Anda di halaman 1dari 24

Penanganan Penyakit Kusta oleh Dokter Keluarga

Prilia Pratiwi Munda


102010150

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
e-mail : prilia_munda@yahoo.com

Pendahuluan
Morbus Hansen atau lepra atau kusta merupakan penyakit tertua sekaligus penyakit menular
yang sangat menakutkan. Penyakit ini ditemukan oleh GH Armauer Hansen ( Norwegia ) pada
tahun 1873, dengan menemukan Mycobacterium leprae sebagai kuman penyebab. Sampai
datangnya AIDS, leprae adalah penyakit yang paling menakutkan dari pada penyakit menular
lainnya. Penyakit ini menyesatkan hidup berjuta-juta orang, terutama di Amerika Selatan,
Afrika, dan Asia. Penyakit ini di Indonesia lebih dikenal dengan penyakit Kusta. Menurut Sub
Direktorat Kusta dan Frambusia Direktorat P2M Ditjen PPM& PL (2000), penyakit kusta
merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup besar di Indonesia, dimana masih terdapat
10 propinsi yang angka prevalensinya lebih dari 1/10.000 penduduk.
Menurut Djuanda, A. (1997), Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium Leprae, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.
Kusta adalah penyakit infeksi yang kronik, penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang
intraseluler obligat , demikian menurut Kosasih. A (1993) dalam Djuanda (1993).

1
Kusta bukan penyakit keturunan, tetapi merupakan penyakit menular. Penyakit menular ini pada
umumnya mempengaruhi kulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan manifestasi klinis
yang luas ( CDC. 2003). Penularan kusta terjadi lewat droplet, dari hidung dan mulut, kontak
yang lama dan sering pada klien yang tidak diobati. Manusia adalah satu-satunya yang diketahui
merupakan sumber Mycobacterium leprae. Kusta menular dari penderita yang tidak diobati ke
orang lainnya melalui pernapasan dan kontak kulit.

Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae
(M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang yang tahan terhadap asam
terutama asam alkohol dan oleh sebab itu disebut juga Basil Tahan Asam (BTA). 1 Penyakit ini
bersifat kronis pada manusia, yang bisa menyerang saraf-saraf dan kulit. Bila dibiarkan begitu
saja tanpa diobati, maka akan menyebabkan cacat-cacat jasmani yang berat.1 Namun, penularan
penyakit kusta ke orang lain memerlukan waktu yang cukup lama tidak seperti penyakit menular
lainnya. Masa inkubasinya adalah 2-5 tahun. Penyakit ini sering menyebabkan tekanan batin
pada penderita dan keluarganya, bahkan sampai menggangu kehidupan sosial mereka.

Pendekatan Epidemiologi Penyakit Kusta


Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti karena dapat terjadi ulserasi, mutilasi
dan deformitas.2 Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja, tetapi juga dikucilkan
masyarakat sekitarnya. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang ireversibel diwajah dan
ekstremitas, motorik dan sensorik, serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada
daerah anastetik disertai paralisis dan atrofi otot. Adapun beberapa faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan environment antara lain :
a. Faktor Daya Tahan Tubuh (host)
Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang
sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum memperhitungkan
pengaruh pengobatan.

2
b. Faktor Kuman (agent)
Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung pada suhu atau cuaca,
dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan penularan. 2 Penyakit
kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe MB kepada orang lain secara langsung. Cara
penularan penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar para ahli
berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit.
Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga berlangsung sampai
bertahun-tahun. Meskipun cara masuk kuman M.leprae ke dalam tubuh belum diketahui
secara pasti, namun beberapa penelitian telah menunujukkan bahwa yang paling sering
adalah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan pada mukosa
nasal.2 Selain itu penularan juga dapat terjadi apabila kontak dengan penderita dalam waktu
yang sangat lama. Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai
tersebar di seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi
penyakit tersebut.
c. Faktor Lingkungan (environment)

Syarat Rumah Sehat

Pencahayaan
Rumah sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak.
Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah dapat menyebabkan rasa kurang nyaman untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang membutuhkan pencahayaan seperti kegiatan menulis,
membaca dan aktivitas lain selain itu dapat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakan kuman penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya yang masuk akan
menyebabkan silau dan akhirnya akan merusak mata.3
Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alami maupun buatan. Pencahayaan yang memenuhi
3
syarat sebesar 60 120 lux. Luas jendela yang baik minimal 10 % - 20 % dari luas lantai.
Cahaya bedasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Cahaya Alami
Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat membunuh
bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC. Oleh karena itu, rumah
yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup (jendela),

3
luasnya sekurang-kurangnya 15 % - 20 %. Perlu diperhatikan agar sinar matahari dapat
langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini
selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan masuknya
cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca. 3
Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan ditentukan oleh:
kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),
tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan,
cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan,
sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 (satu) jam setiap hari
efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00.
Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai pencahayaan alami pada
siang hari. Adapun letak rumah terhadap matahari yang paling menguntungkan bila
memilih arah dari timur ke barat.

Gambar 1. Letak rumah terhadap matahari yang paling menguntungkan 4

b. Cahaya Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,
seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya buatan
tergantung dari terangnya sumber cahaya (brightness of the source). Pencahayaan buatan
bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu direct, indirect, semi direct atau general diffusing.3

4
Penghawaan (Ventilasi)
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara
akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan
akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi
pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruanganruangan, serta lubang-lubang
pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi.3
Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam rumah dan pengeluaran udara
kotor dari ruangan rumah secara alamiah maupun mekanis. Secara alamiah dengan pemasangan
jendela, pintu atau lubang udara. Secara mekanis pertukaran udara menggunakan alat-alat bantu.3
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah
untuk agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap
terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang
berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban
udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit
dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.) Fungsi kedua
daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran
udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu
mengalir.3
Bedasarkan bagiannya ventilasi dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a. Ventilasi Alam
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas, gerakan
angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam ini
mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya.
Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari
pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai. 3

5
Adapun letak rumah terhadap arah mata angin yang paling menguntungkan bila memilih
arah tegak lurus terhadap arah angin itu, seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Letak rumah yang menguntungkan terhadap arah angin 3

b. Ventilasi buatan
Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat mekanis
maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya adalah kipas angin, exhauster dan AC (air
conditioner).3
Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka
dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang)
dengan ketentuan sebagai berikut:3
Lubang penghawaan minimal 5% (lima persen) dari luas lantai ruangan.
Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir keluar ruangan.
Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi/WC.
Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC, yang memerlukan
peralatan bantu elektrikal-mekanikal seperti blower atau exhaust fan, harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:3
Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan disekitarnya.
Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan kegiatan dalam
bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan kerja.
Suhu Rumah
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan satuan derajat tertentu.
Suhu udara dibedakan menjadi: 1). Suhu kering, yaitu suhu yang ditunjukkan oleh termometer
suhu ruangan setelah diadaptasikan selama kurang lebih sepuluh menit, umumnya suhu kering

6
antara 24 34 C; 2) Suhu basah, yaitu suhu yang menunjukkan bahwa udara telah jenuh oleh
uap air, umumnya lebih rendah daripada suhu kering, yaitu antara 20-25 C.
Secara umum, penilaian suhu rumah dengan menggunakan termometer ruangan.
Berdasarkan indikator pengawasan perumahan, suhu rumah yang memenuhi syarat kesehatan
adalah antara 20-25 C, dan suhu rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 20 C
atau > 25 C .
Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagi penguninya. Menurut Walton (1991),
suhu berperan penting dalam metabolisme tubuh, konsumsi oksigen dan tekanan darah.
Sedangkan Lennihan dan Fletter (1989), mengemukanan bahwa suhu rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan kehilangan panas tubuh dan tubuh akan berusaha
menyeimbangkan dengan suhu lingkungan melalui proses evaporasi. Kehilangan panas tubuh ini
akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi untuk terkena infeksi terutama
infeksi saluran nafas oleh agen yang menular.
Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah presentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI,
1989). Kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) Kelembaban absolut, yaitu berat uap air per unit
volume udara; 2) Kelembaban nisbi (relatif), yaitu banyaknya uap air dalam udara pada suatu
temperatur terhadap banyaknya uap air pada saat udara jenuh dengan uap air pada temperatur
tersebut.
Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah dengan menggunakan hygrometer.
Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang memenuhi syarat kesehatan
dalam rumah adalah 40-60 % dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 40 % atau > 60 % (Depkes RI, 1989).
Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan akan membawa
pengaruh bagi penghuninya. Rumah yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan
mikroorganisme, antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat
masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
membran mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang
mikroorganisme.

7
Memenuhi Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Dalam menjaga keamanan dan keselamatan jiwa manusia yang berada dalam rumah, kita
juga perlu memperhatikan bahan yang dipakai untuk membangun rumah. Bahan bagunan yang
baik tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan
kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 g/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per
24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan. Lalu, tidak terbuat dari bahan yang dapat
menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.3
Pada dasarnya bagian-bagian struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal adalah:
dinding, lantai dan atap.
Dinding Rumah
Fungsi dari dinding selain sebagai pendukung atau penyangga atap juga untuk melindungi
rumah dari gangguan panas, hujan dan angin dari luar dan juga sebagai pembatas antara dalam
dan luar rumah. Dinding berguna untuk mempertahankan suhu dalam ruangan, merupakan media
bagi proses rising damp (kelembaban yang naik dari tanah) yang merupakan salah satu faktor
penyebab kelembaban dalam rumah. Bahan dinding yang baik adalah dinding yang terbuat dari
bahan yang tahan api seperti batu bata atau yang sering disebut tembok. Dinding dari tembok
akan dapat mencegah naiknya kelembaban dari tanah (rising damp) (Depkes RI, 1994b).
Dinding dari anyaman bambu yang tahan terhadap segala cuaca sebenarnya cocok untuk
daerah pedesaan, tetapi mudah terbakar dan tidak dapat menahan lembab, sehingga
kelembabannya tinggi.
Lantai Rumah
Lantai dari tanah, batu atau bata biasanya langsung diletakkan di atas tanah asli sehingga
menjadi lembab. Hal ini disebabkan penguapan air tanah di bawah lantai, karenanya perlu
dilapisi dengan satu lapisan semen yang kedap air atau susunan tegel, teraso, marmer, keramik
untuk mencegah masuknya air ke dalam rumah. Sebaiknya lantai dinaikkan kira-kira 20 cm dari
permukaan tanah.3
Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai
kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh
karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang

8
penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air
kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang
basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.3
Atap Rumah
Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping
atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan
masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang
tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap
seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan
suhu panas didalam rumah.3
Memenuhi Kebutuhan Sanitasi Rumah
Sanitasi adalah sebuah sistem perencanaan pengadaan fasilitas air bersih dan pembuangan
limbah dalam lingkungan rumah. Dengan sanitasi maka lingkungan rumah akan bersih dan sehat.
Air bersih yang digunakan untuk keperluan di dalam rumah harus memenuhi persyaratan untuk
layak minum dan digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mandi, mencuci, dan
lain-lain.
Pengadaan Air Bersih
Pengadaan air bersih dapat diperoleh dari PAM (Perusahaan Air Minum) dan sumur.
Namun, untuk beberapa wilayah kota-kota besar penggunaan air tanah yang tidak terkontrol dan
sistem tata kota yang buruk mengakibatkan tercemarnya air tanah, sehingga sumber air dari
sumur tidak dapat digunakan. Namun, beberapa daerah yang lingkungannya belum tercemar dan
fasilitas air bersih belum tersedia penggunaan air sumur dapat dilakukan. Cara dipakai umumnya
air sumur dipompa dan ditampung dalam dalam bak penampungan yang letaknya cukup tinggi
untuk mengalirkan air, seperti dapat dilihat dalam gambar 3.

9
Gambar 3. Letak Bak Penampungan Air 5

Perencanaan Pembuangan Air Limbah

Limbah rumah tangga merupakan hasil dari aktifitas di dalam rumah yang harus dibuang
secara cepat. Limbah rumah tangga ini menjadi sorotan penting karena jumlahnya tidak
sebanding dengan pengolahannya sendiri. Untuk menjaga lingkungan yang bersih limbah rumah
tangga ini maka harus dikelola secara cepat.
Air yang berasal dari kamar mandi, dapur dan pembuangan lainnya tidak boleh dibuang
langsung pada saluran yang sama. Masing-masing limbah ini harus dibuang dengan saluran
tersendiri, dan hasil pembuangan ini harus ditampung dalam sebuah bak yang disebut septic
tank. Perencanaan saluran juga harus tepat agar saluran tidak tersumbat.
Kamar mandi merupakan salah satu sumber limbah, limbah kamar mandi ini berupa limbah
padat dan cair. Oleh karena itu, diameter pipa yang digunakan harus sesuai dengan tingkat
kebutuhan. Untuk bahan pipa saluran dapat ,menggunakan pipa galvani, pipa paralon. Beberapa
masalah limbah umumnya yang sering terjadi adalah macetnya dan tersumbatnya saluran ini
menuju septic tank.3 Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan
saluran pembuangan ini adalah sebagai berikut :
a. Kemiringan pipa dari sumber limbah sampai ke septic tank dibuat cukup besar
sehingga saluran ini dapat berjalan lancar. Usahakan setiap 100cm saluran memiliki
perbedaan ketinggian 2 cm.
b. Saluran limbah dibuat di dalam tanah dan berada di luar bangunan. Jika saluran yang
digunakan cukup panjang usahakan untuk membuat bak kontrol.

10
c. Minimalkan saluran yang menyudutkan satu siku untuk mencegah sedimentasi.
d. Pilih pipa saluran yang tepat untuk limbah padat minimal 4 inchi atau 10 cm dan
limbah cair 2 inchi atau sekitar 5 cm.
e. Menyesuaikan kapasitas bak penampungan atau septic tank dengan jumlah anggota
keluarga. Untuk anggota keluarga yang berjumlah empat orang cukup dibuat septic
tank ukuran 1,5 m x 1,5 m dengan kedalaman 2 m.
f. Saluran buang atau septic tank harus kedap air agar limbah tidak mencemari
lingkungan.

Klasifikasi Penyakit Kusta


Tujuan klasifikasi ini untuk menentukan regimen pengobatan dan perencanaan operasional.
Untuk keperluan pengobatan kombinasi atau Multidrug Therapy (MDT) yaitu menggunakan
gabungan Rifampicin, Lamprene dan DDS, maka penyakit kusta di Indonesia diklasifikasikan
menjadi 2 tipe seperti klasifikasi menurut WHO (1998) yaitu:
a. Tipe PB (Pausibasiler)
Yang dimaksud dengan kusta tipe PB adalah penderita kusta dengan Basil Tahan Asam
(BTA) pada sediaan apus, yakni tipe I (Indeterminate) TT (Tuberculoid) dan BT
(Boderline Tuberculoid) menurut kriteria Ridley dan Joplin dan hanya mempunyai
jumlah lesi 1-5 pada kulit.6
b. Tipe MB (Multi Basiler)
Kusta MB adalah semua penderita kusta tipe BB (Mid Boderline), BL (Boderline
lepromatous) dan LL (lepromatosa) menurut kriteria Ridley dan Joplin dengan jumlah
lesi 6 atau lebih dan skin smer positif.

Menurut teori Blum kesahatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; genetik, lingkungan,
perilaku dan pelaynan kesehatan
a. Perilaku

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan

11
sikap) maupun bersifat aktif/tindakan yang nyata (practice). Dengan demikian secara
lebih terperinci perilaku kesehatan itu meliputi :7
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia merespon, baik
secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan penyakit, dengan
sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit.
- Perilaku sehubungan de peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behavior)
- Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior)
- Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeling behavior)
- Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
3. Perilaku terhadap makanan
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
Seorang petugas kesehatan berperilaku tertentu dalam mewujudkan keaktifannya
disebabkan karena adanya dorongan yang menggerakkan hatinya agar berbuat sesuatu.
Dorongan tersebut juga sebagai motif. Pada setiap petugas kesehatan motif dapat berbeda
tergantung dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, kebutuhan dan
senganbagainya.
Penyuluhan kesehatan :
Materi penyuluhan meliputi;2
1. Pengertian yang tepat dan benar mengenai penyakit kusta ;
Penyakit kusta tidaklah sangat menular
Penyakit kusta dapat disembuhkan dengan berobat teratur
Penderita kusta adalah anggota masyarakat yang kebetulan menderita sakit
Penyakit kusta adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman kusta dan
bukan karena kutukan Tuahan dan bukan penyakit keturunan atau karena
ilmu gaib (black magic)
2. Kepada penderita kusta diberikan penjelasan tentang penyakit kusta, sehingga
penderita mau berobat secara teratur, mencegah komplikasinya (kecatatan) dan
menghilangkan rasa rendah diri dalam jiwa penderita itu
3. Padsa keluarga penderita diberikan penjelasan tentang penyakit kusta sehingga
penderita kusta dapat diterima secara baik didalam keluarganya dan membenatu
untuk pengawasan pengobatan, memerikasakan dirinya dan mampu memelihara
kesehatan disalam keluarga tersebut.

12
4. Kepada masyarakat diberikan penjelasan tentang penyakit kusta sehingga dapat
membantu pengawasan pengobatan, melaporkan kasus-kasus yang dicuruiagi,
menerima penderita kusta dilingkungannya dan membantu petugas puskesmas

b. Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh yang dan peranan terbesar diikuti perilaku, fasilitas
kesehatan dan keturunan. Lingkungan sangat bervariasi, umumnya digolongkan menjadi
tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek fisik dan sosial. Lingkungan yang
berhubungan dengan aspek fisik contohnya sampah, air, udara, tanah, ilkim, perumahan,
dan sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hasil interaksi antar manusia
seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya.7 Faktor lingkungan yang
kurang memenuhi kebersihan. Basil ini dapat ditemukan dimana-mana, misalnya didalam
tanah, air, udara, dan pada manusia terdapat dipermukaan kulit, rongga hidung, dan
tenggorokan. Basil ini dapat berkembang biak didalam otot polos /otot bergaris sehingga
dapat ditemukan pada otot erector pili, otot dan endotel kapiler, otot di skrotum, dan otot
iris mata. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat, dan air susu
ibu, jarang didapat dalam urine. Spuntum dapat banyak mengandung M.leprae yang
berasal dari traktus respiratorius atas.

c. Pelayanan kesehatan
Program Pemberantasan Kusta, untuk mencapai tujuan nasional eliminasi kusta pada
tahun 2005, Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan program pemberantasan kusta
adalah dengan memutuskan rantai penularan untuk menurunkan insidens penyakit,
mengobati dan menyembuhkan penderita dan mencegah timbulnya cacat.

Tujuan Program Jangka Panjang


Penemuan penderita sedini mungkin sehingga proporsi cacat tingkat 2 (dua) di antara
penderita baru dapat ditekan serendah mungkin ;7
a) Meningkatkan pengobatan MDT sebagai obat standar bagi penderita terdaftar dan
penderita baru.

13
b) Tercapainya 100% selesai pengobatan untuk PB dalam jangka waktu 9 bulan dan untuk
MB 18 bulan dengan melakukan case holding yang ketat dan cermat.
c) Pembinaan pengobatan, agar penderita yang di MDT akan selesai pengobatannya dalam
batas waktu 9 bulan. Dan semua penderita MB yang di MDT akan selesai pengobatannya
dalam batas waktu 18 bulan sesuai Surat Edaran Direktorat Pemberantasan Penyakit
Menular langsung Departemen Kesehatan RI Nomor : KS.00.02.4.171
d) Mencegah cacat pada penderita yang telah terdaftar sehingga tidak akan terjadi cacat
baru.
e) Melakukan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang penyakit kusta, agar masyarakat
memahami kusta yang sebenarnya dan mengurangi leprophobia.
f) Pengawasan sesudah RFT (Release From Treatment) dengan memberikan motivasi
kepada semua penderita agar datang memeriksakan dirinya setiap tahun setelah selesai
masa pengobatan selama 2 tahun untuk tipe PB dan 5 tahun untuk tipe MB.
g) Melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
dalam memenuhi kebutuhan program.

Tujuan Program Jangka Pendek


Tujuan program kusta adalah menurunkan angka kesakitan penyakit kusta menjadi kurang dari
1/10.000 penduduk secara nasional pada tahun 2005, sehingga tidak lagi jadi masalah kesehatan
masyarakat.7

Kebijaksanaan
a) Pelaksanaan program kusta diintegrasikan dalam kegiatan puskesmas
b) Penderita kusta tidak boleh diisolasi
c) Pengobatan kusta dengan MDT sesuai dengan rekomendasi WHO diberikan secara gratis.

Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Oleh sebab itu dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari
tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai
aktivitas masing-masing. Dan yang dimaksud dengan perilaku pada hakikatnya adalah tindakan
atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain :
berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian

14
ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar.7

Penyebab kusta

Kuman mycobacterium leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak
membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari
spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1 8 micro, lebar 0,2 0,5 micro biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA)
atau gram positif, tidak mudah diwarnai namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi
oleh asam atau alkohol sehingga oleh karena itu dinamakan sebagai basil tahan asam. 1 Selain
banyak membentuk safrifit, terdapat juga golongan organisme patogen (misalnya
Mycrobacterium tuberculosis, Mycrobakterium leprae) yang menyebabkan penyakit menahun
dengan menimbulkan lesi jenis granuloma infeksion. Mycobacterium leprae belum dapat
dikultur pada laboratorium.

Kuman Mycobacterium Leprae menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan
penderita dan melalui pernapasan, kemudian kuman membelah dalam jangka 14-21 hari dengan
masa inkubasi rata-rata dua hingga lima tahun. Setelah lima tahun, tanda-tanda seseorang
menderita penyakit kusta mulai muncul antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, rasa
kesemutan bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.1

Patogenesis Penyakit Kusta

Kuman Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan (Sel Schwan)
dan kulit yang tidak utuh. Sumber penularan adalah penderita kusta yang banyak mengandung
kuman (tipe multibasiler) yang belum diobati. Kuman masuk ke dalam tubuh menuju tempat
predileksinya yaitu saraf tepi.1 Saat Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,
perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respons tubuh setelah

15
masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas selular (cellular mediated
immune) pasien, bila sistem imunitas selular tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan
bila rendah, berkembang kearah lepromatosa. Mycobacterium leprae berpredileksi di daerah-
daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat
penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien
berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selular daripada intensitas infeksi.
Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik (Arif Mansjoer, 2000)

Diagnosa Penyakit Kusta


Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya
penyakit lain dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan penyakit kusta. Oleh karena itu
dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan membedakannya
dengan berbagai penyakit lain agar tidak membuat kesalahan yang merugikan penderita.
Diagnosa penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (gejala utama), yaitu : 1
a. Bercak kulit yang mati rasa
Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plakat). Mati
rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa sentuh, rasa suhu, dan rasa
nyeri
b. Penebalan saraf tepi
Dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau tanpa gangguan fungsi saraf yang
terkena, yaitu gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris (paresis
atau paralysis), dan gangguan fungsi otonom (kulit kering, retak, edema, pertumbuhan
rambut yang terganggu).

c. Ditemukan basil tahan asam


Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang
aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy kulit atau saraf.
Untuk menegakkan penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Bila tidak
atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan penderita

16
perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau
disingkirkan.

Pemeriksaan Penderita
1. Anamnesis
a. Keluhan penderita
b. Riwayat kontak dengan penderita
c. Latar belakang keluarga, misalnya keadaan sosial ekonomis
2. Inspeksi
Dengan penerangan yang baik, lesi kulit harus diperhatikan dan juga kerusakan kulit.
Kerusakan kulit (infiltrasi, macula/bercak, papula/tonjolan datar, dan nodula atau tonjolan
bulat).
3. Palpasi
a. Kelainan kulit, nodus infiltrate, jaringan perut, ulkus, khususnya paa tangan dan kaki
b. Kelainana saraf : pemeriksaan saraf, termasuk meraba dengan teliti : N.aurikularis
magnus, N.ulnaris, dan N.peroneus. Petugas harus mencatat, adanya nyeri tekan dan
penebalan saraf. Harus diperhatikan raut wajah si penderita, apakah kesakitan atau
tidak pada waktu saraf diraba. Pemeriksaan saraf harus sistematis, meraba atau
palpasi sedemikian rupa jangan sampai menyakiti atau penderita mendapat kesan
kurang baik.
Cara pemeriksaan saraf :
4. Bandingkan saraf bagian kiri dan kanan. Membesar atau tidak
5. Bentuk bulat atau oval

6. Pembesaran regular (smooth) atau irregular, lumps, kerots


7. Perabaan keras atau kenyal
8. Nyeri atau tidak Untuk mendapat kesan saraf mana yang masih normal, diperlukan
pengalaman yang banyak.

Pencegahan Penyakit Kusta


Mengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang penyakit kusta yang bisa
menjadi hambatan bagi pelaksanaan program pemberantasan kusta termasuk dalam

17
mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka diperlukan upaya-upaya pencegahan untuk dapat
mengurangi prevalensi, insidens dan kecacatan penderita kusta. Upaya-upaya pencegahan diatas
dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu : pencegahan primer,
sekunder, dan pencegahan tersier
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar,
upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus.
Pencegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum,
misalnya personal hygiene, pendidikan kesehatan masyarakat dengan penyuluhan dan
kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai
resiko untuk terkena suatu penyakit, misalnya pemberian immunisasi.7
2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi kecacatan secara
fisik. Pencegahan sekunder mencakup kegiatan-kegiatan seperti dengan tes penyaringan
yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan pengobatan yang cepat dan
tepat. Tujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasikan
orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau yang jelas berisiko tinggi untuk
mengembangkan penyakit.7
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan mengadakan
rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat tiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan
fungsi organ tubuh, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan mendirikan pusat-
pusat rehabilitasi medik.

Penemuan Kasus Penderita


Dalam program pemberantasan penyakit kusta, penemuan penderita secara
dini sangat penting untuk mencegah penularan dan timbulnya cacat pada penderita.
Cara penemuan penderita kusta ada 2 (dua) yaitu : 7
Penemuan penderita secara pasif (sukarela)

18
Penemuan ini dilakukan oleh penderita baru atau tersangka yang belum pernah berobat
kusta, datang sendiri atau saran dari orang lain ke sarana kesehatan. Hal ini tergantung
dari pengertian dan kesadaran penderita itu sendiri untuk mendapatkan pengobatan.
Faktor-faktor yang menyebabkan penderita terlambat datang berobat ke
Puskesmas/sarana kesehatan lainnya, yaitu :
- Tidak mengerti tanda dini kusta
- Malu datang ke Puskesmas
- Tidak tahu bahwa ada obat yang tersedia cuma-cuma di Puskesmas
- Jarak penderita ke Puskesmas/sarana kesehatan lainnya terlalu jauh.
Penemuan secara aktif
Kegiatan yang dilakukan dalam penemuan penderita secara aktif adalah :
- Pemeriksaan kontak serumah (Survei Kontak)
Dengan melakukan pemeriksaan kepada semua anggota keluarga yang tinggal serumah
dengan penderita. Pemeriksaan dilakukan minimal 1 tahun sekali, terutama ditujukan
pada kontak tipe MB.
- Pemeriksaan anak sekolah
Penderita pada usia dibawah 14 tahun atau anak Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak
cukup banyak. Ini untuk mengantisipasi kemungkinan adanya penderita kusta pada anak
dan mencegah terjadinya penularan di lingkungan sekolah.
- Chase Survey
Mencari penderita baru sambil membina partisipasi masyarakat untuk mengetahui tanda-
tanda kusta dini secara benar.
- Survei Khusus
Survei ini dilakukan apabila suatu daerah dimana proporsi penderita MB minimal 60%
dan dijumpai penderita pada usia muda cukup tinggi sesuai dengan perencanaan dan
petunjuk dari Depkes yang sudah diadakan Set Upsecara statistik oleh ahli statistik dari
WHO.tahun 2000

Penanggulangan Penyakit Kusta

Penanggulangan penyakit kusta telah banyak didengar dimana-mana dengan maksud


mengembalikan penderita kusta menjadi manusia yang berguna, mandiri, produktif dan percaya
diri. Metode penanggulangan ini terdiri dari : metode pemberantasan dan pengobatan, metode
rehabilitasi yang terdiri dari rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi karya dan metode

19
pemasyarakatan yang merupakan tujuan akhir dari rehabilitasi, dimana penderita dan masyarakat
membaur sehingga tidak ada kelompok tersendiri. Ketiga metode tersebut merupakan suatu
sistem yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Di Indonesia, tujuan program
pemberantasan penyakit kuista adalah menurunkan angka prevalensi penyakit kustra menjadi 0,3
per 1000 penduduk pada tahun 2000. Upaya yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit kusta
melalui : 7

Penemuan penderita secara dini.


Pengobatan penderita.
Penyuluhan kesehatan di bidang kusta.
Peningkatan ketrampilan petugas kesehatan di bidang kusta.
Rehabilitasi penderita kusta.

Pengobatan Penyakit Kusta

Program MDT
Program MDT dimulai pada tahun 1981, yaitu ketika Kelompok Studi Kemoterapi WHO secara
resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan rejimen kombinasi yang selanjutnya
dikenal dengan rejimen MDT-WHO.(2001) Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obat dapson,
rifamfisin, dan klofasimin. Selain untuk mengatasi resistensi adapson yang semakin meningkat,
penggunaan MDT dimaksudkan juga untuk mengurangi ketidaktaatan penderita dan menurunkan
angka putus obat (drop-out rate) yang cukup tinggi pada masa monoterapi dapson. Di samping
itu juga diharapkan juga dengan MDT dapat mengeliminasi persistensi kuman dalam jaringan.
Obat dalam rejimen MDT-WHO;7,8

Dapson (DDS, 4,4 diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat tidak seperti pada kuman
lain, dapson bekerja sebagai antimetabolit PABA.
Rifampisin. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta, dan
bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja menghambat enzim
polimerase RNA yang berikatan secara ireversibel.
Klofazimin. Obat ini merupakan turunan zat warna iminofenazin dan mempunyai efek
bakteriostatik setara dengan dapson. Bekerjanya diduga melalui gangguan metabolisme
radikal oksigen. Disamping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga
berguna untuk pengobatan reaksi kusta, kekurangan obat ini adalah harganya mahal, serta

20
menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada ketaatan berobat
penderita.
Etinamid dan protionamid. Kedua obat ini merupakan obat tuberkulosis dan hanya sedikit
dipakai pada pengobatan kusta.

Obat Kusta Baru


Dalam pelaksanaan program MDT-WHO (2001) ada beberapa masalah yang timbul, yaitu :
adanya persister, resistensi rifampisin, dan lamanya pengobatan terutama untuk kusta MB. Untuk
penderita kusta PB, rejimen MDT-PB juga masih menimbulkan beberapa masalah, antara lain :
masih menetapnya lesi kulit setelah 6 bulan pengobatan. Jika seorang penderita mempunyai
resistensi ganda terhadap dapson dan rifampisin bersama-sama, tentunya hal ini akan
membahayakan. Oleh karena itu diperlukan obat-obat baru dengan mekanisme bakterisidal yang
berbeda dengan obat-obat dalam rejimen MDT-WHO saat ini. Idealnya, obat-obat kusta baru
harus memenuhi syarat antara lain : bersifat bakterisidal kuat terhadap M.leprae, tidak antagonis
dengan obat yang sudah ada, aman dan akseptabilitas penderita baik, dapat diberikan per oral,
dan sebaiknya diberikan tidak lebih dari sekali sehari. Di antara yang sudah terbukti efektif
adalah ofloksasin, minosiklin, dan klaritromisin.

Ofloxacin Dan Rifampicin

Pada tahun 1992 telah dilakukan percobaan obat dalam skala besar yang dilaksanakan di
tujuh negara yaitu: Brazil, Kenya, Mali, Myanmar, Pakistan, Filipina dan Vietnam. Pengobatan
ini diberikan secara oral, yang merupakan gabungan antibiotik baru yaitu ofloxacin dengan
rifampisin. Dalam percobaan yang me-libatkan 4000 pasien tersebut, dibandingkan penggunaan
regi-men baru dengan regimen MDT standar, hasilnya dapat dilihat setelah 4 sampai 5 tahun
kemudian. Kombinasi dengan obat ini ternyata dapat memperpendek waktu penyembuhan
menjadi 1 bulan dibandingkan dengan standar pengobatan yang sudah ada yaitu 6 bulan sampai 4
tahun. 7,8

Cara kerja antibiotik ofloxacin ini adalah membunuh baksil lepra dengan menghambat
enzim yang mengontrol jalannya DNA coils yang masuk ke dalam baksil. Ofloxacin menjadi
alternatif kedua setelah rifampisin karena kecepatan dan efikasi-nya dalam membunuh baksil
21
lepra yang telah dilakukan pada percobaan dengan teknik foot pada pada mencit. Konsentrasi
minimum ofloxacin yang dibutuhkan untuk menghambat per-tumbuhan Myco bacterium leprae
adalah 50 mg/kg berat badan, sedangkan untuk rifampisin dan rifabutin adalah 0.003% dan 0.00l
%.

Penelitian saat ini ditekankan pada anggapan bahwa ofloxacin dapat lebih membunuh
baksil mutan yang resistan terhadap rifampisin. Akan tetapi karena kombinasi rifampisin dan
ofloxacin lebih mahal daripada dapson dan clofazimine, pengobatan baru yang lamanya 4
minggu menjadi sama besar biayanya dengan standar pengobatan yang 6 bulan atau 2 tahun.
Namun dengan penggunaan yang lebih luas maka biaya pengobatan dengan ofloxacin dapat
ditekan sehingga tujuan untuk eliminasi lepra pada tahun 2000 dapat cepat tercapai.

Minosiklin

Di antara turunan tetrasiklin, monosiklin merupakan satu-satunya yang aktif terhadap M.leprae.
hal ini kemungkinan disebabkan oleh sifat lipofiliknya sehingga menyebabkan ia mampu
menembus dinding sel M.leprae dibandingkan dengan turunan lain. Minosiklin bekerja dengan
menghambat sintesis prorein melalui mekenisme yang berbeda dengan obat antikusta yang
lain.7,8

Klaritromisin

Dibandingkan obat lain golongan makrolid, klaritromisin mempunyai aktivitas bakterisidal setara
dengan ofloksasin dan minosiklin. Obat ini juga bekerja dengan menghambat sintesis protein
melalui mekanisme yang lain daripada minosiklin

Kesimpulan

Penyakit kusta merupakan penyakit menular yang sulit diketahui awal penyakitnya, maka
para medis dan medis hendaknya perlu informasi yang lebih banyak tentang penyakit kusta ini.
Agar terhindar dari penyakit kusta ini perlu dilakukan pencegahan penyakit dengan tiga tahap
22
pencegahan penyakit yaitu primary prevention, secondary prevention, tertiery pervention.
Penderita penyakit kusta bisa sembuh dengan melakukan pencegahan dan pengobatan yang
teratur. Penderita kusta sebagai manusia yang juga mendapat perlakuan secara manusia, sehingga
tidak perlu untuk dijauhi jadi keluarga dan masyarakat tidak perlu mendorong untuk
mengasingkan penderita kusta tersebut, karena kesembuhan dari penderita kusta tersebut juga
memerlukan dukungan keluarga dan masyarakat sekitar.

Daftar pustaka

1. Djuanda Adhy, Hamzah Mochtar, Aisah Siti. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6th ed.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas. Jilid ke-4. Jakarta: Bakti husada.
1991
3. Gunawan R. Rencana rumah sehat. Yogyakarta : Kanisius. 2009
4. Diunduh dari http://arsitekistn.blogspot.com/2011/04/sistem-pembuangan-air-kotor.html
Pada tanggal 01 juli 2013
5. Diunduh dari http://ndra-delau.blogspot.com/2013/02/makalah-rumah-sehat.html Pada
tanggal 01 juli 2013
6. Saenang RH, Djawad K, Amin S. Penyakit menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedoktera Univesitas Hasanuddin. 2004
7. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23780/2/Chapter%20II.pdf
Pada tanggal 01 juli 2013

23
8. Syarif Amir, Setiawati Arini, Muchtar Armen, Sinto Azalia, Bahry Bahroelim, Suharto
Bambang, dkk. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2007

24

Anda mungkin juga menyukai