Lion Pamungkas
102016287 / BP1
Jakarta 2017
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : lion.pamungkas@gmail.com
Bab 1
Pendahuluan
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi
pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian
bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan
penyakit menahun. Anestesi yang ideal adalah tercapainya anestesi yang meliputi
hipnotik/sedasi, analgesi dan relaksasi otot.1
Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : (1) anestesi lokal, yaitu suatu tindakan
menghilangkan nyeri lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan (2) anestesi umum yaitu
keadaan ketidaksadaran yang reversibel yang disebabkan oleh zat anestesi, disertai hilangnya
sensasi sakit pada seluruh tubuh. Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesi
umum, lainnya dengan anestesi lokal/ regional. 1
Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap pesiapan yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi dan
pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.
1|Page
Tahap pra anestesi merupakan tahap persiapan yang sangat menentukan keberhasilan
suatu anestesi. Hal ini penting dalam tahap ini adalah : (1) menyiapkan pasien yang meliputi
riwayat penyakit pasien, keadaan umum pasien, dan mental pasien, (2) menyiapkan teknik, obat-
obatan dan macam anestesi yang digunakan, (3) memperkirakan kemungkinan-kemungkinan
yang akan timbul pada waktu pengelolaan anestesi dan komplikasi yang mungkin timbul pada
pasca anestesi. 1
Tahap pengelolaan anestesi meliputi premedikasi, induksi dan pemeliharaan yang dapat
dilakukan secara intravena maupun inhalasi. Pada tahap ini perlu monitoring dan pengawasan
ketat serta pemeliharaan jalan nafas karena pada saat ini pasien dalam keadaan sadar dan
kemungkinan komplikasi anestesi maupun pembedahan dapat terjadi. 1
Skenario
Seorang perempuan datang ke bagian pendaftaran rawat inap Rumah Sakit dengan
membawa surat permintaan rawat dari dokter spesialis THT. Dari surat tersebut, diketahui dokter
tersebut akan melakukan tindakan tonsilektomi dan merujuk ke bagian anestesi untuk
penanganan perioperatif operasi tonsilektomi esok hari.
2|Page
Bab 2
Pembahasan
Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau
dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan, karena dengan
anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas dapat dikontrol. 2
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu hilangnya rasa
sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara dan reversible
yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan obatobat pada penderita yang akan
menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, atau
pemeliharaan. 2
1. Open _ _ _ _
2. Semi open + + _ _
3. Semi closed + + + +
3|Page
4. Closed + + + +
Keterangan :
Pada kasus ini dipakai semi closed anestesi karena mempunyai beberapa
keuntungan :
4|Page
b.Premedikasi Anestesi
Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untuk memberikan rasa
nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia, mencegah muntah,
memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat obat anestesi, menekan reflek reflek
yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas.
Sulfas Atropin4
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi sekresi lendir
dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis
akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis klinik (0,40,6 mg ) akan menimbulkan
bradikardi yang disebabkan perangsangan nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2
mg) akan menghambat nervus Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu
melemaskan nervus otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal
dan mengurangi rasa mual serta muntah.
Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan kabur, maka
lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam dosis toksik dapat
5|Page
menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien. Tetapi hal ini dapat
diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 2 mg intra vena.
Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Pethidin4
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi nafas dan efek sentral
lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan atau intra muskular, tapi
masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan perangsangan SSP misal tremor, kedutan
otot dan konvulsi. Pada saluran nafas, akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas
kurang dipengaruhi sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan
anestesi kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan kepekaan
alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing pada penderita yang
berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak mempengaruhi sistem
kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul sinkop orthostotik karena hipotensi
akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan histamin.
Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada pemberian IV
kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin dimetabolisme di hati dan
dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg,
parenteral dalam bentuk ampul 50 mg per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau
IM. Jika secara IV efek analgesiknya tercapai dalam waktu 15 menit.
c. Induksi
6|Page
Stadium I (analgesia) : - mulai pemberian zat anestesi sampai dengan hilangnya
kesadaran
1. Tingkat 1 :nafas teratur spontan, miosis, bola mata tidak menurut kehendak, nafas dada
dan perut seimbang.
2. Tingkat 2 :nafas teratur spontan kurang dalam, bola mata tidak bergerak, pupil mulai
melebar, mulai relaksasi otot.
3. Tingkat 3 : nafas perut lebih dari nafas dada, relaksasi otot sempurna.
4. Tingkat 4 :nafas perut sempurna, tekanan darah menurun, midriasis maksimal, reflek
cahaya ( - )
Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut
nadi berhenti dan meninggal.
Propofol 4
7|Page
Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental, mempunyai induksi yang
cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga berguna pada pasien rawat jalan yang
memerlukan prosedur cepat dan singkat. 5
4. Pemeliharaan
a. Sevofluran
Sevofluran (Ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi
lebih cepat dibanding dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek
terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar.
Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi. Mempunyai
sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadium induksi dengan cepat, karena
gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu
operasi abdomen dan ortopedi perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP
menimbulkan analgesi yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini
8|Page
terjadi karena Dinitrogen Oksida mendesak oksigen dengan ruanganruangan tubuh.
Hipoksia difus dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa
menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau
kombinasi dengan oksigen. Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40
% ; 70% : 30% atau 50% : 50%. 4
1. Depolarisasi.
- Ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan antikolinesterase
- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik
- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik
- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot non depolarisasi dan
asidosis
- Contoh: suksametonium (suksinil kolin)
2. Non depolarisasi
- Tidak ada fasikulasi otot
- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter, halothane,
enfluran, isoflurane
- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik
- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase
- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium bromida), norkuron
(pankuronium bromida), esmeron (rokuronium bromida).
9|Page
1. Succynil Choline
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat, sekitar 1 2
menit dan lama kerja singkat sekitar 3 5 menit sehingga obat ini sering digunakan
dalam tindakan intubasi trakea. Lama kerja dapat memanjang jika kadar enzim
kolinesterase berkurang, misalnya pada penyakit hati parenkimal, kakeksia, anemia,
dan hipoproteinemia.
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi, bradiaritma dan
asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan intra okuler, hiperkalemi dan
nyeri otot fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 50 mg. Pengenceran
dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan
2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek. Dosis untuk inhalasi 1 2 mg / kgBB. 5
10 | P a g e
6. Analgetik
Ketorolac
Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuskuler, atau intravena. Setelah suntikan
intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2
jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam dan penggunaannya dibatasi untuk 5 hari.
Cara kerja ketorolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa
mengganggu reseptor opioid di system saraf pusar. Seperti NSAID lain tidak dianjurkan
digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita sedang menyusui,
usia lanjut, anak usia < 4 tahun, gangguan perdarahan dan bedah tonsilektomi.
Sifat analgetik ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin
= 100 mg pethidin, sedangkan sifat antipiretik dan antiinflamasinya rendah. Ketorolac dapat
digunakan secara bersamaan dengan opioid.
Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam sesuai kebutuhan. Untuk
pasien normal dosis sehari dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50 kg, manula atau
gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg.2
Sediaan : dalam ampul 5mg / 5ml
Pemberian : IM atau IV
7. Intubasi Trakea
Merupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga
jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah di monitor dan dikendalikan.
11 | P a g e
8. Terapi Cairan
Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan serius,
terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. 6
1. Pra operasi
Pada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang diakibatkan karena
kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi lambung, penumpukan cairan pada
ruang ketiga seperti pada ileus obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain lain.
Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi
dehidrasi ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2% BB, dehidrasi sedang perlu
0
cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat sebesar 7% BB. Setiap kenaikan suhu 1
Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 15 %.
2. Selama operasi
Selama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena proses
operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan 4ml/kgBB/jam, sedang
6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi perdarahan selama operasi, di
mana perdarahan kurang dari 10% EBV maka cukup digantikan dengan cairan
kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari
10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis
1 2 kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan lebih dari 20%
akan dipertimbangkan untuk dilakukannya transfusi.
3. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari hari pasien.
12 | P a g e
9. Pemulihan
Pasca anetesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan diruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasa operasi atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena
operasi atau pengaruh anestesinya.1
Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya
cukup atau tidak, dan sirkulasinya sudah baik ataukah tidak. Selain obstruksi jalan nafas
karena lidah yang jatuh ke belakang atau karena spasme laring, pasca bedah dini juga dapat
terjadi muntah yang dapat menyebabkan aspirasi.1
Monitor kesadaran merupakan hal yang penting karena selama pasien belum sadar dapat
terjadi gangguan jalan nafas. Tidak sadar yang berkepanjangan adalah akibat dari pengaruh
sisa obat anestesi, hipotermi, atau hipoksia, dan hiperkarbi. Hipoksia dan hiperkarbi terjadi
pada pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi. Menggigil yang terjadi pasca bedah
adalah akibat efek vasodilatasi obat anestesi. Menggigil akan menambah beban jantung dan
sangat berbahaya pada pasien dangan penyakit jantung.1,2
13 | P a g e
Tabel 2. Robertson Scoring System
Kriteria Skor
Kesadaran Sadar penuh, mata terbuka, berbicara 4
Tertidur ringan, sekali-kali mata terbuka 3
Mata terbuka atas perintah atau respons bila 2
dipanggil namanya
Respon terhadap cubitan telinga 1
Tak ada respon 0
Jalan nafas Membuka mulut dan atau batuk atas perintah 3
Tak ada batuk volunter, jalan nafas bebas 2
tanpa bantuan
Obtruksi jalan nafas bila leher fleksi tetapi 1
tanpa bantuan ekstensi
Tanpa bantuan terjadi obstruksi 0
Aktivitas Mengangkat tangan dengan perintah 2
Gerakan tak berarti 1
Tak bergerak 0
14 | P a g e
Apnea 0 0 0 0 0 0
Tensi Pre Tensi 20 2 2 2 2 2 2
Sirkulasi opmmHg mmHg preop
Tensi 20-50 1 1 1 1 1 1
mmHg preop
Tensi 50 0 0 0 0 0 0
mmHg preop
Kesadaran Sadar Penuh 2 2 2 2 2 2
Bangun waktu dipanggil 1 1 1 1 1 1
Tidak ada respon 0 0 0 0 0 0
Warna Normal 2 2 2 2 2 2
kulit Pucat kelabu 1 1 1 1 1 1
Sianotik 0 0 0 0 0 0
Dengan demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.
15 | P a g e
Bab 3
Kesimpulan
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan
memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi
tonsilektomi pada penderita perempuan, usia 25 tahun. Untuk mencapai hasil maksimal dari
anestesi seharusnya permasalahan yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan
timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
16 | P a g e
Daftar pustaka
1. Latief, S.A., Suryadi, K.A., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Jakarta: FK UI
2. Muhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, Bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif, FKUI.
Jakarta: CV Infomedia.
3. Boulton, T.B., Blogg, C.E., 1994. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.
4. Gan, Sulistia, Farmakologi dan terapi, edisi ke- 3 FKUI, Jakarta, 1986.
6. Dobson Michael B, Penuntun Praktis Anestesi, cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 1994.
17 | P a g e