikan.
c. Laporan ataupun pemberitahuan khususnya kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota dan Puskesmas dimana pasien
tersebut tinggal, terutama pada:
1) Pasien meninggal karena penyakit menular yang perlu
ditindak-lanjuti dengan upaya pencegahan penyebaran
dan penanggulangan penyakit menular (KLB) di sekitar
domisili pasien, dan kemungkinan perlunya dilakukan
survailans.
2) Kondisi-kondisi lainnya yang perlu diketahui fasyankes
perujuk.
64
65
c. Prosedur operasional
1) Mengirimkan specimen disertai surat rujukan pemerik
saan, dimana untuk specimen tertentu harus dikirimkan
sendiri oleh fasyankes perujuk, tidak boleh dibawa
pasien/keluarga.
2) Merujuk pasien untuk pemeriksaan penunjang diagnostik
lainnya, disertai surat rujukan pemeriksaan penunjang
diagnostik ke fasyankes rujukan pemeriksaan penunjang
diagnostik.
3) Menerima jawaban hasil pemeriksaan specimen atau
hasil pemeriksaan penunjang diagnostik lainnya, bila
perlu menanyakan balasan hasil rujukan pemeriksaan
spesimen/penunjang diagnostik kepada fasyankes
rujukan.
2. Prosedur standar menerima rujukan spesimen dan penunjang
diagnostik lainnya
a. Prosedur Klinis
1) Menerima dan memeriksa spesimen/penunjang diagnostik
lainnya, sesuai dengan tujuan/permintaan rujukan,
2) Untuk pasien ataupun bahan yang diterima, perlu
memperhatikan aspek kelayakan specimen untuk
pemeriksaan, sterilisasi bahan/spesimen, pencegahan
terhadap kontaminasi bahan, pencegahan penularan
penyakit dari specimen dan atau pasien, keselamatan
pasien sendiri dan orang lain.
3) Memastikan bahwa spesimen yang diterima tersebut layak
untuk diperiksa sesuai dengan permintaan sebagaimana
diinginkan perujuk.
4) Mengerjakan pemeriksaan laboratories: pathologi klinik
atau pathologi anatomi,
atau penunjang diagnostik
lainnya seperti radiologi, EKG dan lainnya sesuai
kebutuhan/permintaan perujuk, dengan mutu pelayanan
sesuai standar.
b. Prosedur Administratif
1) Meneliti isi surat rujukan spesimen dan penunjang
diagnostik lainnya yang diterima secara cermat dan jelas
66
kerahasiaan
hasil
pemeriksaan
67
2) Mengisi format laporan hasil pemeriksaan sesuai keten
tuan masing-masing instansi.
3) Memastikan bahwa hasil pemeriksaan tersebut tidak
tertukar, terjaga kerahasiaannya dan sampai kepada
yang berhak untuk membacanya.
c. Prosedur operasional
1) Pasien/fasyankes perujuk dipastikan mendapatkan
jawaban atas rujukan pemeriksaan specimen dan atau
penunjang diganostik, pada waktu yang ditentukan,
2) Hasil pemeriksaan dapat diterima melalui pasien/keluarganya, ataupun
langsung oleh fasyankes perujuk, yang
dikirimkan melalui perangkat teknologi komunikasi yang
ada seperti fax, email, atau perangkat TIK/ICT lainnya.
68
69
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Dinas Kesehatan
Provinsi melanjutkan permintaan tenaga ahli tersebut ke
Direktur Rumah Sakit tujuan dan tembusan kepada Kepala
Staf Medik Fungsional (SMF) dan wakil direktur pelayanan
yang dituju paling lambat 14 hari sejak surat permintaan
diterima, atau telah menyusun rencana kunjungan berkala
pelayanan lapangan/kunjungan rujukan tenaga ahli.
d. Fasyankes atau Dinas Kesehatan perujuk:
1) Memberitahukan kepada tenaga ahli penerima rujukan,
tentang jenis-jenis kasus yang akan dirujuk dan perkiraan
jumlah masing-masing
2) Mempersiapkan penerimaan, termasuk agenda pelayanan
rujukan, kasus yang akan dirujuk dan kemungkinan
tindakan yang akan dilakukan,
3) Mempersiapkan akomodasi, transportasi, konsumsi,
honor/insentif lainnya sesuai Peraturan Daerah yang
bersangkutan atau ketentuan BPJS Kesehatan yang
belaku.
4) Memfasilitasi proses pengiriman pasien rujukan,
pelayanannya oleh tenaga ahli, proses alih teknologi
kepada tenaga Kesehatan di fasyankes perujuk, terutama
untuk daerah-daerah terpencil dan rencana pelayanan
tindak-lanjutnya (follow-up care) oleh fasyankes perujuk
atas arahan tenaga ahli pemberi rujukan,
5) Melakukan monitoring dan evaluasi atas penyelenggaraan
pelayanan rujukan tenaga ahli, proses pelaksanaan dan
hasil-hasilnya baik pada kasus yang dilayani maupun
proses alih pengetahuan dan ketrampilan kepada petugas
setempat.
6) Membuat laporan pelaksanaan ke Dinas Kesehatan di
wilayahnya dengan tembusan ke Rumah Sakit atau
Instansi yang mengirim serta BPJS Kesehatan setempat.
7) Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bersangkutan mengisi
laporan Triwulan (Lampiran 5)
70
G. Rujukan Horisontal
Rujukan horisontal dapat terjadi intra fasyankes maupun dari
fasyankes lainnya setingkat. Rujukan horisontal intra fasyankes
dapat terjadi antar disiplin ilmu. Contohnya kasus gangrene pada
kaki akibat diabetes yang dirawat di SMF Penyakit Dalam, dapat
dirujuk ke SMF Bedah dalam fasyankes yang sama, dan selanjutnya
dapat dirujuk ke fasyankes tingkat pertama untuk ditindak-lanjuti
dengan perawatan secara home care. Rujukan pada kasus ini bersifat
horisontal, yang dilanjutkan dengan rujukan balik bersifat vertikal.
Contah lainnya dapat digambarkan pada pasien dengan PPOM dari RS
Kelas C di satu kabupaten/kota, dapat dirujuk ke BKPM terdekat yang
mempunyai peralatan lebih lengkap dan dokter spesialis paru, untuk
penanganan/pengobatannya. Banyak kasus lain yang memerlukan
rujukan horisontal dengan contoh-contohnya.
71
72
73
harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan
kasus mana yang harus dirujuk, sedangkan bidan/perawat hanya
akan memberikan pertolongan untuk life saving dan stabilisasi
pasien agar dapat segera dirujuk ke fasyankes yang tepat dan
terdekat untuk segera dapat ditolong.
5. Persiapan penderita.
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki lebih
dahulu. Keadaan umum ini perlu dipertahankan selama dalam
perjalanan. Untuk itu infuse maupun obat-obatan yang diperlukan
untuk itu perlu disertakan pada waktu pasien diangkut. Surat
rujukan perlu disiapkan sesuai dengan format terlampir. Seorang
paramedik perlu mendampingi penderita dalam perjalanan, untuk
menjaga keadaan umum penderita.
74
75
C. Prinsip menerima pasien gawat darurat bagi receiving
facility
1. Sama halnya dengan fasilitas pengirim, bahwa setiap kondisi
kegawat-daruratan perlu pertolongan sesegera mungkin.
2. Urusan administrasi dapat dilaksanakan setelah pertolongan
bantuan hidup (life saving) diberikan.
3. Telah mempersiapkan tenaga, tempat, peralatan, bahan dan obat,
untuk pertolongan.
4. Memberikan pelayanan segera, berupa:
a. Pemeriksaan awal, menindak-lanjuti informasi yang diberikan
melalui kontak komunikasi awal
b. Melengkapi pemeriksaan lanjutan, baik fisik dan penunjang,
untuk menegakkan diagnosis pasti dan tingkat kegawatdaruratannya
c. Membuat rencana tindakan medis dan pengobatan serta
monitoring kondisi kegawatdaruratannya
d. Memberikan layanan, berupa obat ataupun tindakan medis
sejalan dengan hasil pemeriksaan atas kasusnya
5. Sedangkan dari aspek keperawatan, selain berkolaborasi
dengan dokter yang menangani aspek medisnya, juga melakukan
pengkajian dalam aspek keperawatannya, mendiagnosis dan
merencanakan asuhan keperawatan, selanjutnya melaksanakan
tindakan keperawatan yang sejalan dengan asuhan medis,
sehingga keduanya berjalan sinergis.
6. Melakukan pemantauan dan tindakan sesuai hasilnya, sampai
batas waktu tertentu untuk menyimpulkan kemajuannya
7. Melakukan penilaian pada
menyimpulkan bahwa:
waktu
yang
ditetapkan,
dan
76
A. PENCATATAN
1. Yang diuraikan dalam buku pedoman ini adalah pencatatan
yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan dalam sistem
rujukan pasien, sehingga format-format pencatatan di fasyankes
bersangkutan secara lengkap tidak akan dijelaskan disini, dan
data yang berhubungan dengan pengiriman dan penerimaan
pasien rujukan maupun rujukan balik dicatat pada kolom-kolom
yang disediakan untuk kepentingan pencatatan aktivitas masingmasing dalam proses
rujukan, sebagaimana terlampir.
2. Kolom-kolom dalam register pasien rujukan seharusnya dapat
mencakup selengkap mungkin informasi yang perlu dicatat sebagai
dokumentasi, baik sebagai format pencatatan manual maupun
dalam bentuk soft copy bagi yang telah memiliki perangkatnya.
Dengan model pencatatan demikian diaharapkan disetiap
fasyankes yang telah memiliki perangkat sistem informasi, akan
mempunyai dua arsip pencatatan pasien rujukan di fasyankes,
sebagaimana tertulis dalam lampiran tentang register pengiriman/
penerimaan rujukan/rujukan balik pasien di fasyankes, tanpa
membedakan tingkat fasyankesnya. Untuk lebih melengkapi data
yang diperlukan di masing-masing fasyankes, diberi kelonggaran
untuk menambahkan kolom-kolom yang diperlukan fasyankes
bersangkutan, sementara pencatatan dalam lembar status pasien
harus dibuat selengkap mungkin., yang disesuaikan dengan
tingkat fasyankes dalam pelayanan (tingkat I, II, III)
3. Pengisian kolom-kolom dalam register rujukan pasien sedapat
mungkin mudah diisi, proses pencatatan diupayakan tidak
harus banyak menulis, dan setiap pelayanan harus segera
didokumentasikan, baik dalam buku register maupun bentuk soft
77
copynya, sejak fasyankes penerima rujukan menerima kepastian
bahwa ada pasien yang sudah akan dirujuk dari fasyankes
perujuk.
4. Informasi tentang pengiriman pasien dari fasyankes perujuk segera
dicatat di kolom yang ditentukan dalam register rujukan, dan
akan menjadi peringatan bagi fasyankes rujukan, terutama bila
pasien yang dirujuk adalah pasien emergensi, sehingga fasyankes
rujukan harus siap siaga apabila dihubungi pendamping pasien
di perjalanan, ketika meminta konsultasi dalam penanganan
pasien di perjalanan, apabila terjadi masalah/kedaruratan yang
memerlukan tindakan. Proses rujukan dapat berjalan dengan
baik, selain harus didukung dengan pelayanan yang baik dan
segera, juga harus didukung kepatuhan petugas mencatat data
pelayanan secara teratur, segera dan tidak menunda untuk setiap
pasien yang dilayani.
5. Sementara untuk pasien rujukan balik, pencatatan dalam register
rujukan balik pasien selain akan menjadi arsip data pasien yang
dirujuk balik, maka informasi yang diberikan kepada fasyankes
perujuk semula akan menjadi informasi untuk telusur pasien
dalam upaya tindak-lanjut pelayanan pasien secara komprehensif.,
dan kemungkinan pasien hilang dalam rujukan akan dapat
diketahui dan diberitahukan kepada fasyankes perujuk ataupun
fasyankes perujuk balik.
6. Tanpa membedakan tingkat fasyankes perseorangan (Tingkat
Pertama, Tingkat Dua, Tingkat Tiga) yang melayani pasien
rujukan, maka register rujukan akan terdiri atas:
a. Register Pengiriman Rujukan Pasien
b. Register Penerimaan Rujukan Pasien
c. Register Pengiriman Rujukan Balik Pasien
d. Register Penerimaan Rujukan Balik Pasien
7. Kolom-kolom dalam register rujukan tersebut diatas dapat dilihat
dalam format lampiran register pasien rujukan, dan semua
informasi penting yang berhubungan dengan proses mengirimkan
dan penerimaan rujukan ataupun rujukan balik harus tercatat
dalam buku register berikut soft copy sesuai tempat pelayaannya
dalam sistem rujukan, sedangkan setiap data yang diperoleh, baik
data tindakan/pelayanan yang sudah dilaksanakan dan follow-
78
79
12. Khusus untuk DoA (Death on arrival) kelak akan dievaluasi
hubungannya dengan proses kecepatan dan ketepatan melakukan
rujukan, untuk tujuan perbaikan sistem rujukan. Data juga
akan digunakan untuk cost-effective analysis, terutama oleh
BPJS Kesehatan, yang dalam periode tahun yang ditetapkan
akan menjadi penyelenggara jaminan sosial dalam kaitan ini
untuk Kesehatan, untuk menilai efektifitas pelayanan pasien
dalam sistem penyelenggaraan pelayanan yang dimilikinya, dan
selanjutnya akan diperbaiki dari waktu ke waktu.
B. PELAPORAN
1. Secara rutin per triwulan setiap fasilitas pelayanan Kesehatan
melaporkan kasus rujukan kepada Dinas Kesehatan setempat
sesuai dengan stratanya. Laporan yang diharapkan adalah sesuai
dengan yang terdapat pada lampiran. Alur pelaporan dapat dilihat
pada bagan 4 berikut ini.
2. Yang juga penting dalam penyelenggaraan sistem rujukan, adalah
berbagi (sharing) informasi tentang pelayanan dan informasi
tentang penyakit yang dilayani di fasyankes sebagai data daerah
untuk kepentingan semua pihak, walaupun sifatnya bukan
laporan.
3. Dinas
Kesehatan
Kabupaten/kota
harus
mempunyai
data
80
Dinkes
kota/kabupaten
setempat
FPK tingkat
kedua
Dinkes
provinsi sempat
FPK tingkat
ketiga
Kemenkes
Dinkes
provinsi sempat
Kemenkes
Kemenkes
81
82
83
Manfaat dari monev ini adalah diperolehnya informasi tentang
gambaran proses manajemen serta penilaian kinerja program
pembangunan Kesehatan serta bagaimana cara mengatasinya, agar
dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi, penggunaan sumber daya
yang tersedia.
Monitoring dan evaluasi diarahkan untuk:
1. Meningkatkan mutu, akses dan kelangsungan
Kesehatan serta keselamatan pasien.
pelayanan
84
85
dan arahan kepada fasyankes perujuk dalam menangani
kasus prarujukan baik di fasyankes maupun dalam
perjalanan rujukan, serta menangani kasus rujukan
dalam batas-batas kewenangannya, dan bilamana perlu
dapat mempersiapkan pasien untuk dirujuk ke fasyankes
yang lebih mampu di , pasien yang datang atas rujukan
dari fasyankes perujuk, pasien yang datang dari fasyankes
perujuk dan kemudian perlu secepatnya dirujuk, serta
pasien yang dirujuk balik dari fasyankes rujukan kembali
ke fasyankes perujuk. Pelayanan diharapkan dapat
dilaksanakan secara komprehensif, cepat, tepat dan
berhasil mengatasi masalah Kesehatannya.
c. Mengarahkan para pelaksana pelayanan mematuhi
batas-batas kewenangan yang diperbolehkan sesuai
dengan kompetensi yang harus dikuasai sebagai pemberi
layanan Kesehatan perseorangan di tingkatnya,
d. Mengarahkan semua penyelenggara pelayanan Kesehatan
perseorangan mematuhi langkah-langkah pelaksanaan
rujukan kasus yang memerlukan pelayanan di fasyankes
yang lebih mampu sesuai ketentuan, mempersiapkan
dukungan
ketersediaan
Sumber
daya
untuk
penyelenggaraan pelayanan rujukan, sesuai kebutuhan
baik ketersediaan tenaga-tenaga Kesehatan yang
kompeten dan berwenang menyelenggarakan pelayanan,
maupun ketersediaan sarana, pra sarana, peralatan serta
dukungan pembiayaannya.
e. Meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan perseorangan
baik dalam aspek teknis (technical quality of the outcome)
maupun aspek fungsional pelayanan (functional quality
of the process), dalam upaya menumbuhkan kepercayaan
publik atas kualitas pelayanan yang dapat memberikan
hasil yang baik serta layanan yang memuaskan, di semua
lini penyelenggaraan pelayanan, mulai dari fasyankes
tingkat pertama, kedua dan ketiga,
f.
86
HAL
Pengertian
PENJELASAN
Monitoring merupakan proses pengumpulan dan
analisis informasi mengenai pelaksanaan sistem
rujukan secara terus-menerus, melibatkan apakah
sistem rujukan telah dilaksanakan sesuai rencana
dan bagaimana pelaksanaannya, sehingga masalah
dapat selalu ditemukan, didiskusikan dan dipecahkan
bersama.
87
NO
HAL
PENJELASAN
Tanggung jawab
1.
2.
3.
Bahan
1.
2.
Parameter kualitatif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Efisiensi
Efektifitas
Aksesibilitas
Ketepatan
Responsivitas
Hubungan interpersonal yang baik
Parameter
kuantitatif
1.
2.
3.
Volume atau jumlah kasus yang dirujuk
Outcome atau luaran dari rujukan
Masalah yang mendasari rujukan dan pelayanan
4.
88
2. Evaluasi dilaksanakan:
a. Sama dengan diatas, dilaksanakan pada akhir tahun
b. Disimpulkan pelaksanaannya, mencakup proses secara
keseluruhannya, hasil-hasilnya, masalah, kendala, dan
rancangan upaya perbaikannya di masing-masing titik
penyelenggaraan, langkah-langkah pelaksanaannya
c. Pembiayaan dan kelangsungan dari pengiriman pembiayaan
nya
89
90
91
DAFTAR PUSTAKA
Pusat
Kajian
92
93
b. Pelayanan dapat diselenggarakan
di dalam gedung
puskesmas serta jejaring fasilitas pelayanan puskesmas,
seperti Posyandu dan fasilitas yang disediakan masyarakat
(UKBM), seperti poskesdes, posyandu, Pos UKK, Posbindu,
dan lainnya, dengan pelayanan yang diberikan berupa:
1) Pemeriksaan Kesehatan dan konsultasi Kesehatan
2) Pelayanan pengobatan umum
3) Pelayanan gigi termasuk cabut, tambal, scalling
4) Penanganan gawat darurat
5) Pelayanan gizi kurang/buruk
6) Tindakan medis/operasi kecil
7) Pelayanan imunisasi wajib bagi bayi dan WUS
8) Asuhan keperawatan pada target sasaran individu dalam
kontek keluarga, dalam rangka berkolaborasi dengan
dokter/dokter gigi
9) Pelayanan Kesehatan ibu dan anak dan Keluarga
Berencana
(alat kontrasepsi
bagi keluarga miskin
disediakan BKKBN), termasuk penanganan efek samping
dan komplikasi
10) Pelayanan
lainnya
laboratorium
dan
penunjang
diagnostik
94
milik
95
a. Pertolongan persalinan normal
b. Pertolongan persalinan pervaginam dengan penyulit (puskesmas
dengan fasilitas dan mampu PONED)
c. Pelayanan gawat darurat persalinan
d. Perawatan Nifas (Ibu dan neonatus)
e. Pemeriksaan laboratorium dan penunjang diagnostik lain
f.
Pemberian obat
96
97
LAMPIRAN 2
Formulir 1. Surat Rujukan Pasien
FORM RUJUKAN
Nama Saryankes:
Dirujuk oleh:
Nama:
Initiating facility:
Nama & alamat
Tanggal merujuk:
EMERGENCY / rawat jalan
Komunikasi telepon
YA
TIDAK
Asli/copy
Jabatan:
No telp:
No fax:
Fasilitas Kesehatan
yang dituju:
Nama & alamat
Nama pasien
No.identitas
Usia:
Jenis Kelamin:
Alamat pasien
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Terapi diberikan
Alasan merujuk
Dokumen yang
disertakan
Tanda tangan:
Catatan untuk receiving facility: setelah member pelayanan kepada pasien mohon
mengisi form
rujukan balik berikut ini dan kirimkan kembali bersama pasien atau dikirim melalui
surat/fax.
98
P
Rujukan balik
Nama fasilitas
Kesehatan :
Dibalas oleh:
(orang yang mengisi
form ini)
No telp:
No fax:
Nama:
Tanggal:
Jabatan:
Spesialisasi:
Initiating facility:
Nama & alamat
Nama pasien
No.identitas
Usia:
Jenis Kelamin:
Alamat pasien
Pasien ini diterima
oleh:
(nama dan
spesialisasi)
Pada tanggal:
Anamnesis
Hasil penemuan
khusus
Diagnosis
Terapi/operasi
Obat yang diresepkan
Mohon diteruskan
dengan:
(obat, resep, tindak
lanjut, perawatan)
Dirujuk balik kepada:
Pada tanggal:
Nama:
Tanda tangan:
101
LAMPIRAN 4
Formulir 3. Surat Rujukan Pemeriksaan Penunjang
102
103
104
NAMA
No
LAMPIRAN 6
KELUARGA
PENDAMPING
ALAMAT
5
6
7
8
9
KONDISI
PASIEN
10
11
12
13
PENDAMPINGAN
(+/-)
(+/-)
TANGGAL LAHIR
DIAGNOSIS SAAT RUJUKAN
(KODE)
INFORMED CONCENT
EMG
NON EMG
ALAT EMERGENSI
14 15
WAKTU RUJUKAN
FASYANKES TUJUAN RUJUKAN
16
KETERANGAN
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
105
No
NAMA
KELUARGA
PENDAMPING
LAMPIRAN 7
ALAMAT
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
PENDAMPINGAN
& TINDAKAN (+/-)
15
16
DITERIMA
DI
17
TANGGAL LAHIR
FASYANKES PERUJUK
INFORMASI PRA RUJUKAN (+/-)
WAKTU KEDATANGAN
RESUME KONDISI PASIEN (+/-)
DIAGNOSIS DI FASYANKES PERUJUK
KONDISI PASIEN EMERGENSI (+/-)
TENAGA KOMPETEN
ALAT EMERGENSI
TINDASKAN EMERGENSI
KLINIK
IGD
18
19
INFORMED CONCENT
20
21
22
DILAYANI SBG
PASIEN
RAWAT INAP
RAWAT JALAN
RUJUK BALIK
23
KETERANGAN
106
NAMA
No
LAMPIRAN 8
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
6
7
10
11
12
13
14
15
16
PASIEN
DIRUJUK BALIK
DARI
17
18
19
SARAN TINDAK
LANJUT
FASYANKES PERUJUK
INFORMED CONCENT
INFORMASI PRA RUJUK BALIK (+/-)
DIAGNOSIS AKHIR
DI FASYANKES RUJUKAN
ADA RESUME PEMERIKSAAN, TINDAKAN/
THERAPI
WAKTU PASIEN DIRUJUK BALIK
KLINIK KEDATANGAN
PASCA YANKES RAWAT JALAN
PASCA YANKES RAWAT INAP
RAWAT INAP DI FASYANKES
PERUJUK
RAWAT JALAN DI FASYANKES
PERUJUK
DIRUJUK ULANG TANGGAL
20
KETERANGAN
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
107
No
NAMA
LAMPIRAN 9
ALAMAT
TANGGAL LAHIR
FASYANKES PERUJUK BALIK
6
7
PASIEN
DIRUJUK
BALIK DARI
KONDISI
PASIEN
RUJUKAN
BALIK
9
14
SARAN UNTUK
TINDAK LANJUT
PASIEN
16
KETERANGAN
LAMPIRAN 10
RSU Kelas A /
Khusus
RSU Provinsi/Swasta
Di Ibu kotaProvinsi
BLKM
RS Jiwa
RS Khusus
BKMM
KKP
Polindesa/Poskesdes/
Pustu
Klinik RB / Bidan
Ketrangan:
Ketentuan Khusus:
* Untuk pasien gawat darurat, kasus Kejadian Luar Biasa (KLB), dan
keadaan geografis sesuai pemetaan wilayah rujukan, disesuaikan dengan
sarana pelayanan Kesehatan yang lebih mampu dan terdekat.
Gambar 1 - Bagan Alur Rujukan
108
Pasien membutuhkan
pemeriksaan penunjang
Apakah Pemeriksaan
dapat dilakukan?
Ya
Pemeriksaan penunjang
dilaksanakan ditempat
tidak
tidak
Pasien dan dokumen terkait
dipersiapkan untuk dirujuk ke
fasilitas pemeriksaan penunjang
yang lebih mampu
Ya
a
Bahan pemeriksaan
diambil dan disiapkan
untuk dikirim/dirujuk ke
fasilitas pemeriksaan
penunjang yang lebih
mampu
109
LAMPIRAN 12
Alur rujukan pengetahuan atau tenaga ahli
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(FASYANKES) tingkat pertama
atau dua
Dinas Kesehatan
(Dinkes) Kota/
Kabupaten/Provinsi
FASYANKES
tingkat dua atau
ketiga
Melakukan koordinasi
dengan FASYANKES
tingkat dua atau
ketiga untuk menilai
ketersediaan sumber
daya
Melakukan
koordinasi
internal untuk
mengakomodasi
kebutuhan sesuai
dengan permintaan
dari Dinkes
Mempersiapkan:
Penerimaan Tim dokter
spesialis/Tim Ahli
Agenda kegiatan pelayanan
dan pelaksanaan rujukan ahli,
Akomodasi, konsumsi dan
honor atau insentif lainnya
sesuai peraturan serta model
pembiayaan yang berlaku.
Target sasaran (petugas
Kesehatan dan masyarakat)
penerima manfaat rujukan
pengetahuan dan pelayanan
dengan memberikan informasi
tentang pelaksanaan kegiatan.
Membuat surat
resmi permintaan
tenaga ahli kepada
FASYANKES yang
memiliki sumber daya
Memberi jawaban
tertulis kepada
Dinkes mengenai
ketersediaan dan
kesediaan sumber
daya yang diminta
Mengirimkan
tenaga ahli /stafnya untuk pergi ke
FASYANKES tingkat
pertama/dua yang
membutuhkan
bantuan
110
111
Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3447);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1995 tentang
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3609);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 8737);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 657/Menkes/Per/
VIII/2009 tentang Pengiriman dan Penggunaan Spesimen
Klinik, Materi Biologik dan Muatan Informasinya;
112
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI Kesehatan TENTANG SISTEM
RUJUKAN PELAYANAN Kesehatan PERORANGAN.
113
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, atau masyarakat.
2. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah
Kesehatannya untuk memperoleh pelayanan Kesehatan yang
diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung di sarana
pelayanan Kesehatan.
3. Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan
Persatuan Dokter Gigi Indonesia untuk dokter gigi.
BAB II
PELAYANAN Kesehatan PERORANGAN
Pasal 2
(1) Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
a. Pelayanan Kesehatan tingkat pertama;
b. Pelayanan Kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga.
114
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
(5) Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c merupakan pelayanan Kesehatan sub spesialistik yang
dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi Kesehatan sub spesialistik.
BAB III
SISTEM RUJUKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 3
Sistem Rujukan pelayanan Kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanan Kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan Kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horisontal.
115
Pasal 4
(1) Pelayanan Kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai
kebutuhan medis dimulai dari pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(2) Pelayanan Kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas
rujukan dari pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(3) Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan Kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
(4) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/
atau dokter gigi pemberi pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan
permasalahan Kesehatan pasien, dan pertimbangan geografis.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 5
(1) Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta
jaminan Kesehatan atau asuransi Kesehatan sosial dan pemberi
pelayanan Kesehatan.
(2) Peserta asuransi Kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti
pelayanan Kesehatan yang berjenjang.
(3) Setiap orang yang bukan peserta jaminan Kesehatan atau asuransi
Kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengikuti sistem rujukan.
116
Bagian Kedua
Tata Cara Rujukan
Paragraf Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horisontal.
(2) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
rujukan antar pelayanan Kesehatan yang berbeda tingkatan.
(3) Rujukan horisontal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
rujukan antar pelayanan Kesehatan dalam satu tingkatan.
(4) Rujukan vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi atau sebaliknya.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 8
Rujukan horisontal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilakukan
apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan Kesehatan sesuai
117
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/
atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
Pasal 9
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dilakukan apabila:
a
118
Pasal 11
(1) Setiap pemberi pelayanan Kesehatan berkewajiban merujuk pasien
bila keadaan penyakit atau permasalahan Kesehatan memerlukannya,
kecuali dengan alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien
atau keluarganya.
(2) Alasan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pasien tidak
dapat ditransportasikan atas alasan medis, sumber daya, atau geografis.
Pasal 12
(1) Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari pasien dan/atau
keluarganya.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
pasien dan/atau keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga
Kesehatan yang berwenang.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
119
a. melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b. melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan
pasien gawat darurat; dan
c. membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada
penerima rujukan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 14
Dalam komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b,
penerima rujukan berkewajiban:
a. menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana
serta kompetensi dan ketersediaan tenaga Kesehatan ; dan
b. memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
Pasal 15
Surat pengantar rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c
sekurang-kurangnya memuat:
a. identitas pasien;
b. hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan;
c. diagnosis kerja;
d. terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e. tujuan rujukan; dan
f. nama dan tanda tangan tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan.
120
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 17
(1) Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh
penerima rujukan.
(2) Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan
Kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan
(3) Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai
perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan
Bagian Ketiga
Pembiayaan
Pasal 18
(1) Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku
pada asuransi Kesehatan atau jaminan Kesehatan.
(2) Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi
Kesehatan atau jaminan Kesehatan menjadi tanggung jawab pasien
dan/atau keluarganya.
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
121
BAB IV
MONITORING, EVALUASI, PENCATATAN DAN
PELAPORAN
Pasal 19
(1) Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Kementerian Kesehatan,
dinas Kesehatan provinsi, dinas Kesehatan kabupaten/kota dan
organisasi profesi.
(2) Pencatatan dan Pelaporan dilakukan oleh perujuk maupun penerima
rujukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 20
(1) Kepala dinas Kesehatan kabupaten/kota dan organisasi profesi
bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada
pelayanan Kesehatan tingkat pertama.
(2) Kepala dinas Kesehatan provinsi dan organisasi profesi bertanggung
jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan
Kesehatan tingkat kedua.
(3) Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan
pada pelayanan Kesehatan tingkat ketiga.
(4) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Menteri, kepala
dinas Kesehatan provinsi dan kepala dinas Kesehatan kabupaten/
122
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
Seluruh pemberi pelayanan Kesehatan pada semua tingkat harus
menyesuaikan dengan peraturan ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung
sejak tanggal ditetapkan.
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 032/Birhup/1972 tentang Referal Sistem dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Pedoman Sistem Rujukan Nasional
123
Pasal 23
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengudangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Januari 2012
MENTERI Kesehatan,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 122
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN Kesehatan RI
Kepala Biro Hukum dan Organisasi,
Arsil Rusli
124