Anda di halaman 1dari 18

REFERAT SEPTEMBER 2016

KOLESTASIS PADA BAYI

Nama : Lady Manga P

No. Stambuk : N 111 15 048

Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

2016
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi

empedu. Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan tertahannya bahan-

bahan atau substansi yang seharusnya dikeluarkan bersama empedu tersebut di

hepatosit. Kolestasis terjadi bila terjadi hambatan aliran empedu dan bahan-bahan

yang harus diekskresi hati. Tiga penyebab utama kolestasis adalah sindroma hepatitis

neonatal, obstruksi mekanik dan sindroma paucity saluran empedu intrahepatal.

Diagnosis dini kolestasis sangat penting karena terapi dan prognosa dari masing-

masing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier, bila pembedahan dilakukan

pada usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Kolestasis pada bayi

terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. 1,2

Secara klinis, kolestasis ditandai dengan adanya ikterus, tinja berwarna pucat

atau akolik (sterkobilin feses negatif) dan urin berwarna kuning tua seperti teh

(bilirubin urin positif). Parameter yang digunakan adalah kadar bilirubin direk serum

> 1mg/dL bila bilirubin total <5 mg/dL atau bilirubin direk >20% dari bilirubin total

bila kadar bilirubin total > mg/dL. Etiologi kolestasis meliputi penyebab yang dapat

digolongkan intrahepatik dan ekstrahepatik yang masing-masing mempunyai

berbagai macam etiologi. Fokus utama dalam diagnostik pada kasus kolestasis

adalah membedakan kolestasis intrahepatik (terutama penyebab yang bisa dilakukan

tindakan terapi) dan ekstrahepatik (terutama atresia biliaris).2,3 Pada referat kali ini

akan dibahas secara lengkap mengenai kolestasis khususnya pada bayi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum

dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral

dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari

segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam

empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan

jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya

timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. 3

2.2 EPIDEMIOLOGI

Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden

hepatitis neonatal yang merupakan penyebab tersering (49%) dari 1:5000

kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin

1:20.000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah

2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Kolestasis pada bayi

yang terjadi di RSUD Sutomo selama 3 tahun berturut-turut (1983 1985)

tercatat 98 bayi dengan conjugated hyperbilirubinemia dengan prasangka

diagnosis hepatitis neonatal idiopatik sebanyak 32 anak. 2,3

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun

1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan

neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista


duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile

1 (1,04%). 3

2.3 KLASIFIKASI

Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:3

1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu

ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.

Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan

akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan

saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan

adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3,

asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita

terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum

normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20%

penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi


3
dan gangguan kardiovaskuler.

Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting

sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun

apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound

terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses

obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik.

Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin


dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga

tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier.2,3

Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang

edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya

trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif

dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran


3
bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.

2. Kolestasis intrahepatik

a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan

(b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran

empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu

ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya

saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan

intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak

mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus

CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai kedua bagian saluran


3
intra dan ekstra-hepatik.

Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak

disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin,

faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT

akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu

yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan

tanda-tanda hipertensi portal.3


Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat

neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik.

Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract.

Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal

dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini

ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multi.1,3

organ pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly

vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik

(triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu

yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai

gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah

sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma

imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.3

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan

pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan

asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan

sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi

merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis

misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin

yang dihasilkan pada sepsis.3


2.4 ETIOLOGI

Penyebab dari kolestasis pada bayi adalah sebagai berikut :1,3

A. Saluran empedu ekstrahepatik


Biliary atresia
Choledochal cyst dan choledochocele
Biliary hipoplasia
Choledocholithiasis
Bile duct perforation
Neonatal sclerosing cholangitis
B. Saluran empedu intrahepatik
Syndromic paucity (sindrom Alagille, mutasi pada JAGGED1)
Nonsyndromic paucity
- Hypothyroidism
- Bile duct dysgenesis
Congenital hepatic fibrosis
- Ductal plate malformation
- Polycystic kidney disease
- Carolis disease
- Hepatic cyst
Cystic fibrosis
Langerhans cell histiocytiosis
Hyper-IgM syndrome
C. Hepatocytes
Sepsis-associated cholestasis
Neonatal hepatitis
Viral infections
- Hepatitis B
- Cytomegalovirus (juga menginfeksi cholangiocytes)
- Herpes viruses (simplex and HHV-6 and 8)
- Adenovirus
- Enterovirus
- Parovirus B19
Toxoplasmosis
Syphilis
Progressive familial intrahepatic cholestasis syndromes
- PFIC-1: mutation in FIC1, ? aminophospholipid transporter
- PFIC-1: mutation in BESP, the canalicular bile salt export pump
- PFIC-1: mutation in MDR3, canalicular phospholipid flippase

Bile acid synthetic defects


Urea cycle defects
Mithocondrial enzymopathies
Peroxisomal disorders(zellweger syndrome)
Carbohydrate disorders
- Galactosemia
- Hereditary fructose intolerance
- Glycogen storage disease
1-Antitrypsin deficiency
Neonatal hemochromatosis
Total parenteral nutrition-associated cholestasis

2.5 PATOGENESIS

Terjadinya kolestasis dapat disebabkan kelainan pada :2

1. Hepatosit. Karena sebab tertentu aliran garam empedu terganggu,

misalnya akibat kerja estradiol yang menurunkan aliran garam empedu,

sedangkan fenobarbital justru sebaliknya memperbaiki aliran empedu di

dalam sel hati.

2. Membran sel hati, misalnya pada defisiensi enzim Na+ K+ ATPase yang

berfungsi sebagian sodium pump. Enzim berguna untuk memasukkan

garam empedu dari ruang sinusoid ke dalam hati. Fenobarbital

merangsang sintesis dan aktivitas enzim Na+K+ ATPase, sehingga

fenobarbital dapat dipakai sebagai koleretik.

3. Permukaan membran yang mengarah ke dalam saluran empedu,

pemberian obat-obat seperti klorpromazin dan norethandrolon dapat

mengganggu fungsi mikrofilamen, sehingga menggagu penetrasi garam

empedu ke dalam membran.


4. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan

metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter

hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan

hiperbilirubinemi terkonyugasi.

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi

adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan

muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu

dan bilirubin.3,4

2.7 PENEGAKKAN DIAGNOSIS

2.7.1 Anamnesis

Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan

antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin.

Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan


keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia

atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa. 3,5

a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang

persisten harus dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.

b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir

prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier

sering terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal,

dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih awal.

c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu

yang demam atau disertai tanda-tanda infeksi.

d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan

besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau

defisiensi 1-antitripsin).

e. Resiko hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll) paparan

terhadap toksin/obat-obat

2.7.2 Pemeriksaan fisik

Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar

bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna

kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin.

Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap

bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.3

Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus

kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam

dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba
pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan

yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul

Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti

hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali

yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal

mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. 2,4

Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya

peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus

dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali, korioretinitis,

purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.3

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Darah
Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline
phosphatase, GGT, Bu, Bc)
Darah tepi
Faal hemotasis
1-Antitrypsin dan phenotype

Kadar asam amino


Kadar asan empedu
Kultur bakteri
RPR
Endokrin (indek tiroid)
Amonia
Glukosa
Indeks zat besi
Hepatitis B surface antigen
IgM Total
Kultur virus
Urine
Zat-zat reduksi
Asam organik
Succinylacetone
Metabolit asam empedu
Kultur bakteri
Kultur virus (CMV)
Tes keringat
Pencitraan
Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan parenkim
hati)
Biopsi hati
Evaluasi histologi
Mikroskop Elektron
Enzim dan analisa DNA
Kultur
Kriteria Klinis untuk Membedakan Intrahepatik dan Ekstrahepatik3,4

ALGORITMA DIAGNOSIS KOLESTASIS


2.8 DIAGNOSIS BANDING
Anatomi : atresia bilier, kista koledokal, hipoplasia bilier

Infeksi : toksoplasma, rubella, sitomegalovirus, herpes simplex,

sipilis

Metabolik : galaktosemi, tirosinemi

Endokrin : hipotiroid, hipokortisol

Genetik : sindrom Alagille, PFIC

Lain-lain : infeksi bakteri. 4,5

2.9 PENATALAKSANAAN
1. Kausatif
Pada atresia biliaris dilakukan prosedur Kassai dengan angka
keberhasilan tinggi apabila dilakukan sebelum usia 8 minggu.3
2. Suportif
Apabila tidak ada terapi spesifik harus dilakukan terapi suportif yang
bertujuan untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan seoptimal
mungkin serta meminimalkan komplikasi akibat kolestatis kronis :3,4
Medikamentosa
- Stimulasi asam empedu : asam ursodeoksikolat 10-30 mg/kgBB
dibagi 2-3 dosis
- Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal
(kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 130-150% kebutuhan
bayi normal) dan mengandung lemak rantai sedang (medium chain
triglyseride)
- Vitamin yang larut dalam lemak : A (5.000 25.000 IU/hari), D
(calcitriol 0,05 0,2 g/kgBB/hari), E (25-200 IU/kgBB/hari), K I
(2,5-5 mg/hari diberikan 2-7x/minggu). Akan lebih baik apabila
ada sediaan vitamin tersebut yang larut dalam air (di Indonesia
belum ada)
- Mineral dan trace element Ca (25-100 mg/kgBB/hari), P (25-50
mg/kgBB/hari), Mn (1-2 mEq/kgBB/hari per oral), Zn ( 1
mg/kgBB/hari per oral), Se (1-2 q/kgBB/hari per oral), Fe 5-6
mg/kgBB/hari
- Terapi komplikasi lain misalnya untuk hiperlipidemia/xantelasma
diberikan obat HMG-coA reductase inhibitor seperti kolestipol,
simvastatin.
- Terapi untuk mengatasi pruritus :
Antihistamin : difenhidramin 5-10 mg/kgBB/hari, hidroksisin
2-5 mg/kgBB/hari
Asam ursodeoksikolat
Rifampisin 10 mg/kgBB/hari
Kolestiramin 0,25-0,5 g/kgBB/hari

- PEMANTAUAN

A. Terapi

Dilihat progresifitas kondisi klinis seperti ikterus (berkurang, tetap,

semakin kuning), besarnya hati, limpa, asites, vena kolateral. Kadar bilirubin

direk dan indirek, ALT, AST, GGT, albumin, tes koagulasi dan pencitraan.

B. Tumbuh Kembang

Pertumbuhan pasien dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan

perlambatan sejak awal. Pada pasien dengan kolestasis ekstrahepatik

umumnya bertumbuh dengan baik pada awalnya tetapi kemudian akan

mengalami gangguan pertumbuhan sesuai dengan perkembangan penyakit.

Pasien dengan kolestasis perlu dipantau pertumbuhannya dengan membuat

kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan bayi/anak.


2.10 PROGNOSIS

Prognosis untuk bayi dengan kolestasis dengan pengobatan dini adalah

baik. Prognosa penderita kolestasis tanpa pelaksanaan adalah buruk dan angka

ketahanan hidup kurang dari usia 2 tahun. Pada umumnya, 60-70% pasien

sembuh tanpa ada gejala sisa atau gangguan pada struktur hepatik. Sekitar 5-

10% mengalami fibrosis yang menetap atau inflamasi pada hepar dan ada

sekelompok kecil yang menderita penyakit hati seperti sirosis.2,3


BAB III

KESIMPULAN

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam


jumlah normal. Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup.
Klasifikasi kolestasis secara garis besar yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstra
hepatik. Penyebab dari kolestais ada yang berasal dari saluran empedu ekstrahepatik,
saluran empedu intrahepatik, dan hepatocyte. Fokus dari mendiagnosis kolestasis
yaitu menentukan apakah bersifat intrahepatik ataukah ekstrahepatik untuk
menentukan langkah dari penanganannya sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis
kolestasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. 3,4

Deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan
dokter spesialis anak. Kunci utama adalah kesadaran adanya kolestasis pada bayi
yang mengalami ikterus pada usia diatas 2 minggu. Dengan ditemukannya
peningkatan kadar bilirubin terkonyugasi maka proses diagnosa untuk mencari
penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil yang optimal dalam
pengobatan maupun pembedahan. Kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis
menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi prognosis. 3
DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts EA. 2004. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver
and biliary system 2nd Ed. Blackwell Publishing.

2. IDAI, 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. edisi I.
Jakarta : Badan Penerbit IDAI.

3. Arief, S., 2006. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR / RSU Dr Soetomo Surabaya.

4. uffrie, M. Dkk.,2011. Buku Ajar Gastroenterologi- Hepatologi. Jilid I, Jakarta :


Badan Penerbit IDAI.

5. Arief S. 2004. The profile of cholestasis in infancy. J Pediatr Gastroenterol Nutr.

Anda mungkin juga menyukai