Anda di halaman 1dari 14

ASMA

DEFINISI
Adalah penyakit inflamasi yang khronik pada saluran pernafasan yang memiliki
karakter adanya peningkatan respon dari cabang-cabang tracheobrokial dari berbagai hal
stimulus.

EPIDEMIOLOGI
Asma merupakan salah satu penyakit kronik yang terbesar didunia,
diperhitungkan 300 juta manusia menderita asma. Setiap negara memiliki tingkat
prevalensi yang berbeda beda mulai dari 1 persen hingga 18 persen, tertinggi di Wales
sebanyak 18 persen dan terendah di Albania 1%. Peningkatan prevalensi asma
diakibatkan adanya perubahan gaya hidup serta tingkat urbanisasi.(Bulletin World Health
Organisation, 2005, Public Health Implications of Asthma). Perbandingan asma antara
pria dan wanita adalah 1:2, dan umumnya setengan kasus yang ada berusia kurang dari
10 tahun, dan sepertiga kasus berusia kurang dari 40 tahun.
Asma biasanya didiagnosis pada anak-anak, faktor resiko untuk asma meliputi :
- Adanya riwayat keluarga dengan asma atau atopi
- Adanya faktor pencetus.
- Lahir prematur atau berat badan rendah.
- Infeksi virus pada pernafasan pada anak anak
- Ibu yang merokok
- Pada laki laki biasanya terjadi pada masa puber
- Untuk wanita asma yang persisten pada usia dewasa.

MANIFESTASI KLINIS
Pada penyakit asma terdapat beberapa manifestasi klinis yang khas seperti mengi,
rasa berat di dada, sesak nafas dan bisa disertai dengan batuk
Pada eksarsebasi akut pada astma atau dikenali sebagai asthma attack,
mempunyai hallmark klinis yaitu sesak nafas (dyspneu) dan mengi dan ini disebut sine
qua non. Tetapi masih dapat ditemukan beberapa pasien dengan keluhan batuk awalnya,
dan pada akhir serangan asma, mengi tidak terdengar karena pergerakan udara menjadi
sangat kurang. Biasanya batuk disertai dengan sputum yang tidak berwarna. Serangan
asma terjadi secara akut dengan rasa tertekan di dada, susah bernafas dan adanya mengi
pada saat ekspirasi tetapi bisa juga pada saat inspirasi. Gejala bisa perburuk terutama
malam hari atau dini hari.
Tanda-tanda episode asma seperti adanya mengi, pernafasan cepat (takipneu),
ekspirasi yang panjang, percepatan denyut jantung (takikardi), ronkhi pada paru dan
hiperinflasi dada. Pada serangan asma berat, mungkin ada otot pernafasan tambahan
(sternokleidomastoidus dan otot-otot leher) dan juga pulsus paradoksus. Pada serangan
asma sangat berat, seseorang itu bisa menjadi sianotik karena kekurangan oksigen dan
bisa disertai dengan nyeri dada , bahkan sampai penurunan kesadaran. Serangan asma
sangat berat juga bisa menyebabkan gagal nafas dan kematian.

PATOGENESIS
Asma merupakan keadaan inflamasi subakut yang persisten pada jalan nafas.
Gejala klinis dan fisiologis dari asma merupakan hasil interaksi antara sel inflamasi dari
permukaaan epitelial jalan nafas, mediator inflamasi dan sitokin. Sel yang diperkirakan
memiliki peran penting pada respon inflamasi adalah sel mast, eosinofil, limfosit dan sel
epitel jalan nafas. Setiap sel ini dapat mengeluarkan sitokin dan mediator yang
menginduksi inflamasi akut dan perubahan patologis jangka panjang. Mediator yang
dilepaskan secara akut menghasilkan efek bronkokonstriksi, kongesti vaskular,
pembentukan edema, peningkatan produksi mukus dan gangguan transportasi mukosilier.
Efek lokal ini dapat kemudian diikuti oleh efek yang lebih kronik dikarenakan
datangnya eosinofil, trombosis dan PMN menuju tempat reaksi awal. Epitel jalan nafas
sendiri menjadi target dan merupakan sumber dari mediator-mediator proinflamasi.
Eosinofil merupakan pemeran utama dari komponen yang datang pada proses
inflamasi. Interleukin 5 merangsang datangnya sel ini kedalam sirkulasi dan
memperpanjang masa hidupnya. Ketika teraktivasi eosinofil merupakan sumber yang
kaya akan leukotrien, protein granuler dan radikal bebas yang mampu menghancurkan
epitel jalan nafas. Selain mengakibatkan hilangnya fungsi sekretorik dan pertahanan,
kerusakan yang terjadi merangsang pembentukan sitokin dan menghasilkan inflamasi
lebih lanjut.

allergen or irritant exposure

Immune activation Mast Cell degranulation


(IL-4,IgE production )

Chemotactic mediators
Vasoactive mediators

Cellular Infiltration
Vasodilation (Neutrophil,
Increased capillary Lymphocytes,
permeability Eosinophil)

Bronchospasm Autonomic
Vascular congestion dysregulation
Mucus secretion
Impaired mucocilliary function
Thickening of airway wall
Increase contractile response of Release of
bronchial smooth muscle toxic
neuropeptides

Bronchial hyperresonsiveness Ephitelial


Airway obstruction desquamation and
fibrosis

Gambar 1 patofisiologi asma


FAKTOR PENCETUS
Beberapa hal yang dapat menginduksi serangan asma antara lain adalah alergen,
obat-obatan, polusi udara maupun lingkungan, faktor pekerjaan, adanya infeksi, olahraga
dan stress emosional.

A. Alergen
Pada asma alergi prosesnya tergantung pada respon terhadap IgE yang diatur oleh
limfosit B dan T dan diaktivasi oleh interaksi antara antigen dengan sel mast. Epitel dan
lapisan submukosa jalan nafas mengandung sel dendrit yang menangkap dan memproses
antigen, setelah menangkap imunogen, sel ini bermigrasi ke kelenjar limfe sekitar dimana
mereka menyajikan antigen tersebut kepada sel T. Setelah terjadinya penyajian antigenik
tersebut maka sel TH0 dengan bantuan dari IL4 berubah menjadi TH2, Sel TH2 inilah yang
menyebabkan terjadinya rangkaian proses inflamasi pada pasien asma dan juga
menyebabkan Sel B merubah produksi antibodinya dari IgG dan IgM menjadi IgE.
Begitu IgE bersirkulasi dalam darah sampai berikatan dengan reseptor pada sel
mast dan basofil. Kebanyakan alergen yang menimbulkan asma bersifat airborne dan
untuk menimbulkan keadaan sensitivitas jumlah alergen tersebut haruslah banyak dalam
jangka waktu yang cukup lama.

B. Obat-obatan
Obat yang paling sering dihubungkan dengan timbulnya serangan asma adalah
aspirin, zat pewarna seperti tartrazine, -adrenergic antagonis dan golongan sulfa. Sangat
penting untuk dapat mengenali timbulnya penyempitan bronkus oleh obat-obatan karena
berkaitan dengan tingkat morbiditas yang cukup tinggi, bahkan dapat sampai diikuti oleh
kematian. Secara umum sindrom pernafasan yang berkaitan dengan aspirin biasanya
mengenai orang dewasa walaupun dapat terjadi pada anak-anak. Biasanya didahului oleh
rinitis vasomotor perenial yang diikuti rhinosinusitis hiperplasia dengan polip nasi dan
kemudian timbul asma yang bersifat progresif. Sedangkan obat golongan antagonis -
adrenergik seringkali menyebabkan sumbatan pada jalan nafas pada pasien dengan
dengan asma dan juga pada pasien dengan dengan berlebihnya reaktivitas jalan nafas,
bahkan pada golongan selektif beta1 juga terdapat kecenderungan tersebut terutama pada
dosis besar.

C. Polusi Udara dan Lingkungan


Faktor lingkungan yang menyebabkan asma biasanya berhubungan dengan iklim
yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi polutan dan alergen di udara, terutama
pada daerah industri atau lingkungan yang padat.

D. Faktor Pekerjaan
Asma yang berkaitan dengan pekerjaan telah menjadi masalah kesehatan yang
signifikan, obstruksi jalan nafas akut maupun kronik setelah terpapar dengan sejumlah
besar zat yang dipergunakan dalam industri telah dilaporkan. Secara umum zat atau
partikel yang menyebabkan dapat dibagi menjadi partikel dengan berat molekul tinggi
yang diyakini menginduksi asma melalui serangkaian proses imunologis dan partikel
dengan berat molekul rendah yang bertindak sebagai hapten.

E. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan merupakan faktor yang paling sering menjadi pencetus
serangan asma. Etiologi paling penting adalah virus dan bukan bakteri. Pada anak kecil
yang paling sering menyebabkan adalah respiratory sincytial virus dan parainfluenza
virus. Sedangkan pada anak besar maupun dewasa rhinovirus dan influenza virus menjadi
penyebab tersering.

F. Olahraga
Olahraga menjadi penyebab yang sering untuk serangan asma namun berbeda
dengan penyebab yang lain, olahraga tidak menyebabkan sequelae jangka panjang
maupun reaktivitas jalan nafas. Secara tipikal serangan asma terjadi setelah olahraga dan
bukan ketika berolahraga. Secara umum serangan asma ketika sedang berolahraga
dipengaruhi oleh kecepatan pernafasan yang dibutuhkan dan kelembaban udara yang
masuk kedalam jalan nafas.
G. Stress Emosional
Faktor psikologis dapat memperburuk asma. Perubahan jalan nafas tampaknya
dipengaruhi oleh perubahan refleks vagal.

KLASIFIKASI

Klasifikasi asma dibutuhkan untuk pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan.


Berdasarkan seringnya gejala asma, gejala malam, serta nilai fungsi paru, beratnya asma
dibagi menjadi 4 tingkat mulai dari yang paling ringan sampai yang terberat, yaitu :
1. Asma intermiten
2. Asma persisten ringan
3. Asma persisten sedang
4. Asma persisten berat
Klasifikasi tersebut terangkum dalam tabel di bawah ini.

Derajat Asma Gejala Klinis Gejala pada Fungsi Paru


Malam Hari
Asma Gejala < 1x/minggu 2 x sebulan VEP1 80 % nilai
Intermiten Tanpa gejala lain di prediksi, APE 80%
luar serangan nilai terbaik
Serangan singkat variabilitas APE <
(Bulanan) 20% (arus puncak
ekspirasi)
Asma Gejala > 1x/minggu > 2x/bulan VEP1 80 % nilai
Persisten tetapi < 1 x/hari prediksi, APE 80%
Ringan Serangan dapat nilai terbaik
mengganggu variabilitas APE 20-
aktivitas dan tidur 30%
(Mingguan)
Asma Gejala setiap hari >1x/seminggu VEP1 60-80 % nilai
Persisten Serangan prediksi, APE 60-80%
Sedang mengganggu nilai terbaik
aktivitas dan tidur variabilitas APE <
Membutuhkan 20%
bronkodilator setiap
hari
(Harian)
Asma Gejala terus menerus Sering VEP1 60 % nilai
Persisten Sering kambuh prediksi, APE 60 %
Berat Aktivitas fisik nilai terbaik
terbatas variabilitas APE > 30
(kontinyu) %

Tabel 1 klasifikasi derajat asma berdasarkan Global Inisiatives for Asthma (GINA)

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Dipahami pengobatan akan mengubah gambaran
klinis bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita yang sudah
dalam pengobatan harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri. Bila pengobatan
yang sedang dijalani sesuai dengan gejala klinis yang ada, maka derajat berat asma naik
satu tingkat. Berikut adalah klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam
pengobatan.

Gejala dan Faal Paru Tahap I Tahap 2 Persisten Tahap 3 Persisten


dalam Pengobatan Intermitten Ringan Berat
Tahap I : Intermitten Intermiten Persisten Ringan Persisten Sedang
Gejala < 1 x/minggu
Serangan singkat
Gejala malam < 2
x/bln
Faal paru normal di
luar serangan
Tahap II : Persisten Persisten Persisten Sedang Persisten Berat
Ringan Ringan
Gejala > 1x/minggu,
tetapi < 1x/hari
Gejala malam >
2x/bulan, tetapi < 1
x/minggu
Faal paru normal di
luar serangan
Tahap III : Persisten Persisten Persisten Berat Persisten Berat
Sedang Sedang
Gejala setiap hari
Serangan
mempengaruhi
aktivitas dan tidur
Gejala malam >
1x/minggu
60% < VEP1 < 80%
nilai prediksi
60 % < APE < 80 %
nilai terbaik
Tahap IV : Persisten Berat Persisten Persisten Berat Persisten Berat
Gejala terus menerus Berat
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 60 % nilai
prediksi, atau
APE 60 % nilai
terbaik

Tabel 2 klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam pengobatan

Catatan :
VEP1 didapatkan dari pengukuran dengan menggunakan spirometri. Pada
pemeriksaan ini digunakan alat spirogram yang dapat mengukur volume ekspirasi
paksa detik pertama (VEP1) dan kapasitas vital paksa (KVP) yang dilakukan dengan
manuver ekspirasi paksa melalui prosedur standar. Untuk mendapatkan nilai yang
akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable.
APE (Arus Puncak Ekspirasi) dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow meter (PEF
meter). Manuver pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa yang membutuhkan
kerjasama penderita dan instruksi yang jelas. Tahapan melakukan pemeriksaan ini :
1. Pasang mouthpiece ke ujung PEF meter
2. Penderita berdiri dan pegang PEF meter, pegang mendatar tanpa
menyentuh/mengganggu pergerakan marker. Yakinkan marker berada pada skala
terendah
3. Minta penderita untuk menarik nafas dalam sebanyak-banyaknya, masukkan
mouthpiece ke mulut dengan bibir menutup mengelilingi mouthpiece dan buang
nafas sesegera dan sekuat mungkin.
4. Saat membuang nafas, marker bergerak dan menunjukkan angka pada skala dan
catat hasilnya. Ulangi 3 kali langkah 2-4 dan catat nilai tertinggi. Bandingkan
dengan nilai terbaik/prediksi.
PENATALAKSANAAN

1. Tujuan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Tujuan penatalaksanaan asma :
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal termasuk latihan
e. Menghindari efek samping obat
f. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) yang
ireversibel.
g. Mencegah kematian karena asma.
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila :
a. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam.
b. Serangan akut minimal
c. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
d. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (sebaiknya
tidak diperlukan)
e. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk olahraga
f. Variasi harian APE kurang dari 20%
g. Nilai APE normal atau mendekati normal
h. Eek samping obat minimal (tidak ada)

2. Medikasi Asma
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mncegah gejala dan
ketrbatasan aliran udara, terdiri dari pengontrol dan pelega.
a. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,
diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah dan
termasuk anti inflamasi dan bronkodilator kerja lama. Dari semua pengobatan
tunggal, glukokortikosteroid inhalasi adalah pengontrol yang paling efektif.
Glukokortikosteroid inhalasi menekan inflamasi saluran nafas,
menurunkan hiperesponsif saluran nafas, dan mengontrol serta mencegah
gejala sama. Bronkodilator bekerja untuk mendilatasi saluran nafas dengan
cara merelaksasikan otot polos saluran nafas. Obat ini menghambat
bronkokonstriksi dan gejala yang berhubungan dengan asma serangan akut,
tetapi tidak mencegah inflamasi saluran nafas atau menurunkan hiperesponsif
saluran nafas. Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa anti inflamasi
lebih efektif daripada bronkodilator untuk mengontrol gejala jangka panjang,
memperbaiki fungsi paru, dan menurunkan responsivitas saluran nafas.
Golongan yang termasuk pengontrol :
1. Kortikosteroid inhalasi
Rute pemberian : inhalasi
Mekanisme kerja : menurunkan inflamasi saluran nafas pada asma
(penggunanaan selama 1 bulan). Hiperesponsif saluran nafas akan
menunjukkan perbaikan dengan penggunaan jangka panjang
Pengunaan terapi : glukokortikosteroid inhalasi adalah terapi yang
dianjurkan untuk pasien-pasien asma pada semua tingkat berat asma
Efek samping : kandidiasis orofaringeal, disfonia, batuk akibat iritasi
saluran nafas atas.
2. Kortikosteroid sistemik
Rute pemberian : oral/parenteral
Mekanisme kerja : sama dengan glukokortikosteroid inhalasi namun
sel targetnya berbeda.
Penggunaan terapi : dibutuhkan untuk mengontrol asma persisten
berat.
Efek samping : osteoporosis, hipertensi artrerial, diabetes, supresi
aksis HPA, galukoma, obesitas, dan kelemahan otot.
3. Kromolin
Rute pemberian : inhalasi
Mekanisme kerja : Menghambat pelepasan mediator yang diperantarai
IgE dari sel mast dan efek supresif sel dan mediator selektif pada sel-
sel inflamasi lainnya (makrofag, eosinofil, monosit)
Penggunaan terapi : Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan
Efek samping : minimal, seperti batuk pada saat inhalasi
4. Metilsantin
Rute pemberian : per oral
Mekanisme kerja : teofilin adalah sebagai bronkodilator yang
mempunyai efek ekstrapulmonal, termasuk efek anti inflamasi. Pada
dosis yang rendah, teofilin mempunyai beberapa pengaruh minor pada
inflamasi kronik saluran nafas pada asma.
Penggunaan terapi : terapi jangka panjang teofilin lepas lambat efektif
untuk mengontrol gejala-gejala asma dan memperbaiki fungsi paru.
Teofilin juga digunakan sebagai bronkodilator tambahan pada pasien
dengan asma berat.
Efek samping : gejala GIT, seperti mual, muntah, pada anak dapat
menyebabkan kejang. Efek kardiopulmonal termasuk takikardia,
aritmia, kadang perangsangan pusat pernafasan.
5. Agonis 2 kerja lama inhalasi dan oral
Rute pemberian : oral
Mekanisme kerja : merelaksasikan otot polos saluran nafas,
meningkatkan pemebersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
vaskular, memodulasi pelepasan mediator dari sel sel mast dan basofil.
Pengunaan terapi : memperbaiki gejala, penurunan asma nokturnal,
memperbaiki fungsi paru, menurunkan jumlah serangan akut.
Efek samping : perangsangan kardiovaskular, cemas, tremor otot
skelet.
6. Leukotrien modifiers
Rute pemberian : oral
Mekanisme kerja : sebagai bronkodilator dan penunrunan alergen,
bronkokonstriksi yang dicetuskan oleh latihan dan sulfur dioksida.
Leukotrien modifiers juga mempunyai efek anti inflamasi.
Penggunaan terapi Leukotrien tambahan pada penurunan terapi
glukokortikosteroid inhalasi yang dibutuhkan oleh pasien-pasien asma
sedang sampai berat.
Efek samping : Zileuton dihubungkan dengan toksisitas hepar dan
monitoring tes hepar direkomendasikan selama terapi dengan obat ini.
b. Pelega (Reliever)
Pelega termasuk bronkodilator kerja cepat yang bekerja untuk
mengurangi bronkokonstriksi dan gejala-gejala akut yang menyertai seperti
mengi, rasa berat di dada, dan batuk. Yang termasuk pelega adalah :
1. 2 agonis inhalasi kerja singkat
Rute pemberian : oral
Mekanisme kerja : sebagai bronkodilator, merelaksasi otot polos
saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabilitas vaskular, dan mungkin memodulasi pelepasan mediator
dari sel mast.
Penggunaan terapi : Terapi pilihan pada serangan akut, sangat
bermanfaat sbagai praterapi pada asma yang dicetuskan oleh olahraga.
Efek samping : perangsangan kardiovaskular, tremor otot
skelet, hipokalemia.
2. Glukokortikosteroid sistemik
Rute pemberian : oral /parenteral
Mekanisme kerja : sama dengan glukokortikosteroid inhalasi namun
sel targetnya berbeda.
Penggunaan terapi : serangan akut yang berat
Efek samping : abnormalitas metabolisme glukosa yang reversibel,
peningkatan nafsu makan, retensi cairan, peningkatan berat badan,
gangguan mood, hipertensi, ulkus peptikum, dan nekrosis aseptik dari
femur.
3. Anti kolinergik
Rute pemberian : inhalasi
Mekanisme kerja : memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf
kolinergik pada saluran nafas, memblok refleks bronkokonstriksi yang
disebabkan oleh iritan yang terinhalasi.
Penggunaan terapi : Ipratropium bromide mempunyai efek tambahan
ketika dinebulisasi bersama-sama dengan 2 agonis kerja singkat
untuk serangan akut asma.
Efek samping : mulut kering, rasa pahit.

Berikut adalah pengobatan sesuai derajat asma


Semua tahapan : ditambahkan agonis 2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak
melebihin 3-4 x / hari
Berat Asma Medikasi pengontrol harian Alternatif lain
Asma intermitten Tidak perlu -
Asma persisten ringan Glukokortikosteroid Teofilin lepas lambat
inhalasi ( 500 KromolinLeukotriene
Beklometason dipripionat / modifier
hari atau ekivalennya)
Asma persisten sedang Glukokortikosteroud Glukokortikosteroid
inhalasi (200-1000 g inhalasi (500-1000 g BDP
Beklometasin Dipripionat / atau ekivalennya ) + teofilin
hari atau ekivalennya) + lepas lambat, atau
agonis 2 kerja lama Glukokortikosteroid
inhalasi inhalasi (500-1000 g BDP
atau ekivalennya) + agonis
2 kerja lama oral, atau
Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi (> 1000
g BDP atau ekivalennya) +
leukotrien modifier
Asma persisten berat Glukokortikosteroid
inhalasi (> 1000g BDP
atau ekivalennya) + agonis
2 kerja lama inhalasi,
ditambah 1 dibawah ini :
Teofilin lepas lambat
Leukotrien modifier
Glukokortikostreoid oral.
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi yang paling minimal untuk
mempertahankan asma terkontrol.

Tabel 3 pengobatan sesuai derajat asma

Pencegahan
a) Pencegahan primer
- Mencegah tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan asma
- Periode prenatal dan perinatal merupakan periode di intervensi dalam
melakukan pencegahan primer penyakit asma
- Hindari makanan yang bersifat alergen pada ibu hamil dengan resiko
tinggi, tapi tidak mengurangi resiko melahirkan bayi atopi.
- Hindari asap rokok pada saat prenatal dan post natal
- Ibu merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan
paru-paru anak dan bayi. Dari ibu perokok 4x lebih sering
mendapatkan gangguan mengi dalam tahun pertama kehidupannya.

b) Pencegahan sekunder
- Adalah mencegah yang sudah disensitisasi untuk tidak berkembang
menjadi asma
- Pemberian HI dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak
dermatitis atopik
c) Pencegahan tertier
- Mencegah agar tidak terjadi serangan atau manifestasi klinis asma
pada penderita yang sudah asma.

DAFTAR PUSTAKA

Asma www.Wikipedia, the free encyclopedia.com diakses tanggal 20 Juni 2006


McFadden Jr.,E.R., Asthma dalam Harrisons Principle of Internal Medicine, 16th ed,
New York, McGraw-Hill, 2005, hal 1508
Brashers L, Valentina., Alteration of Pulmonary Function dalam Pathophysiology the
biologic basis of disease in adults and children, 5th ed, Philadelpia, Elsevier, 2006,
hal1223

Anda mungkin juga menyukai