Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi lensa, denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Katarak dapat
terjadi akibat pengaruh kelainan kongenital atau penyulit mata lokal
menahun, dan bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan
katarak, seperti glukoma, ablasi, uveitis dan retinitis pigmentosa.3
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak
tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh
katarak dan menjelang tahun 2020 angka ini akan meningkat menjadi
empat puluh juta. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan dimana 90 % dari seluruh kasus katarak adalah katarak
senilis. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Pengobatan
pada katarak adalah tidakan pembedahan. Setelah pembedahan, lensa
diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam
intraocular. Dengan peningkatan pengetahuan mengenai katarak,
penatalaksanaan sebelum, selama, dan post operasi, diharapkan
penganganan katarak dapat lebih diperluas sehingga prevalensi kebutaan
di Indonesia dapat diturunkan.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.1.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate.
Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.1 Lensa terletak dibelakang
iris dan disangga oleh zonula (zonula Zinii) yang berasal dari korpus
siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humour aquos dan disebelah
posterior terdapat vitreus.2 Kapsul lensa adalah suatu membran
semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit.2 Disebelah depan
terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang
elastik.2

Gambar 1. Anatomi Bola mata

2
Gambar 2. Lapisan lensa
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan
lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf
di lensa.2

2.1.2 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan
lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang
mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik
kuning, kekuatan refraksi lensa sebesar +18.0 Dioptri.1

3
2.1.3 Metabolisme Lensa Normal
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous
dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di
bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar.
Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari
luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase,
sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase.
Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol,
dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogen.1

2.2 Katarak Senilis


Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi
penurunan penglihatan secara bertahap dan lensa mengalami penebalan
secara progresif. Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di
dunia saat ini.3

2.2.1 Etiologi
Penyebab sebenarnya dari katarak senilis belum
diketahuidan pada kasus-kasus yang ditemukan biasanya bersifat
familial, jadi sangat penting untuk mengetahui riwayat keluarga
pasien secara detil.3
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor risiko pengembangan katarak senilis.
Berbagai penyebab telah dilibatkan, termasuk kondisi lingkungan,
penyakit sistemik, paparan sinar UV, diet, dan usia.3

4
West dan Valmadrid menyatakan bahwa katarak terkait
usia adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai faktor risiko
yang terkait dengan masing-masing jenis katarak yang berbeda.
Selain itu, mereka menyatakan bahwa katarak subkapsular kortikal
dan posterior berhubungan erat dengan tekanan lingkungan, seperti
paparan sinar UV, diabetes, dan konsumsi obat. Namun, katarak
nuklir tampaknya memiliki korelasi dengan merokok. Penggunaan
alkohol telah dikaitkan dengan semua jenis katarak.3
Analisis serupa dilakukan oleh Miglior et al. Mereka
menemukan bahwa katarak kortikal dikaitkan dengan adanya
diabetes selama lebih dari 5 tahun dan peningkatan kadar potasium
dan natrium serum. Sejarah pembedahan dengan anestesi umum dan
penggunaan obat penenang dikaitkan dengan berkurangnya risiko
katarak korteks pikun. Katarak subkapsular posterior dikaitkan
dengan penggunaan steroid dan diabetes, sedangkan katarak nuklir
memiliki korelasi yang signifikan dengan kalsitonin dan asupan
susu. Katarak campuran dikaitkan dengan riwayat operasi dengan
anestesi umum.3
Dalam sebuah penelitian longitudinal berbasis populasi
terhadap 3471 orang Latin dengan 4 tahun masa tindak lanjut,
Richter dkk menemukan bahwa faktor risiko independen terhadap
kekeruhan lensa nuklir hanya terjadi termasuk usia yang lebih tua,
merokok saat ini, dan adanya diabetes. Faktor risiko kekeruhan
lensa kortikal hanya termasuk usia yang lebih tua dan diabetes pada
awal. Jenis kelamin wanita merupakan faktor risiko kekeruhan lensa
subkapsular posterior. Kehadiran diabetes pada awal dan usia yang
lebih tua merupakan faktor risiko kekeruhan lensa campuran.3

2.2.2 Epidemiolgi
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO).
Sebanyak tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang
disebabkan oleh katarak dan dijangka menjelang tahun 2020, angka

5
ini akan meningkat menjadi empat puluh juta. Katarak senilis
merupakan bentuk katarak yang paling sering ditemukan. 90% dari
seluruh kasus katarak adalah katarak senilis. Sekitar 5 % dari
golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan usia 80 tahun harus
menjalani operasi katarak.3
Ras telah direkomendasikan sebagai faktor risiko yang
mungkin untuk katarak senilis. Namun, telah diamati bahwa katarak
yang tidak dioperasi meningkatkan persentase kebutaan yang lebih
tinggi di antara orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit
putih. Sebaliknya, berbagai korelasi lainnya dapat menjelaskan
perbedaan rasial, termasuk komorbiditas medis seperti diabetes
melitus atau paparan ultraviolet (UV) seumur hidup karena
pendudukan, ketinggian, atau garis lintang.3
Studi tentang prevalensi katarak senilis antara pria dan
wanita telah menghasilkan hasil yang kontras. Dalam Framingham
Eye Study dari tahun 1973-75, wanita memiliki prevalensi yang
lebih tinggi daripada laki-laki pada kedua perubahan lensa (63% vs
54,1%) dan katarak senilis (17,1% vs 13,2%).3
Usia merupakan faktor risiko penting untuk katarak senilis.
Seiring bertambahnya usia, kesempatan untuk mengembangkan
katarak yang senilis meningkat. Dalam Framingham Eye Study dari
tahun 1973-1975, jumlah total kasus baru dan kasus katarak senilis
meningkat secara dramatis dari 23,0 kasus per 100.000 dan 3,5
kasus per 100.000, pada orang berusia 45-64 tahun menjadi 492,2
kasus per 100.000 dan 40,8 kasus. Per 100.000 pada orang berusia
85 tahun ke atas.3

2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum
sepenuhnya diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai
proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan
belum sepenuhnya diketahui. Komponen terbanyak dalam lensa

6
adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya seseorang maka
lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan
menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus
untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan terjadi
pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis
nuklear). Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu
terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga
memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa.
Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada
nuklear lensa.3
Beberapa mekanisme berkontribusi terhadap hilangnya
transparansi lensa secara progresif. Epitel lensa diyakini mengalami
perubahan terkait usia, terutama penurunan kepadatan sel epitel
lensa dan diferensiasi menyimpang dari sel serat lensa. Epitel lensa
katarak mengalami tingkat kematian apoptosis yang rendah, yang
tidak mungkin menyebabkan penurunan kepadatan sel yang
signifikan, akumulasi kematian epitel skala kecil akibatnya dapat
mengakibatkan perubahan pembentukan serat dan homeostasis,
yang pada akhirnya menyebabkan hilangnya transparansi lensa.
Selanjutnya, seiring dengan usia lensa, penurunan tingkat di mana
air dan, mungkin, metabolit dengan berat molekul rendah larut
dalam air yang dapat memasuki sel inti lensa melalui epitel dan
korteks terjadi penurunan laju transportasi air, nutrisi, dan
antioksidan.3
Akibatnya, kerusakan oksidatif progresif pada lensa dengan
penuaan berlangsung, menyebabkan perkembangan katarak senilis.
Berbagai penelitian menunjukkan adanya peningkatan produk
oksidasi (misalnya glutathione teroksidasi) dan penurunan vitamin
antioksidan dan enzim superoxide dismutase menggarisbawahi
peran penting proses oksidatif dalam katarakogenesis.3

7
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring
dengan pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan
warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada
seseorang. Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan
sehingga pupil berwarna putih dan abu-abu./ Kekeruhan ini juga
dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks
dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring
dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus
bisa hilang sama sekali. Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol
dan paparan sinar UV yang tinggi menjadi faktor risiko
perembangan katarak sinilis.3
Mekanisme lain yang terlibat adalah konversi protein lensa
sitoplasma dengan berat molekul rendah terlarutkan ke agregat
dengan berat molekul rendah terlarut, fase tidak larut, dan matriks
membrane protein yang tidak larut. Perubahan protein yang
dihasilkan menyebabkan fluktuasi tiba-tiba pada indeks bias lensa,
menyebarkan sinar cahaya, dan mengurangi transparansi. Daerah
lain yang diteliti meliputi peran nutrisi dalam pengembangan
katarak, terutama keterlibatan glukosa dan trace mineral dan
vitamin.3

2.2.4 Klasifikasi katarak senilis


Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat
diklasifikasikan menjadi:
1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior

Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa
dan menjadikan nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak.

8
Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau
nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis),
berubah dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Progresivitasnya
lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi.
Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat
(pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik.
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari
korteks lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa.
Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks.
Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
lambat, tetapi lebih cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat
wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji.
Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat
terganggu, penglihatan merasa silau.

Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis


Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan
opasitas pada bagian lensa belakang secara perlahan. Biasanya
mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lebih
cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes,
obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang. Katarak ini
menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur pada
kondisi cahaya terang.

2.2.5 Stadium katarak senilis


Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu
insipien, imatur, matur, dan hipermatur.

Perbedaan stadium katarak senile.


Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air+masa

9
masuk) lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+glaukoma

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti
bercak-bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah
jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan
posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil
dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan
oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang menetap untuk waktu yang lama.

2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi
belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-
bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow test, maka akan terlihat
bayangn iris pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).

3. Stadium Intumesen

10
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik
mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
menyebabkan myopia lentikular

4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa.
Proses degenerasi yang berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama hasil disintegrasi melalui kapsul, sehingga lensa kembali ke
ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.

5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa
yang mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul
lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak
berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks
lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris
memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar
dari lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena
di anggap sebagai benda asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis
dan glaukoma karena aliran melalui COA kembali terhambat akibat
terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang
menghalangi aliran cairan bola mata.

2.2.6 Tanda dan gejala

11
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang
progresif atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami
kemajuan tajam penglihatan dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau,
dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras
yang menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di
siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah
atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering
kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam
mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda
warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi
mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada
menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukanlah indikator spesifik hilangnya
penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan
dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga
sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan
berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak
sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua
mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi,
dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

12
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan
penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik
pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadang-
kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding
pada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi
tampak tumpul atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang
terlihat disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan
halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler
dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan
dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan
perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih
kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
10. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-
gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina
atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.

13
2.2.7 Pemeriksaan Fisik
- Penurunan ketajaman penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan
ketajaman penglihatan, baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman
penglihatan dekat lebih sering menurun jika dibandingkan dengan
ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat. Penglihatan menurun tergantung pada derajat
katarak. Katarak imatur dari sekitar 1/60; pada katarak matur hanya 1/300
sampai 1/~.
- Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan
kekuatan dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan
hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya
akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun
setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak
sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua
mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi,
dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.

14
2.2.8 Manajemen Katarak
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Optik
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika
penurunan tajam penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu
kegiatan sehari-hari, maka operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi
segera, bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina

3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau
nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat
diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak dapat
dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.

Teknik-teknik pembedahan katarak


Penatalaksanaan utama katarak adalah dengan ekstraksi lensa
melalui tindakan bedah. Dua tipe utama teknik bedah adalah Intra
Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Intra Kapsular (ICCE) dan
Extra Capsular Cataract Extraction/Ekstraksi katarak Ekstra Kapsular
(ECCE). Di bawah ini adalah metode yang umum digunakan pada operasi
katarak, yaitu ICCE, ECCE dan phacoemulsifikasi.

15
Operasi katarak intrakapsular/ Ekstraksi katarak intrakapsular
Metode yang mengangkat seluruh lensa bersama kapsulnya
melalui insisi limbus superior 140-160 derajat. Metode ini sekarang sudah
jarang digunakan. Masih dapat dilakukan pada zonula Zinn yang telah
rapuh atau berdegenerasi atau mudah putus. Keuntungannya adalah tidak
akan terjadi katarak sekunder.
Meskipun demikian, terdapat beberapa kerugian dan komplikasi
post operasi yang mengancam dengan teknik ICCE. Insisi limbus superior
yang lebih besar 160-180 dihubungkan dengan penyembuhan yang lebih
lambat, rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih lambat, angka kejadian
astigmatisma yang lebih tinggi, inkarserata iris, dan lepasnya luka operasi.
Edema kornea juga dapat terjadi sebagai komplikasi intraoperatif dan
komplikasi dini.

Operasi katarak ekstrakapsular


Metode ini mengangkat isi lensa dengan memecah atau merobek
kapsul lensa anterior, sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tersebut. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa okuler posterior. Keuntungan dari metode ini adalah
karena kapsul posterior untuh maka dapat dimasukan lensa intraokuler ke
dalam kamera posterior serta insiden komplikasi paska operasi (ablasi
retina dan edema makula sistoid) lebih kecil jika dibandingkan metode
intrakapsular. Penyulit yang dapat terjadi yaitu dapat timbul katarak
sekunder.

16
Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-
sama menyisakan kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat
kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk mempercepat kesembuhan paska
operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari lubang insisi yang
kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran
ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil,
kemudian dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik dan kebanyakan katarak senilis. Namun kurang
efektif untuk katarak senilis yang padat.

Keuntungan dari metode ini antara lain:


(Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit
karena akan menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya
astigmatisma, dan rasa adanya benda asing yang menempel setelah
operasi. Hal ini juga akan mencegah peningkatan tekanan intraokuli
selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko perdarahan.
Cepat menyembuh.
Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi
struktur mata.

2.2.9 Intraokular Lens (IOL)

17
Setelah pembedahan, pasien akan mengalami hipermetropi karena
kahilangan kemampuan akomodasi. Maka dari itu dilakukan penggantian
dengan lensa buatan (berupa lensa yang ditanam dalam mata, lensa kontak
maupun kacamata). IOL dapat terbuat dari bahan plastik, silikon maupun
akrilik. Untuk metode fakoemulsifikasi digunakan bahan yang elastis
sehingga dapat dilipat ketika akan dimasukan melalui lubang insisi yang
kecil. Untuk menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan diberikan
kepada pasien, dapat digunakan rumus SRK yaitu P = A 0.9 K 2.5 L
Keterangan :
- A (konstanta lensa intraokular, tergantung jenis / merk lensa yang
digunakan)
- K (daya refraksi kornea sentral, diukur dengan keratometer, normalnya
sekitar 43-44 Dioptri)
- L (panjang sumbu bola mata, diukur dengan USG A-Scan mata,
normalnya lebih kurang 24 mm)

2.3.0 Komplikasi Katarak


Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena
proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa
akan keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior
terutama bagian kapsul lensa.
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli
anterior akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag
yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga
timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut
kamera okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor

18
aqueaous tidak lancar sedangkan produksi berjalan terus,
akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang
kemudian akan menjadi glaucoma

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-eva, P. Witcher, J. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum 17th


ed. EGC. 2014
2. Bradford C. Basic Ophtalmology. 9th Edition. San Fransisco-American
Academy of ophthalmology. 2010.
3. Ocampo, V. et al. Senile Cataract. Medscape. 2017
4. Setiohadji, B., Community Opthalmology., Cicendo Eye Hospital/Dept of
Ophthalmology Medical Faculty of,Padjadjaran University. 2006.
5. Ilyas, Prof. Sidarta, dr., Sp.M. 2014. Ilmu Penyakit Mata.Jakarta: FKUI

20

Anda mungkin juga menyukai