Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Industri makanan saat ini telah berkembang pesat. Seiring dengan perkembangan

industri makanan, banyak dampak negatif yang timbul. Makanan yang dikonsumsi

manusia seharusnya merupakan makanan sehat.1 Selain itu, makanan diharapkan tidak

hanya memiliki rasa yang lezat tetapi juga memiliki kandungan mutu dan gizi yang baik

sehingga bermanfaat bagi kesehatan.

Pengetahuan akan bahan makanan yang dikonsumsi tentu diperlukan setiap orang.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui zat apa saja yang masuk ke dalam tubuh melalui

makanan sehingga kesehatan tubuh tetap terjaga. Seiring dengan perkembangan industri

makanan, banyak bahan tambahan makanan atau zat aditif yang ditambahkan ke dalam

makanan. Bahan tambahan makanan adalah bahan kimia yang terdapat dalam makanan

yang ditambahkan secara sengaja atau yang secara alami bukan berasal dari bahan baku,

untuk mempengaruhi dan menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan makanan.

Pemberian bahan tambahan makanan memberikan dampak positif dan dampak

negatif bagi manusia. Salah satu bahan tambahan makanan yang banyak digunakan

adalah antioksidan. Antioksidan secara kimia adalah senyawa pemberi electron.2

Sedangkan secara biologis, antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau

meredam dampak negatif oksidan.2

Selain bermanfaat untuk memerangi radikal bebas, antioksidan juga bermanfaat

untuk mempertahankan mutu produk pangan, kesehatan dan kecantikan. Mengingat

pentingnya antioksidan dalam mempertahankan mutu produk pangan, antioksidan banyak

1
digunakan dalam makanan kemasan terutama makanan yang mengandung minyak dan

lemak. Penggunaan antioksidan ini berguna untuk mempertahankan mutu dan gizi

makanan sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama tanpa

mengurangi perubahan rasa.

Butylated Hydroxytoluene (BHT) merupakan salah satu zat kimia yang banyak

digunakan sebagai antioksidan di dalam makanan kemasan, terutama makanan yang

mengandung lemak dan minyak. Makanan yang mengandung lemak dan minyak

merupakan makanan yang secara alami mudah teroksidasi yang akan membuatnya

menjadi berbau tengik. Oksidasi lemak terutama terjadi akibat rantai reaksi yang

melibatkan radikal bebas. BHT dapat mencegah proses rantai reaksi ini.1

Meskipun banyak digunakan dalam makanan, ternyata efek BHT terhadap

kesehatan manusia masih belum jelas.3 Senyawa-senyawa antioksidan sintetik seperti

Butylated Hydroxytoluen (BHT), Tertbutylhydroxyquinone (TBHQ) dan Butylated

Hydroxyanisole (BHA) dilarang penggunaannya karena bersifat karsinogenik.4 Penelitian

secara in-vitro pada hewan menunjukkan bahwa BHT dapat menyebabkan toksisitas, dan

gangguan paru, hepar, serta ginjal. Penelitian mengenai efek toksik BHT pada manusia

dan binatang sudah sering dilakukan. BHT dosis tinggi (4 dan 80 gram tanpa resep

medis) yang diingesti secara oral telah dilaporkan dapat menyebabkan akut neurotoksitas

dan gastritis. Penelitian jangka pendek melaporkan BHT dapat meningkatkan insidensi

nekrosis toksik, nefrotoksisitas dan pneumotoksisitas, dan juga menyebabkan toksisitas

hepar dan ginjal, juga menyebabkan pembesaran difusi hepar dengan batas bulat dan

ruptur dengan perdarahan. Walaupun demikian, data epidemiologi pasti mengenai

toksisitas BHT ini masih belum jelas.5

2
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, tidak ditemukan BHT setelah

pemberian BHT secara oral pada tikus6. Feses dan urin tikus yang diamati terbebas dari

BHT. Sedangkan pada urin manusia ditemukan asam-BHT dalam jumlah kecil.6

Penelitian lainnya turut menyatakan bahwa kandungan BHT, BHA dan TBHQ tidak

ditemukan dalam urin manusia meski telah mengkonsumsi makanan yang mengandung

BHT, BHA dan TBHQ.7

Ginjal merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai organ sekresi bagi tubuh.

Ginjal berfungsi untuk membuang zat sisa metabolisme darah, menjaga keseimbangan air

dan elektrolit tubuh dan fungsi endokrin. Terkait dengan BHT, ginjal merupakan tempat

akumulasi zat sisa yang tidak lagi digunakan tubuh. Akumulasi zat sisa secara berlebihan

dapat menyebabkan gangguan fungsi fisiologis dan kerusakan ginjal.

Untuk mengetahui pengaruh BHT terhadap ginjal maka dilakukan penelitian

terhadap tikus Wistar. Tikus Wistar merupakan hewan yang tergolong dalam kelas

Mammalia sehingga memiliki kemiripan fisiologis dengan manusia. Adanya kemiripan

ini memudahkan peneliti untuk melakukan penelitian terkait pengaruh BHT terhadap

ginjal khususnya pemberian BHT secara oral dengan dosis bertingkat.

1. 2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, diajukan suatu masalah yaitu, apakah

pemberian Butylated Hydroxytoluene yang diberikan secara oral dengan dosis bertingkat

berpengaruh terhadap gambaran histopatologi ginjal pada tikus Wistar ?

3
1. 3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Butylated

Hydroxytoluene per oral terhadap gambaran histopatologi ginjal tikus Wistar

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengetahui terdapat atau tidaknya kelainan gambaran histopatologi ginjal

tikus Wistar yang diberi paparan Butylated Hydroxytoluene per oral.

2) Mengetahui jenis kelainan gambaran histopatologi ginjal tikus Wistar yang

diberi paparan Butylated Hydroxytoluene per oral.

3) Mengetahui derajat kerusakan histopatologi ginjal tikus Wistar yang diberi

paparan Butylated Hydroxytoluene per oral

4) Mengetahui terdapat atau tidaknya hubungan dosis-respon antara jumlah

paparan Butylated Hydroxytouene per oral dengan kerusakan ginjal tikus

Wistar yang terjadi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Manfaat dalam ilmu pengetahuan

Pembuatan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai pengaruh pemberian Butylated Hydroxytoluene gambaran

histopatologi ginjal tikus Wistar.

4
2) Manfaat dalam bidang pelayanan masyarakat

a) Memberikan informasi kepada masyarakat, terutama penjual makanan dan

minuman mengenai bahaya penggunaan bahan tambahan makanan seperti

Butylated Hydroxytoluene terhadap kesehatan.

b) Memberikan informasi kepada masyarakat, terutama konsumen makanan dan

minuman supaya berhati-hati dalam memilih makanan dan minuman yang

berisiko mengandung bahan tambahan makanan seperti Butylated

Hydroxytoluene.

c) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai akibat pemakaian bahan

tambahan makanan berupa Butylated Hydroxytoluene terhadap kerusakan

organ ginjal.

3) Manfaat dalam bidang penelitian

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti pengaruh pemberian

BHT per oral terhadap gambaran histopatologi ginjal pada tikus Wistar.

b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk

penelitian-penelitian selanjutnya terkait gambaran histopatologi ginjal pada

kasus toksisitas Butylated Hydroxytoluene.

5
1.1 Penelitian Terdahulu

TABEL 1. Orisinalitas Karya 5,8,9,10

No. Judul Peneliti Hasil Penelitian

1. Nephrotoxicity of Y. Nakagawa, and K. Dosis tunggal yang tinggi pada

butylated Tayama pemberian butylated hydroxytoluene

hydroxytoluene in Department of (1000 mg/kg) pada 344 tikus jantan

phenobarbital- Toxicology, Tokyo Fischer menghasilkan gangguan

pretreated male rats Metropolitan Research ginjal, menurunkan akumulasi dari

Laboratory of Public asam p-aminohipuric dalam ginjal,

Health, Hyakunicho, proteinuria dan enzymuria, selain

Tokyo, Japan. menyebabkan gangguan hepar.

Pemberian phenobarbital (80mg/kg

selama 4 hari) pada mencit yang

diobati dengan BHT dosis tinggi

menghasilkan gangguan ginjal

disertai nekrosis tubular ringan.

Kerusakan ini bergantung dengan

dosis, dengan puncaknya pada 24 jam

setelah pemberian BHT, namun

6
kembali ke batas normal setelah 48

jam. Di sisi lain, tikus betina lebih

jarang terkena gangguan ginjal

maupun hepar akibat BHT bila

dibandingkan dengan mencit jantan.

2. Effect of dietary O.A. Meyer, E. Diet semipurified menggunakan Na-

protein and Kristiansen, G. Wurtzen caseinate atau lactalbumin sebagai

butylated Institute of Toxicology, satu-satunya sumber protein diberikan

hydroxytoluene on National Food Agency, pada tikus betina untuk mengetahui

the kidney of rats Denmark pengaruh nephrocalcinosis pada

Butylated Hydroxitoluene (BHT)

yang menginduksi kerusakan ginjal.

Nephocalcinosis hanya ditemukan

pada tikus yang diberi diet Na-

Caseinate. Oleh karena itu, studi ini

tidak menemukan adanya hubungan

antara perkembangan Nephropathy-

BHT dengan Nephrocalcinosis.

3. Toxicity study of Panicker VP, George S, Sampel tikus wistar 100-150 gram

butylated hydroxyl Krishna D dibagi menjadi 4 kelompok (@ 10

toluene (BHT) in Department of tikus) diberi BHT sebagai berikut,

rats Veterinary Grup 1 kontrol, grup 2, 250 mg/kg

Biochemistry, Faculty BB, grup III 500 mg/kg BB, grup IV

7
of Veterinary and 1g/kg BB. Semua diobservasi untuk

Animal Sciences, kematian selama 14 hari. Hasil

Mannuthy, India. penelitian menunjukkan peningkatan

SGOT dan SGPT serta penurunan

total serum protein. Hal ini

menunjukkan potensi adanya

hepatotoksik.

4. Effects of Butylated Elgazar, Aml F Penelitian menggunakan sampel: 42

Hydroxytoluene and Department of Nutrition tikus dewasa dibagi menjadi 6 grup


and Food Sciences,
Butylated yang sama. Satu sebagai kontrol, dua
Faculty of Home
Hydroxyanisole diberikan injeksi CCL4 untuk
Economics, Helwan
Against University, Cairo, hepatotoksik pada minggu terakhir,
Egypt
Hepatotoxicity grup lain diberikan BHA dan BHT

Induced by Carbon 0.25 and 0.5mg/kg-1 dan BHT at 0.4

Tetrachloride in and 0.8 mg/kg-1 4 minggu yang mana

Rats sebelumnya diberikan CCL4. Pre-

pengobatan dengan BHT dan BHA

secara signifikan menurukan

peningkatan level serum AST, ALT,

ALP, TC, dan TG pada tikus

intoksikasi CCL4, sehingga

disimpulkan BHT dan BHA memiliki

efek hepatoprotektif.

8
Berdasarkan Tabel 1, penelitian penulis berbeda dengan penelitian

sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada:

1) Sampel

Penelitian pertama menggunakan sampel organ hati tikus wistar. Sedangkan

penelitian dalam Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan organ ginjal tikus

wistar.

2) Jumlah Sampel

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian pertama sebanyak 30 ekor

tikus wistar jantan dan dibagi menjadi lima kelompok berbeda. Penelitian

kedua menggunakan 24 ekor tikus wistar sebagai sampelnya dan dibagi

menjadi 6 kelompok berbeda. Sedangkan penelitian ini menggunakan 20 ekor

tikus wistar jantan. dibagi menjadi 4 kelompok dengan 9 tikus tiap kelompok.

3) Variabel Tergantung

Penelitian pertama mengamati kadar MDA, gambaran histologi hati, warna

hati, dan penurunan lemak pada hepatosit. Sedangkan pada penelitian ini

dilakukan pengamatan terhadap kerusakan ginjal.

4) Zat yang digunakan

Penelitian pertama mengamati zat asam alfa lipoat. Penelitian kedua

mengamati pengaruh pemberian uji jalar ungu yang diinduksi gentamisin.

Sedangkan pada penelitian dalam Karya Tulis ini zat yang digunakan adalah

Butylated Hydroxytoluene.

Anda mungkin juga menyukai