Anda di halaman 1dari 28

1

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI,


JUMLAH PENGANGGURAN DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
(IPM) TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN
DI KABUPATEN BERAU

Endah Ernany Triariani


Megister Ilmu Ekonomi Fakultas EkonomiUniversitas Mulawarman
Hj. Sri Mintarti
Fakultas EkonomiUniversitas Mulawarman
H. Priyagus
Fakultas EkonomiUniversitas Mulawarman

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi,


jumlah pengangguran dan indeks pembangunan manusia terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau dan menganalisis pengaruh dominan variabel bebas terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi linier Bberganda.
Hubungan fungsional masing-masing variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan Indeks Pembangunan Manusia dapat diformulasikan dalam persamaan
regresi sbegai berikut :
Y = 121.765,605 + 1.123,514X1 + 0,170X2 1.634,112X3, menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan indeks pembangunan manusia terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau menunjukkan hubungan yang sangat kuat.
IPM berpengaruh signifikan terhadap variabel penduduk miskin dan satu-satunya variabel
yang berpengaruh dominan terhadap jumlah penduduk miskin di kabupaten Berau,
diharapkan Pemerintah Kabupaten Berau meningkatkan IPM melalui peningkatan
kualitas dan pelayanan dibidang kesehatan, bidang pendidikan, dan kemampuan daya beli
masyarakat

Kata Kunci : Penduduk Miskin, pertumbuhan ekonomi, pengangguran, IPM

1. PENDAHULUAN
Salah satu indikator pembangunan daerah yang cukup penting adalah kemiskinan.
Dengan mengetahui jumlah penduduk miskin suatu daerah telah berkurang, dapat
dijadikan salah satu indikator bahwa pembangunan yang dilaksanakan pada daerah
tersebut membawa perubahan kondisi hidup masyarakat kearah yang lebih baik (LPEM
FE UI, 2010)
Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu
mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari
standar hidup tertentu. Dalam arti poverty, kemiskinan dipahami sebagai keadaan
kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Menurut World Bank
(2004), salah satu sebab kemiskinan adalah kurangnya pendapatan dan aset (lack of
income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian,

Jurnal Ekonomi Page 1


2

perumahan, kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Disamping itu
kemiskinan juga berkaitan dengan tingkat pertumbuhan pendapatan , tingkat pendidikan
dan kesehatan dan masalah-masalah lain yang secara eksplisit berkaitan erat dengan
masalah kemiskinan. Dengan kata lain, pendekatannya harus dilakukan lintas sektor,
lintas pelaku secara terpadu dan terkoordinasi dan terintegrasi (www.bappenas.go.id, 12
Maret 2013 ).
Menurut Tambunan (2003), masalah besar dalam pembangunan yang dihadapi
banyak negara berkembang termasuk Indonesia adalah kemiskinan atau jumlah orang
yang berada dibawah garis kemiskinan (poverty line). Kemiskinan adalah kondisi dimana
seseorang atau keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan primer. Negara Indonesia
subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun rakyatnya yang tergolong miskin cukup
besar.
Usaha Pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan sangatlah serius, bahkan
program penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu program prioritas. Menurut
Bappeda Kabupaten Berau (2010) dalam Renstra Penanggulangan Kemiskinan
Kabupaten Berau 2011-2015 bahwa upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Berau melalui empat program utama yaitu program perluasan kesempatan berusaha bagi
penduduk miskin, program pemberdayaan masyarakat, program peningkatan kapasitas
sumberdaya manusia dan program perlindungan sosial.
Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Berau yaitu masih tingginya angka
kemiskinan. Perkembangan penduduk miskin di Kabupaten Berau meningkat cukup
tinggi, terutama pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2007. Jumlah Penduduk
miskin pada tahun 2002 mencapai 15.702 jiwa atau 11,99 persen dari total penduduk
Kabupaten Berau. Kemiskinan menjadi tanggungjawab bersama, terutama bagi
Pemerintah Kabupaten Berau sebagai penyangga proses perbaikan kehidupan masyarakat
dalam sebuah Pemerintahan, untuk segera mencari jalan keluar sebagai upaya
pengentasan kemiskinan.
Data empiris dari berbagai Negara sedang berkembang selama periode 1960-
1980 menunjukkan semakin melemahnya mekanisme trickle-down effect, pertumbuhan
ekonomi yang pesat tidak secara otomatis berdampak terhadap menurunnya tingkat
kemiskinan di suatu Negara. Sementara pada tahun 1960-an, pertumbuhan ekonomi tidak
memberikan pengaruh yang berarti terhadap pengurangan tingkat kemiskinan (Culter &
Katz, 1991).
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Berau pada kurun waktu 2002 sampai dengan
2011 secara agregat terlihat cukup dinamis yaitu di atas 5 %, kecuali pada tahun 2003
dan 2004 pertumbuhan ekonomi dibawah 5% yaitu 4,16% dan 2,64%. Pada tahun 2005
sampai dengan 2011 perekonomian Kabupaten Berau menunjukkan adanya peningkatan
dari tahun ke tahun yaitu tumbuh berkisar 5,08% sampai 8,04%. Namun pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Berau tidak selalu diringi dengan penurunan jumlah penduduk
miskin yang signifikan. Bahkan ketika indikator perekonomian Kabupaten Berau naik
pada tahun 2007 mencapai 6,79%, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau juga ikut
naik mencapai 14.600 jiwa.
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan kerja
yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada di suatu daerah

Jurnal Ekonomi Page 2


3

menjadi semakin serius. Besarnya jumlah pengangguran merupakan cerminan kurang


berhasilnya pembangunan di suatu Negara. Pengangguran dapat mempengaruhi
kemiskinan dengan berbagai cara (Tambunan, 2001). Jumlah pengangguran di Kabupaten
Berau pada periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2011 bergerak naik turun. Jumlah
pengangguran paling rendah pada tahun 2002 yaitu berjumlah 3.501 jiwa dan tertinggi
pada tahun 2006 yaitu berjumlah 8.284 jiwa.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu terobosan dalam menilai
pembangunan manusia. Sistem perhitungan ini diperkenalkan oleh seorang ekonom
bernama Amartya Send dan dibantu oleh Mahbub Ul Haq, sehingga sering indeks ini
disebut Indeks Sen. IPM mencakup 3 (tiga) komponen yang dianggap mendasar bagi
manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang
merefleksikan upaya pembangunan manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan
peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living )
(BPS, 2012).
Napitupulu (2007), IPM adalah salah satu tolok ukur pembangunan suatu wilayah
yang berkorelasi negatif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut, karena
diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup
masyarakat yang tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi maka
seharusnya kemiskinan rendah. Kualitas sumberdaya manusia juga dapat menjadi faktor
penyebab terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari
Indeks Pembangunan manusia (IPM). Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya
produktivitas kerja penduduk. Produktivitas kerja yang rendah berakibat pada rendahnya
perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya
jumlah penduduk miskin.

1.1 Rumusan Masalah


Dari uraian fenomena latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan
Manusia secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau ?
2. Diantara ketiga variabel bebas tersebut, manakah yang memiliki pengaruh dominan
terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau ?

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya
Penelitian oleh Octaviani (2001) dengan judul Inflasi, pengangguran, dan
Kemiskinan di Indonesia dengan analisis indeks Forrester Greer dan Horbecke.
Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di
Indonesia. Model yang digunakan adalah modifikasi model ekonometri yang
dikemukakan oleh Cutler dan Katz (1991).
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Winarti (2006) yang berjudul
Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh serta dampak dari pertumbuhan

Jurnal Ekonomi Page 3


4

ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin Indonesia, hal ini dilakukan karena jumlah
penduduk miskin akibat krisis belum berhasil dikurangi bahkan cenderung meningkat.
Penelitian ini menggunakan data panel dan variabel yang digunakan adalah kemiskinan,
PDRB, tingkat inflasi, jumlah lulusan tingkat SMP, SMA,. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah bahwa tidak hanya pertumbuhan ekonomi saja yang mampu mengurangi
kemiskinan suatu daerah melainkan efek ke bawah (tickle down effect).
Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) dengan judul Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Tulisannya meneliti tentang
pengaruh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan pengangguran terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan
ekonometrika dengan menggunakan metode panel Data. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa variable pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap tingkat
kemiskinan, Variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan,
sedangkan variabel pengangguran memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
kemiskinan.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan pertambahan relatif nilai barang dan jasa
dalam satu periode (satu tahun). Pertambahan nilai barang dan jasa ini dapat dilihat dari
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai barang dan jasa dalam PDRB meningkat
karena jumlah dan harga dari barang dan jasa itu sendiri, untuk menghilangkan pengaruh
kenaikan harga maka pertumbuhan ekonomi dihitung dengan nilai PDRB dengan harga
konstan.

2.2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik Tradisional


Dalam argumen pasar bebas neoklasik merupakan keyakinan bahwa liberalisasi
pasar-pasar nasional akan merangsang investasi, baik itu investasi domestik maupun yang
berasal dari luar negeri, sehingga dengan sendirinya akan memacu tingkat akumulasi
modal. Bila diukur berdasarkan satuan tingkat pertumbuhan Gross National Product
(GNP), hal tersebut sama dengan penambahan tingkat tabungan domestik, yang pada
gilirannya akan meningkatkan rasio modal-tenaga kerja (capital-labor ratios) dan
pendapatan per kapita negara-negara berkembang yang pada umumnya miskin modal.
Model-model pertumbuhan neoklasik tradisional sesungguhnya bertolak secara langsung
dari model Harrod-Domar dan Solow.

2.2.3 Model Pertumbuhan Endogen


Aspek yang paling menarik dari model pertumbuhan endogen adalah bahwa
model tersebut membantu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang
memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi
tingkat pengembalian investasi yang tinggi yang ditawarkan oleh negara berkembang
yang mempunyai rasio modal-tenaga kerja yang rendah berkurang dengan cepat
dikarenakan rendahnya tingkat investasi komplementer (complementary investments)
dalam sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R

Jurnal Ekonomi Page 4


5

& D). Secara sederhana, dengan demikian fungsi produksi agregat dapat dimodifikasi
menjadi sebagai berikut :
Y = A. F (K. H. L)
Pada persamanaan di atas H adalah sumberdaya manusia yang merupakan
akumulasi dari pendidikan dan pelatihan.
Pengangguran merupakan permasalahan yang dihadapi oleh seluruh Negara di
dunia, terutama di negara-negara berkembang tidak terkecuali Indonesia. Jumlah
lapangan pekerjaan di negara sedang berkembang belum dapat menampung jumlah
pencari kerja. Tidak tertampungnya tenaga kerja dalam suatu kegiatan ekonomi antara
lain disebabkan oleh kurangnya keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja dan terbatasnya
jumlah lapangan kerja. Yang dimaksud dengan pengangguran disini adalah pengangguran
terbuka dan belum termasuk mereka yang tergolong pengangguran terselubung (disguised
unemployment) atau setengah pengangguran dengan angka yang lebih besar bila
dibandingkan dengan angka pengangguran terbuka. Untuk memperjelas konsep
pengangguran dan keterkaitannya dengan angkatan kerja, sebagaimana disajikan pada
gambar 2.1.

Total Penduduk

Usia kerja 15 65 Bukan Usia Kerja (0-14


Tahun tahun & > 65 tahun)

Bukan Angkatan Kerja dan Angkatan Kerja


Bukan Pengangguran

Bekerja Tidak bekerja atau


pengangguran

Gambar 2.1 Penduduk, Angkatan Kerja dan Pengangguran

Ukuran pembangunan yang digunakan selama ini yaitu PDB dalam konteks
nasional dan PDRB dalam konteks regional, hanya mampu memotret pembangunan
ekonomi saja. Untuk itu dibutuhkan suatu indikator yang lebih komprehensif, yang
mampu mengungkap tidak saja perkembangan ekonomi akan tetapi juga perkembangan
aspek sosial dan kesejahteraan manusia.
Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat
digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya
terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non
fisik (intelektual). Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat

Jurnal Ekonomi Page 5


6

tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli, sedangkan dampak
non fisik dilihat dari kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.

Teori Kemiskinan
Menurut Amartya Sen, seperti dikutip dari Bloom dan Canning (2001) dalam Dr.
dr. Tb. Rachmat Santika (2010) seseorang dikatakan miskin bila mengalami capability
deprivation dimana seseorang tersebut mengalami kekurangan kebebasan yang
substantif. Menurut Bloom dan Canning, kebebasan substantif ini memiliki dua sisi:
kesempatan dan rasa aman. Kesempatan membutuhkan pendidikan dan keamanan
membutuhkan kesehatan. Maka dapat dikatakan agar manusia dapat lebih produktif, ia
tidak hanya membutuhkan pendapatan semata tetapi juga ketersediaan akses kesehatan
dan pendidikan.
Pengertian kemiskinan dalam arti luas adalah keterbatasan yang disandang oleh
seseorang, sebuah keluarga, sebuah komunitas, atau bahkan sebuah Negara yang
menyebabkan ketidaknyamanan dalam kehidupan, terancamnya penegakan hak dan
keadilan, terancamnya posisi tawar (bargaining) dalam pergaulan dunia, hilangnya
generasi, serta suramnya masa depan bangsa dan negara. Negara-negara maju yang lebih
menekankan pada kualitas hidup yang dinyatakan dengan perubahan lingkungan hidup
melihat bahwa laju pertumbuhan industri tidak mengurangi bahkan justru menambah
tingkat polusi udara dan air, mempercepat penyusutan sumber daya alam, dan
mengurangi kualitas lingkungan.

Ukuran Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2010), penetapan perhitungan garis kemiskinan
dalam masyarakat adalah masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 7.057 per orang
per hari. Penetapan angka Rp 7.057 per orang per hari tersebut berasal dari perhitungan
garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan makanan dan non makanan. Untuk
kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kilokalori per kapita per hari.
Sedang untuk pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran
untuk perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
Sedangkan ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan
berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari
sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran
kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari.

2.3 Keterkaitan Antar Variabel


2.3.1 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi Dengan Jumlah Penduduk Miskin
Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat mencerminkan keberhasilan
pembangunan pada wilayah tersebut. Apabila suatu wilayah dapat meningkatkan laju
pertumbuhan ekonominya maka wilayah tersebut dapat dikatakan sudah mampu
melaksanankan pembangunan ekonomi dengan baik. Akan tetapi yang masih menjadi
masalah dalam pembangunan ekonomi ini adalah apakah pertumbuhan ekonomi yang
terjadi pada suatu wilayah sudah merata diseluruh lapisan masyarakat. Harapan

Jurnal Ekonomi Page 6


7

pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan dapat meningkatkan pendapatan per kapita
masyarakat.
Simon Kuznets mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi,
distribusi pendapatan cenderung memburuk, dan pada tahap selanjutnya, distribusi
pendapatannya akan membaik, namun pada suatu waktu akan terjadi peningkatan
disparitas pendapatan lagi yang akhirnya pada suatu titik tertentu akan menurun lagi. Hal
tersebut digambarkan dalam kurva Kuznets sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa dalam jangka pendek ada korelasi positif antara
pertumbuhan pendapatan perkapita dengan disparitas pendapatan. Namun dalam jangka
panjang hubungan keduanya menjadi korelasi yang negatif.

Koefisien gini

PDRB per Kapita

Gambar 2.3
Kurva Kuznets

Menurut Kuznet (dikutip dari Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan


mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan
tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir
pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.

2.3.2 Hubungan Jumlah Pengangguran Dengan Jumlah Penduduk Miskin


Menurut Sukirno (2004) bahwa salah satu faktor penting yang menentukan
kemakmuran masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai
maksimum apabila tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dapat terwujud, sehingga
apabila tidak bekerja atau menganggur maka akan mengurangi pendapatan dan hal ini
akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai sehingga dapat menimbulkan
buruknya kesejahteraan masyarakat.
Ada hubungan yang sangat erat sekali antara tingginya jumlah pengangguran
dengan jumlah penduduk miskin. Bagi sebagian mereka yang tidak mempunyai pekerjaan
yang tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok
masyarakat yang sangat miskin Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor

Jurnal Ekonomi Page 7


8

pemerintahan dan swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas


menengah ke atas. Setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan adalah miskin,
sedangkan yang bekerja secara penuh adalah orang kaya. Karena kadangkala ada juga
pekerja di perkotaan yang tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang
lebih baik dan yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka menolak
pekerjaan-pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka bersikap demikian
karena mereka mempunyai sumber-sumber lain yang bisa membantu masalah keuangan
mereka. Orang-orang seperti ini disebut menganggur tetapi belum tentu miskin.

2.3.3 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia Dengan Jumlah Penduduk Miskin


Todaro (2000) juga mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan
pembangunan itu sendiri. Pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam
membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern dan untuk
mengembangkan kapasitasnya agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang
berkelanjutan.
Lanjouw, dkk (2001) menyatakan pembangunan manusia di Indonesia identik
dengan pengurangan kemiskinan. Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan
lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi
penduduk miskin asset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan
dan kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan pada
gilirannya meningkatkan pendapatan.
Kualitas Sumberdaya Manusia yang dapat dilihat dari nilai Indeks Pembangunan
Manusia dapat menjadi penyebab terjadinya penduduk miskin. Rendahnya Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja yang
berimbas pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan
menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian


Berdasarkan landasan teori Simon Kuznet, Arsyad, Todaro & beberapa
kesimpulan, tujuan penelitian dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang
telah dikemukakan, maka sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis, berikut disajikan
kerangka konseptual yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar 2.5. Kerangka
konseptual tersebut, menunjukkan pengaruh variabel independen baik secara parsial
maupun simultan terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau.

Variabel Independen Variabel Dependen

Pertumbuhan Ekonomi (X1) H2

H1
Jumlah Pengangguran (X2) Jumlah Penduduk Miskin
(Y)
Jurnal Ekonomi Page 8
9

Indeks Pembangunan Manusia


(X3)

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual Penelitian


2.5 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori
dan kerangka proses berfikir serta kerangka konseptual, maka di diajukan hipotesis
sebagai berikut:
1. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah Pengangguran dan Indeks Pembangunan
Manusia secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau
2. Pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh dominan terhadap jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Berau

3. METODE PENELITIAN
3.1 Defenisi Oprasional
Berikut diberikan penjelasan mengenai definisi operasional variabel independen
(X) maupun variabel dependen (Y) agar penelitian lebih terfokus pada permasalahan serta
untuk menghindari salah penafsiran atas variabel-variabel yang digunakan, dapat diuraian
sebagai berikut :
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB harga konstan dengan migas
setiap tahun di Kabupaten Berau dari tahun 2002 2011 dalam satuan persen
(%).
b. Jumlah Pengangguran
Jumlah pengangguran menurut BPS (2008) adalah jumlah orang yang masuk
dalam angkatan kerja (usia 15 tahun ke atas) yang sedang mencari pekerjaan
dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari pekerjaan
contohnya adalah ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa
perguruan tinggi, dan lain sebagainya karena sesuatu dan lain hal tidak/belum
membutuhkan pekerjaan. Data yang digunakan adalah jumlah pengangguran
Kabupaten Berau Tahun 2002 2011 menggunakan satuan jiwa
c. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari
harapan hidup, angka melek huruf dan pengeluaran perkapita. Angka indeks
komposit tersebut sudah dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan
formulasi yang ditetapkan UNDP. Data yang digunakan adalah indeks
pembangunan manusia Kabupaten Berau tahun 2002 2011.
d. Jumlah Penduduk miskin
Jumlah Penduduk Miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan di Kabupaten Berau. Garis kemiskinan yang merupakan dasar

Jurnal Ekonomi Page 9


10

perhitungan jumlah penduduk miskin ditentukan dua kriteria yaitu pengeluaran


konsumsi perkapita per bulan yang setara dengan 2100 kalori perkapita per hari
dan nilai kebutuhan minimum komoditi bukan makanan. Dalam penelitian ini,
data yang digunakan adalah jumlah penduduk miskin Kabupaten Berau tahun
2002 2011 (dalam satuan jiwa).

3.2 Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yaitu penelitian pustaka
Library Research, yaitu proses pengumpulan data yang berhubungan dengan objek yang
diteliti termasuk didalamnya pencatatan data penelitian yang telah dilakukan oleh pihak-
pihak terkait pada objek yang diteliti seperti Kantor Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Berau dan BPS Propinsi Kalimantan Timur. Dari teknik pengumpulan data
tersebut maka dapat diperoleh data skunder.

3.3 Analisis Dan Pengujian Hipotesis


3.3.1 Analisis Kuantitatif
Analisis Kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika digunakan untuk
menjawab permasalahan dan pembuktian hipotesis yang dikemukakan yaitu untuk
menelaah pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Dalam menganalisis data yang diperoleh
untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
yaitu dengan cara meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square/QLS).
Ukuran variable yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
dibawah ini.
Tabel 3.1. Faktor, Variabel dan Ukuran yang digunakan dalam analisis
Faktor Variabel/Indikator Satuan Keterangan

Kemiskinan Jumlah Penduduk Miskin Jiwa Variabel Tak Bebas


(Y)
Pertumbuhan Perkembangan PDRB % Variabel Bebas X1
Ekonomi
Pengangguran Jumlah Pengangguran Jiwa Variabel Bebas X2
IPM Angka Harapan Hidup, Variabel Bebas X3
Angka Melek Huruf Paritas
daya beli

3.3.2 Analisis Korelasi / Koefisien Determinasi (R-Square)


Koofisien determinasi digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan variabel
bebas dalam menjelaskan variasi (turun naiknya secara bersama-sama) Y dengan
menghitung koofisien determinasinya.
Korelasi antar variabel dilakukan dengan cara membandingkan nilai-nilai
Pearson Correlation hasil perhitungan program SPSS. Menurut Sarwono (dalam

Jurnal Ekonomi Page 10


11

Andriawan, 2007:52) Derajat hubungan antar dua variabel ditunjukkan oleh nilai korelasi
yang dihasilkan. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Kriteria yang
menunjukkan kuat lemahnya korelasi ditunjukkan dengan nilai-nilai sebagai berikut :
a. 0 0,25 : Korelasi sangat lemah
b. > 0,25 0,5 : Korelasi Cukup
c. > 0,5 0,75 : Korelasi Kuat
d. > 0,75 1 : Korelasi sangat kuat

3.4 Pengujian Hipotesis


a. Pengujian arti keseluruhan regresi (Uji F)
Untuk mengetahui apakah semua variabel independen yang digunakan dalam
model regresi secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen
perlu dilakukan pengujian koefisien dengan menggunakan derajat signifikansi
nilai F. Pengujian ini dilakukan dengan komputer menggunakan program SPSS
Versi 20.
Dasar Pengambilan keputusan menurut Singgih, 2000 : 210 adalah :
1. Jika probabilitas (nilai signifikansi) > 0,05 () maka Ho diterima dan menolak
Ha = tidak signifikan
2. Jika probabilitas (nilai sigfikansi) < 0,05 () maka Ho ditolak dan menerima
Ha = signifikan.
b. Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara parsial atau individu terhadap
variabel tidak bebas dengan asumsi variabel yang lain konstan. Pengujian ini
dilakukan dengan melihat derajat signifikansi masing-masing variabel bebas
dengan komputer menggunakan program SPSS Versi 20.
Dasar pengambilan keputusan menurut (Singgih Santosa, 2000 : 210) :
1. Jika probabilitas (nilai signifikansi) > 0,05 () maka Ho diterima dan menolak
Ha = tidak signifikan
2. Jika probabilitas (nilai sigfikansi) < 0,05 () maka Ho ditolak dan menerima
Ha = signifikan

3.5 Uji Asumsi Klasik


Uji Multikolinieritas, adalah adanya korelasi yang pasti diantara variabel bebas.
Dalam kasus multikolinieritas sempurna penaksir OLS (Ordinary Least Square) tak
tertentu dan kesalahan standarnya tidak tertentu juga. Model tersebut dapat dipergunakan
untuk membuat estimasi atau perkiraan, pengujian hipotesis dan ramalan interval nilai
variabel tak bebas Y. (Supranto, 2004 :10). Jika terjadi multikolinieritas yang nyata tetapi
tidak sempurna maka terdapat beberapa konsewensi, diantaranya adalah kesalahan
standar yang diperoleh cenderung membesar dengan meningkatnya tingkat korelasi
diantara variabel bebas. Hasil uji asumsi bahwa tidak terjadi multikolinieritas ditunjukkan
nilai VIF yang tidak melebihi nilai 10.
Uji Autokorelasi, adalah suatu keadaan dimana terdapat hubungan antara
variabel pengganggu yang berurutan dari data time series. Dalam konteks penelitian,

Jurnal Ekonomi Page 11


12

permasalahan ini mungkin timbul antara lain disebabkan oleh model yang bersifat
autogressive atau adanya beda kala (Supranto, 2004 : 87).
Untuk mendeteksi adanya gejala tersebut digunakan pengujian besaran Durbin-
Watson yang diperoleh dari perhitungan dengan nilai kritis DW dari tabel. Bila pengujian
ini ternyata berda pada daerah ragu-ragu, selanjutnya dilakukan Runs test. Untuk
mengetahui nilai Durbin Watson dengan menggunakan program komputer statistik SPSS
versi 20. Penggunaan program komputer pada penelitian ini dimaksudkan untuk
mempercepat proses perhitungan dan keakuratan hasil perhitungan.
Heteroskedastisitas, Asumsi OLS lainnya adalah bahwa variabel-variabel
pengganggu mempunyai varians yang sama atau secara matematis ditulis variabel E
(1) = sama untuk semua kesalahan koefisien pengganggu (asumsi homoskedastisitas.
2

Pengertian homoskedastisitas adalah varian (2) dari residual (kesalahan koefisien


pengganggu) dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain adalah tetap. Jika asumsi ini
tidak terpenuhi maka problem Heteroskedastisitas (Supranto, 2004 : 46).
Salah satu cara yang dilakukan untuk menghilangkan Heteroskedastisitas dalam
model regresi adalah dengan mentransformasi variabel menjadi log. Jika hal ini dilakukan
maka masing-masing koefisien regresi yang dihasilkan dari model menunjukkan besarnya
elastisitas masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Menurut
(Gozali, 2005 : 95) untuk mendeteksi ada atau tidaknya Heteroskedastisitas yaitu melihat
penyebaran dari varian residunya.

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN


4.1 Analisi Kuantitatif
4.1.1 Analisis Pengaruh X terhadap Y
Menganalisi pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM
terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau, maka dapat digunakan alat
analisis statistik dengan persamaan linier berganda. Data tabel 5.1 di atas diregresikan
dengan program SPSS , sehingga diperoleh hasil sebagaimana pada tabel 5.2 berikut :
Tabel 5.2. Koefisien (Y)
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 121765.605 35364.815 3.443 .014

Growth 1123.514 490.601 .948 2.290 .062

Pengangguran .170 .460 .135 .369 .725

IPM -1634.112 545.568 -1.558 -2.995 .024


a. Dependent Variable: Miskin

Hasil perhitungan diperoleh persamaan regresinya sebagai berikut :


Y = 121.765,605 + 1.123,514X1 + 0,170X2 1.634,112X3
Hal ini menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel bebas atau nilai beta dari
masing-masing variabel yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin adalah sebagai

Jurnal Ekonomi Page 12


13

berikut : pertumbuhan ekonomi sebesar 1.123,514, Jumlah pengangguran sebesar 0,170


dan IPM sebesar 1.634,112.
Persamaan regresi berganda yang didapat dari hasil perhitungan tersebut dapat
dijelaskan bahwa bila terjadi penambahan output pertumbuhan ekonomi (X 1) sebesar 1
persen dengan asumsi jumlah pengangguran (X2) dan IPM (X3) tidak berubah, maka
penduduk miskin (Y) akan bertambah sebesar 1.124 orang. Penambahan jumlah
pengangguran (X2) sebesar satu orang dengan asumsi pertumbuhan ekonomi (X1) dan
IPM (X3) tidak berubah, maka penduduk miskin (Y) akan bertambah sebesar 0,170%.
Demikian juga bila terjadi penambahan IPM (X3) sebanyak 1 satuan dengan asumsi
pertumbuhan ekonomi (X1) dan jumlah pengangguran (X2) tidak berubah, maka
penduduk miskin (Y) akan berkurang sebesar 1.634 orang.
4.1.2 Analisis Korelasi / Koefisien Determinasi (R2) Untuk Y
Pengolahan regresi berganda pada program SPSS didapatkan nilai koefesien
determinasi regresi berganda dengan output sebagai berikut:
Tabel 5.3. Koefisien Korelasi dan Determinasi (R2)
Std.
R Adjus Durbi
Model R Error of the
Square ted R Square n-Watson
Estimate

.8 .6 .545 1339. 2.947


1
35a 97 877
a. Predictors: (Constant), IPM, Pengangguran, Growth
b. Dependent Variable: Miskin
Angka R atau koefesien korelasi sebesar 0,835 (83,5%) menunjukkan adanya
korelasi atau hubungan antara variabel penduduk miskin (dependen) dengan variabel
pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran, dan indeks pembangunan manusia
(independen) dalam tingkat yang kuat.
Output SPSS tersebut dapat diketahui angka Korelasi Determinasi atau R square
(R2) sebesar 0,697 yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen yang
digunakan yaitu pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM dapat
menjelaskan model sebesar 69,7% terhadap penduduk miskin, sedangkan sisanya sebesar
30,3% adalah dari variabel lain tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.

4.2 Pengujian Hipotesis


Untuk menguji Hipotesis I (H1) atau tingkat pengaruh pertumbuhan ekonomi,
jumlah pengangguran dan IPM secara bersama-sama atau simultan memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin digunakan uji F.. Dari uji anova
atau F test yang dilakukan pada perhitungan SPSS dapat dilihat pada tabel 5.4 (Tabel
Anova) berikut :

Tabel 5.4. Hasil Uji F (Anova)


Sum of d Mean S
Model F
Squares f Square ig.

Jurnal Ekonomi Page 13


14

1 Regressi 247767 8258 4 .


3
on 76.658 925.553 .600 043a
107716 1795
Residual 6
15.442 269.240
355483
Total 9
92.100
a. Predictors: (Constant), IPM, Pengangguran, Growth
b. Dependent Variable: Miskin
Dari Anova atau Ftest didapat Fhitung sebesar 4,600 dengan tingkat signifikan (Sig.)
sebesar 0,043. Karena tingkat probabilitas (0,043) lebih kecil dari 0,05, maka model
regresi telah tepat dalam menggambarkan hubungan jumlah penduduk miskin di
Kabupaten Berau terhadap variabel-variabel yang berpengaruh, dengan demikian
hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara
bersama-sama atau simultan antara variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran
dan IPM terhadap jumlah penduduk miskin.
setiap pengaruh yang ditimbulkan oleh setiap variabel tersebut signifikan atau
tidak, maka dilakukan pengujian parsial atau uji t. Seluruh nilai thitung dicari dengan
perhitungan program SPSS.
Tabel 5.5. Hasil Uji t
Standardized
Model Coefficients t Sig.
Beta
1 (Constant) 3.443 .014
Growth .948 2.290 .062
Pengangguran .135 .369 .725
IPM -1.558 -2.995 .024

Berdasarkan tabel 5.5 Standardized Coefficients (Beta) memperlihatkan bahwa


nilai beta untuk variabel-variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran adalah
positif dan IPM mempunyai nilai negatif. Dari tiga variabel tersebut yang menunjukkan
nilai paling tinggi adalah pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 0,948 dibandingkan
variabel lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi
berpengaruh paling dominan terhadap jumlah penduduk miskin.
Dari hasil Uji t pada tabel 5.5 yang pengujiannya dilakukan pada tingkat
kepercayaan 95% atau = 0,05. Konstanta yang bernilai 121765.605 menunjukkan
bahwa nilai variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM tidak
mengalami perubahan atau tetap.
4.3 Uji Asumsi Klasik
4.3.1 Uji Kolinieritas Ganda (Multicolinierity)
Hasil uji multikolinieritas dalam persamaan regresi pada penelitian ini terlihat
pada tabel di bawah ini:

Jurnal Ekonomi Page 14


15

Tabel 5.6. Hasil Perhitungan VIF.


Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
Growth 0,295 3,393
Pengangguran 0,376 2,659
IPM 0,187 5,355
a. Dependent Variable: Miskin (diolah dari lampiran 1).

Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai tolerance pada variabel-variabel


pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM > 0,10 dan nilai VIF < 10, yang
berarti bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara sesama variabel independen pada
penelitian ini.
4.3.2 Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat diketahui dengan menggunakan uji Durbin Watson
yang bisa dilihat dari hasil uji regresi berganda. Regresi dikatakan telah
memenuhi asumsi autokorelasi jika nilai dari uji Durbin-Watson, dengan tabel 5.7
berikut :
Tabel 5.7. Nilai Durbin-Watson

NILAI DW Kesimpulan

Kurang dari 1,08 Ada autokorelasi


1,08 s.d 1,66 Tanpa Kesimpulan
1,66 s.d 2,34 Tidak ada Autokorelasi
2,34 s.d. 2,92 Tanpa Kesimpulan
Lebih dari 2,92 Ada Autokorelasi
Sumber Algifari (2000 :86)

Pada tabel 5.7 di atas dari hasil regresi didapatkan nilai DW Statistik sebesar
2,947 , maka hasil Durbin Waston 2.947 berada pada level Lebih dari 2,92 sehingga
dapat disimpulkan ada Autokorelasi.

4.3.3 Uji Heterokedastisitas

Jurnal Ekonomi Page 15


16

Ketidaksamaan data dan bervariasinya data yang diteliti merupakan gejala


heterokedastisitas. Untuk mengetahui terjadinya heterokedastisitas dapat dilihat melalui
analisis residual statistic, seperti pada tabel 5.11 dibawah ini :
Tabel 5.9 Hasil Uji Residual Statistics
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 10059.12 15501.12 12144.30 1659.209 10

Residual -1811.232 1827.885 .000 1094.005 10

Std. Predicted Value -1.257 2.023 .000 1.000 10

Std. Residual -1.352 1.364 .000 .816 10

a. Dependent Variable: Miskin

Dari tabel 5.9 di atas dapat diliha nilai dari standar residual rata-rata adalah .000,
maka dapat disimpulkan bahwa model analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini
tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
Tujuan penelitian penulis adalah menganalisis pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan IPM terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Beberapa
penelitian empiris dan dasar teori yang menjadi rujukan penulis, menemukan adanya
pengaruh faktor pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM terhadap jumlah
penduduk miskin. Pengaruh dapat positif juga negatif, dimana pengaruh positif
mencerminkan hubungan searah, sementara pengaruh negatif sebaliknya yaitu
berlawanan arah.
Hipotesis penelitian ini menduga bahwa variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah
pengangguran dan IPM secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Berau serta pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh
dominan terhadap jumlah penduduk miskin.
Hasil perhitungan regresi berganda dengan menggunakan program SPSS untuk
mencari koefisien korelasi, Koefisien determinasi, melakukan uji F serta Uji t. Koefisien
korelasi (R) sebesar 83.5% menunjukan bahwa kuatnya hubungan antara variabel
penduduk miskin (Y) dengan variabel pertumbuhan ekonomi (X1), jumlah pengangguran
(X2) dan IPM (X3). Selain itu dari tanda angka R yang positif menujukkan arah
hubungannya adalah positif. Ini berarti penambahan variabel independen (X1, X2, dan X3)
akan diikuti oleh penambahan variabel terikat (Y).
Temuan dalam penelitian ini cukup menarik untuk dibahas, dimana di Kabupaten
Berau pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Hal
ini dapat dikaitkan dengan karakteristik dan perilaku atau pola hidup masyarakat di
Kabupaten Berau. Menurut Oscar Lewis dalam Asriwandari dkk, 2007 bahwa kemiskinan
bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam hal ekonomi, tetapi juga melibatkan
kekurangan dalam hal kebudayaan dan kejiwaan member corak tersendiri. Kemiskinan
dapat muncul sebagai akibat nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut oleh kaum miskin itu
sendiri. Tingkat pendidikan dan pemanfaatan akses kesehatan yang rendah karena kondisi
lingkungan yang serba miskin yang cenderung diturunkan dari generasi ke generasi.

Jurnal Ekonomi Page 16


17

Kaum miskin telah memasyarakatkan nilai-nilai dan perilaku kemiskinan, dan akibat
perilaku tersebut melanggengkan kemiskinan, jadi nilai-nilai dan perilaku terbentuk
karena lingkungan kemiskinan.
Kabupaten Berau dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2011 berjumlah
10.155 jiwa (5,46%), tersebar di 13 kecamatan terutama di daerah pedalaman dan pesisir.
Rata-rata penduduk miskin yang ada di Kabupaten berau bermata pencaharian sebagai
buruh nelayan dan petani. Mereka tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap,
mereka memanfaatkan situasi yang ada. Selain itu ternyata penduduk miskin ini
mayoritas merupakan penduduk asli dan memang kelahiran daerah tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik kemiskinan di Kabupaten Berau adalah
a). ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need) seperti pangan, gizi,
sandang, papan, pendidikan dan kesehatan, b). Inaccesibility, yaitu ketidakmampuan
menjangkau sumberdaya sosial dan ekonomi baik akibat rendahnya daya tawar
(bargaining position) maupun keterbatasan modal, teknologi dan sumberdaya manusia,
c). vulnerability, mudah jatuh dalam kemiskinan (rentan) akibat berbagai resiko seperti
penyakit, bencana alam, kegagalan panen dan sebagainya sehingga harus menjual asset
produksinya. Kerentanan ini sering disebut poverty rackets atau roda penggerak
kemiskinan. Karakteristik kemiskinan di Kabupaten Berau inilah yang mengakibatkan
jumlah penduduk miskin cenderung bertambah seiring dengan kenaikan pertumbuhan
ekonomi.
Variabel IPM sangat memberikan pengaruh kuat terhadap penduduk
miskin sebagai variabel dependen. Pada penelitian ini Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) berpengaruh negatif dan signifikan secara statistik terhadap
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Berau. Hal ini mengindikasikan bahwa
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia akan berakibat pada meningkatnya
produktivitas kerja dari penduduk, sehingga akan meningkatkan perolehan
pendapatan. Hal ini berarti juga semakin tinggi perolehan pendapatan akan
menyebabkan penurunan jumlah penduduk miskin. Hasil regresi ini ditunjang
dengan data bahwa adanya kecenderungan kenaikan Indeks Pembangunan
Manusia di Kabupaten Berau tahun 2011 diiringi dengan penurunan jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Berau. Sehingga dapat dikatakan bahwa
meningkatnya IPM telah mampu menurunkan jumlah penduduk miskin.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah disajikan pada bab
terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini adalah :
1. Tingkat korelasi variabel independen tersebut menunjukkan adanya hubungan yang
signifikan secara simultan (keseluruhan) sebesar 83,5%. Kemudian koefisien
determinasi sebesar 67,9% yang menunjukkan bahwa variabel-variabel independen
yang digunakan dapat menjelaskan model sebesar 67,9% terhadap jumlah penduduk
miskin sedangkan sisanya sebesar 32,1% adalah dari variabel independen lain yang
tidak digunakan dalam penelitian ini.

Jurnal Ekonomi Page 17


18

2. Hasil penelitian dengan perhitungan kuantitatif menggunakan model statistic regresi


linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisien variabel independen atau nilai
beta dari masing-masing variabel yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin
berturut-turut adalah pertumbuhan ekonomi 1123.514, jumlah pengangguran 0,170
dan IPM 1634,112, sehingga persamaan regresi dapat dituliskan :
Y = 121.765,605 + 1.123,514X1 + 0,170X2 1.634,112X3

3. Pengaruh secara keseluruhan uji F nilai signifikansinya sebesar 0,043 sehingga secara
keseluruhan variabel independen dan dependen dapat dijelaskan dengan model
persamaan regresi.
4. Pengaruh parsial dari uji t masing-masing variabel independen nilai signifikansinya
secara berturut-turut pertumbuhan ekonomi, jumlah pengangguran dan IPM sebesar
0,062 ; 0,725 ; dan 0,024 menunjukkan bahwa hanya variabel IPM yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel penduduk miskin.
5. Uji asumsi klasik pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas,
hasil estimasi mengandung serial positif sehingga tidak terjadi autokorelasi, tetapi
terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, BPS 2003 2012 . Kabupaten Berau Dalam Angka 2003 s/d 2012. BPS.
Kabupaten Berau

-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2005. Indeks Pembangunan Manusia 2005. BPS
Kabupaten Berau

-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2008. Indeks Pembangunan Manusia 2008. BPS
Kabupaten Berau

-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2009. Indeks Pembangunan Manusia 2009. BPS
Kabupaten Berau

-----------, BPS dan Bappeda Kab. Berau 2012. Indeks Pembangunan Manusia 2012. BPS
Kabupaten Berau

----------, BPS 2004. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha. 2004.
BPS Kabupaten Berau

----------, BPS 2012. Produk Domestik Regional Bruto Menurut lapangan Usaha. 2012.
BPS Kabupaten Berau

-----------, Bappeda Kab. Berau & LPEM-UNMUL , 2011.Rencana Strategis


Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Berau Tahun 2011-2015. Berau

-----------, BPS 2004. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2004.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur

Jurnal Ekonomi Page 18


19

-----------, BPS 2008. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2008.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur
-----------, BPS 2012. Propini Kalimantan Timur Dalam Angka 2012.. BPS Propinsi
Kalimantan Timur
-----------, BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Indonesia Human Development Report 2001,
Towards a New Consensus : Democracy and Human Development Indonesia,
Jakarta; BPS
-----------, BPS 2010. Berita Resmi Statistik. No. 45/07/th XIII. 1 Juli 2010

-----------, LPEM-FE UI, 2010. Indikator Pembangunan Daerah , Jakarta; FE UI

Ananta, Aris, 1987. Landasan Ekonometrika. Gramedia. Jakarta

Arsyad, Licolin, 2004. Ekonomi Pembangunan. STIE YKPN. Yogyakarta. Hal 237.

Asriwandari Hesti, Syafrizal dkk, 2007. Karakteristik Kemiskinan dan Perilaku Hidup
Sehat Pada Masayrakat Miskin. Jakarta. Fisip-UI. Hal 1-17.
Basri, Faisal 1997. Perekonomian Indoensia Menjelang Abad XXI. Erlangga. Jakarta. Hal
102

Djoyohadikusumo, Sumitro, 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori


Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta; LPES

Culter, David. M dan Lawrence F. Katz. Macroeconomic performance and The


Disadvantaged. Brooking Paper on Economuc activity. Vol 1991 No. 2, Hal
1 174

Gujarati, Damodar, 1999. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarsono Zeins, Jakarta,
Erlangga.

Hermanto Siregar dan Dwi Wahyuniarti, 2008. Dampak Petumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Online at
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAKS3.pdf, Diakses
tanggal 21 Maret 2013.
Jhingan, ML 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Rajawali Pers, Jakarta. hlm
229 245

Kuncoro, Mudrajat,. 2001. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta : UPP AMP


YKPM. Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad, 2006. Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan.


Edisi Empat UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Mulyaningsih, Yani 2008. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di Sektor Publik terhadap


Peningkatan Pembangunan Manusia dan Pengurangan Kemiskinan. Pasca
Sarjana UI.

Napitupulu, S Apriliah , 2007. Pengaruh Indikator Indeks Pembangunan Manusia


Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin di Sumatra Utara. Medan

Jurnal Ekonomi Page 19


20

Octaviani, Dian. 2001. Pengaruh Inflasi dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di


Perkotaan Indonesia. Jakarta. Universitas Indonesia. Thesis

Pantjar Simatupang dan Saktyanu K, Dermoredjo, 2003. PDB, Harga dan Kemiskinan
dalam Media Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol 51, No. 3. Hal 191-324.

Prasetyo, Adit Agus 2010. Analisis factor-faktor yang mempengaruhi tingkat


Kemiskinan, Jawa Tengah

Rachmat, Santika, 2010. Memaknai kembali fenomena kependudukan Indonesia. Buletin


IDAI No. 69 Th. XXX . Online at
www.idai.or.id/buletin/idai/view.asp71D=740&IDEdisi69 Diakses tanggal 24
Maret 2013.

Rasidin K. Sitepul dan Bonar M. Sinaga, 2009. Dampak Investasi Sumberdaya manusia
terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia. Pendekatan
model computable General Equilibrium. Jakarta

R. Nurkse, 1953. Problem of capital Formation in Underdevelopment Countries. Oxford


Basis Blackwell.

Sukirno, Sadono, 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. PT. Raja Grafindo Persada:
Jakarta

Santosa, Singgih 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. PT. Elex Media Computindo.
Jakarta

Todaro, Michel P. 2000. Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga. Alih Bahasa Haris
Munandar, Edisi Ke tujuh, Erlangga, Jakarta

Tri Widodo, 2006. Perencanaan Pembangunan. UPP STIM, YKPN, Jogjakarta, hal 3.

Tambunan, TH Tulus, 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting,


Ghalia Indoensia, Yogyakarta. hal 140

World Bank, 1990. Indonesia : Strategy for Sustained Reduction in Poverty. A World
Bank Country Study Report No. 10009. Diakses dari http://www-wds world
bank.org/external/default/DSContentServer/ WD pada tgl. 21 Maret 2013.

www.bappenas.go.id diakses pada tgl. 13 Maret 2013.

www. Worldbank.go.id pada tgl. 12 Maret 2013.

www.wikipedia.com pada tgl. 8 Maret 2013.

Jurnal Ekonomi Page 20


21

2.6 Konsep/ Teori Modal, Struktur Modal


Dalam ilmu ekonomi, istilah capital (modal) merupakan konsep yang
pengertiannya berbeda-beda, tergantung dari konteks penggunaannya dan aliran
pemikiran (school of thought) yang dianut. Secara historis konsep modal juga
mengalami perubahan/perkembangan (Snavely, dalam Encyclopedia Americana
1980:595). Dalam abad ke-16 dan 17 istilah capital dipergunakan untuk

Jurnal Ekonomi Page 21


22

memnunjuk kepada (a) stok uang yang akan dipakai untuk membeli komoditi fisik
yang kemudian dijual guna memperoleh keuntungan, atau (b) stok komoditi itu
sendiri. Pada waktu itu istilah stock dan istilah capital sering dipakai secara
sinonim. Perusahaan dagang Inggris yang didirikan dalam masa itu atas dasar
saham misalnya, dikenal sebagai join stock companies atau capital stock
companies.
Adam Smith dalam The Wealth of Nation (1776 dalam Wnardii, 2008:3)
juga menggunakan istilah capital dan circulating capital. Pembedaan ini
didasarkan atas kriteria sejauh mana suatu unsur modal itu terkonsumsi dalam
jangka waktu tertentu (misal satu tahun). Jika suatu unsur modal itu dalam jangka
waktu tertentu hanya terkonsumsi sebagian sehingga hanya sebagian (kecil)
nilainya menjadi susut, maka unsur itu disebut fixed capital (misal mesin,
bangunan, dan sebagainya). Tetapi jika unsur modal terkonsumsi secara total,
maka ia disebut circulating capital (misal tenaga kerja, bahan mentah dan sarana
produksi). Pembedaan semacam ini (yang juga masih umum dipergunakan sampai
sekarang), mendapat kritik dari Marx.

6. Alat Analisis dan Pengujian Hipotesis


Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis dengan pendekatan :
1. Regresi berganda melalui variabel Dummy
2. Fungsi produksi Cobb-Douglas
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sarung di kota samarinda
dapat diturunkan menjadi model ekonometrika, sehingga hubungan linearnya
dapat ditulis dalam persamaan regresi berganda (Multiple Regression) sebagai
berikut :
Y = b0 + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3
Y = 1 = (b0 + b3) + b1 X1 + b2 X2
Y = 0 = b0 + b1 X1 + b2 X2
Y = b0 X1b1 X2b2 e b3 x3 + b4 x4
InY = Inb0 + b1 InX1 + b2 InX2 + Ine b3 x3 + b4 x4
Di mana : Y : jumlah produksi sarung samarinda
X1 : modal
X2 : tenaga kerja
X3 : Teknologi
0 = ATT
1 = ATBM

Jurnal Ekonomi Page 22


23

3.7.2 Teknik Pengujian


3.7.2.1 Uji t (Uji parsial / secara terpisah)
Pengujian koefisien regresi dilakukan secara terpisah (uji parsial) antara
variabel X1 dengan Y serta X2 dengan Y dan X3 dengan Y , dengan menggunakan
uji t pada tingkat kepercayaan 95 % digunakan rumus sebagai berikut (
Widarjono, 2005 : 58 ) :
1. Uji hipotesis
H 0 : 1 0
H a : 1 0

2. menghitung nilai statistik t ( t hitung ) dan mencari nilai t kritis dari tabel
distribusi t pada dan degree of freedom tertentu. Adapun nilai t hitung
dapat dicari dengan formula sebagai berikut :
^
1 1
t
^
se 1

Dimana 1 merupakan nilai pada hipotesis nul.

3. Membandingkan nilai t hitung dengan t kritisnya. Keputusan menolak atau


menerima Ho sebagai berikut :
1. Jika nilai t hitung > nilai t kritis maka Ho ditolak atau menerima
Ha
2. Jika nilai t hitung < nilai t kritis maka Ho diterima atau menolak
Ha
3.7.2.2 Uji F (Uji simultan / secara bersama-sama)
Pengujian koefisien regresi secara bersama-sama (uji simultan) digunakan
pengujian hipotesis uji F pada tingkat kepercayaan 95 %. Adapun rumus tersebut
adalah sebagai berikut :
R 2 / k 1
Fh

1 R 2 / n k
...........................................(Sugiono, 2005 : 223)

Dari rumusan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :


R2 = Koefisien determinasi
k = Banyaknya variabel
1 = Bilangan konstan
n = banyaknya sampel
Kriteria yang digunakan dalam uji F adalah :
Bila Fhitung > Ftabel maka H0 di tolak dan menerima Hi

Jurnal Ekonomi Page 23


24

Bila Fhitung < Ftabel maka H0 di terima dan menolak Hi


Proses pengujiannya adalah :
1. H0 : 1 = 2 = 0 berarti variabel X1 dan X2 secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel Y.
2. Hi : 1 2 0 berarti variabel X1 dan X2 secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel Y.

2.7 ANALISIS

Analisa dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi


sarung tenun di Samarinda dengan menggunakan Regresi Berganda menggunakan
SPSS 18,00
Coefficients menentukan persamaan regresi
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -10.209 2.618 -3.900 .001
J.Modal 1.612 .398 1.035 4.053 .001
J.TK .058 .195 .076 1.298 .048
A.Teknolog .037 .018 .119 2.014 .031
i
a. Dependent Variable: J.Produksi

Sehingga menghasilkan persamaan sebagai berikut :


Log Y = -10,209+1,612 log X1 + 0,058 log X2 + 0,037 log X3
Di mana :
Y : Jumlah produksi sarung untuk bulan September 2012
X1 : Modal awal produksi
X2 : Jumlah tenaga kerja
X3 :Alat teknologi, di mana ATT = 0 dan ATBM = 1
Kemudian persamaan 1 di dummy-kan untuk X3 sehingga hasilnya
sebagai berikut :
Persamaan untuk ATT (alat tenun tradisional) :
Log Y = -10,209+1,612 log X1 + 0,058 log X2 + 0,037 log X3 (0)
Log Y = -10,209+1,612 log X1 + 0,058 log X2
Persamaan untuk ATBM (alat tenun bukan mesin) :
Log Y = -10,209+1,612 log X1 + 0,058 log X2 + 0,037 log X3 (1)

Jurnal Ekonomi Page 24


25

Log Y = -10,209+1,612 log X1 + 0,058 log X2

Uji T (Uji parsial)


Dari variabel tersebut untuk mengukur signifikansi masing-masing
variabel secara individu melalui Uji t-statistik. Berdasarkan Tabel 5.6, semua
variabel berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi tingkat (sig < 0,05).
Variabel Modal berpengaruh signifikan terhadap jumlah produksi yaitu (0,001
< 0,05). Variabel jumlah tenaga kerja (0,048 < 0,05). berpengaruh signifikan.
Variabel alat teknologi berpengaruh signifikan yaitu (0,031 < 0,05). Dari
semua variabel diatas yang berpengaruh paling dominan adalah variabel mesin
produksi terhadap jumlah produksi, karena nilai koefisien beta lebih besar
dibandingkan variabel lain.

Uji F (Simultan)
Uji F dipergunakan untuk mengetahui apakah semua variabel yang diteliti
secara bersama-sama atau keseluruhan memberikan pengaruh positif terhadap
jumlah produksi sarung tenun per bulan di Samarinda. Utnuk menentukan uji F
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Anova untuk menentukan uji F
ANOVAb
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .429 3 .143 96.288 .000a
Residual .024 16 .001
Total .452 19
a. Predictors: (Constant), A.Teknologi, J.Modal, J.TK
b. Dependent Variable: J.Produksi

Secara bersama-sama variabel modal, variabel jumlah tenaga kerja serta


variabel alat teknologi yang dipergunakan menunjukkan bahwa nilai
probabilitas F-statistiknya lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,000 >
0,05) pada tingkat kepercayaan 5% ( = 5%). Sehingga dapat dikatakan bahwa
variabel modal, variabel jumlah tenaga kerja serta variabel alat teknologi yang
digunakan dalam model ini secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap jumlah produksi permintaan

2.8 PEMBAHASAN

1. Pengaruh Modal terhadap jumlah produksi sarung samarinda


Untuk menguji signifikansi masing-masing variabel secara individu
dilakukan Uji t-statistik. Variabel modal berpengaruh signifikan, yaitu 5%
terhadap jumlah produksi sarung Samarinda, karena tingkat (sig < 0,05) yaitu
(0,001 < 0,05).

Jurnal Ekonomi Page 25


26

Artinya Ho: ditolak, karena probabilitas t < 0,05.


2. Pengaruh tenaga kerja terhadap jumlah produksi sarung samarinda
Untuk menguji signifikansi masing-masing variabel secara individu
dilakukan Uji t-statistik. Variabel tenaga kerja berpengaruh signifikan, yaitu 5%
terhadap jumlah produksi sarung Samarinda, karena tingkat (sig < 0,05) yaitu
(0,048 < 0,05).
Artinya Ho: ditolak, karena probabilitas t < 0,05.

3. Pengaruh variabel alat teknologi terhadap jumlah produksi sarung


samarinda
Untuk menguji signifikansi masing-masing variabel secara individu
dilakukan Uji t-statistik. Variabel modal berpengaruh signifikan, yaitu 5%
terhadap jumlah produksi sarung Samarinda, karena tingkat (sig < 0,05) yaitu
(0,031 < 0,05).
Artinya Ho: ditolak, karena probabilitas t < 0,05.

4. Pengaruh variabel modal, tenaga kerja dan alat teknologi terhadap


jumlah produksi sarung samarinda
Pengujian dengan menggunakan uji F-statistik menunjukkan bahwa nilai
probabilitas F-statistik lebiih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,000< 0,05).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua variabel bebas yang digunakan dalam
model ini berpengaruh secara bersama-sama dan signifikan terhadap jumlah
produksi sarung samarinda
Artinya Ho: ditolak, karena probabilitas F < 0,05.
2.9 SARAN

Partisipasi pemerintah kota Samarinda dalam memberikan bantuan kredit bagi


pelaku usaha, dengan cara menginformasikan kemudahan kredit atau bantuan
modal bagi masyarakat kota Samarinda, sehingga menjadi jalan bagi masyarakat
untuk menjadi enterprenuer.
Himbauan pemerintah kota Samarinda dalam memperkenalkan budaya sarung
tenun baik domestik maupun internasional, sehingga banyak wisatawan yang
datang untuk melihat sarung tenun Samarinda, sehingga secara tidak langsung
akan memberikan profit yang tinggi kepada pelaku usaha.
Perlu training-training atau pelatihan tentang pembuatan sarung tenun ataupun
penggunaan mesin yang dapat menunjang pembuatan produksi sarung tenun.
Untuk itu perlu perhatian pemerintah kota Samarinda agar telaksana pelatihan ini.
Sebagai bahan pertimbangan penelitian selanjutnya, maka peneliti perlu
menambahkan variabel penelitian ini, yang terkait dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal Ekonomi Page 26


27

Aditya, 2003, Metode Reseach (Penelitian llmiah), Bumi Aksara, Jakarta.


Arie Benggolo,. 1973, Kerja dan Pembangunan, Yayasan Jasa Karya, Jakarta.
Arief (2005,) melakukan penelitian terhadap masyarakat penenun di Kawasan
Industri Kota Makassar
Djamhari (2006) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sentra
UKM menjadi klaster dinamis
Djojohadikusumo, 2001, Teori Ekonomi Makro, Yogyakarta, STIE YKPN.
Dixon and David Dodd (2000). Security Analysis. McGrawHill Book Company.
Eko Restu Minto, 2005, Indentifikasi Daya Tarik Investasi Di Kawasan Industri
Kota Samarinda, Institute Teknologi Bandung Wikipedia.
Fadly (2006) meneliti tentang kajian faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan Usaha UKM di Sumatera Utara.
Graham. 2000, Ekonomi Pembangunan, Penterjemah : Widodo Tri Edisi 1
Cetakan Pertama, Yogyakarta. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi YKPN.
Leni Diana (2007). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi ikan laut
di Kota Samarinda
Payaman Simanjuntak. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.Jakarta :
LPFE-UI.
Ruttan, (1997), "A Contribution to the Theory of Economic Growth," Quarterly
Journal of Economics.
Rosenberg (1996, 2nd ed.). "Investment," The Concise Encyclopedia of
Economics. Library of Economics and Liberty.
Sadono Sukirno , 1992, Pengantar Teori Ekonomi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Samuelsen, Paul A & William D. Nordhaus, 2000, Makro Ekonomi, Erlangga,
Safrida .1999. Ekonomi Moneter .BPFE-Yogyakarta .Yogyakarta
Sastrowardoyo, Siswanto. 2002. Ekonomi Pembangunan. Pustaka
Ekonomi, Jakarta
Sastrowardoyo, 2002. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan.
Penerbit Salemba Empat Edisi Ketiga, 2003.

Jurnal Ekonomi Page 27


28

Subri, Mulyadi. 2003. Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Pertumbuhan


Ekonomi. Erlangga .Jakarta.
Supratiwi, 2003, Persoalan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Citra Harta Prima,
Jakarta
Winardi, 2000, Kamus Ekonomi (Inggris/Indonesia), Alumni Bandung, Bandung.

Jurnal Ekonomi Page 28

Anda mungkin juga menyukai