Anda di halaman 1dari 16

Diskusi Topik F2 Skizofrenia

Stephanie Vania Embang


FK UKRIDA

A. Skizofrenia
a.Definisi Skizofrenia
1. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses
fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kamauan
dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi;
asoisasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi, afek dan emosi perilaku bizar.
2. Skizofrenia merupakan bentuk psikosa yang banyak dijumpai dimana-mana namun faktor
penyebabnya belum dapat diidentifikasi secara jelas. Kraepelin menyebut gangguan ini
sebagai demensia precox (demensia artinya kemunduran intelegensi dan precox artinya
muda/sebelum waktunya).

b. Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa teori yang dikemukakan para ahli yang menyebabkan terjadinya
skizofrenia. Teori teori tersebut antara lain:
1. Endokrin.Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium, tetapi teori
ini tidak dapat dibuktikan.
2. Metabolisme.Teori ini mengemukakan bahwa skizofrenia disebabkan karena gangguan
metabolisme karena penderita tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis,
nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan
pemberian obat halusinogenik seperti meskalin dan asam lisergik diethylamide (LSD-25).
Obat-obat tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala-gejala
skizofrenia, tetapi reversible.
3. Teori Adolf Meyer.Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada susunan saraf tetapi Meyer mengakui bahwa suatu konstitusi yang inferior atau

1
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari
kenyataan (otisme).
4. Teori Sigmund Freud.Teori Sigmund freud juga termasuk teori psikogenik. Menurut
freud, skizofrenia terdapat:
a. Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatic
b. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta
terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
c. Kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin
d. Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini
yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan
kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).

Teori tentang skizofrenia yang saat ini banyak dianut adalah sebagai berikut:
1. Genetik. Teori ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur sehingga dapat dipastikan factor genetik
turut menentukan timbulnya skizofrenia. Angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8
%, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis,
2009). Pengaruh genetik ini tidak sederhana seperti hokum Mendel, tetapi yang
diturunkan adalah potensi untuk skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri
2. Neurokimia. Hipotesis dopaminmenyatakan bahwa skizofrenia disebabkan overaktivitas
pada jaras dopamine mesolimbik. Hal ini didukung dengan temuan bahwa amfetamin
yang kerjanya meningkatkan pelepasan dopamine, dapat menginduksi psikosis yang mirip
skizofrenia dan obat anti psikotik bekerja dengan mengeblok reseptor dopamine, terutama
reseptor D2.
3. Hipotesis Perkembangan Saraf. Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan
abnormalitas struktur dan morfologi otak penderita skizofrenia antara lain berupa berat
orak rata-rata lebih kecil 6% dari normal dan ukuran anterior-anterior yang 4% lebih
2
pendek, pembesaran ventrikel otak yang nonspesifik, gangguan metabolisme di daerah
frontal dan temporal serta kelainan susunan seluler pada struktur saraf di beberapa korteks
dan subkortek. Studi neuropsikologis mengungkapkan deficit di bidang atensi, pemilihan
konseptual, fungsi eksekutif dan memori pada penderita skizofrenia.

c. Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :

1. Skizofrenia Simplek

Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi
jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.

2. Skizofrenia Hebefrenia

Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa
15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan
adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak
sekali.

3. Skizofrenia Katatonia

Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.

4. Skizofrenia Paranoid

Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir,
gangguan afek emosi dan kemauan.

5. Episode Skizofrenia akut

Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar

3
maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus
baginya.

6. Skizofrenia Residual

Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala
sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.

7. Skizofrenia Skizo Afektif

Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi
(skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh
tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

d. Manifestasi Klinik Skizofrenia


1. Gejala Primer
Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
Gangguan afek emosi
1) Terjadi kedangkalan afek-emosi
2) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect / inadekuat)
3) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
4) Emosi berlebihan
5) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
Gangguan kemauan
1) Terjadi kelemahan kemauan
2) Perilaku negativisme atas permintaan
3) Otomatisme : merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh orang lain
Gejala psikomotor
1) Stupor atau hiperkinesia, logorea dan neologisme
2) Stereotipi
3) Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
4) Echolalia dan echopraxia

4
2. Gejala Sekunder
Waham dan Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu
dari kelima pancaindra. halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum
terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi

e. Penatalaksanaan Skizofrenia

1. Terapi Somatik (Medikamentosa)

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.


Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan
pertama yang efekitif untuk mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik
yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan
Clozaril (Clozapine)

a) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol)
2. Mellaril (thioridazine)
3. Navane (thiothixene)
4. Prolixin (fluphenazine)
5. Stelazine ( trifluoperazine)
6. Thorazine ( chlorpromazine)
7. Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang
sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional

5
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsychotic.

b) Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
1. Risperdal (risperidone)
2. Seroquel (quetiapine)
3. Zyprexa (olanzopine)

c) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang
lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet, 25 dan 100 mg, 150-600mg/hariInjeksi25mg/ml
2 Haloperidol Tablet, 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg, 5-15 mg/hari Injeksi5mg/ml
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5 Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari

6
7 Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari
10 Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11 Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena
tardive dyskinesia lebih rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa
saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti
dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali
lebih lama pada Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah. Apabila penderita berhenti minum obat
karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting,
diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini
merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer
atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi
cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah
episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien
Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum

7
mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode,
atau balum sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama.
Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan
dan makin beratnya penyakit.

Efek Samping Obat-obat Antipsikotik


Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah
terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP).
Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita
harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek
samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter
dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat
antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping ini. Efek samping lain yang dapat
timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol,
protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat
dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter
biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,
sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut.
Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau
mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat.
Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek samping lain yang jarang terjadi adalah
neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat
yang juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-
gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

8
2. Terapi Psikososial

a) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara
lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.

b) Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara
yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi
harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan
hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik.
Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.

c) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku,
terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi
pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara
interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.

9
d) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman
tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi
dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan
antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan pasien
non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga,
cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari
jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama
pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau
eksploitasi.

3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)

Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan
dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem
pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada perawatan
rumahsakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit
harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien.
Pusat perawatan dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam
memperbaiki kualitas hidup.

10
B. Gangguan Waham

Berdasarkan revisi Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-


TR), diagnosis gangguan waham ditegakkan bila seseorang memperlihatkan waham yang
tidak bizar dengan durasi sekurang-kurangnya 1 bulan dan tidak disebabkan oleh gangguan
psikiatri lain. Tidak bizar berarti bahwa waham harus mengenai situasi yang dapat terjadi
dalam kehidupan nyata, seperti merasa diikuti, terinfeksi, dicintai dari jauh dan lain-lain;
yaitu mereka biasanya harus mengalami fenomena tersebut yang meskipun tidak nyata, dapat
terjadi.

a. Epidemiologi

Prevalensi gangguan waham di amerika serikat diperkirakan 0,025 sampai 0,03


persen. Insiden tahunan gangguan waham adalah 1 3 kasus baru per 100.000 orang.
Berdasarkan DSM-IV-TR gangguan waham menyebabkan hanya 1 sampai 2 persen semua
pasien yang datang ke fasilitas kesehatan mental rawat inap.

b. Etiologi

Penyebab gangguan waham tidak diketahui. Pasien yang saat ini digolongkan
mengalami gangguan waham mungkin mengalami sekelompok keadaan heterogen dengan
waham sebagai gejala yang menonjol. Konsep utama mengenai penyebab gangguan waham
adalah perbedaannya dengan skizofrenia dan gangguan mood. Gangguan waham jauh lebih
jarang dibanding skizofrenia maupun gangguan mood.

c. Diagnosis dan Gambaran Klinis

1. Status Mental

Deskripsi umum. Pasien biasanya rapi dan berpakaian layak, tanpa tanda disintegrasi
kepribadian atau aktivitas harian yang menyeluruh, juga tampak ekstrensik, aneh, curiga
atau bermusuhan. Kadang-kadang bermasalah dengan hukum dan dapat membuat
kecendrungan tersebut jelas bagi pemeriksa. Hal yang biasanya paling nyata dari pasien
dengan gangguan waham adalah bahwa pemeriksaan status mental memperlihatkan hasil
normal kecuali adanya sistem waham yang secara nyata abnormal. Pasien dapat mencoba
mengajak dokter sebagai sekutu dalam wahamnya, tetapi seorang dokter sebaiknya tidak
berpura-pura menerima waham, karena dapat mengacaukan realita dan menimbulkan
ketidakpercayaan antara pasien dan terapis.

11
Berdasarkan definisi, pasien dengan gangguan waham tidak mempunyai halusinasi yang
menonjol atau bertahan. Berdasarkan DSM-IV-TR, halusinasi taktil atau olfaktori dapat
terjadi jika sesuai dengan waham (misal waham somatik mengenai aroma tubuh).
Beberapa pasien dengan waham mempunyai pengalaman halusinasi lain, biasa berupa
pendengaran.

d. Tipe Waham

Waham Kejar. Gejala klasik gangguan waham, waham kejar dan waham cemburu
mungkin adalah dua bentuk yang paling sering dijumpai ahli psikiatri. Kebalikan dengan
waham kejar pada skizofrenia, kejernihan, logika dan elaborasi sistemik terhadap masalah
penganiayaan pada gangguan waham meninggalkan tanda yang nyata pada keadaan ini.
Tidak ada psikopatologi lain seperti gangguan kepribadian atau gangguan pada
kemampuan fungsi.

Waham penyiaran pikiran. Percaya bahwa orang lain dapat membaca pikirannya
sendiri.

Waham Penyisipan. Percaya bahwa orang lain ada di dalam pikiran pasien.

Waham Kebesaran. Waham identitas, pengatahuan, kekuatan, penghargaan yang


berlebihan atau hubungan khusus dengan orang terkenal atau dewa.

Waham Rujukan. Waham dengan tema kejadian, objek atau orang lain pada lingkungan
seseorang mempunyai kepentingan tertentu dan tidak lazim. Waham tersebut biasanya
bersifat negatif atau merendahkan, tetapi juga dapat berisi kebesaran. Keadaan tersebut
berbeda dari ide rujukan, yaitu keyakinan yang salah tersebut tidak dipertahankan dengan
kuat atau diyakini sepenuhnya menjadi benar.

e. Pengobatan

Psikoterapi

Terapi individu lebih efektif dibanding kelompok. Seorang dokter awalnya sebaiknya
tidak menentang waham pasien. Lalu selanjutnya dokter sebaiknya tidak mendukung
secara aktif gagasan bahwa waham benar-benar ada. Tujuan akhir terapi membantu pasien
meragukan persepsinya. Tanda pengobatan yang berhasil dapat berupa penyesuaian sosial
yang memuaskan bukan pengurangan waham pasien.

12
Farmakoterapi

Dalam situasi gawat darurat antipsikotik IM masih menjadi pilihan meskipun belum
dilakukan penelian lanjut. Obat antipsikotik juga masih menjadi pilihan pada gangguan
waham. Obat diberikan dengan dosis bertahap tapi bila sampai 6 minggu belum tidak
memberikan respons baik, antipsikotik golongan lain bisa diberikan sepertti Pimozide
(Orap).

C. Gangguan Psikotik

Gangguan psikotik berlangsung 1 hari sampai 1 bulan dan gejala dapat menyerupai
skizofrenia. Karena sifat gangguan yang berbeda kadang sulit untuk menegakkan diagnosis.

a. Etiologi

Penyebab gangguan psikotik sementara tidak diketahui. Pasien yang menderita


kepribadian mempunyai kerentanan biologis atau psikologis mengalami gejala psikotik,
terutama mereka dengan kualitas borderline, skizoid, skizopital atau paranoid. Pasien
gangguan psikotik mempunyai riwayat keluarga skizofrenia atau gangguan mood tetapi tidak
bersifat konfulsif.

b. diagnosis

Untuk gejala psikotik yang berlangsung sekurang-kurangnya 1 hari tetapi kurang dari
1 bulan dan bukan merupakan gejala gangguan mood, gangguan terkait zat atau gangguan
psikotik akibat kondisi medis umum.

c. gambaran klinis

Gejala gangguan psikotik selalu mencakup sekurang-kurangnya satu gejala utama


psikosis, biasanya dengan awitan mendadak, tetapi tidak selalu mencakup seluruh pola gejala
yang terjadi pada skizofrenia. Bahwa mood labil, kebingungan dan gangguan perhatian dapat
lebih sering terjadi pada awitan gangguan psikotik. Gejala khas pada gangguan psikotik
emosi mudah berubah, perilaku aneh atau bizar, berteriak atau terdiam dan gangguan memori
terhadap kejadian yang baru terjadi.

d. pengobatan

13
Pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap singkat baik untuk evaluasi
maupun proteksi. Dua golongan obat utama dalam pengobatan gangguan psikotik adalah obat
psikotik dan ansiolitik. Obat antipsikotik potensi tinggi seperti haloperidol atau risperidon
dapat digunakan. Sebagai alternatif, ansiolitik seperti benzodiazepin dapat digunakan pada
pengobatan jangka pendek..

Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan membahas stresor dan episode


psikotik.

D. Skizoafektif

Gambaran utama gangguan skizoafektif adalah adanya episode depresi mayor, manik
atau campuran yang terdapat bersamaan dengan gejala skizofrenia. Kriteria skizofrenia
adanya waham, halusinasi, perilaku aneh atau gejala negatif. Gejala ini berlangsung paling
sedikit satu bulan. Kriteria episode depresi mayor yaitu mood terdepresi yang pasif. Episode
depresi mayor berlangsung paling sedikit dua minggu. Episode manik dengan adanya
perasaan melambung, meningkat, ekspansif paling sedikit berlangsung satu minggu. Episode
campuran ditandai kedua suasana perasaan tersebut paling sedikit satu minggu.

Gambaran utama harus terjadi dalam periode tunggal yang terus menerus.
Skizoafektif berlangsung paling sedikit satu bulan.

a. Manifestasi Klinis

Anamnesis

Ada perasaan sedih dan hilang minat berlangsung paling sedikit 2 minggu atau rasa
senang berlebihan paling sedikit 1 minggu. Gejala tersebut muncul bersamaan dengan
pembicaraan kacau, waham, halusinasi, perilaku kacau atau gejala negatif.

Pemeriksaan

Terdapat tanda gangguan mood depresi (mood hipotim, isolasi sosial) atau tanda mania
(mood hipertim, iritabel, banyak bicara) atau campuran.

Kriteria Diagnosis (DSM-IV-TR)

14
Selama periode penyakit, episode depresi mayor atau episode manik atau campuran
terdapat bersamaan dengan gejala skizofrenia kriteria A.

Selama periode penyakit, terdapat waham atau halusinasi paling sedikit 2 minggu tanpa
adanya simtom mood yang menonjol.

Dari total durasi periode aktif dan residual penyakit, gejala yang memenuhi kriteria
episode mood mempunyai porsi durasi yang relatif lama.

Gangguan bukan akibat langsung pengaruh fisiologik zat atau kondisi medik umum.

b. Subtipe

Tipe bipolar, terdapat episode manik atau campuran. Ditemui juga episode depresi
mayor.

Tipe depresi, hanya episode depresi mayor.

c. Tatalaksana

Injeksi, olanzapin 2 x 5-10 mg / hari dengan diazepam 2 x 10 mg / hari.

Oral

Olanzapin 1 x 10 30 mg / hari atau risperidon 2 x 1-3 mg / hari atau quetiapin hari I


(200 mg), hari II (400 mg), hari III (600 mg) dan seterusnya atau aripirazol 1 x 10 30
mg / hari.

Litium karbonat 2 x 400 mg, dinaikkan sampai kisaran terapeutik 0,8 1,2 mEq/L.

Lorazepam 3 x 1 2 mg / hari kalau perlu

ECT : 3 x per minggu (untuk pasien refrakter)

Psikoterapi

Psikoterapi individual yang dapat diberikan berupa psikoterapi suportif atau terapi
perilaku. Psikoterapi suportif sebaiknya yang relatif konkrit, berfokus pada aktivitas
sehari-hari.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, Willy F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya; Airlangga University


Press. 2009
2. Stuart, Gail W. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Ed 5. Jakarta; EGC. 2006
3. Saddock Benjamin J, Saddock Virginia A. Buku ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta; EGC
Kedokteran. 2010
4. Elvira S D, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed 2. Jakarta; FKUI. 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai