Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 15 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Tidak ada
Alamat : Jl. Sunan Giri RT. 05 Simpang III Sipin
RM : 16 34 34
MRS : Minggu, 10 Agustus 2017 Pkl. 01.10 wib
Tgl Pengambilan CRS: Jumat, 11 Agustus 2017 Pkl. 11.00 wib
II. ANAMNESIS
2.1 Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata buram tiba-tiba sejak lebih kurang 12 jam yang lalu.
2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh penglihatan kedua mata buram tiba-tiba sejak lebih kurang
12 jam yang lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang mengendarai
motor. Keluhan dirasakan semakin berat secara perlahan. Pasien dibawa oleh
keluarga dan tiba di RS lebih kurang 1 jam setelah keluhan muncul. Satu jam
setelah MRS, tiba-tiba pasien merasa tidak dapat melihat apa-apa seperti mati
lampu. Tidak ada faktor yang dapat mengurangi keluhan pasien.
Pasien mengaku meminum minuman oplosan (2 botol alkohol 70% yang
dibeli dari apotik + Extrajoss 1 sachet) 1 hari sebelum keluhan muncul. Pasien
lupa jumlah yang diminumnya. Pasien meminumnya bersama dengan temannya.
Sebelumnya pasien sudah pernah meminum oplosan ini. Keluhan yang
mendahului keluhan penglihatan ialah sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Batuk
berdahak (+), BB menurun (+), nyeri tekan pada mata (+), mual (+), muntah (-),
2
mata terasa berdenyut (+), silau (-), riwayat trauma (-), mata merah (-), mata
terasa pegal (-), mata nyeri pada rongga mata (-), sakit kepala (-), ada tabir atau
bayangan hitam yang menutupi penglihatan (-), penglihatan pajaran halilintar (-),
riwayat keluhan mata buram sebelumnya (-), riwayat terkena radiasi (-).
2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat trauma pada mata (-)
b. Riwayat penyakit mata lain sebelumnya seperti radang mata (-)
c. Riwayat menggunakan kacamata (-)
d. Riwayat operasi mata sebelumnya (-)
e. Riwayat Penyakit Sistemik :
- Riwayat Penyakit Hipertensi (-)
- Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (-)
2.5 Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien
Menggunakan kacamata (+)
Diabetes Mellitus (-)
Hipertensi tidak diketahui
2.6 Riwayat Gizi
BB : 53 Kg
TB : 160 cm
IMT : 20.7 (Normal)
2.7 Keadaan Sosial Ekonomi
Pasien sudah tidak bersekolah lagi. Pasien tinggal bersama kedua orang tua
dan adik laki-lakinya. Pasien merokok (+), pasien sudah lebih kurang 2 bulan
tinggal di jalanan dan berhubungan seksual secara bebas dengan beberapa wanita.
3
Nadi : 82 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : afebris
3.2 Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius : Batuk berdahak
Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Endokrin : Tidak ada keluhan
Pergerakan bola
mata
Duksi : baik
Duksi : baik
Versi : baik
Versi : baik
4
Palpebra Superior Edema (-), hiperemis (-), massa Edema (-), hiperemis (-), massa (-),
& (-), ekimosis (-), ektropion (-), ekimosis (-), ektropion (-),
Palpebra Inferior entropion (-), lagoftalmus (-), entropion (-), lagoftalmus (-),
radang (-), ptosis (-),sikatriks radang (-), ptosis (-), sikatriks (-),
(-), supersilia (-), trikiasis (-), supersilia (-), trikiasis (-),
xantelasma (-) xantelasma (-)
Silia Trikiasis (-), madarosis (-), Trikiasis (-), madarosis (-),
distrikiasis (-) distrikiasis (-)
App lakrimalis Bengkak (-), hiperemis (-), nyeri Bengkak (-), hiperemis (-), nyeri
tekan (-) tekan (-)
Konjungtiva Papil (-), folikel (-), lytiasis (-), Papil (-), folikel (-), lythiasis (-)
tarsus superior membran, sikatriks, simb
Konjungtiva Papil (-), folikel (-), lytiasis (-), Papil (-), folikel (-), lythiasis (-),
tarsus inferior membran (-), sikatris (-), membran (-), sikatris (-),
simblefaron (-) simblefaron (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi (-), hiperemis (-), jar. Injeksi (-), hiperemis (-), jar.
Fibrovaskuler (-), ptergium (-), Fibrovaskuler (-), ptergium (-),
pinguekula (-), flikten (-), pinguekula (-), flikten
perdarahan subkonjungtiva (-) (-),perdarahan subkonjungtiva (-)
Kornea Jernih, edema (-), erosi (-), Jernih, edema (-), erosi (-), sikatriks
sikatriks (-), infiltrat (-), pannus (-), infiltrat (-), pannus (-), xerosis
(-), xerosis (-), keraitk presipitat (-), keraitk presipitat (-),
(-), keratomalasia (-), fistel (-) keratomalasia (-), fistel (-)
Bilik Mata Depan Sedang Sedang
Pupil Bulat, Isokor, midriasis, Reflek Bulat, Isokor, midriasis Reflek
cahaya (+) menurun cahaya (+) menurun (miosis
(miosis menjadi 5 mm) menjadi 5 mm)
Diameter 6 mm 6 mm
Iris Kripta iris normal, warna coklat Kripta iris normal, warna coklat
Atrofi (-), sinekia (-) Atrofi (-), sinekia (-)
Refleks Cahaya:
5
- Direk Menurun Menurun
- Konsensuil Negatif Negatif
Lensa Jernih Jernih
IV. Pemeriksaan Slit Lamp dan Biomikroskopi
Tidak dilakukan
V. Tonometri
Digital: N
Schiotz: Tidak dilakukan
VII. Funduskopi
OD OS
PAPIL:
a. Bentuk Bulat Bulat
b. Batas Tegas Tegas
c. Warna Hiperemis Hiperemis
d. CDR (Cup to disc 0 (sulit dinilai) 0 (sulit dinilai)
Ratio)
Pembuluh darah:
a. Vena Normal, tidak berkelok- Normal, tidak berkelok-
kelok kelok
b. Arteri Normal Normal
c. aa/vv 2/3 2/3
d. isi Baik (+) Baik (+)
Makula lutea
a. Refleks makula (+) (+)
Retina:
a. Perdarahan (-) (-)
b. Eksudat (-) (-)
c. Ablasio (-) (-)
d. Sikatriks (-) (-)
Pemeriksaan pada Keadaan Midriasis
Tidak dilakukan
6
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan penunjang dari RSU Abdul Manap Jambi pada tanggal 10
Agustus 2017
1. Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
HCT 52 (35,0-50,0 %)
2. Urin Rutin
Warna : kuning muda
BJ : 1025
Kekeruhan : agak keruh
pH :6
3. Elektrolit
Natrium : 95.1 mmol/L
Kalium : 3,39 mmol/L
Klorida : 100.4 mol/L
Kalsium : 1,11 mmol/L
4. Glukosa Darah
GDS : 116 mg/dL
V. DIAGNOSIS BANDING
Toxic Optic Neuropathy
Traumatic/Nutritional Optic Neuropathy
Neuritis Optik
Obtruksi vena retina sentral
VI. DIAGNOSIS KERJA
Toxic Optic Neuropathy ec alcoholicsm
VII. ANJURAN PEMERIKSAAN
7
Pemeriksan zat toksik dalam urin dan darah
VIII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa:
a. Edukasi:
1) Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa hilangnya kemampuan
penglihatan disebabkan adanya kerusakan saraf optikus di mata oleh
konsumsi alkohol yang berlebihan
2) Menjelaskan pada pasien dan keluarga mengenai pengobatan yang
akan diberikan.
3) Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa tajam penglihatan akan
kembali normal secara berangsur-angsur selama beberapa minggu,
walaupun hal tersebut dapat menghabiskan berbulan-bulan untuk
perbaikan penuh.7
4. Menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi yaitu adanya resiko
gejala sisa berupa kurangnya penglihatan yang permanen.
b. Medikamentosa
a. O2 2L/menit
b. IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit
c. Inj Omeprazole 2x40 mg vial IV
d. Metilprednisolone 4x250 mg selama 3 hari dalam NaCl 0,9% 100 ml
e. Ranitidin 2x 150 mg amp IV
f. Koreksi NaCl 3% 12 jam / kolf
IX. FOLLOW UP
Tgl S O A P
12/08 Penglihatan Tampak sakit sedang Toxic optic Metilprednisol
buram Kesadaran CM neuropathy ec
one 4 x 250 mg
mendadak TD : 110/70 mmHg alcoholism
dalam NaCl 0,9%
100 ml
Status Oftalmologi
Visus ODS NLP
Ranitidin 2x1
amp
RC +/+ menurun
(pengobatan belum
(miosis menjadi
dimulaii)
4mm)
RC direk dan
8
konsensuil (-)
13/08 Penglihatan Tampak sakit sedang Toxic optic Metilprednisol
buram Kesadaran CM neuropathy ec
one 4 x 250 mg
mendadak TD : 120/70 mmHg alcoholism
dalam NaCl 0,9%
100 ml
Status Oftalmologi
Visus ODS NLP
Ranitidin 2x1
amp
RC +/+ menurun
(miosis menjadi
4mm)
RC direk dan
konsensuil (-)
14/08 Penglihatan Tampak sakit sedang Toxic optic Metilprednisol
buram Kesadaran CM neuropathy ec
one 4 x 250 mg
mendadak alcoholism
TD : 110/70 mmHg dalam NaCl 0,9%
100 ml
Status Oftalmologi Ranitidin 2x1
Visus ODS NLP amp
RC +/+ menurun
(miosis menjadi
4mm)
RC direk dan
konsensuil (-)
X. PROGNOSIS
ODS
Quo ad vitam Dubia ad bonam
Quo ad sanationam Dubia ad malam
Quo ad functionam Dubia ad malam
Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam
XI. RESUME
Pasien laki-laki, 15 tahun, + 12 jam yang lalu mengeluh penghilatan buram
tiba-tiba. Pasien dibawa dan tiba di RS lebih kurang 1 jam setelah keluhan
muncul. Satu jam setelah MRS, tiba-tiba pasien tidak dapat melihat apa-apa
seperti mati lampu. Pasien mengaku meminum minuman oplosan (2 botol alkohol
70% + Extrajoss 1 sachet) 1 hari sebelum keluhan muncul. Pasien lupa jumlah
yang diminumnya. Riwayat trauma (-), mata merah (-), nyeri tekan pada mata (+),
riwayat keluhan mata buram sebelumnya (-).
Pada pemeriksaan fisik, secara umum tampak baik, dan status optalmologikus
menunjukkan visus ODS NLP, pupil ODS midriasis, refleks cahaya direk ODS
menurun dan refleks cahaya konsensuil ODS negatif. Hasil funduskopi
menunjukkan papil tampak edema, hiperemis dan CDR sulit dinilai.
9
Pasien diberikan terapi O2 2L/menit, IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/menit, Inj
Omeprazole 2x40 mg vial IV, Metilprednisolone 4x250 mg selama 3 hari dalam
NaCl 0,9% 100 ml, Ranitidin 2x 150 mg amp IV dan Koreksi NaCl 3% 12 jam /
kolf.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 ANATOMI
Anatomi Visual Pathway
Jaras visual dimulai dari retina yang mengandung nervus optikus, chiasma
optikus, traktus optikus, badan genikulatum lateral, radiasi optik dan korteks
visual.3
10
Gambar1. Komponen Jaras Visual
Nervus Optikus
Setiap N.II dimulai dari diskus optikus dan naik menuju chiasma optikus
dimana kedua saraf bertemu. Hal ini merupakan lanjutan terbelakang dari lapisan
serabut saraf retina yang mengandung akson sel ganglion. Saraf ini juga
mengandung serabut aferen refleks cahaya pupil.3,4
Nervus optikua mengandung sekitar 1,2 juta akson yang memanjang dari sel
ganglion retina dan memiliki 4 bagian:3
(1) Bagian intraokular (1 mm), yaitu kepala n. II yang terlihat sebagai diskus
optikus pada funduskopi;
(2) Bagian intraorbital (25-30 mm), memanjang dari belakang bola mata hingga
foramina optikus. Bagian ini berliku-liku untuk memberikan ruang untuk
pergerakan bila mata.;
(3) Bagian intracanalicular (5-9 mm), berhubungan dengan arteri oftalmika yang
berada inferolateral dari bagian ini dan menyilang melewatinya. Sinus
ethmoid posterior dan sfenoid berada medial dari nervus optikus bagian
intrakanalikular dan dipisahkan oleh sebuah lamina tulang yang tipis.
(4) Bagian intracranial (10-16 mm), yang naik ke chiasama optikus.
Delapan puluh persen serabut saraf nervus optikus berasal dari regio makular
yang menampilkan 90% sel ganglion. Oleh karena itu, penyakit pada makula dan
nervus optikus dapat terlihat sama.3
11
Seperti bagian sistem saraf pusat lainnya, nervus optikus diselubungi oleh
dura, pia dan araknoid mater setelah saraf meninggalkan bola mata.1
Chiasma Optikus
Merupakan struktur datar ukuran 12 x 8 mm. Struktur ini berada diatas
tuberkulum dan sellae diafragma.3
Traktus Optikus
Traktus optikus merupakan seberkas silindris serabut saraf yang keluar dan
kebelakakng dari chiasma optikus. Setiap traktus optikus mengandung serabut
dari bagian temporal retina pada mata yang sama dan bagian nasal mata yang
berlawanan. Traktus optikus ini akan berakhir pada badan genikulatum lateral.3
Badan Genikulatum Lateral
Struktur berbentuk oval ini terletak pada akhir posterior dari traktus optikus.
Setiap badan genikulatum mengandung enam lapisan sel saraf (grey mater)
menjadi white matter (dibentuk oleh serabut optikus).3
Radiasi Optikus
Struktur ini memanjang dari badan genikulatum lateral menuju korteks visual
dan mengandung akson saraf jaras visual.
Korteks Visual
Struktur ini berlokasi di bgian medial lobus oksipitalis, diatas dan bawah dari
fissura calcarine. Struktur ini dibagi kembali menjadi area visuosensorik yang
menerima serabut dari radiasi dan area visuopsikis.
Perdarahan Visual Pathway
Nervus optikus utama disuplai berdasarkan lokasinya.
Lapisan superfisial diskus optikus disuplai oleh kapiler dari arteriol retinal
12
Bagian prelaminar disuplai terutama oleh cabang sentripetal dari koroid
peripapilaris dengan beberapa kontribusi dari pembuluh darah lamina
kribrosa.
Lamina kribrosa disuplai oleh cabang dari arteri siliaris posterior
Bagian retrolaminar dari nervus optikus disuplai oleh cabang sentrifugal dari
arteri retinal sentral dan cabang sentripetal dari pleksus pial yang dibentuk
oleh cabang dari arteri koroidalis, lingkaran Zin, arteri retinal sentral dan
arteri oftalmika.
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata membawa 2 jenis
serabut saeaf yaitu saraf penglihatan dan serabut pupilomotor. Kelainan saraf
optik merupakan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak
langsung terhadap saraf optik ataupun perubahan toksik dan anosik yang
mempengaruhi penyaluran aliran listrik.3
3.2 Toxic Optic Neuropathy
3.2.1 DEFINISI
Toxic Optic Neuropathy merupakan kondisi dimana serabut N. Optikus
mengalami kerusakan akibat toksin eksogen. Sebelumnya, keadaan ini disebut
ambliopia toksik, yang belum sesuai beranjak dari definisi ambliopia.1
3.2.2 EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologi yang dilakukan oleh Philen di Kuba menjumpai 123
kasus neuropati optic di Kuba. Gambaran klinis yang mencolok adalah hilangnya
tajam penglihatan yang subakut, disertai oleh penciutan lapang pandang,
berkurangnya persepsi warna, dan diskus optic yang pucat. Penelitian oleh Bourne
menunjukkan bahwa angka prevalensi neuropati neuropati optic pada anak
sekolah di Tanzania adalah 1%(95%CI: 0,5%-1,4%).2
3.2.3 ETIOLOGI
Penyebab tersering dari Toxic Optic Neuropathy adalah tembakau, etil alkohol,
metil alkohol, arsenik, timah, kuinin, thallium, ergot, karbon disulfida,
stramonium dan Cannabis indica. Beberapa dari penyebab tersebut meracuni
retina dan selanjutnya sel ganglion retina yang menyebabkan degenerasi serabut
saraf. Penyebab lainnya berkaitan dengan efek langsung terhadap serabut saraf.
Metil alkohol, timah, ntiro-dan dinitrobenzol menyebabkan atrofi optikus yang
lebih serius dibandingkan agen toksik lainnya.1 Toksik lainnya seperti toluene
13
(ditemukan pada gasoline, cat akrilik, pernis dan lem) dapat juga mengembangkan
kejadian neuropati optik, yang hampir berhubungan terhadap demielinisasi.5
Berikut adalah 10 toksin teratas:5
1. Obat
a. Etambutol, rifampin, isoniazid, streptomisin pengobatan utama untuk
tuberkulosis
b. Linezolid untuk infeksi bakteri termasuk pneumonia
c. Kloramfenikol untuk infeksi serius yang tidak terbantu dengan
antibiotik lainnya
d. isotretinoin untuk akne berat yang gagal respon terhadap pengobatan
lainnya
e. siklosporin agen imunosupresan yang digunakan secara luas
2. Toksin akut
a. Metanol komponen yang berada pada produk pembersih
b. Etilen glikol berada pada cairan rem hidrolik dan anti beku
Toxic optic neuropathy (TON) dapat dipicu atau ditingkatkan oleh defisit
nutrisi seperti vit B1 (tiamin), B2 (Riboflavin), piridoksin (B6), niasin (B3),
konalamin (B12), asam folat dan protein dengan asam amino yang mengandung
sulfur.6
3.2.4 PATOGENESIS
a. Tembakau
Agen toksik pada rokok itu bervariasi namun faktor yang berpotensi toksik
pada tembakau yaitu sianida yang berhubungan dengan defisiensi vitamin
B12.1,3 Sianida akan menghambat transpor elektron terhadap oksigen yang
disebut fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif terjadi pada mitokondria dan
akan menghasilkan ATP.1
14
b. Etil alkohol
Dalam dunia medis, etanol sering digunakan sebagai pelarut obat,
desinfektan, pengawet dan merupakan antidotum keracunan metanol dan
etilen glikol. Dalam dunia industri, etanol digunakan secara luas sebagai
pelarut. Etanol masuk dalam tubuh diabsorbsi di lambung dan usus halus
serta terdistribusi dalam cairan tubuh. Di dalam organ hepar, tepatnya di
bagian sitosol dari sel hepar, etanol akan dimetabolisme oleh enzim alkohol
dehidrogenase atau ADH menjadi asetaldehid yang bersifat toksik,
karsinogenik, sangat reaktif, dan menyebabkan kecanduan. Kemudian oleh
enzim asetaldehid dehidrogenase atau ALDH, asetaldehid diubah menjadi
asam asetat yang melalui siklus Krebs akhirnya menghasilkan karbon
dioksida dan air. Sebagian besar asetat yang dihasilkan dari metabolisme
etanol ini keluar dari hepar menuju ke darah dan akan diserap oleh jantung,
otot skeletal dan otak.
c. Metanol
Keracunan metanol disebabkan karena oksidasi metanol oleh enzim
dehidrogenase alkohol menjadi formaldehid, dan selanjutnya dimetabolisme
menjadi asam format oleh dehidrogenase formaldehid. Asam format
merupakan metabolit toksik yang berperan pada terjadinya gangguan tajam
penglihatan, asidosis metabolik, kebutaan dan kematian pada penderita
keracunan metanol.8 Asam format (sianida juga) akan menghambat transpor
15
elektron terhadap oksifen yang disebut fosforilasi oksidatif. Fosforilasi
oksidatif terjadi pada mitokondria dan akan menghasilkan ATP.
d. Arsenik
Hal ini terutama dapat menyebabkan atrofi optik, biasanya total, jika
diberikan dalam bentuk senyawa pentavalen seperti atoksil atau soamin. Ini
digunakan untuk menyerang trypanosome penyakit tidur, tapi sekarang telah
ditinggalkan.1
e. Kuinin
Biasanya terjadi pasien yang rentan terkena walaupun dengan dosis yang
kecil.3
f. Etambutol
Dosis yang sering digunakan untuk terapi antituberkulosis adalah 15
mg/hari. Terkadang dapat menyebabkan neuropati optik toksik yang biasanya
terjadi pada pasien yang berhubungan dengan penyakit alkohol dan diabetes.1
Mekanisme kerja etambutol menyebabkan neuropati optik belum
diketahui pasti, tetapi diduga etambutol dimetabolisme menjadi agen
chelating yang dapat menganggu fungsi enzim mitokondria yang
mengandung logam. Gangguan ini dapat menyebabkan kerusakan rantai
respiratorius mitokondria yang mengakibatkan terjadinya neuropati optic.
Sehingga walaupun dalam dosis yang dinyatakan aman yaitu 15 mg/kgBB per
hari tetapi paparan agen toksik secara terus menerus dalam waktu lama akan
menyebabkan kerusakan sel-sel baik secara langsung maupun menstimulasi
terjadinya apoptosis dari sel nervus optik itu sendiri.9
g. Klorokuin
Klorokuin dapat menyebabkan keratopati, miopati, retinopati dan
neuropati optik. Terlibatnya saraf optikus jarang berhubungan secara
langsung. Retinopati disebabkan degenerasi pigmen retina yang
menyebabkan kehilangan penglihatan.1
h. Obat lainnya
Antibiotik seperti kloramfenikol, sulfonamid, digitalis, agen hipoglikemik
(klorpropamid dan tolbutamid), disulfiram dan penisilamin juga diketahui
menyebabkan neuropati optik. Kontrasepsi oral seperti kombinasi progesteron
dan estrogen berperan dalam menyebabkan oklusi pembuluh darah terutama
pada wanita yang menderita hipertensi vaskular, migraine dan penyakit
16
vaskular lainnya. Infark serebri atau nervus optikus terjadi paling sering pada
wanita dengan terapi kontrasepsi.1
3.2.5 MANIFESTASI KLINIS
Gejala7
Hilangnya tajam penglihatan yang dapat dimulai dengan penglihatan buram
pada titik fiksasi (skotoma relatif) diikuti dengan kemunduran visus yang
progresif: bilateral simetris, tidak nyeri
Diskromatopsia perubahan penglihatan warna (sering menjadi gejala
awal). Pasien melihat warna tertentu (terutama merah) kurang terang atau
kehilangan persepsi warna.
Tanda7
Refleks pupil lambat. Tidak RAPD (Relative Afferent Pupillary Defect)
Diskus optikus: normal, bengkak atau hiperemis pada stadium awal; stadium
lanjut discus optikus temporal pucat
Defek lapang pandang : skotoma sentrosekal atau sentral
17
Defisiensi vit B comp pasien yang lebih akut
Umur 35-50 tahun yang keracunan tembakau
telah merokok bertahun- juga
tahun
Peminum alkohol 3 Avitaminosis 1
Mulai timbul Setelah bertahun-tahun 30 menit 10 18 sampai 24 jam
gejala pemakaian Tapi lebih sering setelah minum/
menyebabkan terpapar metanol.8
ambliopia kronis
Visus Central vision berkurang Central vision -
1
berkurang 1-
Nafas - Bau Tidak bau
Gejala lain Penglihatan berkabut Depresi SSP, kejang Nyeri kepala,
(terutama malam) 1 pusing, delirium,
Sulit bekerja dekat 3 stupor, mual,
muntah dan nyeri
perut
Defek lapang Skotoma sentrosekal atau Skotoma sentral Skotoma sentral
pandang sentral bilateral 1,7 absolut hingga
kebutaan
Funduskopi Normal atau diskus Edema, hiperemia Hiperemsi nervus
optikus tampak pucat di pada diskus optik optikus, edem
temporal ringan, pembuluh
darah mengecil dan
atrofi n.II,
Terapi Perbaikan nutrisi Perbaikan nutrisi Airway
Menghentikan Menghentikan management
konsumsi alkohol dan konsumsi Koreksi gangguan
rokok alkohol dan elektrolit
1000 ug rokok Hidrasi adekuat
hidroksikobalamin IM 1000 ug Gastric lavage
setiap minggu selama hidroksikobalam (untuk pasien
10 minggu in IM setiap dengan ingesti 2
minggu selama jam)
10 minggu Sodium bikarbonat
Steroid Antidotum (etanol)
atau dialisis
Metil prednisolon
Keterangan:
1. Terapi antidotum metanol dengan pemberian etanol
Etanol dimetabolisme oleh ADH dan enzim tersebut mengikat 10-20 kali
lebih kuat dibandingkan metanol sehingga menghambat metabolisme metanol
menjadi metabolit toksis yaitu asam format. Etanol diberikan dengan dosis
0,6 g/kg IV lanjut infus 0.7-0,16 g/kg/jam. Etanol yang diberikan konsentrasi
10% dalam dekstros 5%.7
18
Dosisi rumatan 0,15 g/kg/ jam pada peminum kronis dan 0,07 g/kg/ jam pada
bukan peminum. Larutan etanol yang digunakan 20% atau kurang.10
2. Terapi steroid pada keracunan metanol
Metilprednisolon 1000 mg/hr selama 3 hari berturut-turut dan dilanjutkan
dengan prednison 1 mg/kgbb/ hari selama 11 hari selanjutnya dosis
diturunkan sesuai kondisi klinis. Pemberian metilprednisolon dan prednison
bertujuan untuk mengurangi edema papil saraf optik yang terjadi pada fase
akut sehingga diharapkan mencegah terjadinya kebutaan.8
3. Hemodialisis pada keracunan metanol
Tujuan hemodialisis adalah menghilangkan kadar metanol dari tubuh
penderita dan untuk mengeliminasi asam format.4-5 Hemodialisis dilakukan
bila kadar metanol dalam darah lebih dari 50 mg/dL atau bila pH darah
kurang dari 7,35.8
4. Dosis lethal metanol : 300 sampai 1000 mg/kgbb. Dosis untuk
kebutaan blm diketahui tapi sekitar 4 ml. 7
19
Terapi neuropati optik toksik tergantung pada agen toksik yang menyebabkan
neuropati optik toksik tersebut. Langkah pertama dalam terapi neuropati optik
toksik karena alkohol adalah menghentikan penggunaan alkohol. Selain itu, terapi
dapat dilakukan dengan hemodialisis dan metilprednisolon 1000 mg/hari selama 3
hari berturut-turut dan dilanjutkan dengan prednison 1 mg/kgbb/hari selama 11
hari dan selanjutnya dosis diturunkan sesuai kondisi klinis. Tujuan hemodialisis
adalah menghilangkan kadar metanol dari tubuh penderita dan untuk
mengeliminasi asam format. Hemodialisis dilakukan bila kadar metanol dalam
darah lebih dari 50mg/dL atau bila pH darah kurang dari 7,35. Pemberian
metilprednisolon dan prednison bertujuan untuk mengurangi edema papil saraf
optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan mencegah terjadinya
kebutaan. Terapi medis termasuk suplemen multivitamin yang dibutuhkan pada
neuropati toksik khususnya dengan ambliopia akibat alkohol-tembakau.
Penderita dengan neuropati optik toksik harus diobservasi setiap 4-6 minggu,
dan selanjutnya tergantung pada proses penyembuhannya, umumnya setiap 6-12
bulan. Tajam penglihatan, pupil, nervus optik, penglihatan warna, dan lapangan
pandang harus dinilai pada setiap kunjungan. Penglihatan akan membaik secara
bertahap lebih dari beberapa minggu, pemulihan penuh membutuhkan waktu
beberapa bulan dan selalu ada risiko defisit penglihatan yang permanen. Tajam
penglihatan biasanya membaik mendahului penglihatan warna, berkebalikan
dengan onset proses penyakit, dimana penglihatan warna biasanya lebih dahulu
memburuk dibanding tajam penglihatan. Observasi awal setiap 4-6 minggu
dilanjutkan sesuai dengan pemulihan pasien, setiap 6-12 bulan. Hal-hal yang perlu
diperiksa ulang: visus, pupil, n. II, penglihatan warna dan lapang pandang.
3.2.8 DIAGNOSIS BANDING
Mata tenang visus turun mendadak :
a. Neuritis optik
b. Ablasio retina
c. Obstruksi vena retina sentral
d. Oklusi arteri retina sentral
e. Kekeruhan dan perdarahan badan kaca
f. Histeria dan malingering
g. Migren
h. Uveitis posterior (koroiditis)
20
Tabel 3. Diagnosis Banding
Berdasarkan Neuritis optik Ablasio Obs vena retina Okl arteri
papilitis retina sentral retina sentral
Faktor resiko Perempuan muda Miopia Usia Usia tua-
(20-40 tahun) tinggi pertengahan pertengahan
Post DM, HT,
retinitis arterosklerosis,
Deg retina retinopati
perifer radiasi,
papiledema
Etiologi Multipel sklerosis - - Spasme PD,
idiopatik lambatnya
aliran darah
Emboli
MK:
Penglihatan = Tabir yang Visus Kabur
menutup sentral/perifer hilang
turun timbul
mendadak
(makula)
Uni/bilateral Unilateral = = -
Nyeri rongga (+) Tidak Tidak Tidak
mata
Penglihatan Terganggu Tidak Tidak Tidak
warna
Defek lap.
Pandang Skotoma = Skotoma =
sentral/sekosentral sentral
21
degenerasi pasca bedah
Perdarahan dan defisiensi
DM, Rupt imun
retina, trauma,
peningkatan
TD, HT
MK:
Penglihatan Seperti Silau Kabur
ditutupi terutama
sesuatu daerah sentra
Defek lap. Tidak Skotoma makula
Pandang sentral,
terkadang
kabur objek
diatas/bawah
objek yang
dilihat
3.2.9 PROGNOSIS
Tajam penglihatan akan kembali normal secara berangsur-angsur selama
beberapa minggu, walaupun hal tersebut dapat menghabisak berbulan-bulan untuk
perbaikan penuh dan terdapat selalu resiko terjadi defisit visual residual yang
permanen. Tajam penglihatan biasana pulih sebelum penglihatan warna.7
Morbiditas penyakit ini tergantung pada faktor resiko, etiologi yang mendasari
dan durasi gejala sebelum mendapatkan pengobatan. Pasien dengan atrofi optik
lanjut sedikit kemungkinan fungsi penglihatannya untuk pulih dibandingkan
pasien yang belum mengalami perubahan patologi. Prognosis bervariasi dan
tergantung pada sifat agen, paparan total hingga pengeluaran agen dan derajat
kehilangan penglihatan pada saat diagnosis
22
BAB IV
PEMBAHASAN
23
dehidrogenase atau ADH menjadi asetaldehid yang bersifat toksik, karsinogenik,
sangat reaktif, dan menyebabkan kecanduan. Kemudian oleh enzim asetaldehid
dehidrogenase atau ALDH, asetaldehid diubah menjadi asam asetat yang melalui
siklus Krebs akhirnya menghasilkan karbon dioksida dan air. Sebagian besar
asetat yang dihasilkan dari metabolisme etanol ini keluar dari hepar menuju ke
darah dan akan diserap oleh jantung, otot skeletal dan otak. Sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada saraf otak secara perlahan. Jenis alkohol yang
paling toksik adalah Metanol dan Etilen glikol.
Keluhan buram penglihatan pada pasien ini muncul 12 jam setelah alkohol
masuk ke dalam tubuh. Etanol akan memberikan efek toksik secara perlahan
dengan dosis lethal 5-8 gr/kgBB 265 gr. Pasien kemungkinan meminum etanol
sekitar 1400 gr dan sebelumnya pasien sudah pernah meminumnya dan pasien
merupakan perokok aktif.
Hasil funduskopi menunjukkan papil tampak edema, hiperemis dan CDR sulit
dinilai. Hal ini menunjukkan intoksikasi akut akibat konsumsi alkohol yang
berlebihan.
Langkah awal terapi pada neuropati optik toksik ialah menghentikan
penggunaan alkohol. Selain itu, terapi dapat dilakukan dengan hemodialisis dan
metilprednisolon 1000 mg/hari selama 3 hari berturut-turut dan dilanjutkan
dengan prednison 1 mg/kgbb/hari selama 11 hari dan selanjutnya dosis diturunkan
sesuai kondisi klinis. Pada pasien ini diberikan terapi O2 2L/menit, IVFD NaCl
0,95 20 gtt/menit, Inj Omeprazole 2x40 mg vial IV, Metilprednisolone 4x250 mg
selama 3 hari dalam NaCl 0,9% 100 ml, Ranitidin 2x 150 mg amp IV dan Koreksi
NaCl 3% 12 jam / kolf. Pemberian metilprednisolon bertujuan untuk mengurangi
edema papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan
mencegah terjadinya kebutaan. Pada pasien ini belum dilakukan hemodialisa.
Hemodialisis dilakukan bila kadar metanol dalam darah lebih dari 50mg/dL atau
bila pH darah kurang dari 7,35. Terapi medis termasuk suplemen multivitamin
yang dibutuhkan pada neuropati toksik khususnya dengan ambliopia akibat
alkohol-tembakau.
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26