PENDAHULUAN
populer, buku tidak pernah lagi menjadi prioritas utama. Bahkan masyarakat lebih
mudah menyerap budaya berbicara dan mendengar, dari pada membaca kemudian
didominasi oleh budaya komunikasi lisan atau budaya tutur. Masyarakat cenderung
ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. Budaya membaca dan menulis
pada masyarakat Indonesia sampai menghadapi milenium baru ini sebenarnya masih
sangat memprihatinkan. Buku-buku pelajaran tak lagi menjadi teman setia pelajar
masa kini. Budaya membaca, menulis dan berdiskusi tak lagi menjadi ciri khas
pelajar yang konon sering disebut sebagai generasi penerus bangsa ini. Padahal ada
adalah kuncinya.
membaca, dan fakta menunjukan bahwa Indonesia sebagai negara dengan minat
membaca anak usia 15 tahun hanya 37,6 persen anak membaca tanpa bisa menangkap
makna. Dalam persoalan menulis, Indonesia hanya mampu menghasilkan 8.000 buku
per tahun, tertinggal dari Vietnam yang mampu menghasilkan 15.000 buku per
tahun 2. (Hadianto, 2001) Gambaran mengenai rendahnya minat baca ini juga tidak
terlalu jauh berbeda dengan keadaan masyarakat dewasa ini. Indikator yang dapat
dipergunakan adalah dengan melihat jumlah surat kabar yang dikonsumsi oleh
masyarakat. Idealnya, setiap surat kabar dikonsumsi oleh 10 orang, jadi satu surat
kabar dibaca oleh sepuluh orang, tetapi yang ada di Indonesia adalah satu surat kabar
dibaca oleh 45 orang. Bandingkan dengan negara Srilanka yang surat kabarnya
dibaca oleh 38 orang per satu surat kabar. Menurut penelitian yang merupakan
temuan muktahir ternyata belanja surat kabar di Indonesia hanyalah sekitar Rp. 1,9
1
Survey Unisco dilansir dari Laman, Republika, 26 Januari 2011
(http://www.newskpkjambi.com/pendidikan-agama/590-memprihatinkan-literasi-membaca-indonesia-
terendah-di-dunia) (diakses tanggal 22 Desember 2013 pukul 12.44 WIB)
2
http://ahmadmukrim.wordpress.com/2012/11/19/budaya-literasi-sebagai-barometer-kualitas-
pendidikan/ (diakses tanggal 1 November 2013,pukul 19.22 WIB)
pertahun.
Lebih ironis lagi, sebuah fakta yang diungkapkan Badan Pusat Statistika
(BPS) pada survey tahun 2012 memaksa kita menghela nafas lebih panjang.
Pasalnya, tren minat baca masyarakat Indonesia ternyata turun dari tahun ke tahun.
waktu dengan membaca. Angka itu menurun pada tahun 2006 menjadi 23,46 persen
dan terus menurun hingga pada 2012 hanya 17,66 persen yang gemar membaca.
Survey yang sama juga membuktikan bahwa masyarakat kita ternyata lebih memilih
persen) dan mendengarkan radio (18,57 persen) ketimbang membaca 3. Data itu
dari media elektronik, terutama televisi. Masyarakat kita berlaku sebagai pembaca
pasif yang mendapatkan informasi dengan tenang mengunyah renyah segala persepsi
yang dikemukakan di televisi. Sehingga persepsi yang ada dalam masyarakat, selalu
berdasarkan persepsi dari televisi. Fenomena itu disebut sebagai kelisanan sekunder
3
Badan Pusat Statistik (BPS, dahulu Biro Pusat Statistik), adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen di Indonesia yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyedia data statistik dasar, baik
untuk pemerintah maupun untuk masyarakat umum, secara nasional maupun regional. Setiap sepuluh
tahun sekali, BPS menyelenggarakan sensus penduduk. Di samping itu, BPS juga melakukan
pengumpulan data, menerbitkan publikasi statistik nasional maupun daerah, serta melakukan analisis
data statistik yang digunakan dalam pengambilan kebijakan pemerintah.
(http://ihramibnuhamzah.blogspot.com/2013/12/kurikulumpendidikan-dan-bangsa-bibliofil.html)
(diakses tanggal 13 November 2013, pukul 17.03 WIB)
bersifat audio-visual.
Bahkan di kalangan anak sekolah, anak yang rajin membaca justru diolok-
olok dengan sebutan kutu buku. Seolah-olah kebiasaan membaca sebagai hal yang
aneh. Persepsi inilah yang sesungguhnya telah berakibat buruk terhadap sistem
bangsa melalui penyiapan sumber daya manusia yang sesuai dengan tuntutan zaman.
lama yang tidak sesuai dan tidak signifikan dengan tantangan masa depan itu.
membaca. Ini disebabkan sedikitnya perpustakaan, harga buku yang cenderung tak
terjangkau oleh daya beli masyarakat dan pemamfaatan teknologi yang tidak tepat,
sehingga hanya sedikit yang mampu menuliskan pengetahuan yang diperoleh dari
kegiatan membaca dan menulis sebagai akar membangun budaya literasi menjadi
meningkatkan kemampuan menulis. Seperti website dan blog mudah ditemukan dan
dibuat, e-paper dan e-book gampang diakses. Namun, jika tidak disikapi dengan bijak
internet malah menjadi tempat membuang waktu karena tidak digunakan secara
bahan untuk menulis akan menjadi hal yang sangat berguna. Selain itu ketidaktegasan
tayangan yang tidak mendidik bahkan bertentangan dengan norma semakin membuat
bahkan berbahaya.
Peran keluarga juga ikut memegang andil besar dalam terciptanya budaya
literasi pada mahasiswa, terutama peran orang tua. Kurangnya peran orang tua dalam
pengawasan dan penanaman kebiasaan membaca dan menulis pada anaknya juga
salah satu faktor merosotnya budaya literasi. Orang tua lebih sibuk dengan pekerjaan
Padahal lingkungan keluarga terutama orang tua lah yang dianggap mempunyai peran
menulis.
informasi lainnya. Dan juga membiasakan kegiatan menulis seperti membuat catatan.
distribusi buku serta yang paling penting yaitu menggalakkan budaya membaca.
mengembangkan literasi. Selain upaya yang telah dilakukan masih banyak potensi-
pihak lain.Dengan adanya pemahaman diri yang baik dan dengan memanfaatkan
peran penting dan dapat menjalankan dengan baik tugas untuk mengembangkan
Indonesia, hingga kini, belum melahirkan pendekatan atau teori baru yang mampu
mendongkrak dan memotivasi mahasiswa untuk menulis. Hal ini diperparah dengan
menulis (literasi).
USU yang nantinya akan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini.
dan menulis merupakan keterampilan yang dapat dipupuk dan dikembangkan menjadi
taraf hidup terutama ekonomi, serta kemajuan bangsa. Laporan UNESCO tahun 2005
berjudul Literacy for life menyebutkan ada hubungan erat antara illiteracy
4
Merujuk pada sebuah perubahan dari keadaan yang kurang maju atau kurang berkembang ke arah
yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan masyarakat yang lebih maju, berkembang,
dan makmur.
5
Keikutsertaan; peran serta.
6
Kemampuan untuk menyadari perasaan orang lain dan bertindak (sesuai) untuk membantu. Empati
mencakup respon tersendiri terhadap perasaan orang lain, seperti rasa kasihan, kesedihan, rasa sakit.
7
Suatu perubahan baik itu perlahan maupun secara cepat ke arah demokrasi
8
Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan yang
dilimpahkan menyangkut pengaturan, pengurusan, pembinaan, dan pengawasan dan substansinya bisa
melebar pada hal-hal menyangkut ilmu pengetahuan.
9
http://sastradiaspora.blogspot.com/2008/11/paradoks-keberaksaraan.html (diakses tanggal 24 Januari
2014 pukul 20.39 WIB)
saja bisa digunakan dalam peningkatan taraf hidupnya. Seperti informasi untuk
mengembangkan usaha. misalnya soal produk apa yang sedang dicari orang; mencari
celah-celah pasar baru; dan sebagainya. Komunikasi dengan rekanan bisnis menjadi
efektif dan hemat, terbukanya kesempatan mengikuti kursus atau pelatihan untuk
sendiri. Selain itu manfaat dari membaca dan menulis sangat banyak. Untuk
mengetahui apa manfaatnya sebelum itu terlebih dahulu harus mengetahui apakah
membaca tersebut suatu aktivitas atau hanya sekedar mengisi waktu luang. Kemudian
harus mengetahui jenis bacaan apa yang dibaca, selanjutnya mengevaluasi bahan
Tujuan dan alasan setiap orang untuk membaca dapat dibedakan dalam 4 jenis
membaca seperti yang dikemukakan oleh Landheer yang dikutip oleh Benge dalam
hasil langsung yang bersifat praktis seperti untuk lulus dalam suatu ujian
kekinian, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek teknologi,
politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar 10. Setiap orang
sebanyak-banyaknya dan cepat. Orang akan ketinggalan jika tidak mempelajari dan
yang berwawasan dan tanggap dengan apa yang terjadi dilingkungan sekitar.
seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga terbitan Balai Pustaka, yang
10
http://galangtaufani.wordpress.com/2011/02/07/literasi-pijakan-pendidikan-ideal/ (diakses tanggal 23
Januari 2014 pukul 18.47 WIB)
nalar manusia untuk mengartikulasikan 11 segala fenomena sosial dengan huruf dan
tulisan.
Dari berbagai konsep diatas, secara sederhana literasi dapat diartikan sebagai
mengurai dan memahami suatu masalah. Kita mengenalnya dengan melek aksara atau
(information literacy), bahkan ada literasi moral (moral literacy). Jadi, keberaksaraan
atau literasi dapat diartikan melek teknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka
terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik. Seorang dikatakan literat
jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan
seperti Lucian Levy-Bruhl, Claude Levi-Strauss, Walter Ong, dan Jack Goody
memandang literasi (bahasa) sebagai titik pangkal pembeda masyarakat primitif dari
budaya atau perilaku manusia tersebut. Oleh karena itu ada kesamaan konsep antara
bahasa dan budaya manusia. Ia berpendapat bahwa bahasa dapat digunakan untuk
11
Melafalkan, mengatakan, mengekspresikan, menuturkan.
12
http://www.literasia.com/2013/03/membangun-budaya-literasi.html (diakses tanggal 23 Januari 2014
pukul 12.33 WIB)
10
merupakan individu yang belum mengenal dunia luar atau jauh dari peradaban.
dipahami dari sudut pandang kemasyarakatan dan hak asasi manusia. Hal ini sejalan
satu hak asasi manusia. Dalam konstitusi Republik Indonesia hak asasi ini diakui
13
Peran Perpustakaan Nasional RI dalam Pengembangan Literasi Informasi Sebagai Amanat
Konstitusi, Visi Pustaka 2007 Vol. 9 (http://www.pnri.go.id/majalahonlineadd.aspx?id=77) (diakses
tanggal 24 Januari 2014 pukul 14.22 WIB)
11
menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran atau yang dikenal dengan
Gong dan Irkham (2012) Penyebab dari rendahnya budaya literasi terkhusus
(Statistical Yearbook, 1993). Kenyataan bahwa Indonesia (masih) kurang buku. Bila
memproduksi 8000 judul buku baru setiap tahun, sementara Vietnam dengan 80 juta
penduduk telah memproduksi 15.000 judul buku. Padahal Vietnam baru merdeka
pada tahun 1968, 23 tahun setelah Indonesia merdeka. Penyebab kedua dari
Study (PIRLS), yang melibatkan siswa SD, Indonesia berada pada posisi 36 dari 40
12
namun kebiasaan membaca dianggap sebagai faktor utama dan mendasar. Padahal,
salah satu upaya peningkatan mutu sumber daya manusia agar cepat menyesuaikan
diri dengan perkembangan global yang meliputi berbagai aspek kehidupan manusia
mengisi waktu dengan sengaja. Artinya aktifitas membaca belum menjadi kebiasaan
membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah 14. Pertama, ketiadaan sarana dan
dengan buku-buku bermutu menjadi suatu keniscayaan bagi kita. Dengan kata lain,
memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh
harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya,
14
Jurnal Hadi Nurahmad Membangun Budaya Baca di Lingkungan Perguruan Tinggi sebagai Upaya
Meningkatkan Intelektualitas Mahasiswa, 2008. PLS UM.
13
membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan
baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini.
Orang tua dalam hal ini juga berperan sangat penting dalam peningkatan kemampuan
membaca pada anak. Orang tua harusnya berperan aktif dalam menanamkan
yang tinggi (gairah) untuk membaca. Minat membaca didukung oleh sarana dan
dan selanjutnya akan berkembang menjadi budaya baca dalam masyarakat. Minat
baca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan karena minat baca adalah suatu
bawaan.
kebiasaan yang disebut juga folkways yaitu perbuatan yang diulang-ulang dalam
bentuk yang sama. Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar
14
adalah sesuatu yang biasa dilakukan, kebiasaan juga berarti pola untuk melakukan
tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang
dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan bukanlah sesuatu
yang alamiah dalam diri manusia tetapi merupakan hasil proses belajar dan pengaruh
pengalaman dan keadaan lingkungan sekitar. Karena itu kebiasaan dapat dibina dan
antara pengarang dengan pembaca, dimana dalam proses ini pembaca berusaha
menangkap dan memahami ide pengarang. Maka kebiasaan membaca adalah kegiatan
membaca yang dilakukan secara berulangulang tanpa ada unsur paksaan. Kebiasaan
membaca mencakup waktu untuk membaca, jenis bahan bacaan, cara mendapatkan
oleh faktor lainnya (Winoto, 1994 : 151), seperti ketersediaan bahan bacaan.
15
http://naffstradiv13.wordpress.com/2012/06/23/antropologi/ (diakses tanggal 22 Desember pukul
18.22 WIB)
15
tergantung dari dua faktor, yaitu faktor internal dalam hal ini kematangan individu
dan ekternal seperti stimulasi dari lingkungan. Faktor eksternal yang seringkali
seseorang adalah lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan, dalam hal ini guru
dan perpustakaan. Perpustakaan menjadi fokus sentral dalam hal akses ke bahan
bacaan karena masyarakat menaruh harapan besar pada lembaga ini untuk
1.3.Rumusan Masalah
dalam penelitian ini adalah bagaimana keadaan budaya literasi pada mahasiswa
berikut:
Industri USU?
16
http://eprints.rclis.org/12549/1/Menciptakan_Generasi_Literat_Melalui_Perpustakaan.pdf
16
Padang Bulan, Medan. Pemilihan lokasi ini didasarkan belum banyak penelitian
antropologi yang dilakukan di lokasi ini. Secara teknis lokasi ini mudah dijangkau
oleh peneliti, hal ini juga menjadi salah satu alasan pemilihan lokasi tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pentingnya budaya baca-
tulis bagi para mahasiswa. Selain itu juga penulis akan mengkaji upaya apa saja yang
literasi dan bisa menjadi dasar bagi banyak pihak untuk mendorong munculnya
17
budaya literasi melekat pada diri mahasiswa sebagai kesadaran akan pendidikan.
Penelitian ini penting dilakukan karena kini budaya literasi di Indonesia masih rendah
penelitian ini adalah di kota Medan dengan fokus penelitian di Fakultas Teknik
Padang Bulan, Medan. Alasan peneliti memilih lokasi ini didasarkan belum banyak
penelitian antropologi yang dilakukan di lokasi ini. Selain itu juga antropologi
merupakan ilmu yang mempelajari tentang umat manusia. Ada baiknya seorang
antropolog melakukan penelitian di luar daerahnya agar tidak terjadi penelitian yang
bersifat subjektif.
1.6.1.1.Observasi Partisipasi
terhadap gejala yang terjadi pada objek yang diteliti. Melalui observasi peneliti dapat
masyarakat. Metode observasi partisipasi sesuai untuk studi hampir setiap aspek
18
menggambarkan apa yang terjadi, siapa atau apa yang terlibat, kapan dan di mana hal
itu terjadi, bagaimana mereka terjadi dan mengapa setidaknya dari sudut pandang
peserta hal-hal terjadi seperti yang mereka lakukan dalam situasi tertentu. Metode
dan peristiwa, organisasi orang dan peristiwa, kontinuitas dari waktu ke waktu, dan
pola, serta konteks sosial budaya langsung di mana eksistensi manusia terbentang
(Jorgensen, 1989)
1.6.1.2.Wawancara Mendalam
interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang
pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan
metode seperti ini, keterlibatan peneliti atau penulis dengan subyek yang diteliti,
dalam pola kedekatan, termasuk lewat wawancara mendalam (indept interview), akan
19
1.6.2. Informan
Dalam penelitian ini istilah yang digunakan informan kunci, informan pangkal
dan informan biasa. Pendekatan yang diinginkan dengan menyebut informan adalah
dari yang bersangkutan peneliti akan memperoleh informasi mengenai hal-hal yang
Pemilihan informan dan informan kunci lebih menekankan pada data apa
yang hendak dicari. Pemilihan informan pangkal yaitu informan yang mengetahui
mahasiswa tersebut. Data yang ingin didapatkan dari informan pangkal yaitu
rekomendasi mahasiswa yang memiliki budaya literasi yang tinggi dan juga
bagaimana cara mereka menanamkan budaya literasi pada diri mahasiswa tersebut.
Dalam pemilihan informan kunci adalah mahasiswa yang memang menggeluti bidang
yang berhubungan dengan budaya literasi. Seperti, mahasiswa yang senang menulis
di mading, ataupun mahasiswa yang pernah menulis buku ataupun mahasiswa yang
menjadikan membaca sebagai rutinitasnya. Data yang ingin didapatkan yakni sejauh
mana perkembangan budaya literasi pada mahasiswa dan juga apa saja bentuk-bentuk
20
setiap hari dipindahkan atau ditranskripkan dalam bentuk field note (catatan
lapangan). Catatan lapangan merupakan catatan yang ditulis secara rinci, cermat,
luas, dan mendalam yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi yang
berdasarkan tema.
Selain itu juga peneliti akan menggunakan data kepustakaan guna melengkapi
Pada tanggal 15 April tepat pukul 11.00 WIB penulis tiba di Fakultas Teknik
duduk di tempat duduk yang terletak di bawah pohon rindang yang berada di halaman
Nadia teman SMA penulis yang sebelumnya sudah membuat janji. Setelah waktu
21
penulis. Tidak lama penulis dan temannya menuju ruangan Ketua Jurusan Teknik
Industri USU. Sesampainya disana, penulis bertemu dengan salah seorang staff
bagian jurusan. Penulis menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke ruangan ketua
jurusan. Ternyata saat itu Ketua Jurusan Teknik Industri sedang melaksanakan
Sholat. Dan penulis diminta untuk menunggu. Tak lama menunggu, akhirnya staff
bagian jurusan memanggil penulis untuk bertemu dengan Ketua Jurusan. Ketua
Jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara adalah seorang ibu. Beliau
bernama Ir. Khawarita Siregar, MT. Setelah penulis bersalaman dan memperkenalkan
diri serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang, akhirnya ibu ketua jurusan
menyarankan untuk datang lagi di lain waktu dikarenakan beliau sedang sibuk. Dan
akhirnya penulis pun berpamitan dan keluar dari ruangan ketua jurusan. Walaupun
kecewa penulis tetap semangat. Dan meskipun hari ini batal wawancara dengan ibu
ketua jurusan teknik industri, penulis berinisiatif berkeliling kampus teknik industri
usu untuk melihat keadaan kampus. Menurut yang penulis amati hari ini, banyak
tugas bersama. Dan ada juga yang berkumpul untuk bercengkrama dengan teman.
untuk pulang.
Beberapa hari kemudian penulis kembali lagi ke kampus teknik industri USU
ruangan ketua jurusan langsung menemui beliau. Ternyata beliau sedang membaca
22
Setelah selesai mewawancarai ibu ketua jurusan Teknik industri USU, penulis
bertemu dengan temannya di koridor kampus. Dan penulis dibawa menuju ruangan
IMTI. IMTI yaitu ikatan Mahasiswa Teknik Industri. Disini penulis bertemu dengan
kepada setiap mahasiswa di ruangan itu. Penulis mendapat banyak data dari hasil
wawancara yang dilakukan terhadap mahasiswa teknik industri pada hari itu.
USU untuk terus melakukan penelitian. Penulis kembali bertemu dengan mahasiswa-
mereka berencana untuk makan siang bersama. Mahasiswa teknik industri terutama
pengurus dan anggota IMTI merupakan pertemanan yang solid. Mereka sudah
tinggal bersama dengan orang tua. Sebagian dari mereka merupakan anak perantauan.
23
saja. Penulis mewawancarai 3 orang tua mahasiswa. Sama seperti anak-anak mereka,
orang tua mereka juga menyambut penulis dengan ramah. Penulis seperti berada di
melelahkan namun penulis senang bertemu dengan informan-informan yang baik dan
ramah.
24