D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Muh Afdal Mujahid
Moh Fuad Ruhuputty
XII IPS 3
SMA NEGERI 1 AMBON
Bab 1
Pendahuluan
I. Tujuan
Mempelajari lebih dalam tentang sejarah Indonesia demokrasi terpimpin.
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak
menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal mi
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru,
sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap. Berikut latar belakang
munculnya penerapan demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno.
a. Konstituante Gagal Menyusun Undang Undang Dasar Baru
Hasil pemilihan umum memunculkan NU dan PKI sebagai partai besar di samping PNI dan
Masyumi. Setelah pemilihan umum itu dibentuk Kabinet Ali Sastroamidjojo II pada tanggal 24 Maret
1956 berdasarkan perimbangan partai-partai di dalam pariemen. Kabinet ini juga tidak lama bertahan,
karena adanya oposisi dari daerah-daerah di luar Jawa dengan alasan bahwa pemerintah mengabaikan
pembangunan di daerah.
Pada bulan Februari 1957, Presiden Soekamo memanggil semua pejabat sipil dan militer beserta
semua pimpinan partai politik ke Istana Merdeka. Dalam pertemuan itu untuk pertama kalinya Presiden
Soekarno mengaju-kan konsepsi yang berisi antara lain sebagai berikut.
Dibentuk Kabinet Gotong-Royong yang terdiri atas wakil-wakil semua partai ditambah dengan
golongan fungsional.
Dibentuk Dewan Nasional (kemudian bernama Dewan Pertimbangan Agung). Anggota-
anggotanya adalah wakil-wakil partai dan golongan fungsional dalam masyarakat. Fungsi dewan
ini adalah member! nasehat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
Konsepsi itu ditolak oleh beberapa partai, yakni Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik, dan PRI.
Mereka berpendapat bahwa mengubah susunan ketatanegaraan secara radikal hams diserahkan kepada
Konstituante. Suhu politik pun semakin bertambah panas. Dalam peringatan Sumpah Pemuda pada tahun
1957, Presiden Soekamo menyatakan bahwa segala kesulitan yang dihadapi negara pada waktu itu
disebabkan adanya banyak partai politik, sehingga merusak persatuan dan kesatuan negara. Oleh karena
itu, ada baiknya parta-partai politik dibubarkan.
Kemudian, dengan alasan menyelamatkan negara, Presiden Soekarno mengajukan suatu konsepsi
dengan nama Demokrasi Terpimpin. Konsepsi Presiden itu mendapat tantangan yang hebat. Untuk
sementara waktu, masalah politik dan perdebatan Konsepsi Presiden menjadi beku, karena perhatian
masyarakat diarahkan kepada upaya penumpasan pem-berontakan FRRI-Permesta. Setelah
pemberontakan itu berhasil diatasi, masalah politik muncul kembali. Masalah menjadi sangat serius,
karena konstituante mengalami kemacetan dalam menetapkan dasar negara. Kemacetan itu teriadi karena
masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan atau
mendahulukan kepentingan negara dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Masalahutama yang
dihadapi oleh konstituante adalah tentang penetapan dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-
golongan dalam konstituante. Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara,
namun sekelompok partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam upaya mengatasi kemacetan konstituante, muncul gagasan untuk kembali ke UUD 1945
dari kalangan ABRI. Dengan kembali ke UUD 1945, maka berbagai kekalutan politik dapat diselesaikan
dengan dasar yang kokoh untuk diselesaikan, yaitu pemerintahan yang stabil, masalah dasar negara
teratasi, semangat 45 dapat dipulihkan, sehingga persatuan dapat dipulihkan juga. Berbagai partai politik
ada yang memberikan dukungan terhadap gagasan tersebut, kemudian Kabinet juga menerima gagasan
kembali ke UUD 1945 pada tanggal 19 Februari 1959.
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno menyampaikan anjuran pemerintah supaya
konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi konsdtusi Negara Republik Indonesia. Menanggapi anjuran
pemerintah itu dan sesuai dengan aturan yang berlaku, konstituante dapat menentukan sikap atau
melakukan pemungutan suara. Pemungutan suara dilaksanakan riga kali dan hasilnya yaitu suara yang
setuju selalu lebih banyak dari suara yang menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir
selalu kurang dari dua pertiga. Hal ini menjadi masalah, karena masih belum memenuhi quorum. Keadaan
politik masih tetap tidak menentu. Kegagalan konstituante mengambil keputusan itu menunjukkan bahwa
anggota dari partai-partai politik yang hadir masih tetap mengabdi kepada kepentingin partainya. Hal ini
membukdkan bahwa selama tiga tahun konstituante ti-iak mampu mengambil keputusan untuk
menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUD Sementara 1950.
Dengan kegagalan konstituante mengambil suatu keputusan, maka sebagian anggotanya
menyatakan tidak akan menghadiri sidang konstituante lagi. Sementara itu sejak tanggal 3 Juni 1959,
konstituante memasuki masa reses dan ternyata merupakan resesnya yang terakhir. Pada saat itu pula
Penguasa Perang Pusat dengan peraturan Nomor : PRT/PEPERPU/040/1959 melarang adanya kegiatan
politik. Berbagai partai dan ABRI mendukung usul supaya UUD 1945 diberlakukan kembali.
Keanggotaan dalam DPR-GR diduduki oleh tokoh-tokoh beberapa partai besar, seperti PNI, NU,
dan PKI. Ketiga partai ini dianggap telah mewakili seluruh golongan seperti golongan nasionalis, agama,
dan komunis yang sesuai dengan konsep Nasakom. Dalam pidato Presiden Soekarno pada upacara
pelantikan DPR-GR pada tanggal 25 Juni 1960 disebutkan tugas DPR-GR adalah melaksanakan
Manifesto Politik, me-realisasikan Amanat Penderitaan Rakyat dan melaksanakan Demokrasi Terpimpin.
Selanjutnya, untuk menegakkan Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno mendirikan lembaga-lembaga
negara lainnya, misalnya Front Nasional yang dibentuk melalui Penetapan Presiden No. 13 tahun 1959.
Masuknya pengaruh PKI Konsep Nasakom memberi peluang kepada PKI untuk memperluas dan
mengembangkan pengaruhnya. Secara perlahan dan hati-hati, PKI berusaha untuk menggeser kekuatan-
kekuatan yang yang berusaha menghalanginya. Sasaran PKI selanjutnya adalah berusaha menggeser
kedudukan Pancasila dan UUD 1945 digantikan menjadi komunis. Setelah itu, PKI mengambil alih
kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. Untuk mewujudkan rencananya, PKI memengaruhi
sistem Demokrasi Terpimpin. Hal ini terlihat dengan jelas bahwa konsep terpimpin dari Presiden
Soekarno yang berporos nasionalis, agama, dan komunis (Nasakom) mendapat dukungan sepenuhnya dari
pimpinan PKI, D.N. Aidit. Bahkan melalui Nasakom, PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno bahwa
Presiden Soekarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI.
Arah politik luar negeri Indonesia terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas-aktif
menjadi condong pada salah satu poros. Pada masa itu diberlakukan politik konfrontasi yang diarahkan
pada negara-negara kapitalis, seperti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik konfrontasi
dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established
Forces).Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner
(termasuk Indonesia dan negara-negara kornunis umumnya) yang anti imperialisme dan
kolonialisme.Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara
kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim).
Bentuk perwujudan poros anti imperialis dan kolonialis itu dibentuk poros Jakarta - Phnom Penh -
Hanoi - Peking - Pyong Yang.Akibatnya ruang gerak diplomasi Indonesia di forum internasional menjadi
sempit, karena berkiblat ke negera-negara komunis.Selain itu, pemerintah juga menjalankan politik
konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan pemerintah tidak setuju dengan pembentukkan negara
federasi Malaysia yang dianggap proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo. Dalam rangka konfrontasi itu, Presiden Soekarno mengumumkan Dwi
Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 yang isinya sebagai berikut :
Sementara itu, tuduhan terhadap PKI yang bersifat internasional (kurang nasional) dan anti agama
dijawab bahwa PKI menerima Manipol (Manifesto Politik) yang di dalamnya mencakup Pancasila.
Ajakan Presiden Soekarno supaya jangan komunistophobi (takut terhadap komunis) sangat menguntung-
kan PKI dan menjadikan PKI aman. PKI mendapat keuntungan dan perlindungan dari kebijakan politik
Presiden Soekarno.
Dalam rangka mewujudkan sosialisme (dan kelak komunisme) di Indonesia, PKI menempuh
tindakan-tindakan sebagai berikut.
a) Dalam Negeri; berusaha menyusup ke partai-partai politik atau organisasi massa (ormas) yang
menjadi lawannya, kemudian memecah belah. Di bidang pendidikan mengusahakan agar marxisme-
leninisme menjadi salah satu mata pelajaran wajib. Di bidang militer mencoba meng-indoktrinasi para
perwira dengan ajaran komunis dan membina sel-sel di kalangan ABRI.
b) Luar Negeri; berusaha mengubah politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif menjadi politik
yang menjurus ke negara-negara komunis.
PKI dicurigai mempunyai keinginan untuk merebut kekuasaan pemerintahan. Kecurigaan ini
berdasarkan pengalaman masa lalu, yaitu pemberontakan PKI di Madiun tahun 1948. Pada tahun 1964,
ditemukan dokumen yang memuat rencana PKI merebut kekuasaan. PKI menyatakan bahwa dokumen itu
palsu.
Berkat perlindungan Presiden Soekarno dan dominasi di bidang politik, tidak ada tindakan lebih
lanjut atas tuduhan itu. D.N. Aidit (Ketua PKI) di hadapan peserta kursus Kader Revolusi menyatakan
bahwa Pancasila hanya merupakan alat pemersatu dan kalau sudah bersatu, Pancasila tidak diperlukan
lagi.Pemyataan ini tidak mendapat tindakan dan peringatan dari Presiden Soekamo, sehingga PKI dapat
melakukan intimidasi dan teror politik di segala bidang. -
Pada bidang kebudayaan dan pers, PKI memengaruhi Presiden Soekarno untuk melarang Manifesto
Kebudayaan (Manikebu) dan Barisan Pendukung Soekarno (BPS). Alasannya keduanya didukung dinas
intelijen Amerika Serikat (CIA). Sebenarnya yang ditentang PKI bukan manifesto kebudayaan, tetapi
terselenggaranya Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI) yang berhasil membentuk
organisasi pengarang dengan nama Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI). PKI juga berhasil
memengaruhi Antara (Kantor berita) dan RRI.
Di bidang kepartaian, PKI berhasil menfitnah Partai Murba, sehingga partai itu dibubarkan oleh
Presiden Soekarno. PKI juga mengadakan penyusupan ke partai-partai lain. PNI yang dipimpin oleh Ali
Sastroamidjojo sebagai ketua dan Jenderal Surachman sebagai sekretaris jenderalnya disusupi PKI.
Besarnya pengaruh PKI pada PNI (Ali - Surachman) menyebabkan marhaenisme diberi arti marxisme
yang diterapkan di Indonesia. Tokoh-tokoh marhaenisme sejati seperti Osa Maliki dipecat dari
keanggotaan partai. Golongan Osa Maliki membentuk pengurus tandingan, sehingga terbentuklah PNI
Osa-Usep (Ketuanya Osa Maliki dan sekretaris jenderalnya Usep Ranuwijaya). Dengan demikian, PNI
pecah menjadi dua.
Pada bidang agraria dan pertanian, PKI melalui ormasnya, Barisan Tani Indonesia (BTI) berhasil
mengacaukan pelaksanaan landreform di beberapa tempat dan melakukan aksi sepihak dalam bentuk
penyerobotan tanah, seperti di Klaten, Boyolali, Kediri (Peristiwa Jengkol), dan Sumatera Utara
(Peristiwa Bandar Betsy). Aksi sepihak itu bertujuan untuk mengacaukan keadaan dan juga sebagai alat
ukur untuk mengetahui reaksi dan tindakan yang akan dilakukan oleh pihak ABRI.
Dalam usaha memengaruhi ABRI, PKI mempergunakan jalur resmi dan jalur tidak resmi. Jalur
resmi adalah Komisaris Politik Nasakom yang mendampingi Panglima atau Komandan Kesatuan.
Sedangkan jalur tidak resmi adalah melalui Biro Khusus yang diketuai oleh Kamaruzaman (Syam).
Rupanya melalui penempatan Komisaris Politik Nasakom yang terdiri atas PNI dan NU, PKI
kurang berhasil karena ketangguhan sikap pimpinan ABRI. ABRI mampu menanggulangi pengaruh PKI,
bahkan dapat menjadi penghalang bagi PKI dalam usahanya membentuk negara komunis. Oleh karena
itu, pada peristiwa Gerakan 30 September, yang dijadikan sasaran PKI adalah ABRI, khususnya angkatan
darat.
Republik Rakyat Cina (RRC) menyarankan agar Presiden Soekarno membentuk Angkatan
Kelima untuk melengkapi empat angkatan yang sudah ada. Tujuannya adalah untuk memperkuat
kedudukan PKI. Presiden Soekarno tidak setuju dengan pembentukan angkatan kelima, dan dengan tegas
ditolak oleh pimpinan Angkatan Darat. Akhimya, PKI menganjurkan agar dibentuk Kabinet Nasakom.
Namun, anjuran itu hanya membawa hasil sedikit, yaitu dengan diangkatnya beberapa tokoh PKI, seperti
D.N.Aidit, M.H. Lukman, dan Nyoto menjadi Menteri Negara.
Bab II
Pendahuluan
Demokrasi Terpimpin berlaku di Indonesia antara tahun 1959-1966, yaitu dari dikeluarkannya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga Jatuhnya kekuasaan Sukarno. Disebut Demokrasi terpimpin karena
demokrasi di Indonesia saat itu mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Sukarno.Terpimpin pada
saat pemerintahan Sukarno adalah kepemimpinan pada satu tangan saja yaitu presiden.
10
penuruan Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang
wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi
terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua
aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari
pusat. Langkah yang ditempuh pemerintah untuk menunjang pembangunan ekonomi adalah sebagai
berikut.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai nilai uang
(devaluasi), yaitu sebagai berikut.
- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
- Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
- Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh,
terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi
sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja
tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang.Hal ini disebabkan karena :
- Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang
menyebabkan ekspor menurun.
- Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja
manajemen yang cakap dan berpengalaman.
- Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan
kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
Ada 3 bentuk perjuangan dalam rangka pembebesan Irian Barat : Diplomasi, Konfrontasi Politik dan
Ekonomi serta Konfrontasi Militer.
1. Perjuangan Diplomasi
Ditempuh guna menunjukkan niat baik Indonesia mandahulukan cara damai dalam menyelesaikan
persengketaan. Perjuangan tersebut dilakukan dengan perundingan.Jalan diplomasi ini sudah dimulai
sejak Kabinet Natsir (1950) yang selanjutnya dijadikan program oleh setiap kabinet.Meskipun selalu
mengalami kegagalan sebab Belanda masih menguasai Irian Barat bahkan secara sepihak memasukkan
Irian Barat ke dalam wilayah Kerajaan Belanda.
Tahun1956 secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB, diumumkan pembatalan utang-utang RI
kepada Belanda.
Selama tahun 1957 dilakukan :
- Pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda
- Melarang terbitan-terbitan dan film berbahasa Belanda
- Memboikot kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia
VIII. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi
penulisan maupun materi, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritikan dari guru dan teman-teman
yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah yang selanjutnya.