Edwin Kembauw
102011041
Pendahuluan
Penderita Tuberkulosis (TB) seringkali tidak patuh menghabiskan obat yang telah
diberikan, penyebabnya paling banyak adalah karena malas atau lupa. Namun ketidakpatuhan
mengonsumsi obat dapat menimbulkan kekebalan tubuh terhadap obat tersebut. Akibatnya,
obat yang sebelumnya efektif akan menjadi tidak efektif sama sekali pada tubuh penderita.
Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 persen dari total jumlah pasien TB
dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru di Indonesia dengan tingkat
kematian sekitar 91.000 orang namun bukan berarti tugas masyarakat Indonesia sudah selesai
dalam memerangi TB.
Pasien yang sudah terlanjur menderita MDR-TB tubuhnya akan jadi kebal terhadap
obat TB, misalnya Isoniazid (INH). Untuk pengobatannya diberikan obat lini kedua.
Pendeteksian terhadap MDR-TB yang memakan waktu dalam hitungan bulan membuat
pasien TB seringkali terlalu lama menunggu hasil tes, akibatnya pasien TB menjadi terlambat
diberi pengobatan.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau
dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang
penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta
bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.
Pada pasien yang datang dengan symptom tuberculosis, diagnosis kerja harus di
dukung dengan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi
atau dari daerah endemisnya. Gejala lokal: Batuk, sesak napas, hemoptisis, limfadenopati,
ruam (misalnya lupus vulgaris), kelainan rontgen toraks, atau gangguan GI. Efek
sistemik:Demam, keringat malam, anoreksia, atau penurunan berat badan.
Obat-obatan
o Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa
lama terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah dilakukan
pengawasan terapi?
Riwayat keluarga dan sosial
o Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan sosial? Tanyakan konsumsi alkohol,
penggunaan obat intravena, dan riwayat bepergian ke luar negeri.1
Pemeriksaan Fisik
Salah satu pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital yang
terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang normal
adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36 oC, sedangkan pada sore hari mendekati
37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka normalnya
120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a. radialis.
Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-80 kali permenit. Dalam keadaan normal,
frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik pada toraks. Pemeriksaan ini terdiri dari
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada bagian anterior dan posterior.
Pada inspeksi, yang diperhatikan adalah bagaimana bentuk dada (apakah normal /
barrel chest / pectus excavatum / pectus carinatum). Selain itu perlu inspeksi mengenai
bagaimana cara dan pola bernapasnya, apakah normal atau tidak.
Hal yang diperiksa selanjutnya adalah perkusi. Normalnya suara paru yang diperkusi
adalah sonor. Apabila terjadi pneumonia, hasil perkusi parunya adalah redup. Apabila terjadi
hipersonor, terjadi emfisema.3
Kelainan TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru. Bila dicurigai
adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara
napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi
memberikan suara amforik.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Pada tuberkulosis primer, hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada:2,4
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam
radiolusen di pinggir paru/pleura (pneumotoraks).
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukan kuman BTA, diagnosis
TB sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan
evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah
sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah
untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam
hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air
sebanyak +2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan
tambahan obat-obat mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik
selama 20-30 menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi
diambil dengan brushing dan bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada
anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar mungkin.
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman
baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga
sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Kriteria sputum BTA positif adalah
bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata
lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL sputum.2
Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG, dan Mycobacteria patogen
lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan
kuman patogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculose atau BCG)
tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada
permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam perannya
akan menekankan antibodi seluler.
Bila pembentukan antibodi seluler cukup misalnya pada penularan dengan kuman
yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan
antibodi humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka akan mudah terjadi
penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi
selular dengan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler
dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh
antobodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam:
1. Indurasi 0-5 mm (diameternya), hasil tes mantoux negative (golongan no
sensitivity)
2. Indurasi 6-9 mm (diameternya), hasil tes mantoux meragukan (golongan low
grade sensitivity)
3. Indurasi 10-15 mm (diameternya), hasil tes mantoux positif (golongan normal
sensitivity)
4. Indurasi >15 mm (diameternya), hasil tes mantoux positif kuat (golongan
hypersensitivity)
M. tuberculosis yang telah diasingkan harus diuji untuk kepekaan terhadap isoniazid
dan rifampin untuk mendeteksi MDR-TB, terlebih jika satu atau lebih faktor resik
teridentifikasi atau pasien pernah gagal dalam terapi atau terjadi kekambuhan setelah
pengobatan selesai. Dan lagi, uji kepekaan lebih luas untuk obat anti-TB lini kedua wajib
dilakukan ketika MDR-TB ditemukan. Uji kepekaan dapat dilakukan secara langsung atau
secara tidak langsung pada media padat maupun cair. Hasil didapatkan dengan cepat pada uji
kepekaan secara langsung pada media cair, dengan rata-rata waktu laporan sekitar 3 minggu.
Dengan cara tidak langsung pada media padat, hasil dapat tidak ada untuk lebih dari 8
minggu. Metode molekuler untuk identifikasi cepat pada mutasi genetik diketahui terkait
dengan resistensi terhadap rifampin dan isoniazid telah berkembang dan secara luas
dijalankan untuk screening pasien dengan resiko TB resisten obat yang meningkat.5
Tes geneexpert ialah tes molekuler baru bagi penderita penyakit tb yang sudah resisten
terhadap obat tb paru terutama rimfapisin.beberapa organisasi kesehatan dunia yang aktif
dalam memberantas tb mengklaim bahwa tes genexpert akan menjadi uji revolusi dalam
mendiagnosa secara cepat dan tepat dalam penanganan resistensi obat terhadap bakteri tb.
uji terbaru ini sangat diperlukan karena adanya kesulitan dalam mendiagnosa secara cepat
terhadap pasien yang resistensi dengan obat tb yang biasa diberikan.
Secara tradisional penyakit tb dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan foto rongen
dada,pemeriksaan sputum BTA mikroskopik, atau melalui kultur bakteri.setiap masing-
masing pemeriksaan tb ini masih memiliki kekurangannya yaitu akurasi diagnosa.
selain mendiagnosa tb anda sebagai pakar kesehatan perlu menguji apakah ada resistensi obat
pada pasien-pasien tertentu yang memiliki kriteria-kriteria tertentu. pada era ini dalam
mendiagnosa resistensi obat tb sangat sulit ditegakkan,dikarenakan sulitnya mencari spersonil
yang terlatih dan peralatan penunjang yang mahal.
tes ini bekerja mengambil molekul dna pada bakteri tb. tes ini menggunakan sampel dahak
dan dapat memberikan hasil dalam waktu kurang dari 2 jam.tes ini juga dapat mendeteksi
mutasi genetik dengan resistensi terhadap obat rimfapisin.
Diagnosis
Pada kasus ini, sudah jelas sekali diagnosis kerja yang diambil adalah tuberculosis
dalam pengobatan, hal ini didukung dengan datangnya pasien yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi penyakit TB parunya, dan sudah memilki riwayat pengobatan dua kali,
yang pertama pasien hanya minum obat sekitar 1 bulan. Saat ini pasien menjalani pengobatan
TB yang kedua kalinya, dan mendapat obat suntik yang sudah berjalan selama 6 bulan.
XDR TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat inti anti
TBC. XDR TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti tuberkulosis yang paling efektif,
isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR TB, ditambah dengan resistensi terhadap
golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin), dan terhadap satu dari tiga
obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau kanamycin). MDR-TB dan XDR-TB
membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan TB yang tidak resisten, dan
membutuhkan kegunaan obat dari secon-line therapy yang lebih mahal dan mempunyai efek
samping yang lebih banyak dari first-line therapy.5
Istilah 'tahan benar-benar obat belum jelas untuk TB. Sementara konsep 'resistensi
obat total' mudah dimengerti secara umum, dalam prakteknya, in vitro tes kerentanan
terhadap obat secara teknis menantang. XDR-TB sangat mengurangi pilihan untuk
pengobatan meskipun mereka belum dipelajari dalam kohort besar. Pilihan pengobatan untuk
pasien TB-XDR yang memiliki ketahanan terhadap lini kedua obat anti-TB tambahan bahkan
lebih terbatas.5
Epidemiologi
Lebih dari 5,8 juta kasus TB baru (baik yang pulmonal maupun ekstrapulmonal)
dilaporkan kepada World Health Organization (WHO) pada 2009; 95% kasus dilaporkan dari
negara berkembang. Namun, karena deteksi kasus yang kurang dan pemberitahuan yang tidak
lengkap, kasus yang dilaporkan hanya mewakili 63% dari keseluruhan kasus. WHO
mengestimasi bahwa 9,4 juta kasus TB baru terjadi di seluruh dunia pada 2009, 95% darinya
pada negara berkembang di Asia (5,2 juta), Afrika (2,8 juta), Timur Tengah (0,7 juta), dan
Amerika Latin (0,3 juta). Diestimasikan lebih jauh bahwa 1,7 juta meninggal karena TB,
termasuk 0,4 juta pasien dengan infeksi HIV, terjadi pada 2008, 96% terjadi di negara
berkembang.5
Etiologi
Mikobakteria adalah bakteri obligat aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk
spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan
warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil "tahan-asam".
Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberkulosis dan merupakan patogen yang sangat
penting bagi manusia.
Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira
0,4 x 3 pm. Mikobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram-negatif.
Sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan
alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenar-nya ditandai oleh sifat
"tahan-asam"misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam-
alkohol) dengan cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Sifat
tahan-asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin.6
Patofisiologi
Gejala Klinis
Penatalaksanaan
- Aktivitas bakterisid
- Aktivitas sterilisasi
Paduan obat
Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberculosis dahulu dipakai satu macam obat
saja. Kenyataannya dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi karena
sebagia besar kuman tuberculosis memang dapat dimatikan tetapi sebagian kecil tidak.
Kelompok kecil yang resisten ini malah berkembang dan menimbulkan efek resisten. Untuk
mencegah terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilakukan dengan memakai paduan
obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.
Dengan memakai paduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan
karena:
Tetapi belakangan ini di beberapa Negara banyak terdapat resistensi terhadap lebih
dari satu obat (multi drug resistance) terutama terhadap INH dan rifampisin.
Obat primer
1. Isoniazid
Isoniazid merupakan obat utama untuk tuberculosis. Seluruh pasien dengan penyakit
yang disebabkan oleh galur yang sensitive sebaiknya menerima obat ini jika mereka
dapat mentoleransinya. Isoniazid bekerja dengan cara menghambat biosintesis asam
mikolat
2. Rifampisin
Rifampisin (rifampisin, rifabutin, rifapentin) merupakan antibiotic makrosiklik.
Rifampisin bersifat bakterisid untuk mikroorganisme intraseluler maupun
ekstraseluler.
3. Pirazinamid
Pirazinamid menunjukan aktivitas antibiotic secara in vitro hanya pada pH yang
sedikit asam. Ini tidak menimbulkan masalah karena pirazinamida membunuh basilus
tuberkulum yang terletak pada fagosom asam di dalam makrofag
4. Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid untuk basilus tuberkulum secara in vitro. Mayoritas
galur M. tuberculosis sensitif terhadap streptomisin. Streptomisin secara in vivo tidak
mengeradikasi basilus tuberkulum, kemungkinan karena obat ini tidak mudah
memasuki sel hidup sehingga tidak dapat membunuh mikroba intraseluler.
5. Etambutol
Etionamida menghambat pertumbuhan mikrobakteri dengan cara menghambat
biosintesis asam mikolat dan mengakibatkan gangguan pada sintesis dinding sel.
Obat Sekunder
1. Kanamisin 8. Kapreomisin
2. PAS (Para Amino Salicylic acid) 9. Amikasin
3. Tiasetazon 10. Ofloksasin
4. Etionamid 11. Siprofloksasin
5. Protionamid 12. Norfloksasin
6. Sikloserin 13. Klofazimin
7. Viomisin
Dengan dikenalkannya asam para-aminosalicylic (PAS) pada praktek klinis dan
isoniazid, ini menjadi jelas pada 1950 awal bahwa untuk menyembuhkan TB membutuhkan
administrasi kontaminan dari paling tidak dua agen yang mana organisme tersebut rentan.
Terlebih lagi, uji klinis awal mendemonstrasikan bahwa pengobatan jangka panjang,
contohnya 12-24 bulan, dibutuhkan untuk mencegah kekambuhan. Pengenalan rifampin
(rifampicin) di awal 1970 menjanjikan era dari kemoterapi jangka pendek yang efektif,
dengan durasi pengobatan kurang dari 12 bulan. Penemuan dari pyrazinamide, yang mana
digunakan pertama kali pada 1950, menambah potensi regimen dari isoniazid/rifampin
mengarah pada penggunaan 6 bulan dari regimen obat sebagai terapi standar.5
Sebelum ditemukan rifampisin, metode terapi tuberculosis paru adalah dengan system
jangka panjang (terapi standar) yakni : INH (H) + streptomisin (S) + PAS atau etambutol (E)
tiap hari dengan fase initial selama 1-3 bulan dan dilanjutkan dengan INH + etambutol atau
PAS selama 12-18 bulan.
Paduan obat yang di pakai di Indonesia dan di anjurkan juga oleh WHO adalah :
2RHZ/4RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4R2H2, dll. Untuk
tuberkulosis paru yang berat (milier) dan tuberkulosis ekstraparu, terapi tahap lanjutan
diperpanjang menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/7 RH, dll.
Dengan pemberian terapi jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti
waktu pengobatan lebih singkat, biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah,
jumlah pasien yang membangkang menjadi berkurang, dan tenaga pengawas pengobatan
menjadi lebih hemat/efisien.
Terapi jangka pendek yang semula dianjurkan oleh WHO belakangan ini mendapat
hambatan-hambatan antara lain karena obat rifampisin dan pirazinamid tidak dapat diterima
pasien karena harganya relatif mahal. Di negara-negara yang sedang berkembang,
pengobatan jangka pendek ini banyak yang gagal mencapai kesembuhan yang ditargetkan
(cure rate) yakni 85% karena program pengobatan yang kurang baik, kepatuhan ber-obat
pasien yang buruk, sehingga menimbulkan populasi tuberkulosis makin meluas, resistensi
obat makin banyak.
Dosis obat8
Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai (di Indonesia) secara harian
maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien.
- INH : neuropati perifer (hal ini dapat dicegah dengan pemberian vitamin
B6), hepatotoksik
- Rifampisin : sindrom.flu,hepatotoksik
Kegagalan Pengobatan8
Sebab-sebab kegagalan pengobatan:
a. Obat:
- Paduan obat tidak adekuat.
c. Penyakit
- Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisme, dll.
Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut:2
Pencegahan
Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada
anak-anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Tetapi
BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis
berat (meningitis, tuberkulosis milier dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainnya.8
Prognosis
Ketika pengobatan dengan regimen tertentu telah selesai, ditambah dengan DOT,
angka kekambuhan berkisar dari 0% hingga 14%. Di negara dengan jumlah penderita TB
yang rendah, kekambuhan biasanya terjadi 12 bulan setelah penyelesaian obat dan karena
kekambuhan. Di negara dengan jumlah penderita TB yang tinggi, kebanyakan kekambuhan
setelah pengobatan yang baik adalah karena reinfeksi daripada kekambuhan. Penanda
prognosis buruk adalah keterlibatan jaringan ekstrapulmoner, penderita
immunocompromised, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya.10
Kesimpulan
Daftar Pustaka