:
Fakhrurrazi ..................................
Agustus 2017
Ketoasidosis Diabetikum
Pendahuluan
Diabetes melitus (DM) tipe-1 merupakan kelainan endokrin metabolik yang
ditemukan pada anak dan remaja dan dapat menimbulkan komplikasi berupa
ketoasidosis diabetikum (KAD). Ketoasidosis diabetikum (KAD) merupakan suatu
keadaan darurat akibat komplikasi kurangnya insulin absolut maupun relatif.
Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan hormon-hormon counter-regulatory
(katekolamin, glukagon, kortisol dan growth hormone) sehingga terjadi gangguan
metabolisme, hiperglikemia, diuresis osmotik, dehidrasi hipertonik dan
ketoasidosis. Defisiensi insulin akan menyebabkan lipolisis sehingga kadar asam
lemak bebas dalam darah meningkat. Asam lemak bebas ini kemudian diambil
oleh hati yang selanjutnya dioksidasi menjadi badan keton. Penimbunan badan
keton atau hiperketonemia akan menyebabkan asidosis metabolik.1-4
Ketoasidosis merupakan penyebab rawatan dan kematian terbesar pada
penderita DM-tipe 1, hampir 50% kematian sampai usia 24 tahun pasien DM tipe
1. Terdapat 67 pasien DM tipe 1 dan 22 pasien mengalami KAD di RSUP Dr. M
Djamil dari tahun 2011-2013, KAD mengalami syok sebanyak 31,8% dan
meninggal 22,7%.5
Tata laksana yang cepat dan tepat pada ketoasidosis diabetikum dapat
mengurangi komplikasi dan mencegah kematian. Tata laksana meliputi penanganan
resusitasi cairan, infeksi, gangguan metabolik yang berat dan sistemik yang
berbeda dengan tatalaksana kondisi kegawatan lainnya. 1
1
Laporan Kasus
2
Pasien telah dirawat selama 6 jam di RS Tentara Kota Solok telah dilakukan
pemeriksaan gula darah 554 mg/dl, mendapat terapi IVFD Ringer laktat telah habis
50cc kemudian dirujuk dengan keterangan hiperglikemia dan febris.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien telah dikenal dengan DM tipe 1 sejak September 2016, di rawat di
RS Dr. M. Djamil Padang selama 2 minggu. Anak masuk dalam keadaan
ketoasidosis dan dehidrasi sedang. Anak diperbolehkan pulang setelah dilakukan
edukasi tentang penyakit, pengobatan, penyuntikan, perhitungan makanan dan
pasien pulang mendapat injeksi Novarapid dan Levemir dengan pemberian buku
pencatatan gula darah perhari. Telah dilakukan pemeriksaan C Peptide 0,2 mg/dl,
dan Hba1c 10,0%. Pasien tidak pernah kontrol ke poliklinik anak RS. Dr. M.
Djamil lagi hanya ke Sp.A kota Solok.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga menderita penyakit diabetes mellitus
Riwayat kelahiran, imunisasi, tumbuh kembang :
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, lahir spontan, cukup
bulan, ditolong bidan, berat badan lahir 3400 gram dan panjang badan lahir tidak
diketahui, langsung menangis. Imunisasi dasar tidak lengkap. Riwayat
pertumbuhan terganggu dan perkembangan dalam batas normal. Higiene dan
sanitasi lingkungan baik
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum tampak sakit berat letargi GSC 12 E3M5V4, tekanan darah
77/20 mmHg, (P50 : 90/50 mHg), frekuensi nadi 148 kali per menit, perabaan
halus, ditemukan napas kusmaull dengan frekuensi napas 40 kali per menit , suhu
aksila 38,5 C. Tinggi badan 78 cm, berat badan 8,5 kg berat rehidrasi 9,2 kg,
status gizi adalah gizi kurang dengan berat badan menurut umur 70,8 %, tinggi
badan menurut umur 89,1 %, berat badan menurut tinggi badan 77,2 %. Kulit
teraba hangat dengan turgor kembali sangat lambat. Kepala bulat simetris. Rambut
hitam tidak mudah rontok. Mata tampak sangat cekung, air mata tidak ada,
konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter pupil 2 mm/2 mm,
reflek cahaya +/+. Telinga tidak ditemukan kelainan. Napas cuping hidung ada.
Tonsil dan faring sukar dinilai. Kaku kuduk tidak ada, JVP 5-2 cm H2O. Dada
3
simetris, ditemukan retraksi epigastrium dan intercostal, fremitus sama kiri dan
kanan, suara napas vesikuler, ronki kasar ada, wheezing tidak ada, ictus cordis tidak
terlihat, batas jantung dalam batas normal dengan ictus cordis teraba 1 jari medial
linea midclavicula sinistra pada RIC V, irama jantung teratur, bising tidak
terdengar. Abdomen supel, hepar dan lien tidak teraba, bising usus normal.. Akral
dingin, pengisian kapiler > 2 detik, refleks fisiologis +/+ normal, refleks patologis -
/-, tanda rangsangan meningeal tidak ada.
Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin 10,6 g/dl, leukosit 32.420/mm3, hematokrit 36 %, trombosit
331.000/mm3, hitung jenis 0/0/3/64/33/0 MCH 28,5 p MCV 80 fl MCHC 32,4 %.
kesan : leukositosis.
Pemeriksaan gula darah sewaktu 801 mg/dl, Urinalisis : protein urin (-),
eritrosit urin 0/LPB, leukosit urin 1-2/LPB, reduksi ++ , keton urin : (++) dengan
kesan hiperglikemia dan ketonuria.
Daftar masalah :
1. Subjektif : Polidipsi, poliuria, polifagia, febris, mual muntah, diare, penurunan
berat badan, penurunan kesadaran, anemia.
2. Objektif : Letargi, takipnue, takikardi, syok, dehidrasi berat.
3. Hiperglikemia, ketonuria, Susp Asidosis metabolik,
Diagnosis :
- Ketoasidosis diabetikum berat ec DM tipe-1
- Syok hipovolemik
DD/ Syok septik
- Gizi Kurang
- Anemia normositik normokrom
4
Rencana pemeriksaan :
- Rawat PICU
- Analisis gas darah (AGD)
- Natrium, kalium, calsium, ureum, kreatinin.
- Pemeriksaan gula darah setiap jam
- Keton urin setiap 2 jam
- Kultur darah
- Konsultasi bagian mata
Tata laksana :
Tatalaksana di Ruang Resusitasi IGD
Sementara dipuasakan
O2 2 liter/menit (Nasal kanul)
Pasang infus 2 jalur
IVFD NaCl 0,9 % 20 cc/kgBB/1 jam = 170 cc/1 jam
60 tetes/menit makrodrip
Ampicilin 4 x450 mg iv
Gentamisin 2x22 mg iv
Paracetamol 3x100 mg po/iv
Balance Cairan
Pasang kateter urin
5
+/+, abdomen : tidak distensi, bising usus (+) normal, pengisian kapiler > 2 detik.
Kesan : Syok belum teratasi Terapi : Pemberian IVFD NaCl 0,9 % 20
cc/kgBB/1 jam = 170 cc/1 jam 60 tetes/menit makrodrip
Hasil analisis gas darah pH 6,80; PCO2 10; PO2 143; HCO3- (--); BE (--);
SO2 (--) dengan kesan asidosis metabolik berat, hipokarbia, dan hiperoxemia.
Anak diberikan O2 rebreathing mask 6 liter/menit, dilakukan koreksi bicarbonat
(bicnat) 10 meq bicnat dalam aquadest 40 cc (1/4 kebutuhan bicnat, dengan BE:
15) 50 cc/jam setelah loading Nacl 0,9% kedua selesai, direncanakan AGD
ulang setelah dikoreksi. Natrium serum 131 mmol/l, Kalium 5.9 mmol/l kesan :
Hiperkalemia ec asidosis metabolik, hiponatremia ringan.
6
Total cairan untuk 48 jam = 765+ 1800 = 2565 cc
Cairan yang telah diberikan: 50cc
Cairan resusitasi : 340 cc
Koreksi bicnat : 50 cc
Cairan untuk drip insulin = 0,9 cc/jam x 48 jam = 43 cc
Cairan yang akan diberikan dalam 48 jam = 2565 cc ( 50+ 340 + 50 + 43)
: 2082 cc/48 jam 14 tts/i (makro)
Pindah PICU
Sementara dipuasakan
O2 Rebreathing mask 6 liter/menit
IVFD NaCl 0,9 % + KCL 10cc/Kolf 14 tts/i (makro)
Drip Insulin (Drip insulin 0,5 cc dalam 50 cc NaCl 0,9% (1 IU ~ 1cc ).
Kecepatan insulin 0,1 cc/kgBB/jam 0,9 cc/jam
Ampicilin 4 x450 mg (IV)
Gentamisin 2x22 mg (IV)
Paracetamol 3x100 mg po/iv
7
dilanjutkan direncanakan pengambilan AGD, Na, K, Ca, Ureum Kreatinin. Gula
darah serial antara 407 mg/dl, keton urin (++).
8
usus (+) normal, pengisian kapiler < 2 detik. Kesan: syok tertasi dengan drip
dopamnie, KAD belum teratasi.
Hasil pemeriksaan AGD ulangan : pH 6,87; PCO2 34; PO2 48; HCO3- 6,4 ;
BE (-26,7); SO2 (51) Saturasi monitor 92 % dengan kesan asidosis metabolik
berat, hipoxemia tercampur darah vena. Dilakukan koreksi bicarbonat pada anak
17 meq bicnat dalam aquadest 51 cc (1/4 kebutuhan bicnat), Na 142 mmol/l
Kalium: 3,5 mmol/L. Gula darah sewaktu : 373 mg/dl, keton (+).
Terapi dilanjutkan direncanakan masuk koreksi bicarbonat dan kalsium di
sertai penyesuaian cairan ulang.
9
25 jam rawatan, hari ke 2 jam 05.00
Pasien mengalami syok ulang, anak sudah di drip dopamine dosis
10mcq/kgbb/i , mengalami desaturasi 70-85 % dengan FiO2 100 %. Tangan dan
kaki dingin. Buang air kecil berkurang 50 cc/ 6 jam (diuersis 0,9cc/kg/jam). Pasien
masih diberikan ventilasi mode PSIMV nafas spontan masih ada, demam tidak
ada. Buang air kecil tidak bertambah.
Pasien tampak sakit berat, GCS E2M3Vett, TD 55/14 mmHg. HR
:172/menit, suhu 35,50C, Saturasi 85%. Kulit teraba dingin, mata: pupil isokhor 3
mm, ,akral dingin, refilling kapiler >2 detik. Kesan : Syok Ulang
Sikap : Drip Ionotropik Dobutamine mulai 5 mcq/kgbb/i naik bertahap. Terapi lain
diteruskan.
10
Analisis Kasus
11
sewaktu pemecahan proinsulin menjadi insulin. C peptide tidak memiliki aktivitas
biologik namaun dapat menggambarkan fungsi produksi insulin endogen. Pasien
dengan DM tipe-1 memiliki kadar C peptide yang rendah karena rendahnya kadar
insulin endogen dan fungsi sel beta.8 Pulungan, dkk melaporkan dari 24 pasien DM
tipe-1 yang dilakukan pemeriksaan C peptide, semuanya memiliki kadar < 0,5
ng/ml (nilai normal; 0,9-4 ng/ml).1 Kadar C peptide pada pasien C Peptide 0,2
mg/dl sesuai gambarab DM tipe-1.
Angka kejadian KAD sangat bervariasi tergantung dengan insiden DM tipe-
1 di kawasan tersebut dengan rentang 15-70% di eropa dan Amerika utara.3 Di
Indonesia, data dari telaah rekam medik pasien DM tipe-1 di RSCM pada tahun
2002, sekitar 66% pasien DM tipe- 1 datang dengan kondisi KAD.1 Ketoasidosis
merupakan penyebab rawatan terbanyak dan penyebab kematian terbesar pada
penderita DM-tipe 1, hampir 50% kematian pasien DM-tipe 1 sampai usia 24 tahun
disebabkan oleh KAD. Di Negara maju, angka kematian KAD 0,15% - 5% dan
paling banyak disebabkan oleh edema serebri.3
Ketoasidosis diabetikum didiagnosis banding dengan hyperglycemic
hyperosmolar state . Ketoasidosis diabetikum dan hyperglycemic hyperosmolar
state (HHS) merupakan dua kondisi hiperglikemia emergency. Secara klinis
terdapat perbedaan derajat dehidrasi, ada atau tidaknya ketosis dan asidosis
metabolik pada kedua kondisi tersebut. Ketoasidosis terjadi karena sekresi
berlebihan glukagon, catecholamines, cortisol dan growth hormone memicu
gluconeogenesis, glycogenolysis dan lipolisis akibat defisiensi insulin. HHS
dicirikan dengan hiperglikemia berat, hiperosmolalitas dan dehidrasi tanpa
gambaran ketoasidosis yang terjadi karena infeksi berat, trauma dan kegawatan
kardiovaskuler. 8,9
Diagnosis KAD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan biokimia,
kriteria klinis adalah dehidrasi, takikardi, takipneu, pernafasan Kussmaul, nausea,
muntah, nyeri perut, kebingungan, gangguan kesadaran sampai hilangnya
kesadaran.3,10 Umpierezz melaporkan bahwa nyeri perut berhubungan dengan
asidosis metabolik yang lebih berat.11 Kriteria biokimia adalah hiperglikemia (GDR
> 200mg/dl), pH darah vena < 7,3 atau bikarbonat <15 mmol/L, ketonemia dan
ketonuria. Pasien memenuhi semua kriteria klinis dan kriteria laboratorium. Derajat
12
severitas KAD ditentukan berdasarkan asidosis, ringan: pH vena <7.3 atau
bikarbonat <15 mmol / L, sedang pH <7,2, bikarbonat <10 mmol / L, berat: pH
<7,1, bikarbonat < 5 mmol / L.2, 7
Pasien mengalami KAD berat (pH 6,88 dan
bikarbonat sangat rendah) saat dari awal masuk dengan syok refrakter cairan yang
tidak teratasi.
Ketoasidosis diabetikum disebabkan oleh defisiensi insulin dan
meningkatnya sekresi counterregulatory hormones; katekolamin, glukagon,
kortisol dan growth hormone. Ketoasidosis juga dapat terjadi akibat defisiensi
insulin relatif yang terjadi apabila kadar counterregulatory hormones meningkat
sebagai kompensasi terhadap stres. Keadaan ini dapat dijumpai pada kondisi seperti
sepsis, trauma, pembedahan, penyakit gastrointestinal dengan diare dan muntah dan
menyebabkan dekompensasi metabolik.3
Ketoasidosis diabetikum akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia,
ketonemia, asidosis dan inflamasi sistemik. 12, 13 Patofisiologi KAD dapat dilihat
pada gambar 1.
13
Hitung leukosit umumnya meningkat pada anak dengan KAD dan hitung
jenis shift to the left.12 Penelitian-penelitian klinis menunjukkan terjadinya
inflamasi sistemik non infeksi pada KAD yang ditandai dengan pelepasan sitokin
pro inflamasi dan peningkatan leukosit perifer.14, 15 Komplikasi akut dan kronik
diabetes juga berkorelasi dengan peningkatan hitung leukosit. Kadar H+ yang lebih
tinggi pada KAD menyebabkan produksi dan pelepasan leukosit. Peningkatan
benda keton akan menghasilkan kerusakan oksidatif, menginduksi apoptosis,
menghambat pertumbuhan sel monosit yang akan menurunkan jumlah monosit.
Jumlah dan hitung jenis leukosit meningkat signifikan pada kelompok ketoasidosis
dibandingkan dengan tanpa asidosis, namun hitung eosinofil lebih rendah pada
keadaan hiperglikemia16, 17.
Xu dkk melakukan penelitian pada 50 pasien ketoasidosis dan ketosis
diabetikum, dan didapatkan hasil bahwa peningkatan jumlah total leukosit dan
neutrofil serta penurunan eosinofil berkorelasi signifikan dengan ketoasidosis
diabetikum. Leukosit dapat dijadikan tambahan sumber informasi yang
menggambarkan krisis hiperglikemia.18 Pada pasien ini ditemukan anak dengan
leukositosis.
Infeksi dikenal sebagai salah satu faktor pemicu terjadinya KAD dan juga
merupakan efek lanjutan luaran dari KAD pada anak di negara sedang berkembang.
Infeksi berhubungan signifikan dengan asidosis persisten, defisit basa yang tinggi,
osmalilitas yang tinggi dalam 6 jam, lama pemakaian infus insulin, lama perawatan
di Rumah sakit, episode hipoglikemia, dan komplikasi seperti syok, edem serebri,
serta gagal ginjal. Analisis multivariat menyatakan infeksi dengan komplikasi KAD
berhubungan signifikan dengan mortalitas dan lama rawatan dirumah sakit. Demam
dengan ataupun tanpa focus infeksi yang jelas indikasi dimulai pemberian
antibiotika, sangat penting mempertimbangkan segera pemberian antibiotik pada
anak dengan asidosis persisten. Pencegahan infeksi dan management infeksi pada
anak KAD di negara berkembang dapat menurunkan angka kematian yang tinggi. 19
Pasien ini segera diberikan antibiotik dalam 15 menit tatalaksana cairan.
Infeksi tersamar bisa mencetuskan KAD. Bukti adanya infeksi harus
ditelusuri mencakup kultur darah, urinalisis dan kultur urin. Dugaan infeksi bakteri
harus diterapi segera dengan antibiotik yang sesuai20. Dugaan penyebab terjadinya
14
KAD pada pasien ini adalah infeksi, karena anak dengan demam, leukositosis, dan
syok refrakter cairan diduga karena sepsis. Pemeriksaan mikrobiologi tidak bisa
dilakukan untuk pembuktian definitif infeksi saat itu.
Penelitian pada 51 pasien KAD di PICU dengan dugaan infeksi, 78,4%
memenuhi karakteristik klinis dengan infeksi, 49% terbukti dengan pemeriksaan
mikrobiologi dan 27,5 % terbukti secara klinis dan mikrobiologi. Penyebab utama
infeksi terbanyak adalah infeksi saluran kencing dan saluran pencernaan. Faktor
parameter independen saat awal masuk yang mengindikasikan adanya infeksi dari
sebuah penelitian restopektif adalah jenis kelamin perempuan, gangguan
neurologis dan keterlambatan bersihan ketonuria dalam 12 jam pertama pasien
masuk. Terjadinya gangguan neurologis dan persiten ketonuria dianalisis karena
gangguan metabolik yang berat karena infeksi pada diabetes dan pasien dengan
jenis kelamian perempuan memiliki resiko tinggi silent infeksi karena infeksi
saluran kencing.21
Diabetes melitus berhubungan dengan peningkatan dugaan infeksi dan
sepsis. Terdapatnya perbedaan data yang menyatakan bahwa apakah kematian
pada sepsis dipengaruhi oleh diabetes menjadi perdebatan manfaat pengaturan
kadar glukosa yang ketat pada pasien sepsis. Alasan utama diabetes predisposisi
munculnya infeksi adalah abnormalitas respon host, terutama pada kemotaksis
neutrofil, adhesi dan fagositosis yang terjadi akibat kondisi hiperglikemia. Selain
itu juga terdapat bukti adanya defek imunitas humoral dan abnormalitas
komplemen. 22
Pengobatan ketoasidosis diabetik bersifat kompleks dan cermat. Prinsip tata
laksana KAD meliputi terapi cairan untuk mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan
fungsi sirkulasi, pemberian insulin untuk menghentikan produksi badan keton yang
berlebihan, mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit, mengatasi faktor
presipitasi atau penyakit yang mendasari KAD serta monitor komplikasi terapi.
Berikut ini merupakan tanda bahwa penanganan pasien menjadi sulit, yaitu (1)
dehidrasi berat dan syok, (2) asidosis berat dan kalium serum yang rendah, (3)
hipernatremia yang menunjukkan keadaan hiperosmolar yang buruk, (4)
hiponatremia, (5) lipemia berat dan (6) penurunan kesadaran saat pemberian terapi
yang menunjukkan adanya edema otak. 1, 23
15
Saat pertama datang pasien dengan penurunan kesadaran. Komplikasi
neurologis pada pasien diduga karena kondisi hiperglikemia dengan dehidrasi dan
sepsis, Penurunan kesadaran pada pasien KAD bisa disebabkan oleh kondisi
hiperglikemia, edema serebri dan sepsis.24 Penurunan kesadaran pada
hiperglikemia terjadi peningkatan tonisitas plasma, sehingga terjadi pergerakan
cairan dari intrasel ke ekstrasel dan terjadi kerusakan sel. Perubahan kesadaran
hingga mencapai koma terjadi jika tonisitas plasma mencapai 330 mOsm/kgH2025.
Perubahan sinyal di otak terjadi saat sepsis, terjadi akibat produksi sitokin
inflamasi sentral dan perifer. Sitokin ini menyebabkan aktivasi mikroglia,
meningkatkan produksi sitokin inflamasi, peningkatan lipopolisakarida (LPS),
sitokin, dan NO menyebabkan kerusakan lebih lanjut pada sawar darah otak
sehingga terjadi kerusakan otak. Produksi berlebihan sitokin inflamasi dan spesies
oksigen reaktif menyebabkan disfungsi mitokondria dan apoptosis. Keseimbangan
asam amino terganggu karena proses proteolisis berlebihan dan terjadi produksi
neurotransmitter palsu yang berkontribusi pada patogenesis penurunan kesadaran
pada sepsis. Selain itu disebabkan karena gangguan hemodinamik, metabolik,
penggunaan medikasi dan faktor lingkungan saat sepsis.26, 27
Edema serebri adalah komplikasi potensial terbesar yang terjadi pada hari
pertama tatalaksana KAD, biasanya 5-15 jam setelah awal pengobatan. Faktor
demografi yang berhubungan dengan risiko edema serebri adalah usia lebih muda,
pasien baru, makin lamanya gejala penyakit tampak, konsentrasi urea plasma
tinggi, kadar PCO2 rendah, dan mendapat pengobatan natrium bikarbonat.28, 29
Pada anak belum dapat disingkirkan penyebab penurunan kesadaran karena edema
karena tidak dilakukan Brain CT Scan dikarenakan konsul mata tidak ditemukan
tanda peningkatan tekanan intra kranial.
Presentasi syok jarang ditemukan pada KAD di negara maju. Tapi
penelitian di negara berkembang, kejadian syok cukup tinggi. Salah satu laporan
penelitian di Pakistan menyatakan insiden syok 19,3%, dengan tingkat kematian
3.4%. Tiwari dkk di India mendokumentasikan kejadian syok pada KAD 48% dari
populasi, 30% nya membutuhkan inotropik. Syok pada KAD adalah kombinasi
hipovolemia dan sepsis, untuk membedakan keduanya sulit dan sebagian besar
kasus yang ada memang ada kedua kondisi tersebut. 30
16
Dehidrasi intraselluler pada KAD bisa tidak diketahui secara klinis,
sehingga kadang terjadi under diagnosis dan menyamarkan derajat dehidrasi yang
terjadi. Waktu pengisian kapiler tidak bisa sebagai tanda syok yang dipercaya
pada KAD. Takikardi bisa berupa respon fisiologis terhadap tanda dehidrasi pada
KAD dan tanda peringatan terjadinya syok. Takipnue, respon yang sama terhadap
kondisi asidosis, tidak dapat diinterprestasi sebagai bukti tunggal dari hipoperfusi
dan asidosis laktat. Perubahan kesadaran pada KAD disebabkan oleh edem serebri,
asidosis berat atau syok. 30, 31
Meskipun kriteria syok septik dan hipovolemik dapat ditemukan pada
diagnosis klinis KAD, keberadaan demam, hipotensi, tekanan nadi yang lebar,
bukti klinis dari dehidrasi oleh hipovolemia merupakan indikator yang menentukan
tipe syok pada KAD.30, 32 Syok merupakan masalah klinis yang paling mengancam
jiwa yang dihadapi oleh dokter. Syok yang tidak ditangani dengan baik akan
menyebabkan kematian.32 Kematian pada pasien ini diduga karena syok septik
yang tidak teratasi serta adanya disfungsi organ. Syok persisten dijumpai pada
33% kasus, sebagian besar dengan penurunan fungsi jantung.5 Salah satu faktor
keberhasilan terapi KAD adalah rehidrasi yang adekuat. Tujuan rehidrasi adalah
untuk memperbaiki sirkulasi, menurunkan kadar hormon counter regulatory,
menurunkan kadar gula darah dan memperbaiki perfusi ginja. Alur tatalaksana
syok sepsis pada pasien sesuai dengan gambar dibawah ini :
17
Gambar.2 : Alur tatalaksana Syok septik27
Tatalaksana syok sepsis pada pasien ini yaitu dengan pemberian cairan
NaCl 0.9% sampai 40cc/kgBB/Jam dalam 4 jam pertama dikarenakan akses jalur
perifer susah didapatkan karena anak syok. Sempat teratasi dilanjutkan dengan
pemberian drip dopamin 10 mcq/kgBB/menit karena anak shock ulang 4 jam
kemudian. Anak kembali syok 17 jam setelah teratasi. Drip Dobutamine
diberikan sampai 10 mcq/kgBB/menit sebelum anak mengalami bradikardi.
Tatalaksana syok pada KAD sedikit berbeda dalam waktu pemberian
cairan. Cairan diberikan 10-20 cc/kg BB/jam. Pemberian cairan terlalu agresif saat
awal tatalaksana dinilai dapat menyebabkan edem serebri yang merupakan
18
penyebab terbesar kematian pcada KAD. Pemberian drip insulin juga dilakukan
pada 1-2 jam setelah cairan diberikan, seperti pada gambar dibawah ini:
19
Gambar . Patofisiologi edema serebri pada pemberian insulin dan cairan28
20
Asidosis berat dapat reversibel dengan tatalaksana penggantian cairan dan
insulin. Insulin menghentikan produksi keton dan memicu metabolisme keton
menjadi bikarbonat. Pengobatan hipovolemia meningkatkan perfusi jaringan dan
fungsi ginjal, sehingga meningkatkan ekskresi asam organik termasuk keton.9 Pada
pasien ini syok tidak teratasi dan asidosis berat menetap serta terjadi gangguan
fungsi ginjal.
Saat sepsis dan syok septik terjadi aktivasi NF-kB, peningkatan konsentrasi
macrophage migration inhibitory factor (MIF), tumor necrosis factor- (TNF-),
interleukin-1(IL-1), IL-6, radikal bebas , inducible nitric oxide (iNO), dan stress
hyperglikemik. Peran insulin pada syok septik yaitu menekan produksi dari MIF,
TNF-,IL-1, IL-6, dan radikal bebas, meningkatkanan generasi endothelial NO
dan produksi sitokin anti inflamasi IL-4, dan IL-10, mengkoreksi kondisi stress
hyperglikemia dan meningkatkan fungsi myocardial serta menjaga kondisi
euglikemia untuk menekan respon inflamasi. 37
Ketidakberaturan pengobatan salah satu penyebab kematian signifikan
KAD. Kematian pada KAD pada anak di negara sedang berkembang
dikarenakannya banyaknya kasus yang disertai dengan edema serebral, syok septik,
dan gagal ginjal.25 Keterlambatan diagnosis dan ketidak beraturan dalam
pengobatan adalah akar masalah tingginya angka kematian. Sehingga sangat
penting meningkatkan pengetahuan tentang diabetes pada dokter dan petugas
kesehatan.
21
DAFTAR PUSTAKA
22
18. Xu W , Wu H, Ma S, Bai F, Hu W, Jin Y. Correlation between Peripheral
White Blood Cell Counts and Hyperglycemic Emergencies. Int J Med Sci
2013:10;758-65
19. Varadarajan and suresh. Role of Infections in Children with Diabetic
Ketoacidosis- A Study from South India Int J Diabetes Clin Res 2014, 1:2
20. Glaser N, Kuppermann N. Diabetic ketoacidosis. In: Baren JM, Ruthrock
S, Brennan J, Brown L, editors. Pediatric emergency medicine.
Philadelphia: Elsevier; 2008. pp. 759-64
21. Azoulay. Infection as a Trigger of Diabetic Ketoacidosis in Intensive Care
Unit Patients. Clinical Infectious Diseases 2001; 32:305
22. Koh, Peacock J, Poll, Wiersinga. The impact of diabetes on the
pathogenesis of sepsis. Eur J Clin Microbiol Infect Dis (2012) 31:379388
23. Rustama D. Diabetes Mellitus. Buku Ajar Endokrinologi Anak. UKK
Endokrinologi Anak dan Remaja IDAI. 2010.
24. Pandey M, Mittra P, Doneria J, Maheshwari P. Neurological complications
in diabetic ketoacidosis - before and after insulin therapy. Int J Med Sci
Public Health 2013; 2:88-93.
25. Marino, Paul L. Hypertonic and Hypotonic condition. dalam The ICU
Book. 3rd edition. Lippicont William Wilkins. USA.2007;32:595-610
26. Sonnevill. Understanding brain dysfunction in sepsis. Annals of Intensive
Care 2013, 3:15
27. Chaudhry N, Duggal K. Review Article : Sepsis Associated
Encephalopathy. Hindawi Publishing Corporation . Advances in
Medicine Volume 2014.
28. Carlotti, Bohn D, Halperin L. Importance of timing of risk factors for
cerebral oedema during therapy for diabetic ketoacidosis Arch Dis Child
2003 88: 170-173
29. Vavilala. Change in blood brain barrier permeability during pediatric
diabetic ketoacidosis treatment. Pediatr Crit Care Med. 2010 ; 11(3): 332-
338."
30. Varadarajan P. Risk factors for mortality in children with diabetic keto
acidosis from developing countries. World J Diabetes 2014 December 15;
5(6): 932-938
31. Stewart C. Diabetic emergencies: diagnosis and management of
hyperglycemic disorders. Emergency Medicine Practice. 2004;6:1-24
32. WestphaL,Silva, Salomao,Bernardo,Machado. Guidelines for the treatment
of severe sepsis and septic shock hemodynamic resuscitation. Rev Bras
Ter Intensiva. 2011; 23(1):13-23
33. Azis L. Steroid pada renjatan pediatrik. Contuining education. PKB IKA.
CE IKA No 42. Juni 2013
34. Chua, Schneider, Bellomo. Bicarbonate in diabetic ketoacidosis - a
systematic review.Annals of Intensive Care .2011; 1:23.".
35. Rosenbloom A. The management of diabetic ketoacidosis in children.
Diabetes Ther. 2010;1:103-20.
36. Kushartono, H. Septic Shock in pediatric. Continuing Education
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLII. CE
IKA. No.42.Juni 2013
37. Das, U. Insulin in Sepsis and Septic Shock. JAPI . Volume. 51. Juli 2003
23
Evidenced-Based Medicine
A. Pertanyaan klinis
Apakah infeksi memicu terjadinya KAD?
C. Metode penelusuran
Penelusuran dilakukan dengan kata kunci DKA, iInfections, children dengan
menggunakan limit : studi pada human, diterbitkan dalam 5 tahun terakhir.
Penulis menemukan sebuah artikel yang dapat dipergunakan untuk menjawab
pertanyaan klinis tersebut dengan judul Role of Infections in Children with
Diabetic Ketoacidosis- A Study from South India dari International
Journal of Diabetes and Clinical Research.
24