Anda di halaman 1dari 16

TENGGELAM

I. PENDAHULUAN

Tenggelam merupakan suatu proses yang menghasilkan kegagalan


respirasi akibat dari terbenamnya, sebagian atau seluruh bagian tubuh dalam
media cair. Meskipun tenggelam biasanya terjadi bila seluruh tubuh terendam
dalam air namun tenggelam juga dapat terjadi ketika hanya hidung dan mulut
yang tertutup cairan. 1,2,3

Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara


langsung berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang
epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban
biasanya bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja,
yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan.
Untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena
tenggelam. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan
peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau
besi, baru kemudian terjun ke air.2

II. INSIDENSI

Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia akiba


ttenggelam. Di Amerika Serikat dilaporkan kejadian tenggelam akibat kecelakaan
mencapai 3.443 orang dan kematian akibat tenggelam dari perahu mencapai 496
orang. Kecelakaan akibat tengggelam menduduki peringkat keenam penyebab
kematian terbanyak pada segala usia dan peringkat kedua penyebab kematian
pada anak-anak usia 1-14 tahun, setelah kecelakaan lalu lintas. Rata-rata kejadian
tenggelam adalah 10 kematian perhari. Empat puluh persen dari kejadian
tenggelam terjadi di musim panas. Kejadian tenggelam lebih banyak di daerah
jarang penduduk, daerah selatan dan barat Amerika Serikat. Di Kalifornia,
Arizona dan Florida, tenggelam merupakan penyebab utama kematiana karena
kecelakaan.4

1
Pada tahun 2008, US Livesaving Association mealporkan lebih dari 70.000
selamat dari kecelakaan akibat tenggelam di pantai. Kejadian tenggelam memiliki
prevalensi yang sama antara laki-laki dan perempuan namun laki-laki memiliki
tingkat 3 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan disebakan karena kecerobohan
dan penggunaan alkohol. Di Indonesia data kejadian tenggelam belum ada.4

III. PENYEBAB

Di bawah ini beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang tenggelam 4 :

Kematian di bak mandi (bathtub drowning) biasanya terjadi pada anak-


anak di bawah usia 1 tahun. Kebanyakan korban tenggelam dalam jangka
waktu kurang dari 5 menit. Kematian jenis ini biasanya dicurigai karena
kekerasan pada anak-anak.
Pada anak-anak usia prasekolah, tenggelam pada umumnya terjadi di
kolam renang di sekitar rumah.
Pada usia dewasa, kasus tenggelam kebanyakan ditemukan di kolam,
danau, sungai atau lautan. Korban pada kasus tenggelam ini biasanya
terjadi fraktur servikal dan trauma kepala, diakibatkan berenang dengan
kedalaman yang dangkal atau banyak bebatuan dan bahaya lainnya. Selain
itu, alkohol dan obat-obatan juga merupakan salah satu faktor pada banyak
kasus. Di Australia dan Kanada menunjukkan bahwa 30-50 % usia dewasa
yang tenggelam ditemukan konsentrasi alkohol yang cukup tinggi dalam
darah mereka.
Disebabkan karena suatu penyakit yang terjadi pada semua umur, seperti
Seizure, Infark Miokard, arthritis, Parkinson dan penyakit neuromuscular
lainnya, depresi/ bunuh diri, kecemasan atau gangguan panik, diabetes
atau hipoglikemia.
Kecelakaan pada olahraga di air, misalnya penggunaan kapal boat dalam
keadaan mabuk, fraktur servikal dan trauma kepala yang dihubungkan
dengan berselancar, dan permainan jet, scuba diving dan kecelakaan
lainnya.

2
IV. PATOMEKANISME

Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah asfiksia,


mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam adalah karena
refleks vagal dan spasme laring. Adanya mekanisme kematian yang berbeda-beda
pada tenggelam akan memberi warna pada pemeriksaan laboratorium. 2 Beberapa
patomekanisme kasus tenggelam4,5,6,7:

a. Pada saat tenggelam, seseorang akan berusaha mempertahankan napasnya


hingga suatu keadaan tertentu. Ketika kadar oksigen dalam darah sangat rendah
dan kadar karbon dioksida sangat tinggi, akibatnya korban menghirup sejumlah
besar volume air. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air akan
mengakibatkan hipoksia serebral dan akan menyebabkan terjadinya kematian.

b. Stimulasi vagal yang menyebabkan inhibisi jantung atau akibat spasme


laring. Hal ini biasanya disebabkan karena masuknya air atau benda asing yang
secara tiba-tiba atau karena tenggelam di air yang sangat dingin (< 20oC atau
68oF). Obstruksi saluran pernapasan akan mengakibatkan terjadinya hipoksia
dan asidosis yang keduanya dapat menyebabkan kematian. Pada refleks vagal
dapat menyebabkan terjadinya disaritmia yang menyebakan asistole dan
fibrilasi ventrikel.

c. Kerusakan pada surfaktan alveoli, terutama diakibatkan perbedaan


konsentrasi air dengan darah. Hal ini dapat mengakibatkan barotraumas
pulmoner, kerusakan mekanis paru, pneumonitis, dan dapat menyebabkan
kematian jika terjadi kegagalan multi sistem organ.

V. KLASIFIKASI

Secara morfologi tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet (typikal)


drowning , dry (atypical) drowning serta secondary (near) drowning. Pada wet
drowning, ciri klasik tenggelam dapat ditemukan, sementara pada atypical
drowning, hanya sedikit atau tidak terdapat adanya ciri tersebut. Pada kasus ini,
kematian ditimbulkan akibat stimulasi vagal (inhibisi jantung) atau spasme laring
akibat perendaman. Pada secondary drowning, korban dapat bertahan hidup
selama satu jam hingga beberapa minggu setelah tenggelam sebelum akhirnya

3
mengalami kematian. Tipe ini biasanya berhubungan dengan asidosis metabolic,
edema pulmonal atau pnemonitis kimia.1,3,8

V.1. WET (TYPICAL) DROWNING

Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah


korban tenggelam. Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi
awal yang dilakukan ialah mempertahankan nafasnya. Hal ini berlanjut hingga
tercapainya batas kesanggupan, dimana orang itu harus kembali menarik nafas
kembali. Batas kesanggupan tubuh ini ditentukan oleh kombinasi tingginya
konsentrasi karbondioksida dan konsentrasi rendah oksigen di mana oksigen
dalam tubuh banyak digunakan dalam sel. Menurut Pearn, batas ini tercapai ketika
kadar PC02berada di bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang hypoxia, dan
ketika kadar Pa02 di bawah 100 mmHg ketika PC02 cukup tinggi. Ketika
mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah besar
volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam
lambung. Selama pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah
dan selanjutnya terjadi aspirasi terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-
engah di dalam air ini akan terus berlanjut hingga beberapa menit, sampai
akhirnya respirasi terhenti. Hipoksia serebral akan semakin buruk hingga tahap
irreversibel dan terjadilah kematian. 5,6

Namun demikian, mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan hanya


sekedar masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan, akan tetapi merupakan hal
yang cukup kompleks, mekanisme tenggelam dalam air asin, berbeda dengan
tenggelam dalam air tawar.2

Tenggelam di Air Tawar

Pada keadaan air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar
terjadi absorbsi cairan masif ke dalam membran alveolus, karena konsentrasi
elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka
akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan
mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis). Akibat terjadi perubahan

4
biokimiawi yang serius yaitu pengenceran darah yang terjadi, tubuh berusaha
mengkompensasinya dengan melepaskan ion Kalium dari serabut otot jantung
sehingga kadar ion dalam plasma meningkat, akibatnya terjadi perubahan
keseimbangan ion K dan Ca dalam serabut otot jantung sehingga terjadi anoksia
yang hebat pada myocardium dan mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel dan
penurunan tekanan darah, jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan
lemah yang kemudian menimbulkan kematian akibat anoksia otak hebat, ini yang
menerangkan mengapa kematian dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa
menit.2,3

Tenggelam di Air Asin

Konsentrasi elektrolit dalam air asin lebih tinggi dibandingkan dalam


darah, sehingga air akan ditarik keluar sampai sekitar 42% dari sirkulasi pulmonal
ke dalam jaringan interstitial paru, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya udem
pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Pertukaran elektrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan
meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma. Fibrilasi
ventrikel tidak terjadi, Hemokonsentrasi akan mengakibatkan terjadinya anoksia
pada myocardium dan disertai peningkatan viskositas darah sehingga sirkulasi
menjadi lambat, tekanan sistolik akan menetap dalam beberapa menit dan
menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian dapat terjadi dalam waktu 5-8
menit setelah tenggelam.2,3

V.2 ATIPICAL DROWNING

Insidens atypical drowning dilaporkan sebanyak 10-15% dari seluruh


kasus tenggelam. Mekanismenya dapat terjadi akibat stimulasi vagal
6,9
menyebabkan inhibisi jantung atau akibat spasme laring.

Menurut teori ketika sejumlah air yang sedikit masuk dalam laring atau
trakea maka terjadi spasme laring secara tiba-tiba yang dimediasi sebagai refleks
vagal. Mukus yang kental, berbusa dan berbuih dapat terjadi, hingga menciptakan
suatu perangkap fisik yang menyumbat jalan nafas.5,6

5
Secara normal saat bernapas diafragma berkontraksi dan menyebabkan paru-paru
mengembang, mekanisme ini menyebabkan udara masuk ke dalam paru-paru
karena tekanan negatif yang terbentuk. Ketika air atau benda asing lainnya
teraspirasi maka terjadi spasme laring yang menyebabkan udara tidak dapat
masuk ke dalam paru. Sedangkan saat itu paru sedang dalam kondisi
mengembang, otot diafragma berkontraksi sehingga tekanan negatif tetap ada di
paru. Usaha korban untuk mendapatkan udara masuk dilakukan dengan
menghirup udara dengan lebih kuat, tetapi hal ini hanya menambah tekanan
negatif dalam paru. Obstruksi aliran masuk oksigen menyebabkan hipoksia dan
obstruksi dari aliran keluar karbondioksida menyebabkan asidosis yang keduanya
menyebabkan kematian. Tekanan negatif yang muncul menyebabkan tertariknya
cairan dari pembuluh darah ke dalam paru sehingga menyebabkan edema paru dan
pasien tenggelam karena cairan tubuhnya sendiri. Pada saat yang sama, sistem
saraf simpatik merespon kondisi spasme pada laring. Sistem ini menyebabkan
vasokonstriksi yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang akhirnya
mempeburuk proses edema paru yang sudah ada. 6

Sumbat fisik dan spasme laring tidak dapat ditemukan pada saat otopsi
karena pada kematian terjadi relaksasi otot-otot laring, sehingga hal tersebut
hanyalah sebuah hipotesis dan belum dapat dibuktikan. Namun demikian,
penelitian Pesarri menggunakan anjing yang dianestesi menemukan bahwa,
injeksi larutan nonisosmolar pada saluran napas bagian bawah dapat memicu
timbulnya reflex vagal ini.5,10

Tenggelam secara tiba-tiba di air yang sangat dingin (< 20oC atau 68oF)
juga dapat memicu refleks vagal yang menginduksi disaritmia yang menyebabkan
asistol dan fibrilasi ventrikel sehingga menyebabkan kematian. Umumnya korban
berusia muda dan mengkonsumsi alkohol. Reflek ini dapat juga timbul pada
korban yang masuk ke air dengan kaki terlebih dahulu (duck diving) yang
menyebabkan air masuk ke hidung, atau teknik menyelam yang salah dengan
masuk air dalam posisi horizontal sehingga menekan perut. Tidak akan ditemukan
tanda-tanda khas dari tenggelam. Diagnosis ditegakkan dengan menelusuri
riwayat korban sebelum meninggal. 6,9,7

6
V.3 NEAR DROWNING

Near Drowning adalah suatu keadaan dimana muncul gejala beberapa hari
setelah korban tenggelam diselamatkan dan korban meninggal akibat komplikasi
akibat kegagalan multiorgan.7-9

Air tawar bersifat relatif hipotonik dibandingkan plasma darah dan


menyebabkan kerusakan pada surfaktan di alveoli. Air asin, yang bersifat relatif
hipertonik dibandingkan plasma, meningkatkan gradien osmotik dan oleh karena
itu menarik cairan masuk ke alveoli dan menyebabkan dilusi surfaktan (surfactant
washout). Selain gangguan pada surfaktan, gangguan respirasi pada korban near
drowning juga dapat diakibatkan oleh barotrauma pulmoner, kerusakan mekanis
paru-paru akibat usaharesusitasi, pneumonitis akibat benda asing (pasir, lumpur,
rumput laut, muntahan) atau bahan kimia yang teraspirasi (terutama terjadi pada
kasus tenggelam di kolam renang yang diberi klorin atau di ember yang
mengandung produk permbersih lantai), pemberian ventilasi yang tidak adekuat,
atau apneu sekunder akibat kerusakan sistem saraf pusat. Pneumonia bakterial
merupakan komplikasi yang lebih jarang, dan biasanya terjadi pada kasus
tenggelam di air tawar yang tidak mengalir dan hangat. Kondisi korban dapat
diperburuk dengan adanya kegagalan multi sistem organ lain akibat hipoksia yang
berlangsung lama, antara lain terjadinya disseminated intravascular coagulation,
insufisiensi hepatik, insufisiensi renal, asidosis metabolik dan cedera pada sistem
gastrointestinal.4

VI. PEMERIKSAAN PADA KASUS TENGGELAM

VI. 1 PEMERIKSAAN LUAR

Diagnosis pasti penyebab kematian pada kasus tenggelam tidak dapat


ditentukan dari pemeriksaan luar, namun beberapa tanda yang ditemukan dapat
memperkuat diagnosa. Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan luar antara
lain 2,5,11:

Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5F per


menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau
6 jam.

7
Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan,
leher dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari
pembekuan OxyHb.
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap.
Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan.
Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai;
keadaan ini terjadi selama interval antara kematian somatik dan seluler,
atau merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor mortis pada
mm.erector pili. Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria
diagnostik.
Washerwoman, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan
dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan
dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini
tidak mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena mayat
lamapun bila dibuang kedalam air akan keriput juga.

Gambar 1. Gambaran jari tangan washerwoman yang disebabkan oleh


pembenaman yang lama dalam air 5

8
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass). Masuknya
cairan kedalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus,
substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan
terkocok oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Busa dapat
meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan terisi air
dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di tekan dan
dari potongan permukaan paru ketika dipoting dengan pisau.

Gambar 2. Busa halus putih yang berbentuk jamur (mush room-like mass) 8

Pada lidah ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda
bahwa korban berusah untuk hidup atau tanda sedang terjadi epilepsi,
sebagai akibat dari masuknya korban kedalam air.
Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan
reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-banda, seperti rumput
laut, dahan atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati,
berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat.
Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada
kedua kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-

9
benda disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah,
sehingga tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.

VI. 2 PEMERIKSAAN DALAM

Tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan dalam(2,10,11,12,):

Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih


dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan,
demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi
bersama benda air. Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara
makroskopis misalnya, pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain
sebagainya; sedang kan yang tampak secara mikroskopis diantaranya telur
cacing dan diatome (ganggang kersik). Pada keadaan dimana tubuh korban
sudah demikian busuknya yaitu sudah terbenam untuk ketiga kalinya, dan
baik kulit maupun organ-organ telah hancur, maka pemeriksaan diatom
diambil dari sumsum tulang panjang, dan selanjutnya dilakukan proses
yang sama.
Pleura dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik perdarahan,
perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap septum inter
alveoli, atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat kekurangan
oksigen. Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena
robeknya partisi inter alveolar, dan sering terlihat di bawah pleura; bercak
ini disebut sebagai bercak Paltauf. Bercak ini berwarna biru kemerahan
dan banyak terlihat pada bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan
anterior dan permukaan antar bagian paru-paru.
Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti. Paru-paru tampak
membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru sehingga tampak impresi
dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena pembesaran paru-paru akibat
kemasukan air, maka pada perabaan akan terasa krepitasi oleh karena air.
Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat dimana bila berat paru-
paru normal adalah 200-300gr, sekarang bisa mencapai lebih dari 1
kilogram. Namun demikian, seiring waktu dapat terjadi proses transudasi

10
cairan dari paru-paru ke rongga pleura sehingga berat paru-paru akan
berkurang dan sebaliknya terjadi peningkatan volume efusi pleura.
Emphysema aquosum atau emphysema hyroaerique yaitu paru-paru
tampak pucat dengan diselingi bercak-bercak merah di antara daerah yang
berwarna kelabu; pada pengirisan tampak banyak cairan merah kehitaman
bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang pada keadaan paru-
paru normal keluarnya cairan bercampur busa tersebut baru tampak setelah
dipijat dengan dua jari. Emphysema aquosum dijumpai pada sekitar 80 %
kasus tenggelam, dan adanya kelainan tersebut merupakan bukti yang kuat
bahwa kematian korban karena tenggelam. Mekanisme terjadinya
peristiwa ini yaitu air yang terinhalasi akan mengiritasi membran mukosa
dari saluran pernapasan dan menstimulir sekresi mukus; pergerakan
pernapasan dari udara yang ada dalam saluran pernapasan mengocok
substan tersebut sehingga terbentuk busa.

Gambar 4. Udem paru hemoragik.5


Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi jantung
kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah yang
merah gelap dan cair, tidak ada bekuan.

Bila ciri diatas tidak ditemukan pada pemeriksaan dan penyebab lain dari
kematian telah disingkirkan, maka kematian yang terjadi dapat disebabkan
oleh atypical drowning.3 Pada kasus ini tidak ada gejala khas yang dapat
menentukan secara pasti diagnosis dry drowning kecuali tidak atau hanya sedikit
cairan dalam paru. Penegakan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan luar dan dalam
serta penelusuran korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit yang

11
dideritanya. Hal yang mungkin sedikit membantu adalah menemukan adanya
tanda asfiksia pada korban seperti adanya tanda sianosis pada bibir dan jaringan
bawah kuku, pelebaran pembuluh darah mukosa konjungtiva dan kelopak mata,
tampak adanya edema paru, dapat pula cairan dalam perut tetapi hal ini dapat
mengindikasikan dry drowning atau korban sudah meninggal sebelum di dalam
air. Kasus yang termasuk dalam kategori dry drowning dalam forensik adalah
kasus tenggelam yang terjadi sesaat atau kurang dari 24 jam dari kejadian dimana
pada pemeriksaan dalam tidak atau hanya sedikit cairan yang ditemukan dalam
paru.5,6

VII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM2,3,5,8,13

Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopis misalnya,


pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan lain sebagainya; sedang kan
yang tampak secara mikroskopis diantaranya telur cacing dan diatome
(ganggang kersik). Paru-paru, hati, ginjal, dan bone marrow telah di
analisa dan kesimpulan telah diambil berdasarkan ditemukannya atau tidak
ditemukannnya organisme ini. Untuk mencari diatome, paru-paru harus
didestruksi dahulu dengan asam sulfat dan asam nitrat, kemudian
disentrifuse dan endapannya dilihat dibawah mikroskop. Saat ini
penggunaan analisa diatome cenderung digunakan pada sistem yang
tertutup seperti sumsum tulang femur atau kapsul ginjal dari tubuh yang
belum membusuk. Diagnosis pada kasus tenggelam dari analisa diatome
harusnya positif tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas 20
diatom / 100 ul lapangan pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sample
paru-paru) dan 50 diatom dari beberapa organ. Namun demikian, tes ini
memiliki keterbatasan akibat sulitnya menyingkirkan kemungkinan
kontaminasi. Diatom dapat masuk ke sirkulasi lewat saluran
gastrointestinal (misalnya lewat makanan) atau lewat saluran napas
(diatom secara normal dapat ditemukan di udara dalam jumlah kecil),
sehingga diatom yang ditemukan haruslah cocok dari sumsum tulang dan
tempat dimana tenggelam. Pemeriksaan diatom dapat merupakan bukti
yang kuat yang dapat mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang
tenggelam pada saat masih hidup atau tidak.

12
Beberapa tes telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir untuk
menentukan apakah seseorang tenggelam. Tes Gettler chloride adalah
yang paling terkenal, dimana menganalisa darah yang berasal dari sisi kiri
maupun sisi kanan jantung. Jika kadar klorida dalam darah sisi kanan
jantung lebih kurang dari sisi kiri, orang tersebut dianggap tenggelam
dalam air laut dan begitu sebaliknya jika tenggelam dalam air tawar. Tes
juga dilakukan untuk elemen lain pada darah, seperti membandingkan
grafitasi spesifik darah pada kanan dan kiri atrium. Semua tes yang telah
disebut di atas tidak pasti dan tidak mendukung dalam menyimpulkan
tenggelam.

VIII. ASPEK MEDIKOLEGAL

Secara umum, apabila ditemukan korban di dalam air, penyebab kematiannya


mungkin dapat disebabkan oleh: 11

1. Kematian sebelum badan korban berada di dalam air

Dapat disebabkan oleh penyakit, misalnya pada korban dengan penyakit


jantung koroner mengalami kematian mendadak menyebabkan dirinya
tergelincir dari jembatan atau perahu dan masuk ke dalam air.
Penyebab kematian lainnya khususnya kasus kriminal dimana korban yang
sebelumnya telah dibunuh, sengaja dibuang ke air, dengan harapan
identitas dan kausa kematian dapat disembunyikan dengan pembusukan
yang timbul.

2. Kematian saat tubuh korban berada dalam air, yang bukan disebabkan
tenggelam

Kematian akibat penyakit, misalnya korban dengan penyakit jantung


iskemik yang mendapat serangan saat berada dalam air.
Trauma yang disebabkan karena terjatuh (seperti luka akibat bentur batu,
sisi kolam renang, dermaga, jembatan, dll) atau trauma saat di dalam air
(terbentur dasar sungai, kolam atau terhanyut gelombang pasang dan
terbentur lengkungan jembatan, batu atau obstruksi lainnya) atau akibat

13
trauma oleh karena perahu atau mesin perahu, dapat pula terjadi akibat
diserang oleh hewan buas seperti hiu atau buaya.

3. Kematian yang disebabkan oleh pembenaman.

4. Kematian akibat tenggelam.

Dengan adanya berbagai kemungkinan penyebab seperti yang disebutkan


di atas, maka untuk menentukan sebab pasti kematian pada kasus tenggelam
diperlukan pemeriksaan secara cermat dan menyeluruh. Namun demikian,
diagnosa post mortem merupakan masalah yang sulit dalam bidang forensik, oleh
karena temuan yang minimal, mengandung arti ganda dan bahkan negatif.
Riwayat kejadian memegang peranan penting dalam membentuk kesimpulan
otopsi yang utuh dan logis guna kepentingan medikolegal. Diagnosa ini juga
seringkali bersifat spekulatif karena minimnya kausa kematian yang lain dan
pengetahuan akan kejadian sebenarnya. Bila tidak ditemukan apapun yang
bermakna, disarankan menuliskan sesuai dengan tenggelam pada kesimpulan
visum et repertum atau mengakui bahwa penyebab kematian tidak dapat
ditentukan.

IX. KESIMPULAN

Tenggelam merupakan suatu proses yang menghasilkan kegagalan


respirasi akibat dari terbenamnya, sebagian atau seluruh bagian tubuh dalam
media cairan. Secara morfologi tenggelam dapat diklasifikasikan menjadi wet
(typikal) drowning, dry (atypical) drowning serta secondary (near)
drowning. Pada wet drowning, ciri klasik tenggelam dapat ditemukan, sementara
pada atypical drowning, hanya sedikit atau tidak terdapat adanya ciri tersebut,
mekanismenya dapat terjadi akibat stimulasi vagal menyebabkan inhibisi jantung
atau akibat spasme laring. Near Drowning adalah suatu keadaan dimana muncul
gejala beberapa hari setelah korban tenggelam diselamatkan dan korban
meninggal akibat komplikasi akibat kegagalan multiorgan. Pada pemeriksaan
kasus tenggelam khususnya pad wet drowning dapat ditemukan tanda-tanda antara
lain bercak-bercak paltauf, edema dan kongesti paru-paru hebat, emphysema
aquosum atau emphysema hyroaerique, serta ditemu kannya diatom pada paru-

14
paru, hati, ginjal, dan susmsum tulang. Bila ciri ini tidak ditemukan pada
pemeriksaan dan penyebab lain dari kematian telah disingkirkan, maka kematian
yang terjadi dapat disebabkan oleh atypical drowning.
Dengan adanya berbagai kemungkinan penyebab kematian pada kasus
tenggelam, maka untuk menentukan sebab pasti kematian diperlukan pemeriksaan
secara cermat dan menyeluruh. Bila tidak ditemukan apapun yang bermakna,
disarankan menuliskan sesuai dengan tenggelam pada kesimpulan visum et
repertum atau mengakui bahwa penyebab kematian tidak dapat ditentukan.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Jay Dix and Robert Calaluce. Asphyxia and Drowning. Forensic Pathology.
CRC Press LLC. 2001. P 73-9.
2. Munim A. Tenggelam. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1.
Binarupa Aksara. Jakarta. 1997. Hal 178-89.
3. Howard C. Asphyxxia/Anoxic Deaths. Forensic Medicine. Chelsea House
Publishers. 2006. P 57-64.
4. Sheperd MS. Drowning. [online]. 2008 [cited 2011 Oct 16th]. Available from
URL : www.emedicine.com
5. DiMaio VJ. Death by Drowning. Forensic Pathology Second Edition. CRC
Press LLC. 2001. p 395-402.
6. Jay Dix. Asphyxxia (Suffocation) and Drowning. Color Atlas of Forensic
Pathology. CRC Press LLC. 2001. P 99-115.
7. Derrick Pounder. Injury And Death in Water. Lecture Notes in Forensic
Medicine. University of Dundee. 2004. P 32-4.
8. Bell MD. Drowning. Forensic Pathology Principles and Practice. Elsevier.
New York. p 227-37.
9. Michael Tsokos. Macroscopical, Microscopical, and Laboratory Findings in
Drowning Victims. Forensic Pathology Reviews. Humana Press. 2005. P 3-61
10. Michael T Sheaff and Deborah J Hopster. The Respiratory System. Post
Mortem Technique Handbook Second Edition. Springer. 2004. P 194.
11. Simpson CK. Immersion and Drowning. Simpsons Forensic Medicine
11st edition. Oxford University Press. London. p. 96-9.
12. Shkrum MJ and Ramsay DA. Bodies Recovered From Water. Forensic
Pathology of Trauma:Common Problems for the Pathologist. Humana Press
Inc. New Jersey. 2007. p. 243-94
13. Dounder DJ. Drowning. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine
1st edition. Elsevier. New York. p.227-32

16

Anda mungkin juga menyukai