1
BAB I
PENDAHULUAN
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan yang letaknya berada paling dekat di tengah-
tengah masyarakat dan mudah dijangkau dibandingkan dengan unit pelayanan kesehatan
lainnya (rumah sakit swasta maupun negeri). Fungsi puskesmas adalah mengembangkan
pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut
harus bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan ComprehensiveHealthCareService yang
meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Prioritas yang harus
dikembangkan oleh puskesmas harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar (basic
health care services) yang lebih mengedepankan upaya promosi dan pencegahan (public
health service). Fungsi puskesmas menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.128/MENKES/SK/II/2004, adalah sebagai pusat penggerakan pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan,
serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Penyakit kulit di indonesia pada umumnya lebih banyak disebabkan karena infeksi
bakteri, jamur, virus, parasit dan karena dasar alergi, berbeda dengan di negara barat yang
lebih banyak dipengaruhi faktor degenerative. Disamping perbedaan penyebab ini, faktor-
faktor lain seperti penyakit kulit, iklim, kebiasaan dan lingkungan ikut juga memberikan
perbedaan dalam gambar klinis penyakit kulit. Dengan melihat gambar sajalah tidaklah
mrncukupi untuk sampai pada diagnosis yang tepat, oleh karena itu untuk menegakkan
diagnosis penyakit kulit, beberapa faktor perlu dilihat secara komprehensif, karena penyebab
penyakit kulit bukan hanya terletak pada satu faktor maka dengan mengetahui batasan-
batasan meliputi penyebab, dan epidemiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan
prognosis. Dengan memahami dan mengetahui faktor pendukung tersebut lebih memudahkan
kita untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. 1
I.II Masalah
2
Bagaimana fungsi keluarga menurut ilmu kedokteran keluarga dalam mendukung
penyembuhan pasien
Mengetahui intervensi apa yang dapat dilakukan untuk menangani scabies
I.III Tujuan
I.IV Manfaat
3
BAB II
ISI
Anamensis mencakup identifikasi penderita, keluhan utama dan perjalan penyakit. Yang
perlu ditanykan pada keluha utama yang mendorong penedrita meminta pertolongan medis.
Perjalanan penyakit mencakup :
II. Bagaimana dan berupa kelainan apa pada awalnya (merah-merah, bintik, luka dsb),
III. Dimana kelaina pertama kali timbul (kaki,kepala, wajah, anggota gerak),
VII. Obat yang telah digunkan, bagaimana pengaruh obat tersebut, apakah penyakit
membaik, memburuk atau menetap.
Sosio-ekonomi keluarga,jumlah anggota keluarga, cara hidup dan penyakit paada keluarga
atau pada individu sekitarnya.
Apakah timbulnya penyakit berkaitan dengan suatu sebab, misalnya akibat pekerjaan, luka-
luka akibat benda tertentu, hubungan dengan musim, atatu akibat suatu faktor dalam
lingkungan.1,6
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik yang kita perlu lihat adalah tempat predileksi skabies. Umumnya
pada sela jari dan kaki hingga telapaknya. Gambaran timbul sebagai akibat sensitasi terhadap
sekret tungau yaitu menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, dan urtika.
Keluhan gatal sering menyebabkan pasien menggaruk daerah tersebut sehingga dapat timbul
lesi sekunder seperti erosi dan ekskoriasi. Bila telah mengering biasanya terlihat sebagai
krusta. Selain itu perhatikan apakah timbul infeksi sekunder seperti folikulitis, furunkulosis
4
dan pustula. Seringkali infeksi sekunder ini dapat mempersulit diagnosis. Infeksi sekunder ini
dapat dipergunakan sebagai diagnosis banding dari penyakit ini. Pada orang yang
imunocompromised dapat timbul bentuk skabies norwegia yang lesinya lebih parah.
Umumnya krusta akan lebih jelas dan luas terlihat.
Bila diperhatikan secara seksama dengan menggunakan kaca pembesar maka akan terlihat
adanya gambaran seperti terowongan di bawah permukaan kulit penderita skabies.1,3
Pemeriksaan penunjang
Uji KOH
Kerokan kulit dapat dilakukan di daerah sekitar papula yang lama maupun yang baru. Hasil
kerokan diletakkan di atas kaca objek dan ditetesi dengan KOH 10% kemudian ditutup
dengan kaca penutup dan diperiksa di bawah mikroskop .Diagnosis scabies positif jika
ditemukan tungau, nimpa, larva, telur atau kotoran S .scabiei.
Uji Tinta
Tes tinta pada terowongan didalam kulit dilakukan dengan cara menggosok papula
menggunakan ujung pena yang berisi tinta. Papula yang telah tertutup dengan tinta didiamkan
selama dua puluh sampai tiga puluh menit, kemudian tinta diusap/ dihapus dengan kapas
yang dibasahi alkohol. Tes dinyatakan positifbila tinta masuk ke dalam terowongan dan
membentuk gambaran khas berupa garis zig-zag. Visualisasi terowongan yang dibuat tungau
juga dapat dilihat menggunakan mineral oil atau flourescence tetracycline test.
Kedua metode diagnosis di atas memiliki kekurangan, khususnya pada kasus yang baru
terinfestasi S. scabiei. Tungau akan sulit untuk diisolasi dari kerokan kulit dan gejala klinis
yang ditunjukkan mempunyai persamaan dengan penyakit kulit lainnya
Oleh karena itu, para peneliti mengembangkan teknik diagnosis berdasarkan produksi
antibodi. Berdasarkan teknik ELISA telah dikembangkan metode untuk mendeteksi antibody
S.scabiei pada babi dan anjing yang telah dikomersialisasikan di Eropa.
Uji tersebut menggunakan antigen tungau yang diperoleh dari S .scabiei varsuis dan S.
scabiei var.vulpes menunjukkan adanya reaksi silang antara varian S .scabiei yang telah
dibuktikan untuk mendeteksi antibodi skabies anjing dan domba menggunakan var. vulpes
.Sejauh ini belum ada laporan yang mengevaluasi var. suis dan var. vulpes untuk
mendiagnosis skabies pada manusia. Pengembangan uji var. hominis relatif sulit dilakukan
5
karena terbatasnya jumlah tungau yang diperoleh dan kendala mengembangkan tungau
secara in vitro.
Strategi lain untuk melakukan diagnosis scabies adalah video dermatoskopi, biopsi kulit dan
mikroskopi epiluminesken. Video dermatoskopi dilakukan menggunakan sistem mikroskop
video dengan pembesaran seribu kali dan memerlukan waktu sekitar lima menit. Umumnya
metode ini masih dikonfirmasi dengan basil kerokan kulit. Pengujian menggunakan
mikroskop epiluminesken dilakukan pada tingkat papilari dermis superfisial dan
memerlukan waktu sekitar lima menit serta mempunyai angka positif palsu yang rendah.
Kendati demikian, metode-metode diagnosis tersebut kurang diminati karena memerlukan
peralatan yang mahal.6,7,8
Etiologi
Scabies dapat disebabkan oleh kutu atau kuman sercoptes scabei varian hominis. Sarcoptes
scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes.
Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang
lainya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih kotor,
dan tidak bermata. Beberapa tungau sarcoptid yang bersifat obligat parasit pada kulit antara
lain Sarcoptidae (mamalia), Knemidokoptidae (burung/unggas) dan Teinocoptidae
(kelelawar). Famili Sarcoptidae yang mampu menular ke manusia, yaitu S.scabiei, Notoeders
cati (kucing) dan Trixacarus caviae (marmut).3,9
6
Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga terjadi
kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi
disebabkan leh sensitisasi terhadap secret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat it kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi,
krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi
tungau.
Penyakit ini menular dari hewan ke manusia (zoonosis), manusia ke hewan, bahkan dari
manusia ke manusia. Cara penularannya adalah lewat kontak langsung maupun tak langsung
antara penderita dengan orang lain, melalui kontak kulit, baju, handuk dan bahan-bahan lain
yang berhubungan langsung dengan si penderita. Julukan scabies sebagai penyakitnya anak
pesantren alasannya karena anak pesantren suka (baca gemar) bertukar, pinjam-meminjam
pakaian, handuk, sarung bahkan bantal, guling dan kasurnya kepada sesamanya, sehingga
disinilah kunci akrabnya penyakit ini dengan dunia pesantren.
Tempat-tempat yang menjadi favorit bagi sarcoptes scabei tinggal adalah daerah-daerah
lipatan kulit, seperti telapak tangan, kaki, selakangan, lipatan paha, lipatan perut, ketiak dan
daerah vital.
Sarcoptes scabei betina yang berada di lapisan kulit stratum corneum dan stratum lucidum
membuat terowongan ke dalam lapisan kulit. Di dalam terowongan inilah Sarcoptes betina
bertelur dan dalam waktu singkat telur tersebut menetas menjadi hypopi yakni sarcoptes
muda dengan tiga pasang kaki. Akibat terowongan yang digali Sarcoptes betina dan hypopi
yang memakan sel-sel di lapisan kulit itu, penderita mengalami rasa gatal, akibatnya
penderita menggaruk kulitnya sehingga terjadi infeksi ektoparasit dan terbentuk kerak
berwarna coklat keabuan yang berbau anyir. Sarcoptes tidak tahan dengan udara luar. Kalau
orang yang menderita kudisan dan sering menggaruk pada kulit yang terkena tungau, tungau-
tungau itu tetap dapat bertahan hidup karena kerak yang copot dari kulit memproteksi (jadi
payung) tungau terhadap udara luar. Akibat lain kegiatan menggaruk tadi adalah munculnya
infeksi sekunder, dengan munculnya nanah (pus) dalam luka tadi. Hal ini akan menyulitkan
pengobatan.
7
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya
muncul di sela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Gejala lain adalah munculnya
garis halus yang berwarna kemerahan di bawah kulit yang merupakan terowongan yang
digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung berair pada kulit.3,7,9
Manifestasi klinik
Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang umumnya
muncul disela-sela jari, siku, selangkangan, dan lipatan paha. Pruritus nokturna, artinya gatal
pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang
lebih lembab dan panas.
Gejala lain adalah munculnya garis halus yang berwarna kemerahan dibawah kulit yang
merupakan terowongan yang digali Sarcoptes betina. Gejala lainnya muncul gelembung
berair (vesikel) pada kulit.
a. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau
ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga
biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan
yang padat penduduknya, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena,
walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat
sebagai pembawa (carrier).
c. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan ini ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya
menjadi polimarf (pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
8
d. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.
Epidemiologi
Insidensi skabies di negara berkembang menunjukan siklus fluktasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemic dan permulaan epidemik
berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa factor yang dapat membantu penyebarannya
adalah kemiskinan, hygiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis yang salah,
demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih cukup
tinggi, terendah di Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. 2
Penatalasksanaan
Medika menthosa
a. Bensil bensoat 25% dikenal juga dengan nama "Balsem Peru" dan telah digunakan
sekitar 65 tahun yang lalu (Ascabiol). Obat ini diaplikasikan dengan cara dioles pada
kulit yang terserang skabies dan dibiarkan hingga 24 jam. Efek samping bensil
bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya diare dan iritasi kulit pada menit pertama
pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk diencerkan apabila digunakan oleh
penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya sensitif.
b. Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak dengan efek
samping yang minimal.
c. Gamma benzene hexachloride1% adalah insektisida organofosfat untuk
pengobatan skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98% .Obat ini
mempengaruhi sistem syaraf dan terbukti berbahaya bagi janin dan anak bahkan dapat
menyebabkan terjadinya idiosyncratic aplastic anemia .Oleh karena itu, tidak
dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu menyusui, anak di bawah umur dua tahun
dan penderita dengan dermatitis yang luas termasuk penderita dengan gangguan
syaraf serta tidak dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit masih
mengalami vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat
membahayakan. Resistensi S.scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan
telah dilaporkan. Lindan dilarang beredar di beberapa negara termasuk Australia
karena efek samping yang membahayakan bagi pengguna.
9
d. Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada penggunaan
permetrin 5%. Obat ini terbilang lebih mahal dari obat skabies di atas dan banyak
digunakan di Australia, United Kingdom dan Amerika selama lebih dari dua puluh
tahun. Dosis tunggal yang digunakan mempunyai efek yang mirip dengan lindan,
yaitu memberikan kesembuhan sekitar 97,8% .Efek permetrin dilaporkan lebih baik
daripada crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama delapan sampai sepuluh jam
berada di kulit, kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang dalam waktu satu
minggu. Obat ini dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-anak, tidak
menyebabkan reaksi silang dengan kulit, tetapi dapat menyebabkan diare dan kejang-
kejang. Kejadian resistensi permetrin5% dibuktikan oleh yang menguji tungau dari
Australia Utara secara in vitro.
e. Malathion, merupakan antiskabies tersedia dalam bentuk lotion dengan kadar 0,5 %.
Seperti permetrin, malathion juga digunakan sebelum tidur dan harus dicuci setelah
bangun tidur
f. Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum. Obat ini
dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang berumur kurang dari
dua tahun. Penggunaan sulfur 6% setiap malam selama tiga kali berturut-turut dan
membilasnya setelah 24 jam, memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan,
obat ini kurang diminati karena meninggalkan noda dan kotor serta bau yang
menyengat.
10
.scabiei var.hominis secara in vitro dan in vivo terhadap obat tersebut. Bukti ini
menimbulkan tantangan baru bagi kalangan peneliti untuk menemukan preparat obat
alternative.2,3,11
Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul dermatitis akibat
garukan. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis dan
furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan
komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat anti skabes yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian
yang terlalu sering. Salep sulfur, dengan konsentrasi 15% dapat menyebabkan dermatitis bila
digunakan terus menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzilbenzoat juga
dapat menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama
disekitar genitalia pria. Gamma benzena heksaklorida sudah diketahui dapat menyebabkan
dermatitis iritan jika digunakan secara berlebihan.2
Pencegahan
Dapat dilakukan dengan berbagai cara:
i. Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk,
seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering.
ii. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama,meningkatkan
kebersihan perorangan dan lingkungan.
iii. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk
memutuskan rantai penularan.1
Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan, dan
menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis
yang baik.1,2
11
BAB III
III.I Materi
Family Folder adalah salah satu teknik pencatatan yang digunakan untuk mengetahui
status kesehatan suatu keluarga dalam masyarakat, dengan menggunakan prinsip dokter
keluarga, yaitu seorang pasien merupakan pintu masuk menuju kesehatan keluarganya. Jadi,
melalui pengamatan pada seorang pasien, kita juga harus mengetahui status kesehatan pada
setiap individu keluarganya.
Pada Family Folder ini kita dapat melihat adanya faktor lingkungan yang sangat
berperan pada perkembangan suatu penyakit, keadaan tempat tinggal yang kita amati,
lingkungan sekitarnya yang dapat menunjang munculnya agent maupun malah mendukung
host sehingga penyakit tidak muncul. Selain dipengaruhi lingkungan, juga dipengaruhi oleh
faktor keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan,
macam pekerjaan dan kebiasaan hidup. Oleh karena itu pada Family Folder juga
dicantumkan hal tersebut.
Puskemas adalah sarana pelayanan kesehatan strata pertama yang bertanggungjawab
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat di wilayah
kerjanya. Oleh karena itu, pengisian Family Folder dilakukan pada pasien yang datang ke
Puskesmas, guna mengetahui secara langsung kesehatan perorangan maupun masyarakat
yang berada di sekitar Puskesmas tersebut.
III.I Metode
Wawancara Pasien
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka
dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau
sumber data. Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai
studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden,
sedangkan pada sampel kecil teknik pengumpul data (umumnya penelitian kualitatif).
12
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara
terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari
informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaan sudah dibuat secara
sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera foto, dan
material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara. Wawancara tidak terstruktur
adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi
pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah
yang ingin digali dari responden.
13
BAB IV
1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 30 tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Petani
e. Pendidikan : tamat SD
f. Alamat : Dusun Kebon III; RT 04 / RW 01; Kelurahan
Tegalsari; Kecamatan Cilamaya Wetan
g. Telepon :-
14
3. Psikologis Keluarga
4. Keadaan rumah/lingkungan
5. Spiritual Keluarga
15
e. Keadaan ekonomi : sedang
7. Kultural Keluarga
9. Keluhan utama : muncul plenting kecil pada sela jari tangan dan
kaki sejak 1 bulan
Sejak 1 bulan lalu pasien mengeluh terasa gatal pada seluruh badan. Muncul plenting
kecil-kecil di sela jari tangan dan kaki, lengan, badan dan di bagian depan alat kelamin.
Rasa gatal dirasakan memberat saat malam hari dan gatal tidak bertambah saat
berkeringat. Gatal dirasakan tidak terasa nyeri atau terasa sensasi terbakar. Keluarga
pasien yaitu suami dan anak mengeluhkan hal yang sama. Pasien mempunyai riwayat
menggunakan handuk bersama, dan jarang mengganti sprei. Pasien tidak pernah berobat
untuk keluhan tersebut sebelumnya. Pasien masih belum memiliki pemahaman mangenai
penyakitnya dan cenderung malas berobat dengan alasan kesibukan serta jarak tempat
tinggal yang jauh dari Puskemas.
- hipertensi disangkal
- penyakit ginjal disangkal
- penyakit paru disangkal
- penyakit diabetes disangkal
- riwayat alergi disangkal
16
12. Pemeriksaan fisik : - Tekanan Darah 120/90 mmHg
- Nadi 82 x/menit
- Suhu 37C
- Napas 22 x/menit
a. Promotif
Penyuluhan tentang definisi scabies, gejala scabies, faktor-faktor risiko terjadinya
scabies dan pencegahan scabies misal dengan penyuluhan tentang hidup bersih.
b. Preventif
Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus, handuk,
seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya hingga kering,
Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama,meningkatkan
kebersihan perorangan dan lingkungan dan mengobati seluruh anggota keluarga,
atau masyarakat yang terinfeksi untuk memutuskan rantai penularan.
c. Kuratif
Jika ditemukan kasus, dapat dilakukan pengobatan agar penyakit tersebut tidak
menjadi parah. Terapi yang dapat diberikan adalah permetrin 5% topical.
d. Rehabilitatif
Rehabilitatif adalah suatu kegiatan difokuskan kepada mempertahankan kualitas
hidup penderita yang telah mengalami penyakit yang cukup berat. Pada pasien perlu
dilakukan tindakan rehabilitatif yakni penyuluhan untuk hidup bersih, kerja bakti
membersihkan lingkungan tempat tinggal.
17. Prognosis
17
b. Keluarga :Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga serta mendukung
kesehatan pasien dapat membuat suasana keluarga yang sehat jasmani
dan rohani dan prognosisnya baik untuk pasien juga keluarganya.
c. Masyarakat :Untuk masyarakat sekitar pasien tinggal, karena scabies merupakan
penyakit yang menular namun dapat diobati dan dicegah penularannya, maka
prognosisnya ad bonam.
IV.II Resume
18
BAB V
ANALISIS MASALAH
1. Analisa Kasus
Seorang pasien perempuan Ny. S berusia 30 tahun mendapat kunjungan dari dokter
Puskesmas Cilamaya Wetan untuk melakukan keluarga binaan. Pada tanggal dilakukan
kunjungan rumah untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik berupa pengukuran
tanda vital serta melihat kondisi rumah pasien, dan didapatkan keterangan bahwa Ny. S
mengalami gatal pada badan sejak 1 bulan.
Analisa Kunjungan Rumah
a. Kondisi pasien
Kondisi pasien dalam keadaan baik. Pasien mengeluhkan gatal pada gatal pada
seluruh badan sejak 1 bulan. Muncul plenting kecil-kecil di sela jari tangan dan kaki,
lengan, badan dan di bagian depan alat kelamin.
b. Pendidikan
Pasien bersekolah sampai tingkat SD.
c. Keadaan rumah
Lokasi :Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain tidak rapat, dipisahkan
oleh jalan setapak.
Kondisi :Jenis bangunan rumah pasien adalah permanen. Rumah terbuat dari batu
bata, lantainya terbuat dari keramik, beratap genteng. Rumah tampak bersih dan
rapi.
Luas rumah : 120 m2.
d. Pembagian rumah
Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang keluarga, 1 ruang tamu, 1 dapur, dan 1
kamar mandi.
e. Ventilasi
Terdapat ventilasi yang kurang pada rumah pasien.
f. Penerangan
Penerangan cukup karena sinar matahari dapat masuk melewati ventilasi rumah.
19
g. Kebersihan
Kebersihan dalam rumah kurang. Barang-barang di rumah Nampak berantakan dan
didalam rumah masih terdapat debu dan lantai terasa berminyak karena orang tidak
mencuci kaki setelah masuk rumah.
h. Sanitasi dasar
Sumber air minum berasal dari air sumur, dan air tersebut digunakan untuk
keperluan memasak, mencuci dan mandi. Terdapat satu kamar mandi beserta kakus
yang digunakan hanya untuk keluarga pasien. Kamar mandi bersebelahan dengan
dapur dan dijadikan sebagai tempat untuk mencuci peralatan masak dan pakaian.
2. Analisa Fungsi Keluarga
a. Keadaan Biologis
Dalam keluarga pasien saat ini, yang menderita scabies adalah pasien, suami dan
anak.
b. Keadaan Psikologis
Hubungan pasien dengan semua anggota keluarga terjalin dengan baik. Semua
keluarga turut bekerja sama dan pasien terlihat bahagia dengan keluarga yang
dimilikinya.
c. Keadaan Sosiologis
Pasien turut ikut serta dalam kegiatan sosial di tempat mereka. Pasien dan keluarga
sering berkomunikasi dengan tetangga mereka.
d. Keadaan Religius
Semua anggota keluarganya menjalankan ibadah mereka dengan baik.
20
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan data riwayat keluarga diatas kesimpulan yang dapat diambil adalah
keadaan kesehatan keluarga pasien sekarang baik, disarankan untuk tindakan pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit masih perlu diperhatikan, perlu dilakukan pembenahan baik
dari segi keadaan biologis maupun psikologi keluarga, keadaan rumah/lingkungan atau pun
sosial keluarga.
Dari data pasien didapatkan pula bahwa pasien tidak mengetahui penyakit yang
dideritanya, cara mengobatinya, serta dampaknya bagi kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan
kurangnya pengetahuan, sikap dan perilaku pasien untuk mengontrol dan mengoleskan
obatnya secara rutin dan berkala. Dibutuhkan suatu promosi kesehatan dalam bentuk kegiatan
penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku pasien terhadap
penyakitnya.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Edisi II, Huriawati
Hartanto (editor). Jakarta : Penerbit EGC ; 2004.
3. Handoko RP. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin, Edisi III . Jakarta: FKUI ;
2001.hl 119-22.
4. http://www.dermis.net/dermisroot/en/33728/image.htm 9. Diunduh 02
november 2015.
5. http://www.pathologyoutlines.com/caseofweek/case160.htm. Diunduh 02
November 2015.
6. Bickley LS. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan, Edisi VIII.
Jakarta: Penenrbit EGC; 2009. hl 58-61.
7. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi VI.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2010. hl 119-26.
10. Andrianto, Petrus. Atlas Dermatologi Klinik. Edisi II. Jakarta : Penerbit
Hipokrates ; 2003. hl 288-91.
11. Buxton PK, Jones M. Abc of Dermatology. 5th Edition. London: Willey
Blackwell Publisher; 2009. p 124-6.
22