Anda di halaman 1dari 19

A.

DEFINISI EFUSI PLEURA


Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum
pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat. Efusi pleura adalah jumlah cairan ion purulen yang berlebihan dalam rongga pleura,
antara lain visceral dan parietal. Efusi pleura adalah akumulasi cairan di dalam rongga pleura
(McGrath and Anderson, 2011). Jadi, efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada
rongga pleura, Cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Adanya akumulasi cairan
pada kavum pleura ini mengindikasikan adanya suatu kelainan atau penyakit. Cairan dalam jumlah
yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama
inhalasi (McGrath and Anderson, 2011, Rachmatullah, 1997).
Pustaka lain mendefinisikan efusi pleura sebagai jumlah akumulasi cairan pleura di kavum
pleura yang berlebihan yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi cairan
pleura dengan absorbsi cairan pleura (Diaz-Guzman and Dweik, 2007).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KAVUM PLEURA

Kavum thoraks adalah ruangan bagian tubuh yang terletak diantara leher dan abdomen,
Dibatasi oleh sternum dan costa bagian depan didepannya, columna vertebralis dibelakang,
lengkung costa dilateral, apertura thoraks superior diatas dan diafragma dibawah. Didalam Kavum
thoraks terdapat: kavum pleura (paru-paru kanan dan kiri beserta pleuranya masing-masing) dan
mediastinum (Rasad, 2005).

Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura disusun oleh
jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan kapiler darah serta serat
saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini
juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang
membungkus dinding anteriortoraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini
mengandung kolagen dan jaringan elastis (Sylvia Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Gambar 1. Anatomi Pleura

Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi
toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu
pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura
viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 m). Diantara celahcelah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini
(dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Pada lapisan
terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah
kapiler dari A. Pulmonalis dan A. Brankialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan
pleura viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. Pleura parietalis
mempunyai lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri dari sel-sel mesotelial juga dan jaringan ikat
(jaringan kolagen dan serat-serat elastik). Dalam jaringan ikat, terdapat pembuluh kapiler dari A.
Interkostalis dan A. Mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf-saraf
sensorik yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persarafan ini berasal
dari nervus intercostalis dinding dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan
mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada di atasnya.
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang mengandung
sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser secara
bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru
dan thoraks. Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura
viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu
ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga
mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood Alsagaff dan H. Abdul
Mukty, 2002: 786).
Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan pleura
viseralis bergerak selama pernapasan dan untuk mencegah pemisahan toraks dan paru yang dapat
dianalogkan seperti dua buah kaca objek yang akan saling melekat jika ada air. Kedua kaca objek
tersebut dapat bergeseran satu dengan yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura
dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruang pleura
kemudian diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan tekanan
antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik
dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih perbedaan
absorpsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan
cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis
sehingga dalam keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura (Sylvia
Anderson Price dan Lorraine M, 2005: 739).

Gambar 2. Gambaran Anatomi Pleura


C. ETIOLOGI
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang berasal
dari:

- Kelaian paru : infeksi, baik oleh bakteri maupun virus aau jamur, tumor paru, tumor
mediastinum, metastase.
- Kelainan sistemik : penyakit-penyakit yang mengakibatkan hambatan aliran getah bening,
hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan kegagalan jantung.
- Trauma kecelakaan atau tindakan pembedahan.
- Ideopatik.

D. GEJALA KLINIS
- Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit.
- Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia, panas tinggi (kokus), banyak keringat, batuk, banyak sputum.
- Deviasi trachea menjauhi tempat sakit dapat terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan.
- Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung ( garis ellis damoiseu).
- Didapati segitiga garland yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
ellis domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
memdiastinum keksisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan
ronki.
- Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
E. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam
rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Proses
penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang
oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses
ini mengenai pembuluh darah besar sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks. Proses
terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan
masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atatu alveoli pada
daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru. Efusi cairan dapat
berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai
keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru, dan pneumotoraks. Efusi eksudat
terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah
pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering
adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.(
Halim, Hadi. 2007)
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur,
pneumonia atipik (virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik
seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti, pakreatitis,
asbestosis, pleuritis uremia, dan akibat radiasi.( Halim, Hadi. 2007)
F. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

RONTGEN THORAX

Pada pemeriksaan foto toraks rutin tegak, cairan pleura tampak berupa perselubungan
homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya radioopak dengan permukaan atas cekung,
berjalan dari lateral atas ke arah medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithoraks sehingga
jaringan paru akan terdorong ke arah sentral / hilus, dan kadang kadang mendorong mediastinum
ke arah kontralateral. Jumlah cairan minimal yang dapat terlihat pada foto thoraks tegak adalah
250 300 ml (Rasad, 2005).

a) Posisi tegak posteroanterior (PA)


Pada tahap awal dengan pasien posisi tegak lurus, cairan akan cenderung untuk
terakumulasi pada posisi infrapulmonary jika rongga pleura tidak terdapat adhesi dan paru-parunya
sehat, sehingga membentuk efusi subpulmonary. Pada umumnya dapat setujui bahwa gravitasi
mungkin merupakan faktor utama yang menentukan lokasi cairan. Hampir bersamaan dengan
akumulasi dari infrapulmonary, cairan pleura akan terlihat pada sulcus costophrenic dan dapat
terlihat pada awalnya sebagai perubahan letak medial dari sudut costophrenic dan kemudian telihat
gambaran diafragma yang tumpul.

Gambar 3 & 4. Efusi pleura sinistra. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena efusi pleura
Gambar 5 & 6 . Efusi pleura dextra

Gambar 7. Efusi pleura sinistra massif. Tampak mediastinum terdorong kontralateral

Gambar 8. Efusi pleura bilateral


b) Posisi lateral (L)
Teknik Foto Lateral tegak; tempatkan bagian dada pasien sejajar dengan garis tengah kaset.
Tempatkan tangan ke atas dengan elbow fleksi serta kedua antebrachi bersilang diletakkan di
belakang kepala seperti bantalan dengan kedua tangan memegang elbow. Usahakan pasien
bernapas dan ekspirasi penuh untuk memaksimalkan area. Bila cairan kurang dari 250ml (100-
200ml), dapat ditemukan pengisian cairan di sudut costofrenikus posterior pada foto thorak lateral
tegak.

Gambar 9. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral


c) Posisi lateral decubitus
Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun untuk mendiagnosis
efusi pleura yang sedikit. Cairan yang kurang dari 100ml (50-100ml), dapat diperlihatkan dengan
posisi lateral dekubitus dan arah sinar horizontal dimana cairan akan berkumpul disisi samping
bawah.

Gambar 10. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan cairan yang ditunjukkan
dengan panah biru).

Gambar 11. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus


ULTRASONOGRAFI

Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura visceral dan
pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi.

Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan USG dengan apa yang disebut sebagai
elbow position. Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien diletakkan pada posisi lateral decubitus
selama 5 menit ( serupa dengan radiografi dada posisi lateral decubitus) kemudian pemeriksaan
USG dilakukan dengan pasien bertumpu pada siku (gambar 12). Maneuver ini memungkinkan kita
untuk mendeteksi efusi subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung akan terakumulasi
dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus.

Gambar 12. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser selama pemeriksaan untuk melihat
keadaan rongga pleura kanan.

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan ronggapleura. Pada dekade
terakhir ultrasonografi (USG) dari rongga pleura menjadi metode utama untuk mendemonstrasikan
adanya efusi pleura yang sedikit. Kriteria USG untuk menentukan efusi pleura adalah : setidaknya
zona anechogenic memiliki ketebalan 3mm diantara pleura parietal dan visceral dan atau
perubahan ketebalan lapisan cairan antara ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan letak posisi
pasien. Karena USG adalah metode utama maka sangatlah penting untuk melakukan pengukuran
sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap dinding dada.
Gambar 13. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas. Gambar menunjukkan adanya
akumulasi cairan selama inspirasi (setebal 6 mm; berbentuk kurva,-gambar kiri) dimana gambar tersebut
lebih jelas dibanding selamaekspirasi ( setebal 11 mm ; berbentuk kurva-gambar kanan).

Gambar 14. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada pasien laki-laki dengan penyebaran
lymphangitic dari adenokarsinoma. Ini studi sagital dan pemeriksaan dilakukan dengan pasien duduk.
Cairan Echogenic (E) dapat dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic
(panah). The pleura cairan positif untuk sel-sel ganas (efusi pleura ganas)
Gambar 15. Ultrasonogram dari kiri dada bagian bawah pada wanita 47 tahun dengan efusi pleura
metastasis. Ini studi sagital dan pemeriksaan dilakukan dengan pasien duduk. Cairan anechoic (E) dapat
dilihat pada hemithorax kiri. Perhatikan diafragma lengkung Echogenic (panah)

Gambaran anechoic terutama diamati pada transudat. Dalam sebuah penelitian terhadap
320 pasien dengan efusi, transudat memberikan gambaran anechoic, sedangkan efusi anechoic
dapat transudat atau eksudat. Adanya penebalan pleura dan lesi parenkim di paru-paru
menunjukkan adanya eksudat. Cairan pleura yang memberikan gambaran echoic dapat dilihat pada
efusi hemoragik atau empiema.

Doppler berwarna ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan efusi kecil dari
penebalan pleura dengan menunjukkan tanda-warna cairan (yaitu, adanya sinyal warna dalam
pengumpulan cairan).
COMPUTED TOMOGRAPHY SCAN (CT SCAN)

CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya.
Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan sabit di bagian
yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki gambaran cekung
ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan CT pemeriksaan dilakukan
dalam posisi terlentang, cairan mulai menumpuk di posterior sulkus kostofrenikus. Pada efusi
pleuran yang banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan anterior dada dan kadang-kadang ke fisura
tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral, cairan bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga
pleura. Pergeseran ini menegaskan sifat bebas dari efusi tersebut.

Gambar 16. CT Scan pada efusi pleura (kiri atas : foto rontgen thoraks PA)
Gambar 17. CT Scan thorak pada seorang pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin dan efusi pleura
yang ditunjukan tanda panah

Gambar 18. CT Scan thorax pada pria 50-tahun dengan limfoma non-Hodgkin menunjukkan daerah
tergantung dengan redaman yang sama dengan air dan margin atas lengkung (E). Temuan khas dari efusi
pleura. Perhatikan pergeseran lokasi cairan pada gambar ini dibandingkan dengan radiografi dada
posteroanterior dan lateral. Limfadenopati mediastinum dapat dilihat di mediastinum tengah dan posterior
(panah)
MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

MRI dapat membantu dalam mengevaluasi etiologi efusi pleura. Nodularity dan / atau
penyimpangan dari kontur pleura, penebalan pleura melingkar, keterlibatan pleura mediastinal,
dan infiltrasi dari dinding dada dan / atau diafragma sugestif penyebab ganas kedua pada CT scan
dan MRI.

Gambar 19. Seorang neonatus 2-bulan-tua disajikan di gawat darurat dalam kesulitan jantung dan
respiratory distress. Resusitasi tidak berhasil. Coronal T2-W MRI menunjukkan hematopericard (panah
terbuka), hematothorax (panah) dan efusi pleura (kepala panah) (ketebalan irisan: 1 mm, TR: 4000, TE:
80, FA: 90 ). Ada vena paru abberant mengalir ke ventrikel kiri (buka panah). Perut menunjukkan asites
(tanda bintang)
G. PENATALAKSANAAN

THORAKOSENTESIS
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik.
Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela
iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura
sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Torakosentesis dapat dilakukan
sebagai berikut:
1. Penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas
bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi
tidur terlentang.
2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit
medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan
redup.
3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran
besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan
jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diahfrahma atau terlalu dalam sehingga
mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan
subkutis atau pleura parietalis tebal.
4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi.
Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara mendadak.
Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex
vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.
Gambar 20. Metode torakosentesis

PEMASANGAN UNDERWATER SEAL DRAINAGE (WSD)

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan
WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan
sebagai berikut:

1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris
anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus
interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari
melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan
Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Gambar 21. Pemasangan jarum WSD

WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang,
kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan dilakukan
foto toraks. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah
mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum.

PLEURODESIS

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan penanganan


terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa,
bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi
dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang
waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan
terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan
kembali cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru dalam
keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garram faal,
kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk
mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum
pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6
jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga
pleura. Apabila dalam waktu 24 jam - 48 jam cairan tidak keluar, selang toreaks dapat dicabut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. Diakses dari


http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf

2. Ahmad, Z., Krisnadas, R. & Froeschile, P. 2009. Pleural effusion: diagnosis and
management. J Perioper Pract, 19, 242-7.
http://www.scribd.com/doc/55218707/11/Kasbes-efusi-pleura.pdf
3. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2007.
Balai Penerbit FK UI Jakarta.

4. Collins, J. Stern, E. J. & Ovid Technologies INC. 2007. Chest radiology the essentials.
2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
http://www.scribd.com/doc/55218707/11/Kasbes-efusi-pleura.pdf
5. Maryani. 2008. Efusi Pleura. Diakses dari
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf
6. Omar Lababede, dkk. 2011. Pleural Effsion Imaging, www.emedicine.medscape.com
7. Rasad, Sjahriar.2009. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai