Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

MATAKULIAH KOROSI

Judul:
PENGARUH LINGKUNGAN KOROSIF TERHADAP KOROSI
PADA TANGKI BAJA PENAMPUNG BAHAN BAKAR

Di susun oleh:

NAMA : ADE SURYAN YULIANTO


NPM : G1C012003
DOSEN : A. SOFWAN. FA., Ph.D

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan material teknik dan industri sebagai bahan tangki
penampungan bahan bakar membuat kontak antara bahan bakar tersebut dengan
materialnya. Hal ini akan menimbulkan masalah korosi pada material tersebut.
Korosi ini disebabkan oleh elemen-elemen agresif/korosif dalam bahan bakar itu
sendiri, dan korosi yang disebabkan oleh organisme hidup. Korosi tipe-tipe
tersebut ini akan membuat suatu degradasi fungsional material tersebut, yang
akhirnya dapat menimbulkan perforasi yang cukup berbahaya. Bahaya tersebut
akan lebih fatal lagi, jika kejadian ini dialami oleh mesin-mesin konversi energi,
seperti pada kapal, pesawat, instalasi pembangkit daya tenaga nuklir, dan industri-
industri vital lainnya.
Aktivitas bakteri yang memengaruhi performans suatu material telah
ditemukan dalam berbagai situasi di Ontario Hydro. Studi kasus yang ditemukan
pada batangan metal yang ditanahkan untuk stasiun transformator, system baja
pendingin struktur di Lake Huron dan korosi pada komponen baja dalam stasiun
pembangkit tenaga nuklir bangunan vakum. Beberapa kemungkinan yang terjadi
oleh pengaruh aktivitas mikro-organisme yang memengaruhi sifat-sifat kontainer
untuk pembuangan limbah nuklir[1].
Komposisi kimia bahan bakar memegang peranan penting sebagai urutan
pertama. Kandungan oksigen yang terlarut dan gas karbonik akan membuat
formasi oksida dan karbonat. Selanjutnya, oksigen membuat pertumbuhan mikro-
organisme aerobik, dan juga gas karbonik berfungsi sebagai sumber karbon pada
bakter-bakteri autotrophe. Keberadaan ion-ion mineral, seperti nitrogen, fosfor,
sulfur, besi, manganes, kalsium, dan sebagainya, dalam bentuk nitrat, fosfat, atau
sulfat akan memenuhi kebutuhan makanan yang perlu pada pertumbuhan bakteri-
bakteri tersebut.
Bakteri ini akan menggunakannya untuk keperluan transformasi energi yang
diperlukan pada metabolismenya. Sedangkan kandungan-kandungan organiknya
akan digunakan untuk bakteri kimio-organotrophe. Dalam kenyataannya, dalam
bahan bakar minyak dan pelumas, terdapat kandungan sel-sel mineral dan mater-
materi organik yang memungkinkan pertumbuhan bakteri[2].

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah tangki penampung bahan bakar dapat
mengalami korosi.
2. Untuk mengetahui apakah guncangan/gerakan pada tangki penampung
bahan bakar mempengaruhi korosi.
3. Untuk mengetahui jenis korosi yang terjadi pada tangki.
4. Untuk mengetahui apakah ada bakteri yang mempengaruhi proses
terjadinya korosi.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi tentang korosi pada tangki baja penampung
bahan bakar.
2. Memperoleh informasi tentang pengaruh korosi terhadap tangki
penampung bahan bakar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Korosi


Korosi di definisikan sebagai penurunan mutu logam akibat reaksi
elektrokimia dengan lingkungannya (Trethewey, 1991). Beberapa hal penting
menyangkut definisi ini adalah :
1. Korosi berkaitan dengan logam, seperti persamaan berikut :

M = simbol untuk atom logam


n = jumlah ion suatu unsur
2. Melalui penggunaan istilah degradasi atau penurunan mutu, korosi
adalah proses yang tidak dikehendaki. Logam yang terkorosi
akannmengalami penipisan permukaan, perusakan atau perubahan
bentuk.
3. Penurunan mutu logam tidak hanya melibatkan reaksi kimia,
namunmjuga reaksi elektrokimia yakni antara logam yang bersangkutan
terjadimperpindahan elektron. Elektron adalah suatu yang bermuatan
negatif,mmaka pengangkutannya menimbulkan arus listrik, karena
reaksi tersebut dipengaruhi oleh potensial listrik.
4.
Lingkungan adalah semua unsur disekitar logam terkorosi pada saat
reaksi berlangsung.[8]

1.2 Mekanisme Korosi


Korosi secara elektrokimia dapat diilustrasikan dengan reaksi antar ion
logam dengan molekul air. Mula-mula akan terjadi hidrolisis yang akan
mengakibatkan keasaman meningkat (Trethewey, 1991). Hal ini dapat
diterangkan dengan persamaan berikut :

Persamaan ini menggambarkan reaksi hidrolisis yang umum, dimana pada


elektrolit yang sebenarnya akan terdapat peran klorida yang penting tetapi akan
menjadi rumit untuk diuraikan. Kecenderungan yang rendah dari klorida 8 untuk
bergabung dengan ion-ion hidrogen dalam air mendorong menurunnya pH larutan
elektrolit (Trethewey, 1991). Persamaan reaksi jika reaksi di atas adalah ion besi
dan molekul air (Trethewey, 1991), adalah sebagai berikut :

Kemudian reaksi ini dapat berlanjut dengan terjadinya reaksi oksidasi oleh
kehadiran oksigen terhadap besi (II), sehingga akan terbentuk ion-ion besi (III)
(Trethewey, 1991). Persamaan reaksi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Reaksi-reaksi hidrolisis selanjutnya dimungkinkan, yang menyebabkan


larutan semakin asam :

Untuk selanjutnya dapat diuraikan reaksi dari ion-ion kompleks sehingga


terbentuk hasil korosi utama yaitu magnetit dan karat, berturut-turutdinyatakan
dengan rumus Fe3O dan FeO(OH) [Trethewey, 1991]. Persamaan reaksi-reaksi
tersebut adalah :

Laju korosi secara elektrokimia merupakan kecepatan rata-rata perubahan


ketebalan atau berat dari logam yang mengalami korosi terhadap waktu melalui
proses elektrokimia [Trethewey, 1991].[7]

1.3 Metal Ferro


Keberadaan metal ferro merupakan faktor yang memicu terjadinya proses
korosi. Dalam prakteknya metal sebagai bagian utama sistem distribusi bahan
bakar dan minyak pelumas. Besi merupakan metal dasar, dan hal itu
menjadikannya subyek terhadap kebanyakan korosi. Variasi komposisi pada
permukaan, ketak-teraturan struktur kristal, dan banyak factor lainnya dapat
menyebabkan permukaan menjadi terpisah dalam daerah anodik dan katodik.
Efek yang sama jika permukaan terendam dalam larutan yang konsentrasinya
bervariasi dari satu titik ke titik lainnya (terjadinya sel konsentrasi), atau jika satu
daerah lebih teroksigenasi daripada daerah lainnya (sel aerasi differensial, yang
katodanya merupakan daerah yang terokigenasi lebih). Suatu sel aerasi
differensial adalah utamanya merupakan jenis yang amat umum dari sel
konsentrasi. Metal-metal lain, termasuk sesuatu yang lebih nobel daripada besi,
merupakan subyek terhadap pengaruh-pengaruh ini pada permukaannya.

1.4 Baja Karbon


Baja banyak dipakai sebagai bahan industri karena sifat-sifat baja yang
bervariasi, yaitu bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak
dan mudah dibentuk sampai yang paling keras dan sukar dibentuk. Baja karbon
merupakan paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu.
Sifat baja karbon tergantung pada besarnya kandungan kadar karbon. Kekuatan
dan kekerasan suatu baja bertambah tinggi bila kadar karbon naik, tetapi
perpanjangan/keuletannya menurun.
Baja merupakan campuran besi dan karbon, dimana unsur karbon (C) adalah
unsur utama disamping unsur-unsur lain seperti disebutkan di atas yang
jumlahnya dibatasi (dikontrol). Kadar kandungan karbon sekitar 0,05 2 %,
sedangkan unsur unsur lain dibatasi persentasenya. Unsur paduan yang
tercampur di dalam lapisan baja, dimaksudkan untuk membuat baja bereaksi
terhadap pengerjaan panas atau menghasilkan sifat-sifat khusus.

1.5 Korosi Permukaaan


Korosi jenis ini merupakan perusak atau penyebab kehilangan logam yang
paling besar. Proses terjadinya korosi ini adalah secara kimia atau elektrokimia
secara teratur dengan laju konstan dan terjadi secara merata pada permukaan. Hal
ini mengakibatkan logam makin lama makin menipis. Dalam medium cairan ,
korosi uniform menyebabkan pelarutan logam, sedangkan dalam medium gas
terjadi oksidasi.
Laju korosi berdasarkan kehilangan berat dihitung berdasarkan
persamaan[3]:

i =
KxW mpy
AxTxD
dimana :
i = Laju korosi (mils/year)
K = Konstanta korosi = 3,45 x 106
W = Kehilangan Berat (gr)
A = Luas permukaan spesimen (cm2)
T = Waktu perendaman (jam)
D = Densitas (g/cm3)

Gambar 2.1. Contoh korosi pada tangki bahan bakar

1.6 Korosi Sumuran


Korosi ini merupakan salah satu bentuk korosi yang sangat dekstruktif dan
sangat sulit diperkirakan, biasanya disebut juga korosi titik atau lubang .
Terjadinya sangat lokal berbentuk lubang-lubang berukuran kecil dan kadang-
kadang demikian berdekatan sehingga tampak seperti permukaan yang kasar.
Korosi sumuran dinilai sangat berbahaya karena dapat menyebabkan alat tidak
dapat digunakan lebih lanjut karena lubang-lubang akibat korosi dapat
menembus dinding dan terjadinya mendadak.
Penyebab korosi sumuran adalah pecahnya lapisan pada permukaan logam
oleh adanya benda asing, goresan, celah kecil , endapan dan sebagainya sehingga
menimbulkan korosi lokal dalam titik ini disertai sel korosi autokatalik dan
terjadi akumulasi dan produk-produk korosi di tempat itu, tidak homogennya
jenis logam yang digunakan dalam konstruksi seperti tersebarnya partikel logam-
logam asing yang melekat pada logam murni yang dapat terjadi pada proses
pembuatan logam serta larutan yang mengandung ion halida dan klorida,
bromida dan hipoklorit. Ion-ion logam beroksidasi dengan klorida seperti CuCl2
dan FeCl3 yang sangat agresif serangan korosinya.

Gambar 2.2. Penampang sumur untuk pengukuran kedalaman[3]

Laju korosi berdasarkan kedalaman sumur dihitung berdasarkan


persamaan[3] :

24 x365
i = kedalaman sumur (mil) x mpy
waktu ( jam)

1.7 Korosi Bakteriologik


Korosi bakteri, atau korosi yang dipengaruhi oleh mikro atau makro-
organisme dapat didefinisikan sebagai degradasi sifat-sifat material karena
keberadaan fisik dan aktifitas metabolik organisme ini pada permukaan metal,
menurut mekanisme peranannya, baik berupa reaksi elektrokimia pada antar-
muka metal dan larutan, berupa kimia (produk metabolis). Interaksi yang dapat
terjadi antara baja dan mikro-organisme menimbulkan bersama mikrobiologi dan
psiko-kimia antara material dan lingkungan. Perusakan metal disertai,
selanjutnya, dengan penampkan biofilm dan depot yang mengandung produk
korosi : adanya karat (oleh bakteri fero), depot kehitaman besi-sulfur oleh bakteri
pereduksi sulfat. Faktor-faktor utama yang memengaruhi terjadinya korosi bakteri
ini adalah keadaan material, lingkungan, dan aksi mikro-organisme.
Sebagai contoh, bakteri pereduksi sulfat tak berkembang dengan sendirinya
dalam bahan bakar tersebut. Mereka mampu berada dalam keadaan tidak aktif
(tidur) hingga kondisi yang cocok untuk bertumbuh terjadi. Sehingga bahan bakar
dapat merupakan sumber suplai dari bakteri pereduksi sulfat. Keberadaan bakteri
ini cukup dikenal di United Kingdom. Tangki-tangki penyimpanan bahan bakar
dan sistem perpipaannya sedikitnya delapan dari sebelas tangki yang diselidiki
telah diketahui mengalami efek dari bakteri ini. Selanjutnya, dapat dikatakan
bahwa keberadaan bakteri ini pada kesempatan yang lebih awal, maka dapat
dicegah kebocoran serta polusi lingkungan yang mengikutinya dan kebutuhan
perbaikan yang mahal[4]. Secara singkat, jika diasosiasikan dengan aktivitas
mikrobial, terdapat beberapa tipe efek yang merugikan. Pertama-tama, lama
pemakaian minyak lebih singkat, yang dapat menimbulkan kenaikan biaya dan
waktu penggantian oli. Kedua, permukaan mengalami kerusakan, dan ketiga, usia
peralatan menjadi lebih singkat.
Beberapa usaha saintifik telah dilakukan untuk menghilangkan mikro-
organisme dalam produk oli dan bahan bakar, namun studi lanjutan tetap
menunjukkan adanya beberapa jenis organisme masih tetap ada[5]. Beberapa
penelitian telah menunjukkan pula, bahwa perkembang-biakan beberapa jenis
bakteri korosi, dapat dicegah dengan penggunaan bakterisida, seperti boraks yang
murah dan non toksik, dan hanya dapat larutdalam air, sehingga tak memberikan
masalah pada kualitas bahan bakar. Beberapa sukses telah dicapai dengan
menggunakan bioksid, tetapi bakteri merupakan organisme hidup dan mempunya
kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan yang bervariasidan dapat
menjadi immun terhadap kandungan khusus.
BAB III
METODOLOGI

Metodologi pada penelitian ini dilakukan melalui perendaman sampel baja


tangki penampungan bahan bakar. Bahan yang digunakan sebagai sampel material
tangki adalah baja karbon St-37. Baja ini dibuat dalam bentuk specimen dengan
ukuran 50 mm x 35 mm x 1 mm. Spesimen ini digantung dalam wadah yang
berisi solar. Wadah 1 berisi solar yang diaduk sehingga medium jadi bergerak.
sementara dalam wadah 2, solar dibiarkan tenang. Bahan bakar solar ini
diambil dari Depot Pertamina Makassar, Sulawesi Selatan. Lama
perendaman spesimen adalah 8 minggu, dengan interval waktu pengambilan data
adalah 2 minggu (gambar 3.1). Percobaan untuk menentukan laju dan tipe korosi
yang terjadi dilakukan berdasarkan kehilangan berat, dan kedalaman sumuran.

a. Wadah 1 medium bergerak b. Wadah 2 medium diam

Gambar 3.1. Perendaman specimen dalam medium solar

Percobaan korosi mikrobiologi dilakukan dengan menambahkan isolat


bakteri ke dalam solar. Isolat bakteri ini diperoleh melalui proses pembuatan dari
cairan yang diambil ketika keluar melalui kran saat tangki dibersihkan, tahap
prakultur, dan tahap kultur yang diinkubasi secara aerob (gambar 3.3). Maksud
dilakukan tahap-tahap ini adalah untuk memperoleh bakteri yang mampu hidup
dalam kondisi yang hampir sama dengan kondisi asalnya. Diperoleh 5 isolat
bakteri melalui tahapan poses ini.
Gambar 3.2. Salurann keran tangki bahan bakar

a. tahap prakultur b. tahap kultur c. inkubasi

Gambar 3.3. Proses pembuatan isolat bakteri[6]

Gambar 3.4. Pengujian dalam medium dengan isolat bakteri[6]

Selanjutnya, isolat-isolat bakteri ini dimasukkan ke dalam wadah


pengujian selama 8 minggu. Satu medium pengujian dengan tanpa isolat bakteri
sebagai pembanding (gambar 3.4). Pengamatan secara visual tipe korosi yang
terjadi dilakukan dan dilengkapi dengan perhitungan persentase luasan defek
korosi, berdasarkan Dot Chart ASTM B 537-70 (80).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju korosi permukaan merata, dalam wadah bergerak naik mulai minggu
ke 2 dari 1,83998 mpy menjadi 4,232018 mpy pada akhir minggu ke 8. Sementara
dalam wadah yang tenang, laju korosi 0,920018 mpy pada minggu ke 2, naik
menjadi 1,856000 mpy pada minggu ke 8 (gambar 4.1). Sedangkan, laju korosi
sumuran, dalam wadah bergerak turun mulai minggu ke 2 dari 6,569179 mpy
menjadi 3,250375 mpy pada akhir minggu ke 8. Dalam wadah yang tenang, laju
korosi 4,995313 mpy pada minggu ke 2, turun menjadi 2,988064 mpy pada akhir
minggu ke 8 (gambar 4.2). Persentase defek korosi yang terjadi terdistribusi
secara tak merata. Pada wadah yang bergerak nilainya lebih besar dari pada
wadah yang diam.

4
laju korosi (mpy)

2 Wadah I
Wadah II
1

0
0 2 4 6 8 10

lama perendaman (minggu)

Gambar 4.1. Laju korosi permukaan terhadap waktu perendaman


7

laju korosi (mpy) 5

4
Wadah I
3
Wadah II
2

0
0 2 4 6 8 10
lama perendaman (minggu)

Gambar 4.2. Laju korosi sumuran terhadap waktu perendaman

Persentase defek korosi dalam wadah yang bergerak nilainya naik mulai
minggu ke 2 dari 22% menjadi 35% pada minggu ke 8. Sementara dalam wadah
yang tenang, 10% pada minggu ke 2, naik menjadi 18% pada minggu ke 8
(gambar 4.3).

40

30
persentase korosi (mpy)

20
Wadah I
Wadah II
10

0
0 2 4 6 8 10
lama perendaman (minggu)

Gambar 4.3. Persentase distribusi korosi terhadap waktu perendaman


Gambar 4.4. Hasil uji biokorosi dengan isolat bakteri dalam kondisi
aerob[6]

Keterangan :
I : Metal I, diuji isolat bakteri A1
II : Metal II, diuji isolat bakteri B1
I1l : Metal III, diuji isolat bakten B2
IV : Metal IV, diuji isolat bakteri C1
V : Metal V, diuji isolat bakteri C2
K : Metal VI, tanpa isolat bakteri uji

Perbedaan lapisan korosi yang terbentuk pada permukaan logam kontrol


dengan lapisan korosi pada sampel dengan isolat bakteri tak nampak lendir, serta
berwarna kekuningan. Sampel ini cepat mengering ketika diangkat dari wadah uji.
Lapisan korosi pada sampel dengan isolat bakteri menampakkan lapisan berlendir
dan lebih lama mengering. Umumnya berwarna coklat, dan coklat kemerah-
merahan. Pembentukan lapisan korosi pada permukaan sampel yang nampak
berlendir ini, disebabkan oleh faktor kemampuan bakteri dalam pembentukan
biofilm.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan data-data yang ada dari penelitian sebelumnya (orang lain)


maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Tangki bahan bakar khusunya solar ternyata juga mengalami korosi.
2. Jenis korosi yang terjadi pada tangki bahan bakar solar adalah korosi
permukaan dan korosi sumuran.
3. Lingkungan yang bergerak menyebabkan laju korosi semakin tinggi.
4. Hasil uji isolat bakteri, menunjukkan permukaan spesimen yang berbeda-
beda, yaitu perubahan warna medium yang coklat, coklat kemerah-
merahan, dan berlendir. Hal ini menunjukkan kemampuan isolat bakteri
pada pembentukan biofilm.
DAFTAR PUSTAKA

[1]. K.w. Lam, a,c. Headon, and d.p. Dautovich, bacterial corrosion studies at
ontario hydro, cim bulletin, vol. 77 no. 868, pp. 77-82, 1984.
[2]. Chantreau j., corrosion bacterienne, technique et documentation, paris,
1980.
[3]. Haynes, gardner s., baboian, r., laboratory corrosion test and standars,
astm stp 866, pp. 382, 561, 1983.
[4]. Hill e., how bacteria damage lubricants, new scientist, pp. 335-338, 1987.
[5]. Hazzard g. F., the detection of micro-organism in petroleum products,
journal of the institute of petroleum, vol. 53 no. 524, pp. 77-82, 1977.
[6]. Harisma, d., isolasi bakteri penyebab biokorosi pada tangki penampungan
solar di depot pertamina makassar skripsi, jurusan biologi fmipa unhas,
makassar, 2002, pp. 34-57.
[7]. http://cassanarief.blogspot.com/2013/12/korosi-adalah.html diakses tgl: 20
mei 2015
[8] http://ced.petra.ac.id/index.php/mes/article/view/15900 diakses tgl: 20 mei
2015

Anda mungkin juga menyukai