Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak

normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis. Sel kanker bersifat

ganas dapat berasal atau tumbuh dari setiap jenis sel di tubuh manusia (Depkes RI, 2009).

Kanker hingga saat ini menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Insiden

kanker meningkat dari 12,7 juta kasus tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012,

dengan jumlah kematian meningkat dari 7,6 juta orang tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada

tahun 2012 (WHO, 2013).

Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research on Cancer

(IARC) tahun 2012, kanker payudara adalah kanker dengan presentase kasus baru tertinggi

(43,3%) dan presentase kematian tertinggi (12,9%) pada perempuan di dunia. Berdasarkan

data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara di Indonesia mencapai

0,5 per 1000 perempuan. (Kemenkes RI, 2015). Berdasarkan data dari Sistem Informasi

Rumah Sakit tahun 2010, kanker payudara adalah jenis kanker tertinggi pada pasien rawat

jalan maupun rawat inap mencapai 12.014 orang (28,7%) (Kemenkes RI, 2014).

Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia sebesar 13% setelah penyakit

kardiovaskular (Kemenkes RI, 2014). Prevalensi kanker di Indonesia sebesar 1,4 per 1000

penduduk, Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan prevalensi kanker delapan

sebesar 1 per 1000 penduduk. Bila dilihat dari karakteristik jenis kelamin penderita kanker di

Indonesia, perempuan sebesar 2,2 per 1000 penduduk dan laki-laki sebesar 0,6 per 1000

penduduk (Riskesdas, 2013).

1
Jenis kanker yang banyak diderita dan ditakuti oleh perempuan adalah kanker

payudara. Pada umumnya kanker payudara menyerang kaum wanita, kemungkinan

menyerang kaum laki-laki sangat kecil yaitu 1 : 1000 (Mulyani, 2013). Insiden kanker di

Indonesia masih belum diketahui secara pasti karena belum ada registrasi kanker berbasis

populasi yang dilaksanakan.

Berdasarkan data Subdit Kanker Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular

(PPTM) Kemenkes RI, jumlah perempuan seluruh Indonesia umur 30-50 tahun adalah

36.761.000. Sejak tahun 2007-2013 deteksi dini yang telah dilakukan oleh perempuan

sebanyak 644.951 orang (1,75%) dengan penemuan suspek benjolan (tumor) payudara 1.682

orang (2,6 per 1000 penduduk) (Kemenkes RI, 2014a). Terjadinya metastatis karsinoma

belum dapat ditentukan secara pasti, namun para ahli membuktikan bahwa ukuran tumor

berkaitan dengan kejadian metastatis yaitu semakin kecil tumor maka semakin kecil juga

kejadian metastatisnya. Apabila penyakit kanker payudara dapat dideteksi secara dini, maka

proses pengobatan lebih mudah dan murah serta peluang sembuh lebih besar dibandingkan

kanker payudara yang ditemukan pada stadium lanjut.

Angka ketahanan hidup lima tahun akan semakin tinggi pada pasien kanker payudara

yang telah mendapatkan serangkaian pengobatan tepat pada stadium awal (Mulyani, 2013).

Berdasarkan Perhimpunan Onkologi Indonesia (2010) dalam Megawati (2012), menyatakan

bahwa menurut asosiasi ahli bedah onkologi di indonesia prognosis kanker payudara

berdasarkan diagnosa stadiumnya antara lain: stadium 1 (85%); stadium II (60-70%); stadium

III (30-50%); dan stadium IV (15%).

Pengobatan pada penyakit kanker payudara dapat ditentukan berdasarkan tingkat

stadiumnya. Pada stadium I dan II dapat dilakukan mastektomi atau pengangkatan payudara

dilanjutkan pada terapi radiasi dan kemoterapi, pada stadium IIIA dilakukan mastektomi

radikal ditambah dengan kemoterapi atau mastektomi simpleks dengan radioterapi sedangkan

2
pada stadium IIIB dilakukan biopsy,insisi dan dilanjutkan radiasi, dan pada stdium akhir

hanya dilakukan kemoterapi CMF ( Uripi 2006 ).

Dampak kanker payudara dan pengobatannya terhadap aspek bio-psiko-sosio-spiritual

adalah pasien kanker payudara sering mengekspresikan ketidakberdayaan, merasa tidak

sempurna, merasa malu dengan bentuk payudara, ketidak bahagian, merasa tidak menarik

lagi, perasaan kurang diterima oleh orang lain, merasa terisolasi, takut, berduka, gagal

memenuhi kebutuhan keluarga, sulit berkonsentrasi, kecemasan dan depresi (Nuracmah

1999). Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien kanker payudara untuk memiliki

mekanisme koping yang baik agar mempunyai harga diri yang tinggi untuk mampu

beradaptasi (Heidrich & Ward, 1992 dalam Lubis, 2009).

Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik

maupun psikologis. Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang

merupakan kebiasaan dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak

efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang dari keinginan normatif

dan dapat merugikan diri sendiri, oranglain, maupun lingkungan (Rasmun, 2004).

Mekanisme koping pasien dapat dijadikan pedoman untuk mengontrol emosi dan stress

akibat kemoterapi (Rasmun 2004). Mekanisme koping dipandang sebagai suatu faktor

penyeimbang yang dapat membantu individu beradaptasi dengan kondisi yang menekan.

Mekanisme koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi oleh

individu, Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap

perubahan tetapi bila koping tidak berhasil maka individu akan mengalami gangguan

kejiwaan. Tetapi setiap individu, dalam menghadapi masalah yang sama akan berbeda-beda

dalam menggunakan kopingnya (Safaria & Saputra, 2009).

3
Dalam penelitian Hartati 2008 yang berjudul konsep diri dan wanita penderita kanker

payudara di poli bedah Onkologi RSUP. H. Adam Malik Medan bahwa konsep diri berubah

hampir pada semua penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi. Perubahan

tersebut bukan hanya perubahan fisik saja tetapi juga beresiko mengalami perubahan-

perubahan terhadap harga diri. Mayoritas penderita kanker payudara yang memiliki konsep

diri negatif adalah 87,9% dan yang memiliki konsep diri positif hanya 12,1%. Dari konsep

diri negatif tersebut yang mengalami harga diri rendah adalah 63,6%. Mereka merasa

kehilangan keyakinan dan semangat dalam menjalani hidup, merasa tidak diterima dengan

tulus dikeluarga dan lingkungan sekitar, menghalangi dalam beraktivitas sehingga

menggangu peranan mereka didalam keluarga.

Pada pasien yang menderita kanker payudara terjadi banyak perubahan fisik yang

mempengaruhi aktivitas pasien sehari-hari dan mempengaruhi keadaan psikologis pasien.

Menghadapi perubahan mental akibat penyakit kanker payudara, umumnya pasien yang

memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,

cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Radleay, 1994 dalam Lubis, 2009).

Adapun perilaku pasien kanker payudara yang berhubungan dengan harga diri rendah adalah

mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah tersinggung, pesimis,

dan merusak diri (Keliat, 1998). Bagi banyak wanita yang mengalami kanker payudara

cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang dialaminya dan berpandangan

negatif terhadap dirinya (Puckett, 2007 dalam Hartati 2008).

Pasien kanker payudara yang mempunyai harga diri yang tinggi akan mempunyai

mental yang sehat dan lebih puas terhadap hidupnya sehingga akan lebih mempercepat

kesembuhannya atau lebih memperpanjang harapan bagi pasien kanker yang sudah pada

tahap lanjut (Rosenberg, 1965; Waltz, 1986 dalam Lubis, 2009).

4
Harga diri menunjukkan seluruh gambaran yang dapat diraih seseorang dengan

memberikan nilai benar atau salah, baik atau buruk. Harga diri merupakan hasil penilaian

individu terhadap dirinya sendiri. Menyatakan suatu sikap berupa penerimaan atau penolakan

dan menunjukkan seberapa besar individu itu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil

dan be

Dari hasil studi pendahuluan di Bandung Cancer Society (BCS), terhadap 6 orang

penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi, 5 orang mengatakan merasa malu dan

merasa lebih sensitif kepada orang lain, merasa diri mereka tidak menarik lagi, merasa malu

bila bertemu dengan orang lain. Mereka pun mengakatan merasa tidak berguna lagi. Dan 1

orang diantaranya mengatakan walaupun mereka merasa sudah tidak menarik lagi namun

mereka tetap merasa percaya diri dengan apa yang mereka alami saat ini.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang peneliti temukan diatas, yang merupakan

kondisi yang melatarbelakangi harga diri pada pasien kanker payudara yang menjalani

kemoterapi. Hal ini sangat menarik perhatian bagi peneliti untuk melakukan penelitian

tentang Hubungan Harga Diri dengan Mekanisme Koping Pada Pasien Kanker Payudara

Yang Menjalani Kemoterapi.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut : Adakah Hubungan Harga Diri dengan Mekanisme Koping Pada

Pasien Kanker Pasien Yang Menjalani Kemoterapi ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Harga Diri dengan Mekanisme Koping Pada Pasien

Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi

2. Tujuan Khusus

5
a. Untuk mengetahui Harga Diri Pada Pasien Kanker Payudara Yang Menjalani

Kemoterapi

b. Untuk mengetahui gambaran Mekanisme Koping Yang Digunakan Pasien Kanker

Payudara Yang Menjalani Kanker Payudara apakah adaptif atau maladaptif.

c. Untuk mengetahui Hubungan Harga Diri dengan Mekanisme Koping Pada Penderita

Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Pasien dan Masyarakat

Sebagai dasar bagi individu dan masyarakat yang menderitita kanker payudara yang

menjalani kemoterapi mampu mengelola mekanisme koping yg baik sehingga dapat

mebantu untuk meningkatakan harga dirinya.

2. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai bahan masukan tentang mekanisme koping dengan harga diri pada penderita

kanker payudara sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan dapat lebi

memfokuskan untuk memberikan konseling yang tepat sehingga penderita mampu

menggunakan mekanisme koping yg efektif dan meningkatkan harga dirinya.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa perawat dan dijadikan

sebagai masukan bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan keperawatan bagi

para penderita kanker payudara sehingga dapat lebih optimal serta lebih

peka/bertanggung jawab dalam meningkatkan harga diri pada penderita kanker payudara.

4. Bagi peneliti keperawatan

Dari hasil penelitian dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti,

sehingga penelitian ilmiah yg di peroleh kiranya dapat dikembangkan untuk penelitian di

6
masa mendatang dan dapat digunakan sebagai sumber informasi awal bagi penelitian

keperawatan tentang mekanisme koping dengan harga diri padapenderita kanker payudara.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker Payudara

2.1.1 Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal

dari parenchym, suatu penyakit yang dapat menimbulkan kesesangsaraan (Tjahjadi,

2003). Pada umumnya kanker payudara merupakan tumor ganas yang menyerang

jaringan payudara, jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar

pembuat air susu), saluran kelenjar (saluran air susu) dan jaringan penunjang payudara

(Mardiana, 2007).

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan

atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel (jaringan) payudara. Kanker payudara

(Breast Cancer/Carcinoma Mammae) adalah salah satu kanker yang menyebabkan

kematian nomor lima setelah kanker paru, kanker rahim, kanker hati dan kanker usus

(Fanani, 2009).

Kanker payudara disebutjuga dengan carcinoma mammae adalah sebuah tumor

ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini dapat tumbuh dalam kelenjar

jarngan susu maupun pada jaringan ikat payudara. Kanker ini tidak tumbuh dengan

cepat tapi sangat berbahaya (Suryaningsih, 2009).

2.1.2 Etiologi kanker payudara

Kategori agens atau faktor-faktor tertentu telah memberikan implikasi dalam

proses karsinogenik. Agens atau faktor-faktor tersebut termasuk virus, agens fisik,

8
agens kimia, faktor-faktor genetik atau keturunan, faktor-faktor makanan dan agens

hormonal (Smeltzer, 2001).

1. Virus

Virus sebagai penyebab kanker pada manusia adalah sulit untuk dipastikan karena

virus sulit untuk diisolasi. Bila tampak kanker spesifik pada kluster maka diduga atau

dicurigai adanya penyebab infeksius. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam

struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi sel

tersebut dan barangkali akan mengarah pada kanker. Seperti virus hepatitis B telah

menunjukkan implikasi dalam karsinoma hepatoseluler, virus Epstein-Barr sangat

dicurigai sebagai agens penyebab pada limfoma Burkitt dan kanker nasofaring.

2. Agens Fisik

Faktor-faktor fisik yang berkaitan dengan karsinogenesis mencakup pemajanan

terhadap sinar matahari atau pada radiasi, iritasi kronis atau inflamasi dan penggunaan

tembakau. Pemajanan berlebih terhadap radiasi ultraviolet meningkatkan risiko kanker

kulit. Pemajanan terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi

berulang atau ketika terapi radiasi digunakan untuk mengobati penyakit. Pemajanan

terhadap medan elektromagnetik (EMF) dari kabel listrik. Mikrowave, dan telepon

seluler dapat juga meningkatkan risiko kanker.

3. Agens Kimia

Banyak substansi kimiawi yang ditemukan dalam lingkungan kerja terbukti

menjadi karsinogen atau ko-karsinogen dalam proses kanker. Karsinogen kimia

mencakup zat warna amino aromatik anilin; arsenik, jelaga dan tar; asbestos; benzen;

pinang dan kapur sirih; kadmium; senyawaan kromium, nikel dan seng, debu kayu;

senyawaan berilium; dan polivinil klorida. Kebanyakan zat kimia yang berbahaya

9
menghasilkan efek-efek toksik dengan mengganggu struktur DNA pada bagian-bagian

tubuh yang jauh pajanan zat kimia.

4. Faktor-faktor Genetik dan Keturunan

Faktor-faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker.

Jika kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat

terbentuk sel-sel mutan. Beberapa kanker pada masa anak-anak dan dewasa

menunjukkan predisposisi keturunan. Kanker ini cenderung untuk terjadi pada usia

muda dan pada berbagai tempat dalam satu organ atau sepasang organ. Pada kanker

dengan predisposisi herediter, umumnya saudara dekat (sedarah) mempunyai tipe

kanker yang sama.

5. Fak tor-faktor Makanan

Faktor-faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60% dari semua

kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proaktif, karsinogenik, atau

kokarsinogenik. Risiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang

karsinogenik atau ko-karsinogenik atau tidak adanya sustansi proaktif dalam diet.

Substansi diet berkaitan dengan peningkatan risiko kanker mencakup lemak, alkohol,

daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat atau nitrit, dan

masukan makanan dengan kalori tinggi.

6. Agens Hormonal.

Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam

keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon sendiri (endogenus) atau

pemberian hormon eksogenus.

7. Kegagalan Sistem Imun.

Normalnya, sistem imun yang utuh mampu untuk melawan sel-sel kanker dengan

berbagai cara. Antigen pada membran sel dari sel-sel kanker dikenal sebagai antigen

10
tumor-associated, biasanya dikenali oleh sistem imun sebagai benda asing. Pada

manusia, sel-sel maligna mampu berkembang secara teratur. Terdapat bukti bahwa

fungsi surveilens dari sistem imun sering lebih mampu mendeteksi perkembangan sel-

sel maligna dan merusak sel-sel tersebut sebelum pertumbuhannya menjadi terkontrol.

Apabila sistem imun gagal mengidentifikasi dan menghentikan pertumbuhan sel-sel

maligna, terjadilah kanker secara klinis.

2.1.3 Gejala Kanker Payudara

Gejala kanker payudara terdiri dari 3 fase menurut Gale(2000) diantaranya yaitu :

1. Fase awal kanker payudara asimtimatik (tanpa tanda dan gejala). Tanda dan

gejala paling umum adalah benjolan dan penebalan pada payudara. Kebanyakan

kira-kira 90% ditemukan oleh penderita sendiri. Kanker payudara pada stadium

dini biasanya tidak menimbulkan keluhan.

2. Fase lanjut:

a. Bentuk dan ukuran payudara berubah, berbeda dari sebelumnya.

b. Lika pada payudara sudah lama dan tidak sembuh walau sudah diobati.

c. Eksim pada puting susu dan sekitarnya sudah lama tidah sembuh walau sudah

diobati.

d. Puting skit, keluar darah, nanah atau cairan encer dari puting atau keluar air

susu pada wanita yang sedang hamil atau tidak menyusui.

e. Puting susu tertarik kedalam.

f. Kulit payudara mengciut seperti kulit jeruk (peud dorange).

3. Metastase luas, berupa :

a. Pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula dan sevikal.

b. Hasil rontgen toraks abnormal dengan atau tanpa eflusi pleura.

11
c. Peningkatan alkali fosfatase atau nyeri tulang berkaitan dengan penyebaran

tulang.

d. Fungsi hati abnormal.

2.1.4 Stadium kanker payudara

Stadium kankerpayudara didasarkan pada letaknya, penyebarannya dan sejauh

mana pengaruh terhadap organ tubuh lain. Ini merupakan salah satu cara dokter

untuk menentukan pengobatan apa yang paling cocok untuk para pasien. Para

penderita kanker payudara ada stadium dini dan stadium lanjut. Stadium dini

adalah stadium darimana sebelum ada kanker hingga stadium dua. Sedangkan

stadium lanjut sudah berada dalam stadium tiga dan empat. Berikut ini penjelasan

mengenai tingkatan stadium (Suryaningsih, 2009) :

Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan sekitarnya, tidak

ada klasifikasi/infiltrasi berkulit dengan jaringan dibawahnya. Besar tumor 1-2

cm . KG (Kelenjar Gatah Bening) regional belum teraba

Stadium II : Sama dengan stadium I, besar tumor 2-5 cm, sudah ada KG aksila

(+), tetapi masih bebas dengan diameter kurang 2 cm.

Stadium III : Tumor meluas dalam jaringan payudara ukuran 5-10 cm, fiksasi

pada kuli/dindingdada, kulit merah dan ada edema (lebih dari 1/3 permukaan kulit

payudara), ulserasi, nodul satelit, KG aksila melekat satu sama lain atau ke

jaringan sekitarnya dengan diameter 2-5cm dan belum ada mestatasis jauh.

Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I,II,III) tetapi sudah disertai

dengan kelenjar getah bening aksila supra lelavikula dan metastasi jauh lainya.

12
2.1.5 Faktor Resiko Kanker Payudara

Penyakit kanker payudara adalah penyakit kanker yang paling umum menyerang

kaum wanita, meski demikian pria pun memiliki kemungkinan mengalami penyakit ini

dengan perbandingan 1 diantara 1000. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa

yang menyebabkan kanker ini terjadi, namun banyak penelitian menunjukkan adanya

beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan resiko kanker payudara.

Seorang wanita yang mempunyai faktor resiko bukan berarti wanita tersebut pasti akan

menderita kanker payudara, tetapi faktor resiko tersebut akan meningkatkan

kemungkinannya untuk terkena kanker payudara. Faktor resiko utama menurut

Kementrian Kesehatan RI (2010) adalah berhubungan dengan keadaan hormonal

(estrogen dominan) dan genetik.

National Cancer Institut (2009) dan American Cancer Society (2008)

menyebutkan faktor resiko kanker payudara antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terpajan oleh hormon estrogen dan progesteron

dibandingkan pria sehingga wanita seratus kali lebih beresiko terkena kanker

payudara.

b. Usia

Resiko terkena kanker payudara akan meningkat seiring dengan bertambahnya

usia. Usia rata-rata wanita yang didiagnosis kanker payudara adalah awal 60-

an. Resiko meningkat secara eksponensial setelah usia 30, tetapi pada wanita

usia 80-an, peluang terkena kanker payudara 1 banding 24. Ini artinya, seiring

13
pertambahan usia, wanita perlu waspada memperhatikan tanda-tanda

perubahan pada payudara mereka.

c. Riwayat Kesehatan Perorangan

Resiko terkena kanker payudara pada wanita yang sudah pernah terkena pada

salah satu payudaranya adalah berpeluang 3 sampai 4 kali lebih besar pada

payudara sisi yang sama maupun yang lain.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Resiko terjadinya kanker payudara meningkat bila terdapat anggota keluarga

seperti ibu, bapak atau kakak perempuan yang pernah mengidap kanker

payudara

e. Riwayat Terapi Radiasi pada Daerah Dada

Seorang wanita yang pernah mendapatkan terapi radiasi pada daerah dada di

masa remaja atau anak-anak akan meningkatkan resiko untuk terkena kanker

payudara. Semakin muda umur wanita tersebut terpapar radiasi, semakin tinggi

resiko untuk terkena kanker payudara.

2.1.6 Penatalaksanaan dan Pengobatan

Penanganan dan pengobatan kanker payudara tergantung dari tipe dan stadium

yang dialami penderita. Umumnya seseorang baru diketahui menderita kanker payudara

setelah stadium lanjut, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan sehingga terlambat

untuk diperiksakan ke dokter. Ada beberapa cara penanganan kanker payudara, antara

lain:

a. Pembedahan

Pada kanker payudara yang diketahui sejak dini maka pembedahan adalah

tindakan yang tepat. Secara garis besar, ada tiga tindakan pembedahan pada kanker

payudara:

14
1. Radikal Mastektomi, yaitu operasi pengangkatan sebagian dari payudara

(lumpectomy). Operasi ini selalu diikuti dengan pemberian radioterapi.

Biasanya lumpectomy direkomendasikan pada pasien yang besar tumornya

kurang dari 2 cm dn letaknya di pinggir payudara

2. Total Mastektomi, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara saja tanpa

kelenjar di ketiak

3. Modified Radical Mastectomy, yaitu operasi pengangkatan seluruh payudara,

jaringan payudara di tulang dada, tulang selangka dan tulang iga serta benjolan

di sekitar ketiak.

b. Terapi Radiasi

Terapi ini menggunakan sinar berkekuatan tinggi untuk membunuh sel kanker yang

hanya berpengaruh pada bagian tubuh yang terkena sinar saja. Terapi radiasi dapat

digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel kanker yang masih tersisa

pada area operasi tersebut.

c. Terapi Hormon

Terapi hormon juga disebut pengobatan anti hormon. Jika hasil laboratorium

menunjukkan bahwa tumor di payudara tersebut memiliki reseptor hormon, maka

terapi ini dapat dijadikan pilihan pengobatan.

d. Kemoterapi

Kemoterapi adalh proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair

atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Obat-obatan

ini tidak hanya membunuh sel kanker pada payudara, tetapi juga seluruh sel dalam

tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan muntah serta

rambut rontok.

15
2.2 Konsep Kemoterapi

2.2.1. Definisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk

pil,cair atau kapsul atau melalui infus, (Wenny Artanty Nisman 2011). Kemoterapi

adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil, cair atau kapsul

yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada payudara, tetapi

juga di seluruh tubuh (Denton, 1996 dalam Wenny Artanty Nisman, (2011).

Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan zat atau obat yang berkhasiat

untuk membunuh sel kanker. Prinsipnya adalah membunuh/ menghambat sel tumor

induk dan anak sebar secara sistemik. Kemoterapi adalah pemberian obat untuk

membunuh sel kanker.kemoterapi merupakan terapi sistemik, yang berarti obat

menyebar ke seluruh tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh

atau metastase ke tempat lain, (Imam Rasjidi 2007).

Pengobatan ini biasanya diberikan sebagai kombinasi obat-obatan anti-kanker,

seringkali sekaligus tiga kali. Target utama obat-obatan semacam ini dimaksudkan

untuk mengidentifiksdi dan membunuh sel-sel yang bertambah dan membelah secara

cepat.Sayangnya,obat-obat anti-kanker tidak dapat mengenali sel-sel kanker secara

spesifik, dan akan membunuh sel-sel lain yang membelah secara aktif seperti sel-sel

darah atau sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan yang sangat penting dalam

tubuh sebab memproduksi sel-sel darah dan sistem kekebalan untuk melawat infeksi,

(Dixon Michael J.MR. dan MR.Robert C.F Leonarh 2002 ).

16
2.2.2 Tujuan Kemoterapi

Tujuan dari kemoterapi yaitu membunuh atau menekan pertumbuhan sel-sel

kanker yang ada dalam tubuh, (Wenny Artanty Nisman 2011). Kemoterapi memiliki

beberapa tujuan, di antaranya yaitu Wan Desen (2008):

a. Kemoterapi kuratif

Terhadap tumor sensitif yang kurabel, misalnya leukemia limfositik akut,

limfoma maligna, kanker testis, karsinoma sel kecil paru dan lainnya. Kemoterapi

kuratif harus memakai formula kemoterapi kombinasi yang terdiri atas obat

dengan mekanisme kerja berbeda.

b. Kemoterapi adjuvant

Kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah

bagian dari terapi kuratif. Bertujuan untuk membunuh sel yang telah

bermetastase.

c. Kemoterapi neoadjuvan

Kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi atau radioterapi. Bertujuan untuk

mengecilkan massa tumor.

d. Kemoterapi paliatif

Kemoterapi disini hanya digunakan untuk mengurangi gejala-gejala dan

memperpanjang waktu survival.

e. Kemoterapi kombinasi

Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi.

2.2.3. Cara Pemberian Kemoterapi

Cara pemberian kemoterapi di antaranya yaitu:

a. Pemberian per oral, di antaranya adalah chlorambucil dan etoposide (VP-16)

17
b. Pemberian secara intramuskulus, di antaranya yaitu bleomicin dan methotrexate.

c. Pemberian secara intravena, diberikan secara infuse/drip. Cara ini merupakan cara

pemberian yang paling umum dan banyak digunakan

d. Pemberian secara intra-arteri, jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang

cukup banyak, antara lain alat radiologi diagnostik, mesin, atau alat filter serta

memerlukan keahlian tersendiri.

e. Pemberian secara intraperitoneal, di indikasikan dan di isyaratkan pada minimal

tumor residu pada kanker ovarium (Rasjidi, 2007).

2.2.4. Efek Samping Kemoterapi

Suryaningsih & Bertiani, (2009) mengemukakan bahwa obat sitotoksik

menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah. Namun, terkadang obat ini

juga memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang mempunyai sifat cepat membelah

seperti rambut, mukosa (selaput lendir), sumsum tulang, kulit, dan sperma. Obat

sitotoksik juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti jantung, hati, ginjal,

dan sistem saraf. Menurut Steven & Kenneth, (2001) Berikut ini beberapa efek samping

kemoterapi yang sering ditemukan pada pasien, yaitu:

a. Supresi sumsum tulang

Trombositopenia, anemia, dan leukopenia adalah kondisi yang terjadi sebagai

efek samping kemoterapi yang mensupresi sumsum tulang. Selsel dalam sumsum

tulang lebih cepat tumbuh dan membelah, sehingga sel-sel tersebut rentan terkena

efek kemoterapi.

b. Mukositis

Mukositis dapat terjadi pada rongga mulut (stomatitis), lidah (glositis), tenggorok

(esofagitis), usus (enteritis), dan rectum (proktitis). Umumnya mukositis terjadi

18
pada hari ke-5 sampai 7 setelah mkemoterapi. Satu kali mukositis muncul, maka

siklus berikutnya akan terjadi mukositis kembali, kecuali jika obat diganti atau

dosis diturunkan. Mukositis dapat menyebabkan infeksi sekunder.

c. Mual dan muntah

Mual dan muntah pada pasien yang mendapat kemoterapi digolongkan menjadi

tiga tipe yaitu akut, tertunda (delayed) dan antisipasi (anticipatory). Muntah akut

terjadi pada 24 jam pertama setelah diberikan kemoterapi. Muntah yang terjadi

setelah periode akut ini kemudian digolongkan dalam muntah tertunda (delayed).

Sedangkan muntah antisipasi merupakan suatu respon klasik yang sering

dijumpai pada pasien kemoterapi (10-40%) dimana muntah terjadi sebelum

diberikannya kemoterapi atau tidak ada hubungannya dengan pemberian

kemoterapi. Lebih jauh Suryaningsih & Bertiani (2009) mengemukakan bahwa

secara umum, ada 4 mekanisme yang menyebabkan mual dan muntah.

Mekanisme pertama terjadinya muntah yaitu melalui impuls yang dibangkitkan

dalam area di otak di luar dari pusat muntah. Area ini dinamakan Chemoreceptor

Trigger Zone (CTZ) yang terletak secara bilateral pada dasar dari ventrikel.

Muntah yang terjadi pada pasien yang mendapat kemoterapi diduga terutama

disebabkan oleh stimulasi CTZ oleh agen kemoterapi. Mekanisme kedua melalui

kortek, yang disebabkan oleh rangsang rasa, bau, kecemasan, iritasi meningen

dan peningkatan tekanan intrakranial, kesemuanya itu dapat merangsang pusat

muntah yang akan memicu respon muntah, Anticipatory nausea and vomiting

terjadi melalui mekanisme yang ke dua ini. Pada pasien yang mengalami mual

dan muntah setelah kemoterapi dan tidak teratasi dengan baik akan menimbulkan

trauma, sehingga pada pasien ini sering mengalami mual dan muntah sebelum

obat dimasukkan karena sudah mempunyai pengalaman yang buruk tentang

19
kemoterapi Jong, (2005). Mekanisme ketiga, yaitu impuls dari saluran cerna

bagian atas yang diteruskan vagus dan serabut simpatis afferent ke pusat muntah,

kemudian dengan impuls motorik yang sesuai akan menyebabkan muntah.

Mekanisme muntah yang terakhir atau mekanisme ke empat, menyangkut sistem

vestibular (keseimbangan) atau labirin pada telinga tengah dipengaruhi oleh

kerusakan atau gangguan dalam labirin akibat penyakitnya atau akibat pergerakan

Dianda, (2007).

d. Diare

Diare disebabkan karena kerusakan epitel saluran cerna sehingga absorpsi tidak

adekuat. Obat golongan antimetabolit adalah obat yang sering menimbulkan

diare. Pasien dianjurkan makan rendah serat, tinggi protein (seperti enteramin)

dan minum cairan yang banyak. Obat anti diare juga dapat diberikan dan

dilakukan penggantian cairan dan elektrolit yang telah keluar Brunner &

Suddarth, (2001).

e. Alopesia

Kerontokan rambut atau alopesia sering terjadi pada kemoterapi akibat efek letal

obat terhadap sel-sel folikel rambut. Pemulihan total akan terjadi setelah terapi

dihentikan. Pada beberapa pasien rambut dapat tumbuh kembali pada saat

kemoterapi masih berlangsung. Tumbuhnya kembali rambut dapat merefleksikan

proses proliferative kompensatif yang meningkatkan jumlah sel-sel induk atau

mencerminkan perkembangan resistensi obat pada jaringan normal Barbara,

(1996).

f. Infertilitas

Spermatogenesis dan pembentukan folikel ovarium merupakan hal yang rentang

terhadap efek toksik obat antikanker. Pria yang mendapat kemoterapi seringkali

20
produksi spermanya menurun. Efek anti spermatogenik ini dapat pulih kembali

setelah diberikan kemoterapi dosis rendah tetapi beberapa pria mengalami

infertilitas yang menetap. Selain pada pria, kemoterapi juga sering menyebabkan

perempuan pramenopause mengalami penghentian menstruasi sementara atau

menetap dan timbulnya gejala-gejala menopause. Hilangnya efek ini sangat

tergantung umur, jenis obat yang digunakan, serta lama dan intensitas kemoterapi

Brunner & Suddarth, (2001).

g. Nyeri

Menurut Dianda (2007), obat kemoterapi dapat menyebabkan efek samping yang

menyakitkan. Obat tersebut dapat merusak jaringan saraf, lebihsering pada

persarafan jari tangan dan kaki. Sensasi yang dirasakan berupa rasa terbakar, mati

rasa, geli, atau rasa nyeri.

h. Kelelahan

Kelelahan, rasa letih, dan kehilangan energi merupakan gejala yang paling umum

dialami oleh pasien yang mendapatkan kemoterapi. Kelelahan karena kemoterapi

dapat muncul secara tiba-tiba. Kelelahan dapat berlangsung hanya sehari,

minggu, atau bulan, tetapi biasanya hilang secara perlahan-lahan karena respon

tubuh terhadap tindakan Barbara (1996).

i. Kerusakan epitel mukosa saluran pencernaan

Epitel mukosa saluran pencernaan merupakan sel normal tubuh yang sering

menerima dampak dari kemoterapi oleh karena sel epitel mukosa saluran

pencernaan membelah dengan cepat. Stomatitis merupakan salah satu efek

kemoterapi yang sering timbul akibat dari kemoterapi Brunner & Suddarth,

(2001). Hal ini akibat dari rusaknya mukosa akibat dari pemberian obat

kemoterapi. Biasanya stomatitis muncul setelah dua sampai empat minggu setelah

21
kemoterapi. j. Gangguan jantung Barbara (1996), ada beberapa kemoterapi

menyebabkan gangguan otot pada otot jantung. Hal ini dapat menyebabkan

kegagalan pompa jantung. Untuk menghindari efek fatal dari gangguan jantung

sebelum kemoterapi dimulai biasanya dilakukan pemeriksaan untuk menilai

fungsi jantung.

j. Efek Pada Darah

Beberapa jenis obat kemoterapi dapat mempengaruhi kerja sumsum tulang yang

merupakan pabrik pembuat sel darah, sehingga jumlah sel darah menurun. Yang

paling sering adalah penurunan sel darah putih (leokosit) Brunner & Suddarth,

(2001). Penurunan sel darah terjadi pada setiap kemoterapi dan tes darah akan

dilaksanakan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah

telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat mengakibatkan:

1) Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh Karena jumlah leokosit turun, karena leokosit adalah

sel darah yang berfungsi untuk perlindungan terhadap infeksi. Ada beberapa

obat yang bisa meningkatkan jumlah leokosit.

2) Perdarahan

Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah. Penurunan

jumlah trombosit mengakibatkan perdarahan sulit berhenti, lebam, bercak

merah di kulit.

3) Anemia

Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah yang ditandai oleh

penurunan Hb (hemoglobin). Karena Hb letaknya di dalam sel darah merah.

Akibat anemia adalah seorang menjadi merasa lemah, mudah lelah dan

tampak pucat.

22
2.2.5 Efek Samping Psikologi

Dampak psikologis pasien kanker payudara diantaranya sebagai berikut

(Wijayanti (2007):

1. Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah kondisi psikologis yang disebabkan oleh gangguan

motivasi, proses kognisi, dan emosi sebagai hasil pengalaman di luar kontrol

organisme. Ketidakberdayaan pada penderita kanker payudara bisa terjadi karena

proses kognitif pada penderita yang berupa pikiran bahwa usahanya selama ini

untuk memperpanjang hidupnya atau mendapatkan kesembuhan, ternyata

menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (perasaan mual, rambut rontok,

diare kronis, kulit menghitam, pusing, dan kehilangan energi).

Efek samping yang tidak diinginkan ini dapat muncul berupa proses emosi

dimana penderita tersebut merasa bahwa mereka hanya dijadikan sebagai objek uji

coba dokter. Proses kognisi dan emosi inilah seorang penderita melakukan suatu

reaksi penolakan sebagai gangguan dalam hal motivasi. Munculnya

ketidakberdayaan ini mampu menimbulkan suatu bentuk tingkah laku yang dapat

dilihat oleh semua orang (overt behavior). Bentuk tingkah laku ini bisa seperti

marah dan seolah mencoba mengontrol lingkungan untuk menerima keberadaan

mereka. Ketidakberdayaan dapat meyebabkan penderita kanker payudara

mengalami dampak psikologis lain yaitu depresi (Wijayanti, 2007).

2. Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan psikologis yang disebabkan oleh adanya rasa

khawatir yang terus-menerus ditimbulkan oleh adanya inner conflict. Dampak

kecemasan yang muncul pada penderita kanker payudara adalah berupa rasa takut

bahwa usianya akan singkat (berkaitan dengan inner conflict). Inner conflict

23
berupa kegiatan untuk menjalani pengobatan agar bisa sembuh tetapi tidak mau

menerima adanya risiko bagi penampilannya. Risiko disini dapat berupa rambut

rontok dan kulit menghitam akibat kemoterapi, atau hilangnya payudara akibat

operasi pengangkatan. Kecemasan dapat digolongkan dalam bentuk covert

behavior, karena merupakan keadaan yang ditimbulkan dari proses inner conflict.

Kecemasan dapat pula muncul sebagai reaksi terhadap diagnosis penyakit

parah yang dideritanya. Sebagai perempuan yang awalnya merasa dirinya sehat,

tiba-tiba diberitahu bahwa dirinya mengidap penyakit yang tidak dapat

disembuhkan, tentu saja muncul penolakan yang berupa ketidakpercayaan

terhadap diagnosa. Penolakan yang penuh kecemasan ini terjadi karena mungkin

ia memiliki banyak rencana akan masa depan, ada harapan pada kemajuan

kesehatannya, dan itu seolah terhempas.

3. Rasa malu

Rasa malu merupakan suatu keadaan emosi yang kompleks karena mencakup

perasaan diri yang negatif. Perasaan malu pada penderita kanker payudara muncul

karena ada perasaan dimana ia memiliki mutu kesehatan yang rendah dan

kerusakan dalam organ payudara.

4. Harga diri

Sebagai penderita penyakit terminal seperti kanker payudara, disebutkan

bahwa pada diri penderita mengalami perubahan dalam konsep diri. Harga diri

merupakan bagian dari konsep diri, maka bila konsep diri menurun diartikan

bahwa harga dirinya juga menurun. Terjadinya penurunan harga diri sejalan

dengan memburuknya kondisi fisik, yaitu pasien tidak dapat merawat diri sendiri

dan sulit menampilkan diri secara efektif. Ancaman paling berat pada

psikologisnya adalah kehilangan harga diri. Penurunan dan kehilangan harga diri

24
ini merupakan reaksi emosi yang muncul pada perasaan penderita kanker

payudara.

5. Stres

Stres yang muncul sebagai dampak pada penderita kanker payudara

memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor. Stressor dalam hal ini

adalah penyakit kanker payudara. Stres yang muncul ini merupakan bentuk

manifestasi perilaku yang tidak muncul dalam perilaku yang nampak (covert

behavior). Stres ini dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah dukungan

sosial. Dukungan sosial sangat berguna untuk menjaga kesehatan seseorang dalam

keadaan stres.

6. Depresi

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan

alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola

tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa, dan

tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri. Salah satu akibat dari kecemasan yang

berupa usianya akan singkat, menjadikan perasaan putus asa dalam diri penderita

kanker payudara. Ketidakberdayaan yang menjadi dampak psikologis memicu

timbulnya perasaan depresi. Penderita kanker payudara umumnya mengalami

depresi dan hal ini tampak nyata terutama disebabkan karena rasa nyeri yang tidak

teratasi dengan gejala sebagai berikut:

1) Penurunan gairah hidup, perasaan menarik diri, ketidakkemampuan, dan

gangguan harga diri.

2) Somatis berupa berat badan menurun drastis dan insomnia.

3) Rasa lelah dan tidak memiliki daya kekuatan.

4) Amarah dan marah

25
Seseorang yang mengalami reaksi fisiologis, dapat muncul suatu ekspresi

emosional tidak sengaja yang disebabkan oleh kejadian yang tidak menyenangkan dan

disebut sebagai amarah. Semua suasana sensori ini dapat berpadu dalam pikiran orang

dan membentuk suatu reaksi yang disebut marah. Reaksi amarah yang muncul ini tentu

saja dapat terjadi pada penderita kanker payudara, karena suatu penyakit merupakan

suatu hal yang tidak menyenangkan. Munculnya reaksi marah pada penderita kanker

payudara dapat muncul karena perasaan bahwa banyak kegiatan hariannya yang

diinterupsi oleh penyakit yang membuatnya tidak berdaya. Reaksi marah yang muncul

bisa berupa reaksi motorik (overt behavior) seperti tangan mengepal, perubahan raut

muka seperti alis mengkerut.

2.2.6 Siklus Pemberian Kemoterapi

Pamela & Robin (2007), siklus kemoterapi adalah waktu yang diperlukan untuk

pemberian satu kemoterapi. Satu siklus umumnya dilaksanakan setiap tiga atau empat

minggu sekali, tetapi ada juga yang setiap minggu. Efektifitas kemoterapi hanya akan

tercapai jika diberikan sesuai siklus /jadwal.

2.2.7 Perawatan Pasien dengan Kanker Payudara yang Kemoterapi

1. Pesonal higiene yang baik harus ditekankan dengan menghindari orang-orang

yang mengalami infeksi, misalnya penderita TB paru, hepatitis. Dijelaskan

juga kepada pasien untuk mengenal sumber-sumber infeksi seperti; tusukan

jarum infus, kateter uretra, drain. Perlu juga pasien dan keluarga mengerti

alasan perlunya pemeriksaan tanda vital, darah lengkap, dan pemeriksaan

kimia secara teratur.

26
2. Pertahankan keseimbangan cairan, saluran pencernaan adalah sistem tubuh

yang sangat peka terhadap kemoterapi. Sebab itu pasien mengalami anoreksia,

mual, muntah, dan diare. Semuanya mengakibatkan dehidrasi dan

ketidakseimbangan elektrolit. Selain itu juga berat badab juga menurun.

3. Peningkatan nutrisi, anoreksia dapat disebabkan oleh kanker itu sendiri atau

melalui kemoterapi. Dianjurkan agar pasien makan sedikit-sedikit, tetapi

sering. Istirahat sebelum makan dapat menghemat tenaga yang diperlukan

untuk makan. Berat badan dipantau setiap hari atau setiap minggu. Jika pasien

mengalami malnutrisi berat, nutrisi parenteral total harus diberikan.

4. Peningkatan citra tubuh positif, obat-obat kemoterapeutik sangat efektif

terhadap sel sel tubuh yang mempunyai siklus mitosis yang cepat, seperti

selsel integumen. Kemoterapi juga dapat mengakibatkan kebotakan, maka

perlu penjelasan dari perawat kepada pasien agar bisa menerima keadaannya.

Untuk itu kalau perlu pasien memakai wig, topi atau penutup kepala lainnya

(Saryono, 2009)

2.3 Konsep Harga Diri

2.3.1 Definisi Harga Diri

Harga diri merupakan hasil penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian

ini menyatakan suatu sikap yang berupa penerimaan atau penolakan dan menunjukkan

seberapa besar individu itu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan

berharga menurut keahliannya dan nilai pribadinya (Coopersmith, 1967 dalam Lubis,

2009).

Harga diri merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia dimana kebutuhan

harga diri meliputi respek dari keluarga dan masyarakat, serta perasaan menghargai diri

27
dan orang lain. Harga diri dibagi menjadi dua bagian. Pertama, kebutuhan akan harga

diri meliputi kekuatan, penerimaan, kekaguman, kompetensi, kepercayaan diri,

kemandirian, dan kebebasan. Kedua, kebutuhan akan rasa hormat atau dihargai oleh

orang lain seperti status, kekuasaan, pengakuan, perhatian, kepentingan, dan

penghargaan (Maslow,2000).

Pada intinya, harga diri berasal dari dua sumber yaitu diri sendiri dan orang lain.

Seseorang yang menghargai dirinya sendiri dan merasa dihargai oleh orang lain

biasanya memiliki harga diri yang tinggi. Sebaliknya, seseorang yang merasa tidak

berharga dan menerima sedikit penghormatan dari orang lain biasanya memiliki harga

diri yang rendah (Potter & Perry, 2005).

2.3.2 Karakteristik Harga diri

Harga diri dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu (Coppersmith,1997 dalam

Laarus, 1999) :

1. Individu dengan harga diri tinggi

Individu dengan harga diri tinggi, tingkat kesemasannya dalam berhubungan

dengan lingkungan sosialnya sangat rendah. Artinya apabila ia berada disuatu

lingkungan, maka ia akan merasa dirinya paling menarik.individu dengan

harga diri tinggi akan lebih mandiri, kreatid dan yakin akan pendapatnya,

sertamenganggap dirinya mampu dan mempunyai mtivasi untuk menghadapi

masa depan.

2. Individu dengan harga diri sedang

Individu dengan harga diri sedang akan memandang dirinya lebih baik dari

kebanyakan orang, tetapi pandangan ini tidak sebaik orang dengan harga diri

tinggi.

28
3. Individu dengan harga diri rendah

Individu dengan harga diri rendah menunjukan sikap kurang percaya diri,

enggan untuk menyatakan pendapatnya, dan kurang aktif dalam masalah

sosial.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri

Perkembangan harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (Lubis, 2009) :

1. Jenis kelamin dimana adanya keterkaitan yang erat antara jenis kelamin dengan

harga diri misalnya seorang wanita selalu menganggap dirinya lebih rendah

daripada pria.

2. Faktor sosial ekonomi juga berpengaruh dimana status sosial ekonomi seseorang

dapat mempengaruhi tahap harga diri.

3. Faktor usia dimana harga diri seseorang mengalami perubahan sesuai dengan

perkembangan usianya.

4. Lingkungan keluarga dimana harga diri ialah orangtua yang sering merendahkan

atau memberikan hukuman dan larangan tanpa alasan yang boleh diterima dan

wajar akan menyebabkan anak merasa tidak dihargai.

5. Kondisi fisik dimana individu yang memiliki ukuran bentuk dan kekuatan tubuh

yang kurang dibandingkan dengan orang lain akan cenderung mempunyai harga

diri yang rendah.

6. Faktor psikologi individu dimana psikologis individu yang turut menentukan

pembentukan harga diri seseorang. Keadaan psikologi yang dimaksud adalah

konsep kesuksesan dan kegagalan. Kesuksesan dapat memberikan arti yang

berbeda bagi setiap individu, namun tetap memberikan pengaruh pada

peningkatan harga diri.

29
7. Lingkungan sosial dimana terbentuknya harga diri diperoleh dari interaksi

individu dengan lingkungannya, penerimaan, penghargaan serta perlakuan orang

lain terhadap individu yang bersangkutan. Pengalaman bergaul dan berinteraksi

akan memberikan gambaran baik dari segi fisik maupun mental melalui sikap dan

respon orang lain terhadap dirinya (Klass & Hodge, 1978 dalam Lubis, 2009).

Pengalaman keberhasilan, persahabatan, dan kematangan akan meningkatkan

harga diri. Sebaliknya kehilangan kasih sayang, dijauhi oleh teman-teman dan

penginaan akan menurunkan harga diri (Buss 1978 dalam Lubis 2009).

2.3.4 Gangguan Harga Diri

Gangguan harga diri adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya

pecaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat, 1998). Gangguan

harga diri ada dua macam yaitu harga diri rendah situasional dan harga diri rendah

kronik (Carpenito, 2001 dalam Purba dkk, 2010). Gangguan harga diri yang disebut

sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara:

a. Situasional

Harga diri rendah yang terjadi karena trauma secara tiba-tiba, misalnya

harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,

perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-

tiba). Gangguan pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena

privacy yang kurang diperhatikan, misalnya: pemeriksaan fisik yang

sembarangan. Selain itu, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang

tidak tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit serta perlakuan petugas kesehatan

yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa

30
penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan. Kondisi ini banyak ditemukan

pada pasien gangguan fisik.

b. Kronik

Harga diri rendah yang terjadi karena perasaan negatif terhadap diri telah

berlangsung lama ketika sebelum sakit/ dirawat. Pasien ini mempunyai cara

berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif

terhadap dirinya. Kondisi ini yang mengakibatkan respons yang maladaptif.

Kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan fisik yang kronis atau pada

pasien gangguan jiwa.

Faktor predisposisi gangguan harga diri menurut Suliswati,dkk (2005)

dalam Purba, dkk (2010) yaitu: Penolakan dari orang lain,kurang penghargaan,

pola asuh yang salah: terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu

dituntut dan tidak konsisten, persaingan antar saudara, kesalahan dan kegagalan

yang berulang dan tidak mampu mencapai standar yang ditentukan.

Menurut Purba, dkk (2010) tanda dan gejala harga diri rendah yang dapat dikaji:

a) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan

terhadap penyakit misalnya: malu dan sedih karena rambut jadi botak

setelah mendapat terapi sinar pada kanker.

b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri, misalnya: ini tidak akan terjadi jika

saya segera ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri

sendiri.

c) Merendahkan martabat, contohnya: saya tidak bisa, saya tidak

mampu, saya merasa tidak berguna, saya sangat jelek, saya orang

31
bodoh dan tidak tahu apa-apa, serta saya tidak pernah melakukan

sesuatu dengan benar.

d) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri dimana pasien tidak ingin

bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.

e) Percaya diri kurang dimana pasien sukar mengambil keputusan, misalnya

tentang memilih alternatif tindakan.

f) Mencederai diri dimana harga diri yang rendah disertai harapan yang

suram, mungkin pasien ingin mengakhiri kehidupan.

2.3.5 Harga Diri Pasien Kanker Payudara yang Menjalani Kemoterapi

Penderita yang mengetahui dirinya mengidap kanker dapat menjadi cemas dan

merasa akan cepat mati dalam keadaan yang menyedihkan,serta hanya beban bagi

orang lain. Mereka akan cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang

dialaminya dan berpandangan negatif terhadap dirinya (Sukardja, 2003 dalam Hartati,

2008). Hal ini sesuai dengan pandapat Taylor (1995) dalam Hartati (2008) reaksi yang

umumnya ditampilkan oleh mereka yang didiagnosa menderita kanker payudara adalah

menyangkal, cemas, takut dan depresi karena merasa segala sesuatu tiba-tiba menjadi

berubah dan masa depan menjadi tidak jelas.

Pada pasien yang menderita kanker payudara terjadi banyak perubahan fisik yang

mempengaruhi aktivitas pasien sehari-hari dan mempengaruhi keadaan psikologis

pasien. Menghadapi perubahan mental akibat penyakit kanker payudara, umumnya

pasien yang memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa

putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Radleay,

1994 dalam Lubis, 2009). Adapun perilaku pasien kanker payudara yang berhubungan

dengan harga diri rendah adalah mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa

32
bersalah, mudah tersinggung, pesimis, dan merusak diri (Keliat, 1998). Bagi banyak

wanita yang mengalami kanker payudara cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri

atas apa yang dialaminya dan berpandangan negatif terhadap dirinya (Puckett, 2007

dalam Hartati 2008).

Penerimaan terhadap penyakit dapat mengarah pada persiapan aktif atau

persiapan pasif menghadapi kematian, maupun perlawanan terhadap penyakitnya

(Glasser dalam Lubis, 2009). Ketika pasien mampu menerima keadaan dirinya, baru ia

akan mempunyai harga diri yang tinggi (Rosenberg, 1965 dalam Lubis 2009). Pasien

yang memiliki harga diri yang tinggi dapat melawan pengaruh negatif dari kanker

(Hobfoll & Walfisch, 1984 dalam Lubis 2009). Hal tersebut didukung oleh data dari

American Cancer Society yang menunjukkan 79% perempuan yang didiagnosa

menderita kanker payudara, pada tahun 1994 dan masih hidup di tahun 1999 adalah

pasien yang mempunyai harga diri yang tinggi (American Cancer Society, 1994 dalam

Lubis 2009).

Oleh karena itu, sangat penting bagi pasien kanker payudara untuk mengubah

konsep diri agar mempunyai harga diri yang tinggi untuk mampu beradaptasi (Heidrich

& Ward, 1992 dalam Lubis, 2009). Pasien kanker payudara yang mempunyai harga diri

yang tinggi (Rosenberg, 1965; Waltz, 1986 dalam Lubis, 2009) akan mempunyai

mental yang sehat dan lebih puas terhadap hidupnya sehingga akan lebih mempercepat

kesembuhannya atau lebih memperpanjang harapan bagi pasien kanker yang sudah

pada tahap lanjut.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pasien kanker

payudara yang dapat menerima keadaan dirinya akan memilki harga diri tinggi

sedangkan pasien kanker payudara yang tidak dapat menerima keadaan dirinya akan

memilki harga diri yang rendah.

33
2.4 Mekanisme Koping

2.4.1 Definisi Mekanisme Koping

Koping merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya

baik fisik maupun psikologis. Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang

menetap yang merupakan kebiasaan dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan

koping yang tidak efektif berakhir dengan maladaptif yaitu perilaku yang menyimpang

dari keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri, oranglain, maupun

lingkungan (Rasmun, 2004).

Mekanisme koping ialah suatu proses adaptasi yang dilakukan oleh individu

untuk menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan dan respon situasi

yang mengancam.bila mekanisme penanggulangan ini berhasil, maka individu dapat

beradaptasi dan tidak menimbulkan suatu gangguan kesehatan, tetapi bila mekanisme

koping gagal artinya individu gagal untuk beradaptasi serta dapat menimbulkan stress

Keliat (2006, dalam Hasibuan, 2012).

Mekanisme koping didefinisikan sebagai suatu proses mental untuk mengatasi

tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat pada diri seseorang. Dalam hal

ini, untuk dapat melakukan koping diperlukan sifat internal dan sifat eksternal.

Kreativitas, kesabaran, optimism, intuisi, rasa humor, hasrat, dan kasihsayang

merupakan contoh sifat internal. Sifat eksternal meliputi waktu, uang, dan dukungan

social (Widyastuti & Yulianti, 2003).

Mekanisme yang digunakan individu untuk menghadapi perubahan yang

diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, maka individu tersebut akan dapat

beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi.mekanisme koping dapat dipelajari, sejak

awal timbulnya stressor tersebut. Kemampuan koping individu tergantung dari

34
temperamen,persepsi, dan kognisi serta latar belakang budaya atau norma tempatnya

dibesarkan (Nursalam, 2007),.

Mekanisme koping yang efektif menempati tempat yang central terhadap

kesehatan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan suatu

penyakit dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan suatu

penyakit baik bersifat fisik maupun psikis,sosial, spiritual (Nursalam, 2007).

Mekanisme koping pasien dapat dijadikan pedoman untuk mengontrol emosi dan

stress akibat kemoterapi (Rasmun 2004). Mekanisme koping dipandang sebagai suatu

faktor penyeimbang yang dapat membantu individu beradaptasi dengan kondisi yang

menekan. koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi oleh

individu, Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi

terhadap perubahan tetapi bila koping tidak berhasil maka individu akan mengalami

gangguan kejiwaan. Tetapi setiap individu, dalam menghadapi masalah yang sama akan

berbeda-beda dalam menggunakan kopingnya (Safaria & Saputra, 2009).

2.4.1 Penggolongan Mekanisme Koping

Mekanisme koping menurut Stuart (2006) adalah :

1. Mekanisme Koping Adaptif

Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung

fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan.katagorinya adalah

berbicara dengan orang lain,memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi,

latihan seimbang dan aktifitas konstruktif.

Mekanisme koping adaptif antara lain adalah berbicara dengan orang lain

tentang masalah yang sedang dihadapi, mencoba mencari informasi lebih banyak

tentang masalah yang sedang dihadapi, berdoa,melakukan latihan fisik untuk

35
mengurangi ketegangan masalah, membuat berbagai alternatif tindakan untuk

mengurangi situasi, dan merasa yakin bahwa semua akan kembali stabil,

mengambil pelajaran dari peristiwa atau pengalaman masa lalu.

2. Mekanisme koping Mal-adaptif

Mekanisme Mal-adaptif dalah mekanisme koping yang menghambat

fungsi integrasi, memecahkan pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung

menguasai lingkungan.katgorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja

berlebihan, menghindar.

Perilaku maladaptif antara lain : perilaku agressif dan menarik diri.

Perilaku agresif dimana individu menyerang obyek, apabila dengan ini individu

mendapat kepuasan, maka individu akan menggunakan agresi. Perilaku agresi

(menyerang) terhadap sasaran atau obyek dapat merupakan benda, barang atau

orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Adapun perilaku mnarik diri dimana

perilaku menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi

secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan lingkungan

yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber

stress. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis,

pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.

Perilaku yang dapat dilakukan adalah menggunakan alcohol atau obat-obatan,

melamun dan fantasi, banyak tidur, menangis, beralih pada aktifitas lain agar

dapat melupakan masalah.

Penggolongan mekanisme koping menurut Folkman(dalam Hasibuan,2012)

adalah ;

1) Planful problem solving (problem focused)

36
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan

kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah

2) Confrontative coping (problem focus)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan

atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

3) Seeking social support

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosinal atau dukungan

informasional.

4) Distancing (Emotion-focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi untuk

menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi.

5) Escape-Avoidanceting (Emotion-focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berfikir dengan penuh

harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk

menjauhi masalah yang dihadapi.

6) Self Control (Emotion-Focused)

Usaha indi`vidu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan apapun tindakan

dalam hubungannya dengan masalah.

7) Accepting Responsibility (Emotion-Focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk

memperbaikinya

8) Possitive Reapraisal (Emotio-Focused)

Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari masalah yang

dihadapi.

37
2.4.2 Faktor Yang Mpengaruhi Mekanisme Koping

Mekanisme koping terdiri atas dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor

internal dan eksternal (Wiscar dan Sandra, 1995), antara lain :

1. Faktor internal yang meliputi : Perasaan seseorang seperti harga diri, kesehatan

dan energi, system kepercayaan seseorang termasuk kepercayaan eksistensial

(iman, kepercayaan, agama), komitmen atau tujuan hidup (Property

motivasional), kontrol diri, dan kemahiran, keterampilan social (kemampuan

berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain).

2. Faktor eksternal terdiri atas : dukungan sosial dan sumber material.dukungan

social sebagai rasa memiliki informasi terhadap seseorang atau lebih dengan tiga

kategori yaitu : dukungan harga diri berupa pengakuan dari seseorang merasa

dicintai, dukungan harga diri berupa pengakuan di seseorang akan kemampuan

yang dimiliki, perasaan memiliki dan dimiliki dalam sebuah kelompok.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping

Mekanisme koping dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Smet B, 1994)

a. Usia

Dalam rentang usia tertentu, individu mempunyai tugas perkembangan yang

berbeda, sehingga mempengaruhi cara berpikir dan kemampuan untuk

beradaptasi dengan situasi disekelilingnya. Struktur psikologis individu

yang kompleks dan seumber strategi koping yang berubahsesuai dengan

tingkat usianya akan menghasilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi

suatu situasi yang menekan. Sehingga dapat dipastikan kalau koping dari

individu itu akan berbeda untuk setiap tingkat usia.

38
b. Jeis kelamin

Secara teoritis pria dan wanita mempunyai cara yang bebeda dalam

menghadapi suatu masalah. Wanita lebih memperlihatkan reaksi emosional

dibandingkan dengn pria.

c. Harga diri

Harga diri mempngaruhi individu dalam menilai dirinya sendiri dan

mempengaruhi perilaku dalam mengatasi acaman atau peristiwa.

Penggunaan mekanisme koping yang paling penting adalah harga diri.

Harga diri dimiliki individu sebagai sikap, gagasan dan kemampuan dalam

mengatasi masalah. Individu yang menghadapi masalah rumit dapat

mmempertinggi harga diri dan rasa percaya diri sengan melakukan usaha-

usaha kognitif maupun perilaku untuk mengurangi stres.

d. Pendidikan

Individu yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih tinggi pula

perkembangan kognitifnya, sehingga akan mempunyai penilaian yang

realistis dan koping mereka akan lebih aktif dibandingkan dengan mereka

yang mempunyai pendidikan lebih rendah.

2.5 Hubungan Antara Mekanisme Koping Dengan Harga Diri

Pada pasien yang menderita kanker payudara terjadi banyak perubahan fisik yang

mempengaruhi aktivitas pasien sehari-hari dan mempengaruhi keadaan psikologis pasien.

Menghadapi perubahan mental akibat penyakit kanker payudara, umumnya pasien yang

memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan,

cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Radleay, 1994 dalam Lubis,

2009). Adapun perilaku pasien kanker payudara yang berhubungan dengan harga diri

39
rendah adalah mengkritik diri sendiri, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, mudah

tersinggung, pesimis, dan merusak diri (Keliat, 1998). Bagi banyak wanita yang

mengalami kanker payudara cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang

dialaminya dan berpandangan negatif terhadap dirinya (Puckett, 2007 dalam Hartati

2008).

Harga diri dipengaruhi oleh mekanisme koping yang dimiiki terhadap tujuan dan

keberhasilan dalam hidup. Individu dengan harga diri tinggi cenderung menunjukan rasa

percaya diri yang baik. Individu dengan harga diri tinggi mampu mengevaluasi diri,

sehingga dapat mengembangkan harga diri yang positif (Bandura (1997) dalam Pery dan

Potter (2005). Individu dengan harga diri yang rendah cenderung mengatakan merasa

kurang percaya diri, merasa tidak menarik dan merasa kurang di terima oleh lingkungan.

Penilaian individu terhadap masalah sebagai keadaan yang penuh stres salah satunya

tergantung dari harga diri individu itu sendiri (Handayani, 2000). Harga diri dipengaruhi

mekanisme koping diri (Laarus,1999). Harga diri yang tinggi menjaga individu tetap

sehatwalaupun mengalami suatu penyakit yang membuat stres. Di dalam harga diri yang

tinggi terdapat sikap yang membuat individu tahan terhadap stres, yaitu mekanisme

koping diri (Sutherland dan Cooper, 1998).

40
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

korelasi dengan pendekatan cross sectional. Metode deskriptif adalah suatu set kondisi,

suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

penelitian deskriptif adalah untuk membuat gambaran atau lukisan sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta,sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki (Moh Nazir, 2005). Sedangkan studi korelatif dirancang untuk menentukan

tingkat variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Pendekatan cross

sectional adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-

faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat yang sama (Notoadmojo, 2010).

3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma dalam penelitian kuantitatif adalah Positivisme, yaitu suatu keyakinan

dasar yang berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas itu

ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws).

Dengan demikian penelitian berusaha untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang

ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan (Salim, 2001:39).

41
3.3 Kerangka Konsep

Konsep pada penelitian ini di susun secara sistemmatis berdasarkan teori yang

telah diuraikan pada bab tinjauan teori. Kerangka konseppenelitian di gambarkan dalam

skema sebagai berikut.

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor-faktor yang mempengaruhi


mekanisme koping :
Mekanisme Koping
Faktor internal :

1. Harga diri
2. Kesehatan dan energi
3. Kepercayaan eksistensial
(iman, kepercayaan, agama),
4. Komitmen atau tujuan hidup
: Yang DIteliti

:Yang tidak diteliti

Sumber : Smet (2000),

Gail W. Stuart (2002), Coppersmith (1997) dalam Laarus, (1999)

Penelitian ini akan meneliti harga diri yang dialami penderita kanker payudara.

Harga diri dibagi menjadi 3, yaitu harga diri tinggi, harga diri sedang, harga diri rendah.

Hasil dari penelitiang mengenai harga diri dijadikan sebagai variabel bebas

(independen) yang dapat mempengaruhi mekanisme koping pada penderita kanker

payudara. Mekanisme koping dari penderita kanker payudara dijadikan variabel terikat

(dependen). Variabel terikan ini akan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu mekanisme

koping adaptif dan mekanisme koping mal-adaptif. Data mengenai kedua variabel

dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel bebas dan

variabel terikat.

42
3.4 Hipotesa Penelitian

Hipotesis penelitian adalah pernmyataan sementara penelitiw terhadap masalah

yang akan di teliti dan perlu di uji kebenarannya (Dahlan, 2009). Hipotesis adalah suatu

pernyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan

bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (La Biondo Wood & Haber, 1994)

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dan pertanyaan peneliti paada bab

sebelumnya, maka dapat di rumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut :

Ho : Tidak adanya Hubungan Mekanisme Koping Dengan Harga Diri Pada Pasien

Kanker Payudara Yang Menjalani Kemoterapi

Ha : Adanya Hubungan Mekanisme Koping Dengan Harga Diri Pada Pasien Kanker

Payudara Yang Menjalani Kemoterapi

3.5 Definisi Konseptual dan Oprasional

Mekanisme koping dipandang sebagai suatu faktor penyeimbang yang dapat

membantu individu beradaptasi dengan kondisi yang menekan. Koping adalah

mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi oleh individu, Apabila

mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan

tetapi bila koping tidak berhasil maka individu akan mengalami gangguan kejiwaan.

Tetapi setiap individu, dalam menghadapi masalah yang sama akan berbeda-beda dalam

menggunakan kopingnya (Safaria & Saputra, 2009).

Harga diri merupakan hasil penilaian individu terhadap dirinya sendiri. Penilaian

ini menyatakan suatu sikap yang berupa penerimaan atau penolakan dan menunjukkan

seberapa besar individu itu percaya bahwa dirinya mampu, berarti, berhasil, dan

berharga menurut keahliannya dan nilai pribadinya (Coopersmith, 1967 dalam Lubis,

2009).

43
Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu mekanisme koping sebagai variabel

bebas (independen) dan harga diri sebagai variabel terikat (dependen).

Tabel Devinisi Oprasional Variabel

Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala


Oprasional
Mekanisme Suatu faktor Memberikan Alat ukur yang Dari total 15 item Ordinal
koping penyeimban pertanyaan digunakan sebagai dengan nilai (2x15=
g yang dapat melalui instrument yang 30).
membantu kuesioner. terdiri dari 15 item Skor tertinggi : 30
individu pertanyaan dengan Skor terendah : 0
beradaptasi kriteria penilaian Untuk menjelaskan
dengan jawaban responden secara deskriptif,
kondisi yang adalah sebagai dengan kategori:
menekan berikut: a. Koping adaptif <
1. Tidak pernah : 1 nilai median data
2. Jarang : 2 (15)
3. Kadang-kadang : b. Koping maladaptif
3 > atau = nilai median
4. Sering :4 data (20)
5. Selalu :5

Harga Diri Penilaian Memberikan Kuesioner yang Dari total 12 item Ordinal
individu pertanyaan terdiri dari 12 dengan nilai (2x12=
terhadap melalui pertanyaan dengan 24).
dirinya kuesioner. Skor tertinggi : 24
kriteria sesuai
sendiri. Skor terendah : 0
dengan skala likert : Untuk menjelaskan
6. Tidak pernah : 1 secara deskriptif,
7. Jarang : 2 dengan kategori:
8. Kadang-kadang : a. Harga diri rendah
3 < nilai median data
9. Sering :4 (10)
10. Selalu :5 b. Harga diri sedang
nilai median data
(10)
c. Harga diri tinggi >
nilai media data (15)

44
3.6 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita kanker

payudara yang menjalani kemoterapi di Bandung Cancer Society pada tahun 2017

sebanyak 40 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Sampel penelitian ini adalah

penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi di Bandung Cancer Society

pada bulan mei 2017, jumlah total sampel 40 orang responden.

3.7 Instrumen Penelitian

1. Instrumen

Pengumpulan data menggunakan kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan

tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Hidayat,

2007).

a. Harga Diri

Alat ukur yang di gunakan untuk mengukur harga diri dalam penelitian ini

menggunakan alat tes yang telah baku milik Morris Rosenberg yaitu Rosenberg

Self-Esteem (RSES). Skala ini dipilih karena mampu mengukur harga diri

secara keseluruhan (global self-estreem). Skala ini terdiri atas 28 butir

pertanyaan, dengan butir yang memiliki kriteria positif (favourable) sebagai

aspek kepercayaan diri (self confidence) dan butir yang memiliki kriteria negatif

(unfavourable) sebagai aspek penuruna kepercayaan diri (self depreciation).

45
RSES terbukti memiliki reliabilitas dan internal konsistensi yang tinggi untuk

mengukur self-esteem secara keseluruhan (Cohen, 2005)

2. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik angket yaitu suatu cara

pengumpulan data suatu penelitian mengenai suatu masalah yang umumnya

banyak menyangkut kepentingan umum (orang banyak) dengan cara

mengedarkan daftar pertanyaan kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan

tanggapan, informasi, jawaban dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005). Peneliti

memberikan kuesioner dan meminta responden untuk mengisi jawaban pada

kuesioner kemudian mengumpulkan kembali.

3.8 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut :

1. Pelaksanaan penelitian dilakukan setelah mendapatkan suret ijin penelitian dari

Sekertariat Bandung Cancer Society Bandung.

2. Peneliti menentukan sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

3. Peneliti memperkenalkan diri pada responden dan menjelaskan tujuan penelitian

kepada responden dengan memberikan surat pengantar penelitian.

4. Responden yang setuju untuk dijadikan responden penelitian, dipersilahkan

untuk mengisi lembar infromed concent.

5. Peneliti memberikan kuesioner dan meminta responden untuk mengisi sesuai

dengan pilihan responden sebelum melakukan kemoterapi.

6. Peneliti meminta kembali kuesioner yang diberikan dan memeriksa jawaban

reponden.

46
3.9 Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Hastono (2007) mengemukakan bahwa langkah-langkah pengolahan data

meliputi:

a. Editing

Kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner,

apakah gambaran sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. Peneliti

memeriksa jawaban responden dan semua pertanyaan dalam kuesioner telah

terisi jawaban responden.

b. Coding

Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka

atau bilangan. Hal ini untuk mempermudah pada saat analisa dan juga

mempercepat pada saat entry data. Peneliti memberikan kode pada harga diri

dengan kode 1: tinggi dan kode 2: rendah, sedangkan untuk mekanisme koping

diberikan kode 1: adaptif dan kode 2: mal-adaptif.

c. Processing

Kegiatan memproses data agar dapat dianalisis. Peneliti membuat tabel

rekapitulasi hasil penelitian dan mengolah secara komputerisasi dengan program

statistik tertentu.

d. Cleaning

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry untuk mengetahui

ada tidaknya kesalahan. Peneliti melakukan pemeriksaan terhadap hasil

pengolahan data dan tidak ada kesalahan dalam pengolahan data sehingga dapat

dilanjutkan pada proses analisis data.

47
2. Analisa Data

Tahap-tahap analisa data sebagai berikut :

a. Analisa Univariat

Analisa ini dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian, padaumumnya

analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel

(Notoatmodjo, 2005). Analisa univariat mendeskripsikan harga diri dengan

mekanisme koping pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2005). Analisa bivariat

menganalisis hubungan harga diri dengan mekanisme koping pasien kanker

payudara yang menjalani kemoterapi di Bandung Cancer Society.

Dalam penelitianini uji statistik bivariat menggunakan metode analisis

korelasi Sprearman. Uji koefisien spearman digunakan untuk melihat kekuatan

hubungan antara dua variabelyang memiliki skala pengukuran ordinal, yaitu

melihat kekuatan hubungan antara variabel independen (Harga Diri) dan

variabel dependen (Mekanisme Koping).

3.10 Etika Penelitian

Penelitian menggunakan etika berdasarkan etika penelitian Hidayat (2007)

terdiri dari:

1. Informed Consent

Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian

dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden, yang diberikan

sebelum penelitian. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian dan meminta

48
pasien kanker payudara yang bersedia menjadi responden untuk mengisi

dan menandatangani surat persetujuan menjadi responden.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara

tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Peneliti

tidak memberikan nama dan hanya memberikan inisial berupa nomor urut.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Semua infromasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Peneliti

menjaga semua informasi yang diberikan oleh responden dan tidak

menggunakan untuk kepentingan di luar keilmuan.

3.11Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang di

peroleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga tempat ditentukan benar-

benar menggambarkan kondisi informan yang sesungguhnya (Saryono dan

Anggraeni, 20110).

3.11.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di andung Cancer Society. Alasan

penelitian di Bandung Cancer Society karena BCS merupakan salah satu

yayasan kanker di bandung dengan jumlah penderita kanker payudara yg

menjalani kemoterapi yang cukup banyak, sehingga dapat membantu

peneliti untuk mendapatkan subyek penelitian.

49
3.11.2 Waktu penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2017

50

Anda mungkin juga menyukai