Anda di halaman 1dari 33

BAB I

KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

A. Anggota Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. S
Alamat : Sukerejo RT 24/09, Kroyo, Karangmalang
Bentuk Keluarga : Extended Family
Struktur Komposisi Keluarga :
Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah
Pendi-
Kedu-
No Nama L/P Umur dikan Pekerjaan Ket.
dukan
terakhir
Kepala Pensiunan
1 Tn.S L 55 th S1 -
Keluarga TNI
2 Ny. K Istri P 49 th S1 Guru -
3 An. S Anak P 12 th SD Pelajar SMP -
4 An. D Anak P 9 th TK Pelajar SD -
5 Ny. H Nenek P 87 th - - -
Sumber : Data primer, April 2017

B. Kesimpulan
Keluarga Ny. H termasuk ke dalam extended family yang terdiri atas 5
orang, pasangan suami istri yang memiliki 2 anak dan nenek. Keluarga
tersebut terdiri dari ayah Tn. S (59 tahun), ibu Ny. S (53 tahun), anak An. S
(12 tahun), An. D (9tahun), dan Nenek Ny. H ( 87 tahun). Pendidikan dalam
keluarga ini secara umum sudah cukup baik. Tn. S merupakan pensiunan
TNI, Ny. K adalah seorang guru SMA. Sedangkan An. S masih menempuh
pendidikan di bangku SMP dan An. D bersekolah di bangku SD. Ny. H
tinggal dirumah membantu pekerjaan sehari-hari. Ny. H mulai merasakan
tidak enak badan sekitar 5 tahun yang lalu namun tidak rutin berobat. Ny. H
mulai memeriksakan diri secara rutin ke Bidan desa semenjak 2 tahun yang
lalu setelah pernah dirawat dengan stroke.

1
Identifikasi Aspek Personal
1. Alasan kedatangan berobat
Pasien datang ke Bidan Desa/ Puskesmas Karangmalang atas insiatif
sendiri karena sakit
2. Persepsi pasien tentang penyakit
Pasien mengerti dengan keadaan yang dialaminya. Pasien sadar akan
perlunya pengobatan terhadap penyakitnya dan membutuhkan waktu
yang lama dan kedisiplinan dalam pengobatan penyakitnya.
3. Kekhawatiran pasien
Pasien memiliki kekhawatiran bila penyakitnya tersebut tidak sembuh-
sembuh sehingga tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Harapan pasien
Pasien berharap penyakitnya bisa berkurang dan tidak menjadi beban
keluarga.

BAB II
STATUS PASIEN

2
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. H
Umur : 87 tahun
Alamat : Sukorejo, RT 24/09, Kroyo, Karangmalang
Jenis kelamin :P
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Status : Menikah
Tanggal Pemeriksaan : 4, 7, 13 April 2017

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sakit di daerah tengkuk belakang leher
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan sakit di daerah belakang kepala sejak 5 tahun
terakhir ini. Sakit dirasakan setiap hari terutama saat bangun tidur.
Sakit dirasakan cenut-cenut dan terasa berat dan hilang timbul. Sakit
terasa enakan apabila digunakan untuk istirahat dan bertambah sakit
apabila digunakan untuk aktivitas yang berat.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di kedua lutut, nyeri di kedua lutut
sudah dikeluhkan sekitar 2 tahun. terakhir Nyeri terutama dirasakan di
pagi hari. Nyeri seperti ngilu, hilang timbul. Nyeri bertambah berat
apabila digunakan untuk berjalan lama, naik tangga. Nyeri hilang
apabila digunakan untuk istirahat.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Riwayat tekanan darah tinggi : (+)
b. Riwayat Stroke : (+) 2 tahun yang lalu
c. Riwayat sakit gula : Disangkal
d. Riwayat sakit jantung : Disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : Disangkal

3
f. Riwayat sakit asma : Disangkal
g. Riwayat alergi : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
b. Riwayat sakit gula : Disangkal
c. Riwayat sakit jantung : Disangkal
d. Riwayat sakit ginjal : Disangkal
e. Riwayat sakit asma : Disangkal
f. Riwayat alergi : Disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat olahraga : Disangkal
b. Riwayat merokok : Disangkal
c. Riwayat alkohol : Disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan berusia 87 tahun dengan status
menikah. Pasien tinggal bersama keluarga anaknya Ny. K yang bekerja
sebagai guru. Biaya kehidupan sehari-hari didapatkan dari hasil gaji
pensiun Tn. S dan gaji Ny. K. Pasien menjalani pengobatan dengan
menggunakan BPJS. Sehari-hari pasien bersosialisasi dengan keluarga
dan lingkungan. Pasien sekarang tinggal di rumah berukuran 100m2
7. Riwayat Gizi
Dalam satu hari, frekuensi makan 1-2x jenis makanan nasi dengan
sayur dan lauk pauk.

C. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 4 April 2017
1. Keadaan Umum
Compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan cukup

4
2. Tanda Vital
Tensi : 170/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 36.3 oC per axiler
3. Status Gizi
BB : 45 kg
TB : 155 cm
BMI : BB/TB2 = 45 /(1.5)2 = 20 kg/m2
Status gizi : normoweight
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, rambut memutih tersebar merata, turgor baik,
ikterik (-), sianosis( -)
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut sukar dicabut, tersebar merata
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea
(+/+), visus menurun (+/+), katarak (+/+)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)
8. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-)
9. Telinga
Membran timpani intak (+), sekret (-), benjolan (-), pendengaran
menurun (+/+)
10. Tenggorokan
Tonsil melebar (-), faring hiperemis (-), dahak (-)

11. Leher
JVP R + 2 cm, trakea di tengah, KGB (Kelenjar Getah Bening) tidak
membesar

5
12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrastenalis (-), sela iga melebar (-)
a. Cor
i. Inspeksi :Ictus kordis tampak
ii. Palpasi :Ictus kordis kuat angkat, teraba di SIC V 1 cm
medial linea medioclavicularis sinistra
iii. Perkusi :
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC V linea parasternalis
dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea medioklavikularis
sinistra
iv. Auskultasi :Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-)
Kesimpulan :batas jantung kesan melebar caudolateral
b. Pulmo
i. Inspeksi : pengembangan dada kanan=dada kiri
ii. Palpasi : fremitus raba kanan=kiri
iii. Perkusi : sonor/sonor
iv. Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi basah kasar (+/+),
wheezing (-/-), inspirasi=ekspirasi
13. Abdomen
i. Inspeksi
Dinding perut sejajar dari dinding dada, venektasi (-)

ii. Perkusi
Timpani seluruh lapang perut
iii. Auskultasi
Bising usus (+), 14x / menit
iv. Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

6
14. Ekstremitas
i. Atas: Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
ii. Bawah : Palmar eritem (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Palpasi: ABI kanan/kiri 0.9/0.93
Tabel 2.1 Perabaan Arteri ekstremitas bawah
Arteri Dekstra Sinistra
Arteri femoralis Teraba kuat Teraba kuat
Arteri poplitea Teraba lemah Teraba kuat
Arteri tibialis Teraba kuat Teraba kuat
posterior
Arteri dorsalis pedis Teraba kuat Teraba kuat

D. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa :
Captopril tab 25 mg 2x1
CTM tab 3x1
Antalgin tab 3x1
Vit B1 tab 3x1
2. Non medikamentosa
Edukasi:
Promotif: Menjelaskan dampak yang dapat terjadi jika obat tidak
diminum secara teratur

E. Resume
Keluarga Ny. H berbentuk extended family beranggotakan 5 orang.
Didapatkan masalah kesehatan pada Ny. H usia 87 tahun yaitu hipertensi

7
stage 2. Dari autoanamnesis didapatkan pasien Ny. H telah menderita
tekanan darah tinggi kurang lebih sejak 5 tahun terakhir. 2 tahun yang lalu
pasien sempat di rawat di RSUD Sragen dengan diagnosis stroke. Saat ini,
Ny. H sudah mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari dengan baik, dan
secara rutin meminum obatnya.
Sehari-hari pasien makan dengan frekuensi yang tidak tentu, 1- 2x
sehari. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, ditemukan bahwa
tekanan darah pasien tinngi yaitu 170/90 mmHg, katarak pada mata kanan
dan kiri, adanya penurunan pendengaran, pad pemeriksaan fisik ditemukan
kesan cor melebar caudolateral dan adanya ronkhi basah kasar pada
pemeriksaan auskultasi pulmo.

BAB III

IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

8
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis dan Klinis
Pasien Ny. H berusia 87 tahun menderita hipertensi, berada dalam
extended family yang terdiri dari anaknya Ny. K (49 th) , menantunya Tn. K
(55 tahun) dan cucunya An. S (12 th), An D (9 th). Dalam keluarga Ny. H
tidak ditemukan adanya penyakit menurun (herediter). Di rumah keluarga
Ny. H tidak ditemukan adanya penyakit menular seperti TB atau kusta.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan yang terjadi dalam keluarga inti cukup baik. Jarang timbul
masalah diantara tiap anggota keluarga. Apabila ada masalah, mereka akan
berdiskusi bersama, keputusan yang diambil juga diputuskan bersama agar
tidak ada yang merasa diperberat.
3. Fungsi Sosial
Fungsi sosial keluarga Ny. H cukup baik karena Ny. H rutin sholat
berjamaah di masjid dekat rumah dan mengikuti pengajian di daerah tempat
tinggalnya, sehingga komunikasi dengan tetangga sekitar rumah berjalin
dengan baik.
4. Fungsi Ekonomi
Ny. H sehari-hari tidak bekerja mendapat penghasilan dari anak dan
menantunya. Anaknya merupakan guru dan menantunya adalah pensiuanan
TNI. Ny H tinggal di rumah anaknya semenjak suaminya meninggal. Untuk
biaya pegobatan, Ny H mempunyai kartu BPJS.

5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi


Ny. H sering dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dialaminya
dengan berdiskusi bersama keluarganya. Hubungan dalam keluarga cukup
harmonis. Ny. H juga cukup baik dalam hal beradaptasi dengan masyarakat
dan budaya di sekitar tempat tinggalnya.

B. Fungsi Fisiologis

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score


adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut

9
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.
1. Adaption
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi
dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan saran dari anggota
keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan bagaimana keluarga menjadi
tempat utama anggota keluarga kembali jika dia menghadapi masalah. Contohnya,
keluarga merupakan tempat pertama bagi Ny. H untuk kembali dan berbagi serta
berdiskusi apabila menghadapi masalahnya, termasuk masalah kesehatannya.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut,
bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan membahasnya bersama-sama.
Baik Ny H, Tn. S, Ny. K dan dua anaknya sudah merasa puas dengan cara
keluarga membagi masalah.
3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut. Misalnya, pada saat Ny. H didiagnosis hipertensi dan
harus menjalani pengobatan rutin dari puskesmas.

10
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu sama lain dan
saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih sayangnya. Menurut
pasien, secara keseluruhan hubungan kasih sayang antara Ny H dengan keluarga
inti cukup baik.
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Dalam keluarga Ny.
H nilai resolve cukup, ditandai keluarga yang kadang berkunjung dan berkumpul
bersama.
Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :
1. Selalu/sering : 2 poin
2. Kadang-kadang : 1 poin
3. Jarang/tidak pernah : 0 poin
Dan penggolongan nilai total APGAR ini adalah :
1. 8-10 : baik
2. 6-7 : cukup
3. 1-5 : buruk
Penilaian mengenai fungsi fisiologis keluarga Ny. H dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 APGAR Anggota Keluarga Ny. H
Kode APGAR keluarga Tn. S Tn. S

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga


A 2
saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan
P 2
membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
G mendukung keinginan saya untuk melakukan 2
kegiatan baru atau arah hidup yang baru

Saya puas dengan cara keluarga saya


A mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon 1
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
R 1
membagi waktu bersama-sama
Total Nilai APGAR 8

11
Tabel 3.2 APGAR Anggota Keluarga Ny. H
Kode APGAR keluarga Ny. H Ny. H

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga


A 2
saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan
P 2
membagi masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan
G mendukung keinginan saya untuk melakukan 2
kegiatan baru atau arah hidup yang baru

Saya puas dengan cara keluarga saya


A mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon 2
emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
R 1
membagi waktu bersama-sama
Total Nilai APGAR 9

Fungsi Fisiologis Keluarga = (8+9)/2 = 8.5 (baik)


Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga Ny. H baik . Hal ini terlihat dari rata-rata skor
APGAR yaitu 8.5, namun baru dapat dinilai pada 2 orang dari 5 anggota keluarga.

C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika keluarga Ny. H menghadapi permasalahan. Fungsi patologis
keluarga Ny. H dapat diamati pada Tabel 3

12
Tabel 3.2 SCREEM Keluarga Ny. H
Sumber Patologi Ket.
Interaksi sosial antar anggota keluarga dan interaksi
dengan masyarakat di lingkungan sekitar rumah
SOCIAL -
tergolong baik.

Keluarga Ny. H menerapkan adat-istiadat Jawa dalam


kehidupannya, mereka menjaga nilai-nilai kesopanan
dalam interaksinya. Bahasa yang digunakan untuk
CULTURAL -
komunikasi sehari-hari adalah campuran antara
Bahasa Indonesia dengan Bahasa Jawa.

Ny. H dan keluarga menerapkan dan menjaga nilai-


nilai kerohanian Islam dalam hidupnya. Mereka rutin
RELIGION -
beribadah dan mengaji di rumah dan di masjid.

Pemenuhan kebutuhan Ny. Htidak pasti, dibiayai oleh -


anak dan menantunya. Namun, untuk pemenuhan
ECONOMY kebutuhan secara keseluruhan sudah cukup,
berdasarkan gaji pensiun Tn. S dan gaji Ny. K.

Ny. H tidak bersekolah, sementara menantunya Tn. S -


EDUCATION dan anaknya Ny. K lulusan S1 di Surakarta.

Apabila ada masalah kesehatan, keluarga Ny. H segera


MEDICAL berobat ke Puskesmas maupun pelayanan kesehatan -
lainnya.
Kesimpulan:
Fungsi patologis keluarga Ny. H tidak ada yang mengalami gangguan.

13
D. Genogram

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny. H Sumber: Data Primer, April 2017

14
E. Pola Interaksi Keluarga

Ny. H

Tn. S Ny. K

An. S An. D

Gambar 3.2 Pola Interaksi Keluarga Tn. S

Keterangan :

: Hubungan harmonis

: Hubungan tidak harmonis

Kesimpulan :

Hubungan antar anggota keluarga Ny. H harmonis dan dekat.

F. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

1. Pengetahuan

Pendidikan terakhir Ny. H tidak sekolah, sehingga kemampuan dan


kesadaran untuk mencari atau mengetahui informasi tentang penyakit yang
dialami cukup. Ny. H sudah banyak mengetahui informasi mengenani
ketertiban untuk meminum obat setiap hari. Untuk kesadaran pasien

15
memeriksakan diri ke dokter apabila merasa sakit sudah cukup baik.
Pengetahuan pasien akan pentingnya pengendalian dan komplikasi dari
penyakitnya cukup baik. Hal itu membuat pasien rutin minum obat.

2. Sikap

Ny. H dan keluarga mempunyai sikap terhadap kesehatan yang


cukup baik. Sehat menurut Ny. H adalah dimana beliau bisa melakukan
segala aktivitas tanpa adanya keterbatasan, apabila dirasa terdapat
keterbatasan atau kelainan yang benar-benar menggangu aktivitasnya
barulah pasien periksa ke dokter.

3. Tindakan

Ny. H memiliki tindakan terhadap kesehatan yang cukup baik.


Pasien rutin minum obat sesuai petunjuk tenaga medis.

G. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan

16
1. Lingkungan
Berikut ini adalah keadaan rumah pasien:
Tabel 3.3 Keadaan Rumah Ny. H
No Lingkungan Ny. H Keterangan
1 Status kepemilikan rumah: rumah milik menantu Kesimpulan:
2 Daerah perumahan: dekat dengan bidan desa Keadaan
3 Luas tanah: dengan halaman, luas bangunan: 80m2 rumah Ny. H
4 Jumlah penghuni dalam satu rumah: 5 orang cukup terawat
5 Jarak antar rumah: 0m(samping).
6 Rumah 1 lantai dan banyak
7 Lantai rumah: ubin tumpukan
8 Dinding rumah: tembok bata barang.
9 Jamban keluarga: ada Dengan
10 Kamar mandi: ada pencahayaan
11 Dapur: ruangan tersendiri cukup baik.
12 Tempat tidur : ada 3
13 Penerangan listrik @20watt x 6 buah lampu= 120 watt
14 Pencahayaan: cukup baik
15 Ketersediaan air bersih bersumber dari sumur
16 Kondisi umum rumah: kondisi rumah kurang terawat
17 Tempat pembuangan sampah : di dalam rumah
terdapat tempat sampah dan di luar rumah terdapat
tempat sampah.
2. Keturunan
Tidak ada riwayat penyakit herediter pada keluarga Ny. H
3. Pelayanan Kesehatan
Ny. H memiliki tindakan untuk mencapai pelayanan kesehatan seperti
kontrol untuk penyakitnya dan memeriksakan diri jika sakit ke pelayanan
kesehatan. Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sudah
cukup baik. Ny. H mempunyai BPJS, sehingga untuk biaya berobat di
Puskesmas sudah ditanggung BPJS.

H. Identifikasi Outdoor dan Indoor

1. Lingkungan Indoor
U

17
D RT KM

Praktik Bidan RT Rumah tetangga


Desa RT
R. Tamu
RT

Jalan Desa

Gambar 3. Denah Rumah Ny. H

Jendela

Pintu
a

Ruangan dipisah sekat permanen


Keterangan:
a. Luas rumah 80m2, lantai ubin.
b. Penggunaan air sumur untuk mandi, mencuci, dan memasak.
c. Keadaan dalam rumah cukup terawat dan ada tumpukan barang.
2. Lingkungan Outdoor
a. Terdapat teras yang digunakan untuk menjemur, parkir dan pot bunga
b. Jalan depan rumah merupakan jalan akses desa.
c. Sebelah rumah pasien adalah tempat praktik bidan desa.

BAB IV
DIAGNOSIS HOLISTIK DAN PEMBAHASAN

A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
Pasien berusia 87 tahun dalam extended family dengan diagnosa
Hipertensi stage II. Dari penilaian aspek personal, didapatkan pasien tidak

18
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Dari segi
fungsi psikologis, pasien tidak mengalami depresi, ansietas, maupun stres.
Aspek II: Klinis
Pasien didiagnosis menderita Hipertensi stage II, katarak ODS dan suspek
osteoarthritis
Aspek III: Faktor Internal
Meskipun tingkat pendidikan pasien rendah, pasien masih bisa memahami
cara pengobatan, kepatuhan pengobatan, nutrisi untuk pasien, dan hal-hal
yang harus dihindari. Pasien bersedia menjalani pengobatan, dan kontrol
rutin.
Aspek IV: Faktor Eksternal
Pasien masih dapat melaksanakan kehidupannya dengan baik. Fungsi
sosial pasien baik terlihat dari sehari-hari pasien yang sering sholat di
masjid dekat rumah dan mengikuti pengajian. Hubungan yang terjadi
dalam keluarga besarnya harmonis. Jarak anatara rumah pasien ke faskes
cukup dekat, jarak ke Puskesmas 1 km dan di sebelah rumah pasien
adalah tempat praktik bidan desa.
Aspek V: Derajat Fungsional
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, Ny. H memiliki derajat
fungsional 2. Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari, serta
mandiri dalam perawatan diri.

B. Pembahasan
Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari
140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat
(tenang). Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg (Chobanian, 2003).

Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi


berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi
dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis

19
kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya
aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung
natrium dan lemak jenuh (Sidabutar, 1999).

Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi


primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi
sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,
penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak
menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi
dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu,
hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara
berkala (Sidabutar, 1999). Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai
penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac
output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi salah satunya adalah genetik. Adanya
faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium
terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai
risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang
tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Wade, et al., 2003).
Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat
hipertensi dalam keluarga (Yunis, et al., 2003).

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi
kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II
( Chobanian, 2003).

Tabel4.1.KlasifikasitekanandarahmenurutJNCVII

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah

20
Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II 160 100

Sumber: Chobanian, 2003

Tabel4.2.KlasifikasitekanandarahmenurutWHO/ISH

Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah


Darah Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Hipertensi berat 180 110

Hipertensi sedang 160-179 100-109

Hipertensi ringan 140-159 90-99

Hipertensi 120-149 90-94


perbatasan

Hipertensi sistolik 120-149 <90


perbatasan

Hipertensi sistolik >140 <90

21
terisolasi

Normotensi >140 <90

Optimal <120 <80

Pasien saat ini mengonsumsi captopril 25 mg 2 kali sehari untuk


pengobatan hipertensinya. Pasien dan keluarga telah mengerti bahwa
pengobatan hipertensi harus dilakukan dalam waktu lama dan membutuhkan
ketekunan. Sasaran terapi adalah sistolik <140 dan diastolik <90 mmHg.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan meskipun sasaran sudah tercapai
(Perki, 2015). Tingginya kesadaran pasien dan keluarga untuk menjalani
tatalaksana hipertensi mengakibatkan komplikasi-komplikasi hipertensi dapat
dicegah. Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya
komplikasi tersebut. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila
penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa
organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung
dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal (Hoeymans, et al., 1999).
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang disebabkan
oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada
hipertensi maligna (Susalit, et al., 2015).
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa

22
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara
lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas
terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target,
misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforming growth factor- (TGF-) (Yogiantoro, 2006).
Dalam kunjungan ini, edukasi mengenai cara mempertahankan
tekanan darah agar tidak naik. Disarankan agar Ny H, menghindari asupan
garam yang tinggi, agar tidak sering melakukan aktivitas yang berat-berat,
dan agar menkonsumsi obat secara teratur.
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau
terjadi akibat kedua-duanya. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang
paling sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa
yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun (Ilyas, 2010).
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh
antara lain adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang
berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung pada
status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan,
yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang berasal dari
sinar matahari (Sirlan F, 2000).
Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang kebeningannya, keadaan
ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. .Prevalensi katarak
meningkat tiga sampai empat kali pada pasien berusia >65 tahun (Pollreisz
dan Schmidt, 2010).
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah
menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis. Bila katarak dibiarkan
maka akan terjadi komplikasi berupa glaukoma dan uveitis. Glaukoma adalah

23
peningkatan abnormal tekanan intraokuler yang menyebabkan atrofi saraf
optik dan kebutaan bila tidak teratasi (Ilyas, 2010).
Dalam kunjungan ini, diberikan edukasi mengenai penurunan visus
karena adanya katarak pada kedua mata Ny. H. Disarankan agar Ny H,
memeriksakan kedua matanya ke puskesmas untuk mendapatkan penjelasan
atau bisa terdata apabila puskesman kedepannya memiliki program mengenai
pasien dengan katarak. Dan diberikan alternatif pilihan yang lain yaitu
memeriksakannya ke dokter spesialis mata dan tidak perlu khawatir masalah
biaya karena Ny. H telah memiliki kartu BPJS.
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non
inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini
bersifat progresif lambat, ditandai dengan adanya degenerasi tulang rawan
sendi, hipertrofi tulang pada tepinya, sklerosis tulang subkondral, perubahan
pada membran sinovial, disertai nyeri, biasanya setelah aktivitas
berkepanjangan, dan kekakuan, khususnya pada pagi hari atau setelah
inaktivitas (Soeroso, et all., 2006).
Secara garis besar, faktor risiko timbulnya OA lutut meliputi usia,
jenis kelamin, ras, genetik, nutrisi, obesitas, penyakit komorbiditas,
menisektomi, kelainan anatomis, riwayat trauma lutut, aktivitas fisik,
kebiasaan olah raga, dan jenis pekerjaan (Firestein, 2009).
Usia adalah faktor risiko utama timbulnya OA, dengan prevalensi dan
beratnya OA yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Lebih dari 80% individu berusia lebih dari 75 tahun terkena OA. Bukti
radiografi menunjukkan insidensi OA jarang pada usia di bawah 40 tahun
(Firestein, 2009). OA hampir tidak pernah terjadi pada anak-anak dan sering
pada usia di atas 60 tahun (Soeroso, et all., 2006).
Diagnosis OA lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American
College of Rheumatology seperti tercantum pada tabel berikut ini.
Tabel 4.3. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Lutut
Klinis Klinis dan Klinis dan Radiologi
Laboratorik
Nyeri lutut (+) Nyeri lutut (+) minimal 5 Nyeri lutut (+)
minimal 3 dari 6 dari 9 kriteria berikut : minimal 1 dari 3

24
kriteria berikut : 1. Umur > 50 tahun kriteria berikut :
1. Umur > 50 tahun 2. Kaku pagi < 30 menit 1. Umur > 50 tahun
2. Kaku pagi < 30menit 3. Krepitasi 2. Kaku pagi < 30 menit
3. Krepitus 4. Nyeri tekan 3. Krepitasi +
4. Nyeri tekan 5. Pembesaran tulang OSTEOFIT
5. Pembesaran 6. Tidak panas pada
6. tulang perabaan
7. Tidak panas 7. LED < 40 mm / jam
8. pada perabaan 8. RF < 1 : 40
9. Analisis cairan
sendinormal
Sumber: American College of Rheumatology, 2012
Penatalaksanaan pada OA bertujuan untuk mengontrol nyeri,
memperbaiki fungsi sendi yang terserang, menghambat progresifitas penyakit,
serta edukasi pasien.
Dalam kunjungan ini, diberikan edukasi mengenai sakit yang
dirasakan pada kedua lutut Ny. H, agar selanjutnya dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut di faskes terdekat dan dilakukan pemeriksaan lab dan radiologi
untuk diagnosa lebih lanjut.

Keluarga Ny. H dilihat dari fungsi holistik dinilai cukup baik dengan
fungsi biologis bentuk keluarga Ny. H adalah extended family. Extended
family atau keluarga besar adalah keluarga inti ditambah dengan keluarga lain
yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, bibi dan paman
(Friedman, 1998). Extended family pada keluarga Ny. H terdiri atas 5 orang.
Semuanya tinggal bersama dalam satu rumah. Secara umum keluarga ini
tampak sehat, saling menyayangi dan mendukung satu sama lain. Dari fungsi
psikologis pasien tidak mengalami depresi, kecemasan, maupun stres yang
dapat mempengaruhi kesehatannya.
Fungsi sosialisasi keluarga Ny. H dinilai baik dengan terjalinnya
komunikasi dan perhatian yang baik antar anggota keluarga maupun dengan
masyarakat sekitar. Walaupun Ny. H menderita Hipertensi post stroke, hal
tersebut tidak menyebabkan pasien mengalami penurunan fungsi sosial dalam
bersosialisasi aktif di masyarakat. Fungsi ekonomi untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga sehari-hari saat ini Ny. H mengandalkan anaknya

25
yang merupakan guru dan menantunya yang merupakan pensiunan TNI. Biaya
pengobatan Ny. H dibantu oleh jaminan kesehatan sebagai peserta BPJS.
Kondisi fisiologis keluarga Ny. H tergolong baik, dapat dilihat dari
skor APGAR 8. Secara umum, tidak ada hambatan komunikasi pada keluarga
ini. Karena keterbatasan waktu, nilai APGAR An. S dan An. D sulit
dievaluasi karena jadwal kunjungan rumah pasien selalu bertepatan dengan
jadwal sekolah dan kegiatan sang anak. Fungsi patologis keluarga Ny. H tidak
mengalami gangguan.
Dari genogram tampak bahwa Ny. H adalah anak ke-6 dari delapan
bersaudara. Kakak dan adik Ny. H telah meninggal. Tersisa hanya Ny. H dan
kakak yang ke-3. Tiga saudara kandung Ny. H juga menderita hipertensi. Ibu
dari Ny. H meninggal dunia tetapi pasien tidak mengetahui penyebabnya.
Ayah Ny. H juga sudah meninggal dunia, tetapi pasien tidak mengetahui
penyebab kematian.
Dilihat dari pola interaksi antar keluarga, hubungan antar anggota
keluarga dalam satu rumah seluruhnya harmonis. Kondisi keluarga yang
harmonis dengan anak-anak yang berbakti merupakan bentuk dukungan
keluarga yang dapat mempengaruhi perbaikan kesehatan Ny. H (Sadock dan
Sadock, 2010).
Kesadaran keluarga Ny. H akan kesembuhan Ny. H saat ini cukup
baik, terlihat dari pasien yang bersemangat untuk kontrol rutin menjalani
rangkaian pengobatan yang diperlukan. Dukungan penuh dari keluarga juga
dinilai baik, karena Ny. K sering menemani Ny. H kontrol dan mengikuti
kegiatan sosial di masyarakat.
Berdasarkan siklus hidup keluarga di atas, keluarga Ny. H masuk
dalam tahap VII: keluarga dengan kepala keluarga (Tn. S) berusia 55 tahun
dan istrinya (Ny. K) berusia 49 tahun, aktif bekerja dalam kehidupan sehari-
hari.
Dilihat dari faktor non perilaku seperti pencahayaan rumah dari sinar
matahari sudah cukup baik. Ventilasi yang cukup baik, menyebabkan sirkulasi
udara di dalam rumah cukup baik. Kondisi rumah ruang tamu, ruang keluarga,

26
dan kamar sudah cukup bersih dan rapi. Lantai rumah berkeramik. Kondisi
dapur cukup bersih.

BAB V
PENATALAKSANAAN DAN SARAN KOMPREHENSIF

A. Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Puskesmas turut aktif memberikan penyuluhan kepada masyarakat
melalui POSBINDU dan Posyandu Lansia, khususnya di lingkungan
sekitar keluarga Ny. H tentang penyakit kronis (DM, Hipertensi,
Stroke) faktor risiko, cara pencegahan dan penyembuhannya.
b. Puskesmas turut aktif dalam memberikan penyuluhan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat.
c. Keluarga Ny. H harus lebih meningkatkan perilaku hidup bersih
dirumahnya dengan rutin membersihkan rumah menjaga
kebersihannya, serta mencuci tangan sebelum makan, dan setelah
beraktivitas.
d. Keluarga Ny. H harus lebih memperhatikan pola makan dengan
mengurangi asupan garam harian agar tekanan darah dapat lebih
terkontrol.
e. Pasien diberi apresiasi atas usaha dan semangatnya untuk berobat
kembali dan kontrol rutin serta usaha untuk minum obat secara teratur,
serta diberi pemahaman bahwa bila tekanan darah tidak dikontrol maka
dapat memperburuk kondisi kesehatannya.
2. Preventif

27
a. Melakukan penemuan kasus penyakit kronis (DM, Hipertensi, Stroke)
secara dini terutama terhadap keluarga pasien dan masyarakat
sekitarnya.
b. Edukasi keluarga untuk selalu mengingatkan pasien untuk minum obat
yang sudah diberikan sesuai aturan. Obat diminum dengan
menggunakan air putih agar tidak mengurangi efek obat.
c. Edukasi keluarga untuk mengatur pola makan agar terhindar dari
peningkatan tekanan darah.
f. Edukasi pasien untuk tidak membeli obat sembarangan di warung.
d. Diet sehat dengan kalori seimbang berupa rendah lemak, garam, gula,
dan tinggi serat.
e. Rutin aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari.
f. Istirahat yang cukup dan kendalikan stress.
3. Kuratif
a. Pihak dokter dan tenaga medis di puskesmas ataupun rumah sakit
melakukan koordinasi yang berkelanjutan untuk menyamaratakan
pengetahuan dan pemahaman atas penatalaksanaan suatu penyakit dari
pasien yang dirawat bersama, sehingga tidak terjadi polifarmasi dan
kesalahan terapi terhadap pasien.
b. Konsultasi ke dokter ahli gizi untuk perencanaan diet khusus lansia
penderita hipertensi.
c. Mengonsumsi obat oral antihipertensi secara teratur sesuai resep
dokter.
d. Melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
30 menit) dengan aktivitas ringan seperti berjalan kaki di sekitar
rumah.
4. Rehabilitatif
a. Kontrol rutin ke dokter minimal satu bulan sekali untuk melihat
interaksi obat, efek samping, dan kepatuhan pengobatan.
b. Pasien dianjurkan untuk beristirahat cukup, tetap melakukan mobilisasi
yang ringan dan mengkonsumsi makanan yang bergizi sesuai dengan
ketentuan gizi pasien.
c. Meningkatkan dukungan dan motivasi dari keluarga pasien terutama
suami dan anak-anak pasien agar pasien tetap semangat dalam
menjalani proses pengobatan hipertensi. Pasien didampingi untuk rutin
kontrol ke dokter dan menjalani terapi.

28
d. Motivasi Ny. K dan Tn. S agar tidak menjadikan kejadian sakit pada
Ny. H sebagai beban yang berat melainkan hendaknya ikhlas, pasrah,
senantiasa berusaha dan berdoa pada Tuhan seperti yang telah mereka
lakukan.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Rheumatology. 2012. Osteoarthritis. Lake Boulevard NE,


Atlanta.

29
Chobanian, Aram V., et al (2003). The seventh report of the joint national
committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood
pressure: the JNC 7 report. Jama, 289(19): 2560-2571.

Firestein Gary S, Ralph C.Budd, Edward D. Harris, Iain B.McInnes, Shaun


Ruddy, John S.Sergent (2009). Kelleys textbook of rheumatology 8 th
edition volume II. Canada: Saunders Elsevier

Friedman MM (1998). Family nursing : Research, theory and practice.


4th Edition. Norwalk CT: Alpleton & Lange.

Gunawan GG, Setiabudi R, Nafrialdi, Elysabeth (2008). Farmakologi dan Terapi


Edisi 5. Jakarta : FKUI.

Guyton AC, Hall JE (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hoeymans N, Smit HA, Verkleij H, Kromhout D (1999). Cardiovascular Risk


Factors in Netherlands. Eur Heart p:520.

Ilyas, S (2010). Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional.

Perki (2015). Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.


Jakarta

Pollreisz A, Schmidt U (2010). Diabetic CataractPathogenesis, Epidemiology


and Treatment. Vol. 2010. Available from:

30
http://www.hindawi.com/journals/joph/2010/608751. [Accesed 20 April
2017]

Price SA dan Wilson LM (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses


penyakit edisi 6 volume 1 dan 2. Jakarta: EGC.

Sadock BJ dan Sadock VA (2010). Kaplan & Sadock: Buku ajar psikiatri klinis.
Edisi 2. Jakarta: EGC, pp: 191-5.

Sidabutar, R. P., Wiguno P. Hipertensi Essensial (1999). Ilmu Penyakit Dalam


Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FK-UI p: 210.

Sirlan F (2006). Blindness Reduction Rate, is it Important to Evaluate?.Majalah


Ophtalmologica Indonesiana. Volume 3. No 3. Sept-Des 2006. CV Usaha
Prima: Jakarta p:241

Sudoyo A W, et al (2000). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi IV.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Susalit E, Kapojos EJ, Lubis HR (2000). Hipertensi Primer Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid II, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hal.453-470.

Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis (2006). In:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4 th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia p. 1195-1201.

31
Wade, A Hwheir, D N Cameron, A (2003). Using a Problem Detection Study
(PDS) to Identify and Compare Health Care Privider and Consumer Views
of Antihypertensive therapy. Journal of Human Hypertension, Jun Vol 17
Issue 6, p: 397.

Yogiantoro M (2006). Hipertensi Esensial. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit


Dalam FKUI p: 599-601.

Yunis Tri, dkk (2005). Blood Presure Survey Indonesia Norvask Epidemiology
Study. Medika Volume XXXIX 2003; 4: 234-8.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kunjungan Home


Care Keluarga Ny. H

32
Lampiran 2. Kondisi Rumah Keluarga Ny. H

33

Anda mungkin juga menyukai