PENDAHULUAN
1
ETIOLOGI
Jamur
2
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, terapi
immunosupresif, dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS.
Jamur penyebab infeksi biasanya berasal dari genus Aspergillus dan
Zygomycetes.
EPIDEMIOLOGI
KLASIFIKASI
Untuk menilai beratnya penyakit, pasien diminta untuk menentukan dalam VAS
jawaban dari pertanyaan:
_______________________________________________________________
3
Nilai VAS > 5 mempengaruhi kulaitas hidup pasien
Akut
< 12 minggu
Resolusi komplit gejala
Kronik
12 minggu
Tanpa resolusi gejala komplit
Termasuk rinosinusitis kronik eksaserbasi akut
PATOFISIOLOGI
4
serosa. Gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus, sehingga silia menjadi
kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Kondisi inilah yang
disebut rhinosinusitis non-bacterial.
Bila sumbatan berlangsung terus akan terjadi hipoksia dan retensi lendir
sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadi perubahan
jaringan menjadi hipertrofi, polipoid atau pembentukan kista. Polip nasi dapat
menjadi manifestasi klinik dari penyakit sinusitis. Polipoid berasal dari edema
mukosa, dimana stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang
sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, dimana mukosa yang sembab
makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terjadilah polip.7
Perubahan yang terjadi dalam jaringan dapat disusun seperti dibawah ini,
yang menunjukkan perubahan patologik pada umumnya secara berurutan:
1. Jaringan submukosa di infiltrasi oleh serum, sedangkan permukaannya
kering. Leukosit juga mengisi rongga jaringan submukosa.
2. Kapiler berdilatasi, mukosa sangat menebal dan merah akibat edema dan
pembengkakan struktur subepitel. Pada stadium ini biasanya tidak ada
kelainan epitel.
5
3. Setelah beberapa jam atau sehari dua hari, serum dan leukosit keluar melalui
epitel yang melapisi mukosa. Kemudian bercampur dengan bakteri, debris,
epitel dan mukus. Pada beberapa kasus perdarahan kapiler terjadi dan darah
bercampur dengan sekret. Sekret yang mula-mula encer dan sedikit,
kemudian menjadi kental dan banyak, karena terjadi koagulasi fibrin dan
serum.
4. Pada banyak kasus, resolusi terjadi dengan absorpsi eksudat dan berhentinya
pengeluaran leukosit memakan waktu 10 14 hari.
5. Akan tetapi pada kasus lain, peradangan berlangsung dari tipe kongesti ke
tipe purulen, leukosit dikeluarkan dalam jumlah yang besar sekali. Resolusi
masih mungkin meskipun tidak selalu terjadi, karena perubahan jaringan
belum menetap, kecuali proses segera berhenti. Perubahan jaringan akan
menjadi permanen, maka terjadi perubahan kronis, tulang di bawahnya dapat
memperlihatkan tanda osteitis dan akan diganti dengan nekrosis tulang.
Perluasan infeksi dari sinus kebagian lain dapat terjadi melalui :
-
tromboflebitis dari vena yang perforasi
-
Perluasan langsung melalui bagian dinding sinus yang ulserasi atau
nekrotik
-
terjadinya defek
-
melalui jalur vaskuler dalam bentuk bakterimia.
Masih dipertanyakan apakah infeksi dapat disebarkan dari sinus secara
limfatik.
GEJALA KLINIS
Wald mencatat bahwa gejala flu biasa membaik dalam 5 sampai 7 hari, dan
jika gejala menetap lebih dari 10 hari, gejala cenderung menjadi sekunder ke salah
satu sinusitis akut atau gejala persisten dari sinusitis kronis. Gejala sinusitis kronis
berlangsung lebih dari 3 minggu. American Academy of Otolaryngology membagi
6
kategori gejala untuk menegakan rinosinusitis, yaitu kategori gejala mayor dan
minor. Menurut durasi gejala, rinosinusitis didefinisikan sebagai akut bila gejala
berlangsung 4 minggu atau kurang, subakut bila gejala hadir selama 4 sampai 12
minggu, atau kronis untuk gejala yang berlangsung lebih dari 12 minggu.
Sinusitis akut
Sinusitis akut umumnya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh
virus yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut
termasuk Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza dan Moraxella
catarrhalis. Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran
napas atas oleh virus tidak sembuh salama 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.
Sinusitis akut berulang tejadi gejala lebih dari 4 episode per tahun dengan
interval bebas penyakit lain. Eksaserbasi akut rinosinusitis didefinisikan sebagai
memburuknya gejala pada pasien yang sudah didiagnosis rhinosinusitis secara tiba-
tiba, dengan kembali ke gejala awal setelah perawatan. Untuk mendiagnosis
rhinosinusitis memerlukan 2 faktor mayor atau 1 faktor mayor 2 faktor minor. Jika
hanya 1 faktor mayor atau 2 faktor minor ini harus dimasukkan dalam diagnosis
diferensial.
7
Nyeri atau rasa tertekan pada muka Sakit kepala
Kebas atau rasa penuh pada muka Demam (pada sinusitis kronik)
Sinusitis kronik
8
REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS (2003 TASK
FORCE)
> 12 minggu Satu atau lebih dari 1. perubahan pada hidung, polip,
gejala terus gejala tersebut atau polypoid pembengkakan
menerus pada rhinoskopi anterior
(dengan decongestion) atau
hidung endoskopi
2. Edema atau eritema di meatus
tengah pada hidung endoskopi
3. Generalized atau lokal edema,
eritema, atau jaringan
granulasi di cavum hidung.
Jika tidak melibatkan meatus
tengah,foto diperlukan untuk
diagnosis
4. Foto untuk memperjelas
diagnosis (foto polos atau
computerized tomography)
Stadium Area
9
I kelainan anatomi Semua penyakit sinus unilateral Penyakit
Bilateral terbatas pada sinus ethmoid
II ethmoid bilateral dengan keterlibatan satu sinus lainnya
III ethmoid bilateral dengan keterlibatan 2 atau lebih sinus
IV lainnya
Poliposis sinonasal Diffuse
DIAGNOSIS
Gejala subyektif : Gejala sistemik yaitu : demam dan rasa lesu, serta gejala lokal
yaitu :hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (postnasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagihari,
nyeri di daerahsinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.
1. Sinusitis Maksilaris
2. Sinusitis Etmoidalis
10
3. Sinusitis Frontalis
Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk
menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang
malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkin terdapat pembengkakan supra orbita. Pemeriksaan fisik, nyeri yang
hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah sinus yang terinfeksi merupakan
tanda patognomonik pada sinusitis frontalis.
4. Sinusitis Sfenoidalis
Sinusitis sfenoidalis dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke
verteks kranium. Penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan
oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
Gejala Obyektif : Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan
kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata
atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan kecuali jika
terdapat komplikasi.
Pada rhinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema,
pada sinusitismaksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak
nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
dansinusitis sphenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.( Pada
sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika
ditemukan maka kita harusmelakukan penatalaksanaan yang sesuai).
Pada rinoskopi posterior tampak pus di nasofaring (post nasal drip). Pada
posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5
menit, dan provokasi test, yakni suction dimasukkan pada hidung,
pemeriksa memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan
ludan dan menutup mulut dengan rapat. Jika positif sinusitis maksilaris,
maka akan keluar pus dari hidung.
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk
mengevaluasi sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan
berbagai posisi yang khas, pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-
11
Scan. Dengan pemeriksaan radiologis tersebut para ahli radiologi dapat
memberikan gambaran anatomi atau variasi anatomi, kelainan-kelainan
patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang sekitarnya, sehingga
dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.
12
Foto konvensional caldwell posisi PA menunjukkan air fluid level pada
sinus maxillaris merupakan gambaran sinusitis akut
13
c. Foto kepala posisi waters
Foto ini dilakukan dengan posisi dimana kepala menghadap
film, garis orbito meatus membentuk sudut 370 dengan film. Pada
foto ini, secara ideal piramid tulang petrosum diproyeksikan pada
dasar sinus maxillaris sehingga kedua sinus maxillaris dapat
dievaluasi sepenuhnya. Foto Waters umumnya dilakukan pada
keadaan mulut tertutup. Pada posisi mulut terbuka akan dapat
menilai dinding posterior sinus sphenoid dengan baik.
14
e. Foto posisi Rhese
Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian
posterior sinus ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita
sisi lain.
Pemeriksaan Tomogram
Pemeriksaan tomogram pada sinus paranasal biasanya digunakan
multidirection tomogram. Sejak digunakannya CT-Scan, pemeriksaan
tomogram sudah jarang digunakan. Tetapi pada fraktur daerah sinus
paranasal, pemeriksaan tomogram merupakan suatu teknik yang terbaik
untuk menyajikan fraktur-fraktur tersebut dibandingkan dengan
pemeriksaan axial dan coronal CT-Scan. Pada Pemeriksaan Tomogram
biasanya dilakukan pada kepala dengan posisi AP atau Waters.
Pemeriksaan Ct Scan
Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan yang
sangat unggul untuk mempelajari sinus paranasal, karena dapat
15
menganalisis dengan baik tulang-tulang secara rinci dan bentuk-bentuk
jaringan lunak, irisan axial merupakan standar pemeriksaan paling baik
yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM). Pemeriksaan
ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus dan
palatum, terrmasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis.
Pemeriksaan MRI
16
kurang, dan biaya yang mahal. MRI membutuhkan waktu lama dalam
penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan yang relatif cukup cepat
dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia. 16
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk
mendeteksi empiema subdural atau epidural. (11)
17
PENATALAKSANAAN
Acute Chronic
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Haemophilus influenzae Streptococcus pneumonia
Moraxella catarrhalis Anaerobes
Anaerobes Enteric gram-negative bacilli
Staphylococcus aureus Coagulase-negative staphylococcus
Other streptococci Haemophilus influenzae
Pseudomonas aeruginosa
Alpha streptococcus
Moraxella catarrhalii
18
sphenoidalis dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan
2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis
masih tetap banyak secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.
Dekongestan
Dekongestan Oral (Lebih aman untuk penggunaan jangka panjang)
Phenylproponolamine dan pseudoephedrine, yang merupakan agonis alfa
adrenergik. Obat ini bekerja pada osteomeatal komplek
Dekongestan topikal
Phenylephrine Hcl 0 , 5 % d a n oxymetazoline Hcl 0,5 % bersifat
vasokonstriktor lokal. Obat ini bekerja melegakan pernapasan dengan
mengurangi oedema mukosa.
19
Antihistamin
Antihistamin golongan II yaitu Loratadine. Anti histamin golongan II
mempunyai keunggulan, yaitu lebih memiliki efek untuk mengurangi
rhinore, dan menghilangkan obstruksi, serta tidak memiliki efek samping
menembus sawar darah otak
Kortikosteroid
bisa diberi oral ataupun topikal, namun pilihan disini adalah kortikosteroid
oral yaitu metil prednisolon, efek samping berupa retensi air sangat
minimal, begitupula dengan efek terhadap lambung juga minimal.
Onset tiba-tiba dari 2 atau lebih gejala, salah Keadaan yang harus segera di rujuk/ dirawat
sa
Edema periorbita
tunya termasuk hidung tersumbat/ Pendorongan letak bola mata
obstruksi/ kongesti atau pilek; sekret hidung Penglihatan ganda
anterior/ posterior; nyeri/ rasa tertekan di Oftalmoplegi
wajah; Penurunan visus
Nyeri frontal unilateral atau bilateral
Penghidu terganggu/ hilang Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal
neurologis
20
Skema penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa untuk pelayanan kesehatan primer
berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitisnand Nasal Polyps 2007
21
Sinusitis kronis
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa Pikirkan diagnosis lain :
hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau
pilek; sekret hidung anterior/ posterior; Gejala unilateral
Perdarahan
nyeri/ rasa tertekan di wajah;
Krusta
Penghidu terganggu/ hilang Gangguan penciuman
Gejala Orbita
Pemeriksaan: Rinoskopi Anterior Edema Periorbita
Pendorongan letak bola mata
Foto Polos SPN/ Tomografi Komputer tidak Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Tersedia Endoskopi
Bengkak daerah frontal
Tanda meningitis atau tanda fokal
neurologis fokal
Cuci hidung
Reevaluasi setelah 4
minggu
Steroid topikal Gagal setelah 3 bulan Steroid topikal Perlu investigasi dan
Intranasal cuci hidung intervensi cepat
Cuci hidung
Steroid topikal
Operasi
Skema penatalaksanaan berbasis bukti rinosinusitis kronik tanpa polip hidung pada dewasa untuk
dokter spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps
20076
23
2 atau lebih gejala, salah satunya berupa Pertimbangkan diagnosis lain :
hidung tersumbat atau sekret hidung
berwarnar; nyeri bagian frontal, sakit Gejala unilateral
Perdarahan
kepala;
Krusta
Gangguan Penghidu Kakosmia
Gejala Orbita
Pemeriksaan THT termasuk Endoskopi: Edema Periorbita
Pertimbangkan Tomografi Komputer Penglihatan ganda
Oftalmoplegi
Tes Alergi Nyeri kepala bagian frontal yang berat
Edem frontal
Pertimbangkan diagnosis dan Tanda meningitis atau tanda fokal neurologis
penatalaksanaan penyakit penyerta; misal fokal
Steroid topikal
Dievaluasi setelah 3
bulan Evaluasi setelah 1
bulan
Lanjutkan Steroid
Topikal Tomografi Komputer
Cuci hidung
24
Skema penatalaksanaan rinosinusitis kronik dengan polip hidung pada dewasa untuk dokter
spesialis THT berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2007 6
KOMPLIKASI
25
CT scan merupakan suatu modalitas utama dalam menjelaskan derajat
penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan
kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronik atau
berkomplikasi.
Osteomielitis
a) Etiologi
b) Gejala klinis
Gejala klinis antara lain nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat,
gejala sistemik berupa sakit kepala, malaise, demam, dan menggigil.
Pembengkakan diatas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila
terbentuk abses subperiosteal, terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi
tertutup. Timbul fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan. Jika disertai
dengan Pott`s puffy tumor juga ditemukan penonjolan pada dahi.
26
Gambaran Pott`s puffy tumor pada osteomielitis
c) Diagnosis
d) Penatalaksanaan
27
Infeksi orbital
Infeksi orbita disebabkan oleh penetrasi ruang orbita saat operasi atau
trauma, kebanyakan disebabkan oleh bakteri yang menyebar dari sinus yang
terinfeksi. Oleh karena ruang orbita dibatasi oleh beberapa sinus, seperti sinus
frontalis, etmoid, dan maksilari, infeksi dari sinus tersebut berpotensial menyebar
hingga ruang orbita. Sinus etmoid sangat mempengaruhi penyebaran infeksi ke
ruang orbita. Hal ini dipengaruhi karena sangat eratnya hubungan antara dinding
sinus dengan orbita. Dinding yang tipis menyebabkan infeksi lebih mudah
menyebar. Sinus etmoid mempunyai dinding yang paling tipis, disebut lamina
papyracea yang batas lateral dan medialnya adalah orbita. Sehingga infeksi pada
orbita biasanya dimulai dari bagian medial. Walaupun jarang terjadi dinding sinus
yang lebih tebal dapat juga menyebabkan infeksi orbita. Sekali infeksi menyebar
melalui dinding sinus, batas periosteal dinding sinus berperan sebagai barrier
tambahan untuk memproteksi orbita dari penyebaran infeksi. Jika terbentuk abses
di antara dinding dengan periosteum, disebut abses subperiosteal. Jika periosteum
rusak maka akan terbentuk abses orbita.
a) Etiologi
Banyak organisme yang dapat diisolasi dari penderita infeksi orbita. Dapat
berupa organisme tunggal maupun organisme campuran, anaerob maupun aerob,
atau gabungan keduanya. Biasanya, hasil isolasi sama dengan yang ditemukan pada
sinus terinfeksi.
b) Diagnosis
1. Selulitis preseptal (selulitis periorbita), yaitu simple cellulitis dari kelopak mata
yang menyebabkan pembengkakan kelopak mata. Infeksi terbatas pada kulit di
depan septum orbita. Terjadi peradangan atau reaksi edema yang ringan akibat
infeksi sinus etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada
28
anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus etmoidalis
seringkali merekah pada kelompok umur ini.
2. Selulitis orbita, terlihat sebagai edema difus dari garis batas orbita dan bakteri
telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk. Selulitis ini
menyebabkan kelopak mata bengkak dan nyeri ketika otot ekstra okular
bergerak.
3. Abses subperiosteal, ditandai oleh edema dari garis batas orbita dengan
pengumpulan pus diantara periorbita dan dinding tulang orbita. Secara klinis
pasien dengan kondisi ini mirip dengan grup dua, tetapi terdapat proptosis yang
menonjol dan kemosis.
4. Abses orbita, ditandai adanya abses pada rongga orbita, pus telah menembus
periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Pada tahap ini disertai gejala sisa
neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot
ekstraokuler mata yang terserang dan kemosis konjungtiva merupakan tanda
khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
5. Trombosis sinus kavernosus. Komplikasi ini merupakan akibat penyebaran
bakteri melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya
terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik trombosis sinus
kavernosus terdiri dari oftalmoplegia, kemosis konjungtiva, gangguan
penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh
karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV,
dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
29
Gambar 14. Gambar klasifikasi komplikasi infeksi orbita pada sinusitis
Keputusan yang paling penting dalam menghadapi pasien dengan mata yang
bengkak bergantung kepada apakah ada keterlibatan preseptal atau proses orbita.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat
menjadi dasar diagnosis. Selulitis preseptal paling banyak disebabkan oleh trauma
lokal. Anamnesa dapat berhubungan dengan gigitan serangga atau trauma lain pada
kulit disekeliling mata yang menyebabkan infeksi sekunder. Infeksi ini biasanya
terjadi secara tiba-tiba. H. influenzae tipe B menyebabkan infeksi pada kelopak
mata sehingga kelopak mata bengkak dan menutup dalam hitungan jam. Pada
proses inflamasi selulitis preseptal terdapat inflamasi lokal pada mata,
ditemukannya panas, kemerahan, indurasi dan nyeri pada penekanan. Pasien
dengan kelopak mata bengkak, merah, tidak nyeri pada palpasi, tidak indurasi
merupakan suatu reaksi alergi atau pembendungan vena karena terdapatnya
sinusitis harus diperhatikan.20
Infeksi orbita (grup dua sampai empat) lebih sulit untuk diidentifikasi dan
tidak khas waktu kejadiannya. Pasien biasanya memiliki riwayat keluar cairan dari
hidung, sakit kepala atau terasa berat dan demam. Jika infeksi terjadi pada orbita,
30
kemungkinan dapat tejadi hilangnya penglihatan. Infeksi orbita dapat menyerupai
infeksi preseptal. Pasien datang dengan inflamasi orbita. Kelopak mata yang
bengkak tidak mengindikasikan adanya inflamasi. Karena terbatasnya ruang pada
orbita, massa inflamasi dapat mengenai sekeliling struktur. Infeksi orbita yang
simple menyebabkan tekanan pada otot okular dan menyebabkan nyeri bila mata
bergerak. Jika terdapat abses subperiosteal atau bentuk abses lainnya, penekanan
orbita menyebabkan proptosis. Jika proses inflamasi menekan nervus optikus dapat
menyebabkan kebutaan. Pada keadaan awal ditemukannya infeksi orbita mungkin
minimal, tetapi akan banyak ditemukan bila infeksi terus berlanjut.
PROGNOSIS
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki
prognosis yang bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah
diterapi dengan bedah, maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik
dengan intervensi bedah, namun pasien ini kadang mengalami kekambuhan.19
31