Laporan CRS
Laporan CRS
PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : By. Ny. A
b. Umur : 3 hari
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Nama Ayah : Tn. T
e. Nama Ibu : Ny. A
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Alamat : RT. 11 Olak Kemang, Seberang, Kota Jambi
i. MRS tanggal : 16-11-2015
II. ANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu pasien dan rekam medik
Tanggal : 19-11-2015
2 hari yang lalu bayi kejang sebanyak 1 kali selama <5 menit. Bayi
tampak sesak, nafas cuping hidug (+) dan terdapat retraksi dinding dada.
2
Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilan pertama. Selama masa
kehamilan ibu pasien tidak pernah melakukan ANC, riwayat KPD (-), riwayat
KWH (-), riwayat minum jamu saat hamil (-), trauma (-), kencing manis (-),
darah tinggi (-), minum obat selain resep dari dokter (-), riwayat perdarahan
jalan lahir (+), sering demam (+)
5. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
6. Riwayat penyakit Keluarga
Riwayat diabetes melitus, hipertensi, gangguan jantung, batuk lama, dan
asma pada keluarga disangkal.
Data Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur saat menikah : 26 tahun
Keadaan kesehatan/ penyakit bila ada : tidak ada
3
- Nadi : 210 x/i
- Pernafasan : 74 x/i
- Suhu : 39,2 oC
- SpO2 : 78 %
Status Antropometri
Berat badan lahir : 2200 gram
Panjang Lahir : 45 cm
Pemeriksaan Sistematis
Kepala :
Paru-paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (+)
Palpasi : Sulit dinilai
Perkusi : Sulit dinilai
Auskultasi : Suara dasar : vesikuler +/+
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
4
Palpasi : iktus kordis teraba di linea midklavikula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I/II reguler normal, gallop (-), bising (-)
Abdomen
Inspeksi : datar, tali pusat (+) layu
Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : Supel, hati dan limpa tidak teraba
Genitalia : Perempuan
Anggota gerak : Akral hangat, sianosis (+), capillary refill time > 3
detik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS :
Tonus : Hipotonus
Kekuatan : Lemah
5
Refleks tendon Achilles : Tidak dilakukan Pemeriksaan
6
STATUS ATROPOMETRI (Kurva Lubchenco)
Diffcount:
% Lym : 30.6 % (17.0-48.0)
% Mon : 7.1 % (4.0-10.0)
% Gra : 62.3 % (43.0-76.0)
7
GDS :-
CRP :+
V. PEMERIKSAAN ELEKTROLIT
Natrium (Na) : 130,77 mmol/L (135-148)
Kalium (K) : 5,22 mmol/L (3,5-5,3)
Chlorida (Cl) : 95,77 mmol/L (98-110)
Calcium (Ca) : 1,02 mmol/L (1,19-1,23)
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
GDS, Kultur darah, Pemeriksaan Radiologi
VII. DIAGNOSIS KERJA
Neonatus kurang bulan, sesuai masa kehamilan, respiratory distress
sindrom dan sepsis neonatorum.
VIII. PENATALAKSANAAN
Kebutuhan Cairan/hari : 60cc/kgbb
Rumus : (BB x Kebutuhan) : 24 = (2,2 kg x 60) : 24 = 5,5 cc/jam
Terapi :
- CPAP terpasang , FiO2 25%, PEEP 7, Flow 8
- IVFD D10 % + 2 amp Ca. Glukonas 5,5 cc/jam
- OGT dower
- Injeksi Gentamisin 10 mg/36 jam
- Injeksi Ampisilin 2 x 110 mg
- Injeksi Aminofillin 2 x 3 mg
- Injeksi PCT 4 x 3 cc jika demam > 38,5oC
Monitoring : observasi tanda vital, observasi konvulsi, observasi sepsis
IX. PROGNOSIS:
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
8
3.1 Definisi
Sepsis pada BBL adalah infeksi darah yang bersifat invasif dan ditandai
dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum
tulang atau air kemih. Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada
BKB, BBLR, bayi dengan sindrom gangguan nafas atau bayi yang lahir dari ibu
berisiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan
dini dan awitan lambat. Pada awitan dini, kelainan ditemukan pada hari-hari
pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena
penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau kelahiran.
Berlainan dengan kelompok dini, awitan lambat terjadi disebabkan kuman yang
berasal dari lingkungan disekitar bayi setelah hari ke 3 lahir. Sepsis neonatorum
adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat
bakteri dalam darah. Perjalanan sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat
sehingga sering kali tidak terpantau, tanpa pegobatan yang memadai bayi dapat
meninggal dalam 24 sampai 48 jam.3
sejak adanya konsensus dari American College of Chest
Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul
berbagai istilah dan definisi dibidang infeksi yang banyak pula dibahas pada
kelompok BBL dan penyakit anak.
3.2 Epidemiologi
Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu
1,818 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%,
sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000
kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. Di Indonesia, angka tersebut
belum terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta, dalam periode Januari - September 2005, angka kejadian sepsis
neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%. 4
3.3 Etiologi
9
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Dalam kajian
ini, hanya dibahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri. Pola kuman penyebab
sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu.
Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman,
walaupun bakteri Gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis
neonatorum. Oleh karena itu pemeriksaan pola kuman secara berkala pada
masing-masing klinik dan rumah sakit memegang peranan yang sangat penting.1,2
10
Tabel perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum berdasarkan kurun
waktu :
11
3.4 Faktor Resiko
Kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya
faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Terjadinya sepsis
neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu dan bayi.
12
Divisi Perinatologi FKUI/RSCM mencoba melakukan pendekatan diagnosis
dengan menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko tersebut
dalam risiko mayor dan risiko minor.5
Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua risiko minor maka pendekatan
diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang
(septicwork-up) sesegera mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat
meningkatkan identifikasi pasien secara dini dan tata laksana yang lebih efisien
sehingga mortalitas dan morbiditas pasien diharapkan dapat membaik.6
3.5 Patofisiologi
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam
darah (bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan
mulai dari infeksi ke SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi
organ, dan akhirnya kematian.1
Kriteria Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) :
13
Kriteria infeksi, sepsis, sepsis berat, syok septik :
14
Sepsis : SIRS dengan infeksi yang terbukti
Sepsis berat : Sepsis yang disertai dengan 1 dari hal berikut :
1. Disfungsi kardiovaskuler
Meskipun diberikan IV fluid sebanyak > 40 mL/kg dalam satu jam,
terdapat hipotensi < persentil ke 5 untuk umur, tekanan darah sistolik < 2
SD dibawah normal untuk umur atau perlunya obat-obatan vasoaktif untuk
mempertahankan tekanan darah atau 2 dari hal berikut :
Asidosis metabolik yang tidak diketahui sebabnya > 5
mEq/L
Peningkatan kadar laktat arteri > 2 x batas atas normal
Oliguri < 0.5 mL/kg/jam
Capillary Refill Time yang menurun > 5 detik
Beda suhu akral dan tubuh > 3 C
2. Acute respiratory distress syndrome yang didefinisikan dengan
terdapatnya rasio PaO2/FiO2 300 mm Hg, infiltrat bilateral pada foto
thoraks, dan tidak terbuktinya gagal jantung kiri atau sepsis disertai
dengan kegagalan organ 2 atau lebih ( Respirasi, Renal, Neurologi,
hematologi, atau hepar )
15
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72
jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi
nosokomial). Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira
10-20%. Di negara maju, Coagulase-negative Staphilococcus (CoNS) dan
Candida albicans merupakan penyebab utama SAL. 6
16
dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap
yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll.
Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki
aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan
kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula
bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan
penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda.
1. Respon inflamasi
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida
merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram negatif dan
memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat
protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB).
Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada
membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor
4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi
makrofag.
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme,
yakni dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan
dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen
mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi
dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan
eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik
melalui mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif. Kedua kelompok
organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan
mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat
17
aktivasi makrofag. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel
dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan
meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi
koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga
berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah
reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik.
Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot
polos pembuluh darah.
18
Tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis alamiah yaitu plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1) dan trombin-activatable fibrinolysis inhibitor
(TAFI). Aktivator dan inhibitor diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan.
1,4,6
19
Infeksi fokal Superantigen atau
toksin
Aktivasi endotel
Pelepasan mediator inflamasi
Peningkatan ekspresi molekul-
endogen
molekul adhesi endotel
Sitokin pro-inflammasi
Opiat endogen
Hipovolemia
MODS
Kematian
20
3.6 Manifestasi dan Gejala Klinis
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik
yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan
dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala
klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan
respon tubuh terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan
menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai
Apgar rendah. Setelah lahir bayi akan tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat
berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan
susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang
terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan
kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, akral dingin). Bayi dapat pula
memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan
respirasi (perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum,
waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan
retraksi). 8
21
Beberapa rumah sakit di Indonesia mengacu pada buku Panduan
Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat dan Bidan di Rumah
Sakit tahun 2003 untuk menentukan kriteria sepsis neonatorum. Pada buku ini
gambaran klinis pada sepsis dibagi menjadi dua kategori. Penegakan diagnosis
ditentukan berdasarkan usia pasien dan gambaran klinis sesuai dengan kategori : 6
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai
sebagai infeksi berat atau KPD (ketuban pecah dini).
22
Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau
tiga tanda atau lebih pada Kategori B (tabel).
Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori
B, atau dua tanda pada Kategori B.
3.7 Pemeriksaan
1. Laboratorium
A. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan
dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing- masing klinik. Kultur darah
dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini maupun lanjut. 8
B. Pungsi lumbal
C. Pewarnaan Gram
23
negatif. Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada 0,7% kasus,
pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah
sakit dengan fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam
menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan
hasil pemeriksaan kultur bakteri. 8
D. Pemeriksaan Hematologi
Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/L jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum
dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/L), MPV
(mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara
signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
24
Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis
neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang
dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam pertama
kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada
60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan
dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh
karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar
diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan.
25
dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman. Selain
bermanfaat untuk deteksi dini, PCR juga dapat digunakan untuk menentukan
prognosis pasien sepsis neonatorum.
2. Pencitraan
3.8 Diagnosa
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan
dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam
kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena
gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala spesis klasik yang ditemukan pada
anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Tanda dan gejala sepsis
neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada
neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai
sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.
Faktor Resiko
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Penunjang
26
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena
salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan
diagnosis pasien. Faktor resiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis
yang diderita pasien. Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama
kehamilan, persalinan ataupun kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk
melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini,
pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat
dalam lingkungan pasien.
1. Faktor ibu :
Persalinan dan kelahiran kurang bulan
Ketuban pecah lebih dari 18 24 jam
Chorioamnionitis
Persalinan dengan tindakan
Demam pada ibu ( > 38,4 C )
Infeksi saluran kencing pada ibu
Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Faktor bayi
Asfiksia perinatal
Berat lahir rendah
Bayi kurang bulan
Prosedur invasif
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan
sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal
tidak banyak mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi
karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien.
Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus,
bayi kurang bulan yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-
larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau
infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor
27
resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan
infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala
klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih
efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan
morbiditas pasien.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat
seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar
high pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan
kardiovaskular seperti hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen,
intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipneu,
apneu, merintih, dan retraksi.
28
normal
Saluran Napas Frekuensi napas > 90/menit
PaCO2 > 65 mmHg
PaO2 < 40 mmHg
Memerlukan ventilasi mekanik
FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung
sianotik
Sistem Hematologik Hb < 5 g/dL
WBC < 3000 sel/mm3
Trombosit < 20.000
D-dimer > 0.5g/mL pada PTT > 20
detik atau waktu tromboplastin > 60
detik
SSP Kesadaran menurun disertai dilatasi
pupil
Gangguan Ginjal Ureum > 100 mg/d\
Creatinin > 20 mg/dL
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai
dengan penurunan Hb > 2g%,
hipotensi, perlu tranfusi darah atau
operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3 mg%
29
Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sistemik sulit
ditegakkan apabila hanya berdasarkan riwayat pasien dan gambaran klinik saja.
Untuk hal tersebut perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan penunjang tersebut dapat berupa pemeriksaan
laboratorium maupun pemeriksaan khusus lainnya. Langkah tadi disbeut Septic
work up dan termasuk dalam hal ini pemeriksaan biakan darah yang merupakan
gold standard diagnosis sepsis, namun memerlukan waktu 2 5 hari untuk
diagnosis pastinya.
3.9 Penatalaksanaan
30
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata
laksana sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab
membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan
masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan
pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan antibiotik secara empiris dapat
dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan
di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitifitas kuman
diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah mulai
dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
31
Dosis Antibiotik3
32
Pada saat ini pemberian kortikosteroid pada pasien sepsis lebih ditujukan
untuk mengatasi kekurangan kortisol endogen akibat insufisiensi renal.
Kortikosteroid dosis rendah bermanfaat pada pasien syok sepsis karena terbukti
memperbaiki status hemodinamik, memperpendek masa syok, memperbaiki
respons terhadap katekolamin, dan meningkatkan survival. Pada keadaan ini dapat
diberikan hidrokortison dengan dosis 2 mg/kgBB/hari. Sebuah meta-analisis
memperkuat hal ini dengan menunjukkan penurunan angka mortalitas 28 hari
secara signifikan.
Dukungan Nutrisi
Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan
metabolik tubuh. Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi
insulin, lipolisis, dan katabolisme protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi
meningkat, protein otot dipergunakan untuk meningkatkan sintesis protein fase
akut oleh hati. Beberapa asam amino yang biasanya non-esensial menjadi sangat
dibutuhkan, diantaranya glutamin, sistein, arginin dan taurin pada neonatus. Pada
keadaan sepsis, minimal 50% dari energy expenditure pada bayi sehat harus
dipenuhi; atau dengan kata lain minimal sekitar 60 kal/kg/hari harus diberikan
pada bayi sepsis. Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10
g/kg/hari dan lemak 1g/kg/hari. Pemberian nutrisi pada bayi pada dasarnya dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis,
dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam pertama.
Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.
3.10 Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi
bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan
meningkatkan angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30%
kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 24 kali lebih tinggi pada
bayi kurang bulan dan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini
adalah 15 40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 30 %) dan pada sepsis
awitan lambat adalah 10 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira kira 2 %). 6
33
BAB IV
ANALISIS KASUS
Bayi perempuan dari ibu G1P0A0, usia 26 tahun, hamil preterm (34-35
minggu). Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilan pertama. Selama masa
kehamilan ibu pasien tidak pernah melakukan ANC, riwayat KPD (-),
riwayat KWH (-), riwayat minum jamu saat hamil (-), trauma (-), kencing
manis (-), darah tinggi (-), minum obat selain resep dari dokter (-), riwayat
perdarahan jalan lahir (+), sering demam (+).
Lahir bayi perempuan secara sectio secarea, tidak segera menangis,
merintih, henti nafas, kejang, BBL = 2200 gram. Usia kehamilan 34-35
minggu.
Berdasarkan dari hal diatas, sesuai dengan teori tentang resiko sepsis pada
bayi yaitu bayi kurang bulan, bayi berat lahir rendah, bayi dengan sindrom
gangguan pernapasan atau bayi yang lahir dari ibu beresiko.
Sepsis awitan dini ditemukan pada beberapa hari pertama kehidupan (<3
hari), infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita
ibu selama persalinan atau kelahiran. Pada kasus ini ibu pasien saat masa
kehamilannya sering mengalami demam sehingga hal itu dapat menjadi faktor
predisposisi penting untuk menentukan faktor resiko bayi terjangkit penyakit.
34
Pada pemeriksaan fisik umum bayi didapatkan : Nadi 210 x/i, Pernafasan 74 x/i,
Suhu 39,2 oC, SpO2 78 %. Dari pemeriksaan laboratorium didapat:
WBC : 20.3 103/mm3 (3.5-10.0)
6 3
RBC : 4,85 10 /mm (3.80-5.80)
HGB : 15.6 g/dl (11.0-16.5)
HCT : 46.5 % (35.0-50.0)
PLT : 66 L 103/mm3 (150-390)
PCT : .058 L % (.100-.500)
Diffcount:
% Lym: 30.6 % (17.0-48.0)
% Mon: 7.1 % (4.0-10.0)
% Gra : 62.3 % (43.0-76.0)
GDS : -
CRP : +
Dari hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan CRP (+).
Gejala klinis bayi yang tidak segera menangis, warna kulit tampak
kebiruan, tonus otot lemah, reflek hisap (-), ekstremitas lengkap, anus (+).
Kemudian 2 hari yang lalu bayi kejang sebanyak 1 kali selama <5 menit. Bayi
tampak sesak, nafas cuping hidug (+) dan terdapat retraksi dinding dada. Dari
gejala klinis bayi tersebut sesuai dengan teori faktor resiko bayi sepsis, jika
terdapat 1 faktor resiko mayor dan 2 faktor resiko minor maka sesuai teori sepsis
yaitu :
35
Penatalaksaan pada pasien ini yaitu penggunaan CPAP dengan FiO2 25%,
PEEP 7, Flow 8 karena pasien mengalami merintih (+), retraksi (+), sesak napas
(+), apnea (+), SpO2 78 %. Hal ini sesuai dengan kriteria penggunaan CPAP yaitu
untuk pasien dengan frekuensi napas > 60x/menit, merintih, retraksi dada, saturasi
oksigen < 93%, kebutuhan oksigen > 60%, sering mengalami apnea.
Antibiotik diberikan berupa kombinasi guna untuk memperluas cangkupan
terhadap mikroorganisme patogen dan mencegah resisteni. Pada pasien ini
dibeikan terapi injeksi Gentamisin 10 mg/36 jam, injeksi Ampisilin 2 x 110 mg,
injeksi Aminofillin 2 x 3 mg, injeksi PCT 4 x 3 cc jika demam > 38,5 oC.
Kemudian diberikan kebutuhan cairannya yaitu IVFD D10 % + 2 amp Ca.
Glukonas 5,5 cc/jam.
BAB V
KESIMPULAN
36
sudah mencapai derajat tertentu, akan menyebabkan terjadinya septik syok yang
dapat segera menyebabkan sindrom disfungsi multiorgan yang berakhir pada
kematian bila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
37
5. Mary T. Caserta, MD. 2013. Neonatal Sepsis. Page available at
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html
6. Kosim Sholeh et al. 2010. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, cetakan
kedua. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia, hal 170-187.
7. Ann L Anderson-Berry, MD. 2014. Page available at
http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview
8. Claudio Chiesa et al. 2004. Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and
Laboratory Challenge. Page available at
http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279
9. Carl Kuschel. 2007. Antibiotics for Neonatal Sepsis. Page available at
http://www.adhb.govt.nz/AntibioticsForNeonatalSepsis.htm
38