Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam dunia bisnis, informasi merupakan alat yang penting bagi


manajemen untuk membantu menggerakkan dan mengembangkan kegiatan
perusahaan. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu perusahaan
tergantung pada sistem informasi akuntansi manajemen (Mulyadi, 1993).
Dengan menggunakan informasi akutansi manajemen, maka akan
membantu manajemen dalam pengambilan keputusan secara efektif,
mengurangi ketidakpastian dan mengurangi resiko dalam memilih alternatif.

Dengan menggunakan informasi manajemen ini, bisa dilakukan


pengendalian manajemen. Hal ini disebabkan informasi akuntansi
manajemen menekankan hubungan antara informasi keuangan dengan
manajer yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan
pelaksanaannya.

Break Even Point yang biasa disingkat dengan BEP, yang di Indonesia
kita kenal dengan Titik Impas adalah salah satu bentuk dari sekian banyak
informasi akuntansi manajemen yang dipakai menganalisa hubungan antara:
Revenue/Sales, Cost, Volume & Profit.

Analisa break even point sangat penting bagi pimpinan perusahaan


untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama
dengan jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui break
even point kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi,
harga jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan
untuk mengambil kebijaksanaan.

1
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka munculah rumusan masalah


sebagai berikut :

1) Apa yang dimaksud dengan Break Even Point (Analisis Pulang


Pokok)

2) Apasaja asumsi asumsi Analisis Break Even Point dan Bagaimana


model rumus yang dapat digunakan dalam analisis BEP ?

3) Sejauh mana alat analisis ini bisa diterapkan dalam menjawab


persoalan bisnis ?

4) Apakah Break Even Point (BEP) memiliki suatu keterbatasan ?

5) Atau justru alat analisis ini bisa diaplikasikan untuk keperluan lain,
tidak hanya sekedar untuk mengetahui break even point (misalnya:
untuk membidik tingkat profit tertentu) ?

1.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang


Break Even Point yakni meliputi :

1) Pengertian Break Even Point (Analisis Pulang Pokok);

2) Metode Perhitungan Break Even Point (BEP);

3) Jenis Biaya Biaya Berdasarkan Break Even Point

4) Analisis Break Even Point Sebagai Dasar Perencanaan Laba dan


Penentuan Tingkat Penjualan

5) Aplikasi Analisis Break Even Point Pada Suatu Kasus

2
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
1.4. Metode Penulisan

1) Ke perpustakaan, penulis mengambil data dari sumber-sumber yang


berkaitan dengan Manajemen Keuangan.

2) Layanan internet, penulis mengakses materi-materi yang berkenaan


dengan Break Even Point (Analisis Pulang Pokok) melalui Web
Server.

3) Deskripsi yaitu metode yang digunakan untuk melukiskan keadaan


objek atau persoalan dan tidak dimaksudkan mengambil kesimpulan
yang berlaku umum.

4) Eksposisi yaitu menjelaskan tentang pengertian-pengertian yang


terdapat dalam makalah.

3
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
BAB 2
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN BREAK EVEN POINT

Break Even Point adalah titik dimana Entity/company/business dalam


keadaan belum memperoleh keuntungan, tetapi juga sudah tidak merugi. Jika
dinyatakan dengan bahasa akuntansi keuangan jadinya : Suatu keadaan
dimana : Revenue Cogs Expenses = 0 dengan ketentuan sebagai berikut :

Jika Revenue - Cogs Expenses = 1, berarti di atas break even point


(untung)
Jika Revenue - Cogs Expenses = -1, berarti belum break even point
(masih rugi )

Break Even point atau BEP dapat diartikan suatu analisis untuk
menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada
konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta
mendapatkan keuntungan / profit.

Break even point atau titik impas dapat pula diartikan sebagai suatu
keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh
laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986).
Menurut Rosyandi (1985) break even point merupakan titik produksi dimana
hasil penjualan akan tepat sama dengan total biaya produksi.

Munawir (1986) menyatakan bahwa analisa break even point


merupakan suatu analisa yang ditujukan untuk menentukan tingkat penjualan
yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
menderita kerugian (keuntungan=0). Melalui analisa BEP dapat dibuat
perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar
perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena
harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP atau titik
impas. (Rosyandi, 1985).

4
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Dalam rangka memproduksi atau menghasilkan suatu produk, baik
barang maupun jasa, perusahaan terkadang perlu terlebih dulu merencanakan
berapa besar laba yang ingin diperoleh.

Artinya dalam hal ini besar laba merupakan prioritas yang harus
dicapai perusahaan, disamping hal-hal lainnya. Agar perolehan lebih mudah
ditentukan, salah satu caranya adalah perusahaan harus mengetahui terlebih
dulu berapa titik impasnya. Artinya perusahaan beroperasi pada jumlah
produksi atau penjualan tertentu sehingga perusahaan tidak mengalami
kerugian ataupun keuntungan.

Analisis titik impas atau analisis pulang pokok atau dikenal dengan
nama analisis Break Even Point (BEP) merupakan salah satu analisis
keuangan yang sangat penting dalam perencanaan keuangan perusahaan.

Analisis titik impas sering disebut analisis perencanaan laba (profit


planning). Analisis ini biasanya lebih sering digunakan apabila perusahaan
ingin mengeluarkan suatu produk baru. Artinya dalam memproduksi produk
baru tentu berkaitan dengan maslah biaya yang harus dikeluarkan, kemudian
penentuan harga jual serta jumlah barang atau jasa yang akan diproduksi atau
dijual kekonsumen.

Analisis BEP digunakan untuk mengetahui pada titik berapa hasil


penjualan sama dengan jumlah biaya. Atau perusahaan beroperasi dalam
kondisi tidak laba dan tidak rugi, atau laba sama dengan nol. Melalui titik
BEP, kita akan dapat mengetahui bagaimana hubungan antara biaya tetap,
biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan (penjualan atau produksi).
Oleh karena itu, analisis ini juga sering disebut dengan nama cost profit
volume analysis.

Analisis BEP juga memberikan pedoman tentang berapa jumlah


produk minimal, yang harus diproduksi atau dijual. Tujuannya adalah agar
perusahaan mampu memperoleh keuntungan yang maksimal. Artinya dengan
memproduksi sejumlah barang dengan kapasitas produksi yang dimilikinya,

5
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
perusahaan akan tahu batas minimal yang harus dijual dan keuntungan
maksimal yang diperoleh apabila diproduksi secara penuh.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arti analisis BEP adalah


suatu keadaan di mana perusahaan beroperasi dalam kondisi tidak
memperoleh pendapatan (laba) dan tidak pula menderita kerugian. Artinya
dalam kondisi ini jumlah pendapatan yang diterima sama dengan jumlah
biaya yang dikeluarkan. Lebih lanjut harus dijual agar kita memperoleh
keuntungan, baik dalam volume penjualan dalam unit maupun rupiah.

Analisis break even point (Analisis Pulang Pokok) digunakan untuk


menentukan hal-hal seperti: (1) jumlah penjualan minimum yang harus
dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan
minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat, (2)
jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah
direncanakan atau dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan
untuk memperoleh laba tersebut, (3) mengukur dan menjaga agar penjualan
dan tingkat produksi tidak lebih kecil dari BEP, dan (4) menganalisis
perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat
produksi. Sehingga analisis terhadap BEP merupakan suatu alat perencanaan
penjualan dan sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara
minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus memperoleh
keuntungan berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP-nya
(Prawirasentono, 1997).

Analisis BEP bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun
rupiah yang menunjukan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui
titik tersebut, berarti dalam padanya belum diperoleh keuntungan atau dengan
kata lain tidak untung tidak rugi. Sehingga dikala penjualan permisi lewat
melebihi BEP maka mulailah keuntungan diperoleh. Sasaran analisis BEP
tidak lain mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas berada.

Dalam kondisi lain, analisis BEP pun digunakan untuk membantu


pemilihan jenis produk atau proses dengan mengidentifikasi produk atau

6
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
proses yang mempunyai total biaya terendah untuk suatu volume harapan.
Sedangkan dalam pemilihan lokasi, analisis BEP dipakai untuk menentukan
lokasi berbiaya total terendah, yang berarti total pendapatan tertunggi untuk
kapasitas produksi yang ditentukan. Analisis BEP dibedakan antara
penggunaan untuk produk tunggal dan atau untuk beberapa produk sekaligus.
Mayoritas perusahaan memproduksi atau menjual lebih dari satu produk
menggunakan fasilitas yang sama.

Manfaat analisis BEP menurut Sutrisno (2000) adalah: (1)


perencanaan produksi dan penjualan sesuai target laba yang di inginkan, (2)
perencanaan harga jual normal atas barang yang di hasilkan untuk mencapai
laba yang ditargetkan dengan memproyeksikan target penjualan, (3)
perencanaan dan pemilihan metode produksi yang digunakan dan (4)
penentuan titik tutup pabrik (shut down point), yaitu ketika penjualan tidak
mampu menutup biaya variabel dan biaya tetap tunai.

Analisis Break Even Point secara umum dapat memberikan informasi


kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan,
cost/biaya, dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan
tertentu. Analisis Break Even Point dapat membantu pimpinan dalam
mengambil keputusan mengenai hal-hal sebagai berikut:

a) Jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan


tidak mengalami kerugian.

b) Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan


tertentu.

c) Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak


menderita rugi.

d) Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan


volume penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

7
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Dalam menggunakan analisis BEP, harus dipenuhi asumsi-asumsi
dasar sebagai berikut:

1. Biaya di dalam perusahaan digolongkan kedalam dua jenis biaya,


yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Jika ada biaya semi variabel
harus dialokasikan kedalam dua jenis biaya tersebut.

2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsionil


dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel
per unitnya adalah tetap sama.

3. Harga jual per unit tidak berubah selama periode analisis.

4. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada


perubahan volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap
per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.

5. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila


diproduksi lebih dari satu macam produk, perimbangan penghasilan
penjualan antara masing-masing produk harus tetap.

Berikut beberapa model rumus yang dapat digunakan dalam analisis Break
Even Point (BEP) yakni sebagai berikut :

1. Dengan Rumus Matematik

a. Analisis titik BEP dalam unit

FC
BEP
P - VC

Keterangan :

BEP = Break Even Point


FC = Fixed Cost
VC = Variabel Cost
P = Price per unit
S = Sales volume

8
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
b. analisis titik BEP dalam rupiah
FC
BEP
VC
1
S

Berikut Contoh Kasus :

Diketahui PT. Dewantara memiliki usaha di bidang alat perkakas gergaji


dengan data sebagai berikut :

1. Kapasitas produksi yang mampu dipakai 100.000 unit mesin gergaji.

2. Harga jual persatuan diperkirakan Rp. 5000,- unit

3. Total biaya tetap sebesar Rp. 150.000.000,- dan total biaya variabel
sebesar Rp.250.000.000,-

Perincian masing-masing biaya adalah sebagai berikut :

1. Fixed Cost

Overhead Pabrik Rp. 60.000.000,-

Biaya disribusi Rp. 65.000.000,-

Biaya administrasi dan umum Rp. 25.000.000,-

Total biaya tetap Rp.150.000.000,-

2. Variable Cost

Biaya bahan langsung Rp. 70.000.000,-

Biaya tenaga kerja langsung Rp. 85.000.000,-

Overhead pabrik Rp. 20.000.000,-

Biaya distribusi Rp. 45.000.000,-

Biaya administrasi dan umum Rp. 30.000.000,-

Total biaya variabel Rp.250.000.000,-

9
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Pertanyaannya Cari BEP dalam unit maupun rupiah !

Penyelesaian :

Kapasitas produksi 100.000 unit

Harga jual per unit Rp. 5000,-

Total Penjualan 100.000 unit x Rp 5000,- = Rp. 500.000.000,-

150.000.000
Biaya tetap unit Rp.1.500, /unit
100.000

250.000.000
Biaya variabel unit Rp.2.500, /unit
100.000

Ringkasan Buget laba rugi adalah sebagai berikut :

Total penjualan 100.000 unit x Rp.5000,-....... Rp.500.000.000,- (100 %)

Total biaya variabel .. Rp.250.000.000,- ( 50 %)

Marginal Income .. Rp.250.000.000,- ( 50 %)

Total biaya tetap ... Rp.150.000.000,- ( 30 %)

Laba ....................................................... Rp.100.000.000,- ( 20 %)

Untuk mencari BEP dalam unit adalah sebagai berikut :

Rp.150.000.000,-
BEP unit 60.000 unit
Rp.5000,00 - Rp.2500,-

Kemudian, mencari BEP dalam rupiah adalah sebagai berikut :

Rp.150.000 .000,-
BEP rupiah Rp.300.000 .000,-
Rp.250.000 .000,-
1
Rp.500.000 .000,-

10
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Cara lain dapat dilakukan untuk membuktikan kedua hasil tersebut dengan :

BEP = Unit BEP x harga jual unit

BEP = 60.000 unit x Rp.5000 = Rp.300.000.000,-

2. Dengan Coba-Coba

Artinya kita mencoba memasukkan angka-angka yang kita inginkan


sehingga akan terlihat batas laba atau rugi untuk setiap penjualan seperti
berikut ini.

Q (unit) TR FC VC TC Laba/Rugi

10.000 50.000.000 150.000.000 25.000.000 175.000.000 (125.000.000)


20.000 100.000.000 150.000.000 50.000.000 200.000.000 (100.000.000)
30.000 150.000.000 150.000.000 75.000.000 225.000.000 ( 75.000.000)
40.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 250.000.000 ( 50.000.000)
50.000 250.000.000 150.000.000 125.000.000 275.000.000 ( 25.000.000)
60.000 300.000.000 150.000.000 150.000.000 300.000.000 0
70.000 350.000.000 150.000.000 175.000.000 325.000.000 25.000.000
80.000 400.000.000 150.000.000 200.000.000 350.000.000 50.000.000
90.000 450.000.000 150.000.000 225.000.000 375.000.000 75.000.000
100.000 500.000.000 150.000.000 250.000.000 400.000.000 100.000.000

3. Dengan Grafik

Dari grafik di bawah terlihat bawa untuk tiap-tiap masing unit


penjualan terdapat informasi yang lengkap setiap rupiah penjualan, biaya
tetap, biaya variabel, total biaya maupun laba atau rugi. Jadi manajemen
dapat melihat jika akan memproduksi sekian unit, akan terlihat seluruh
komponen di atas. BEP melalui grafik tampak jelas ditunjukkan baik dari
segi unit maupun rupiah yang diperoleh.

11
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
P
(000) Q

TC

BEP
300

150 P

Q (000)
60

Tingkat Keamanan (Margin of Safety)

Tingkat kemanan atau margin of safety (MoS) merupakan hubungan


atau selisih antara penjualan tertentu (sesuai anggaran) dengan penjualan pada
titik impas. Batas aman digunakan untuk mengetahui berapa besar penjualan
yang dianggarkan untuk mengantisipasi penurunan penjualan agar tidak
mengalami kerugian.

Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat keamanan atau MoS adalah
sebagai berikut.

1. Penjualan MoS yang direncanakan

Penjualan per buget


MoS x 100
Penjualan per titik impas

2. Penjualan MoS

Penjualan per buget - Penjualan per titik impas


MoS x 100
Penjualan per budget

12
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Dari data sebelumnya MoS dapat dicari sebagai berikut :

Rp. 500.000.000,-
MoS x 100 166.66 % 167 %
Rp. 300.000.000,-

Rp. 500.000.000 - Rp.300.000 .000


MoS x 100 40 %
Rp. 500.000.000,-

Ini berarti bahwa tingkat penjualan tidak boleh kurang atau turun 40 % dari
tingkat penjualan yang direncanakan atau 167 % dari tingkat penjualan titik
impas yang telah ditetapkan perusahaan. Jika MoS ditentukan berdasarkan
hasil penjualan dapat dicari sebagai berikut.

Pertama : 67 % x Rp.300.000.000,- = Rp. 201.000.000,-

Kedua : 40 % x Rp.500.000.000,- = Rp. 200.000.000,-

BEP dengan Perubahan

Dalam praktiknya perolehan titik impas akan berubah-ubah seiring


dengan terjadinya berbagai perubahan kondisi lingkungan atau kebijakan.
Artinya pihak manajemen harus selalu mengantisipasi apabila terjadi
perubahan-perubahan yang akan menyebabkan perubahan perolehan titik
impas. Berikut ini adalah berbagai sebab yang mengakibatkan perubahan
titik impas.

1. Pengaruh Perubahan Harga Jual per Unit

Sebagai contoh dari kasus sebelumnya, apabila terjadi kenaikan harga


jual per unit dari Rp. 5000 menjadi Rp.6000 (kenaikan 20 %). Pengaruh
kenaikan harga jual ini akan berdampak terhadap BEP yang akan
berubah menjadi lebih kecil baik dalam rupiah maupun unit.

BEP yang baru sesudah kenaikan harga tersebut adalah sebagai


berikut :

13
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Rp. 150.000.000,-
BEP rupiah Rp.257.142 .857,-
Rp. 250.000.000,-
1
Rp. 500.000.000,- x 120 %

Rp. 150.000.000,-
BEP rupiah Rp.257.142 .857,-
Rp. 250.000.000,-
1
Rp. 600.000.000,-

Nilai Rp.600.000.000,- dapat pula dicari dari jumlah kapasitas produksi


100.000 unit kali harga jual baru Rp.6000,-

Dari BEP rupiah tampak terjadi pennurunan sebesar Rp 42.855.673,-


yaitu dari Rp.300.000.000,- menjadi Rp.257.142.827,-

Rp. 150.000.000
BEP (unit) 42.858 unit
Rp. 6.000 - Rp.2.500
atau
Rp. 257.142.857,-
BEP dalam unit 42.858 unit
Rp. 6.000,-

Dari BEP dalam unit tampak terjadi penurunan sebesar 17.142 unit,
yaitu dari 60.000 unit menjadi 42.858 unit.

Demikian juga apabila terjadi penurunan harga jual perunit sebesar


Rp.1000,- misalnya dari Rp.5.000,- menjadi Rp.4000,- BEP yang baru
adalah sebagai berikut :

Rp. 150.000.000,-
BEP rupiah Rp.400.000.000,-
Rp. 250.000.000,-
1
Rp. 500.000.000,- x 80 %

Rp. 150.000.000,-
BEP rupiah Rp.400.000.000,-
Rp. 250.000.000,-
1
Rp. 400.000.000,-

dari BEP rupiah tampak terjadi kenaikan sebesar Rp.100.000.000,-


yaitu dari Rp.300.000.000,- menjadi Rp.400.000.000,-

Rp. 400.000.000
BEP dalam unit 66.667 unit
Rp. 6000,-

14
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
dari BEP dalam unit tampak terjadi kenaikan sebesar 6.667 unit yaitu
dari 60.000 unit menjadi 66.667 unit.

2. Pengaruh Perubahan Jumlah Biaya Tetap

Seperti diketahui bahwa dalam analisis BEP, biaya tetap secara total
diasumsikan tetap (konstan). Jadi apabila perubahan biaya tetap,
otomatis BEP nya juga berubah. Dalam praktiknya, apabila biaya tetap
turun, BEP akan turun. Perubahan biaya tetap biasanya diakibatkan
karena adanya tambahan kapasitas produksi atau kenaikan atau
penurunan (efisensi).

Sebagai contoh kita ambil dari kasus di atas apabila biaya tetap berubah
dari Rp.150.000.000 menjadi Rp.180.000.000 berarti adanya tambahan
biaya tetap sebesar Rp.30.000.000 (20 %) hal ini disebabkan karena
adanya kenaikan biaya tetap.

Rp. 150.000.000 Rp. 30.000.000


BEP rupiah Rp.360.000 .000,-
Rp. 250.000.000,-
1
Rp. 500.000.000,-

Dari BEP rupiah tampak terjadi kenaikan sebesar Rp.60.000.000 yaitu


dari Rp.300.000.000,- menjadi Rp.360.000.000,-

Rp. 360.000.000
BEP dalam unit Rp.72.000, -
Rp. 5.000,-

Dari BEP dalam unit tampak terjadi kenaikan sebesar 12.000 unit yaitu
dari 60.000 unit menjadi 72.000 unit

Demikian pula jika terjadi penurunan biaya tetap, misalnya terjadi


penurunan biaya tetap sebesar 10 % dari semula Rp. 150.000.000,-
menjadi Rp.135.000.000,-

Maka untuk nilai dari BEP rupiah dan BEP dalam unit adalah sebagai
berikut :

15
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Rp. 150.000.000,- x 90 %
BEP rupiah Rp.270.000 .000,-
Rp. 250.000.000,-
1
Rp. 500.000.000,-

Rp. 270.000.000,-
BEP dalam unit Rp.54.000, -
Rp.5000,-

3. Pengaruh Perubahan Jumlah Biaya Variabel

BEP akan juga ikut berubah apabila terjadi perubahan, baik terhadap
peningkatan maupun penurunan biaya variabel.

Sebagai contoh apabila terjadi kenaikan terhadap biaya variabel


sebesar 20 % dari sebelumnya, BEP akan berubah sebagai berikut

Rp. 150.000.000,-
BEP rupiah Rp.375.000 .000,-
Rp. 250.000.000,- x 120 %
1
Rp. 500.000.000,-

Rp. 375.000.000,-
BEP dalam unit 75.000 unit
Rp.5000,-

kemudian, sebaliknya jika terjadi penurunan terhadap biaya


variabel sebesar 20 %, BEP akan berubah sebagai berikut.

Rp. 150.000.000,-
BEP rupiah Rp.250.000.000,-
Rp. 250.000.000,- x 80 %
1
Rp. 500.000.000,-

Rp. 250.000.000,-
BEP dalam unit 50.000 unit
Rp.5000,-

4. Pengaruh Perubahan Penjualan Campuran

Penjualan campuran (sales mix) merupakan gambaran perimbangan


penjualan antara beberapa macam produk yang dihasilkan suatu
perusahaan. Oleh karena itu, pengaruh ini berlaku apabila perusahaan
memiliki dua macam produk atau lebih. Dalam asumsi dikatakan bahwa
tidak ada perubahan dalam penjualan campuran sales mix-nya.

16
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Sebagai contoh PT. Dewantara memiliki dua macam produk yaitu
sebagai berikut :

Komponen Produk A Produk B Total


Sales 60.000 unit = Rp.300 juta 40.000 unit = Rp.300 juta Rp.600 juta
VC 60 % = Rp.180 juta 40 % = Rp.120 juta Rp.300 juta
FC = Rp. 60 juta = Rp.120 juta Rp.180 juta
TC = Rp.240 juta = Rp.240 juta Rp.480 juta
Net Profit = Rp. 60 juta = Rp. 60 juta Rp.120 juta

5. Penentuan Harga Jual Minimal

Suatu perusahaan pasti selalu menetapkan keuntungan yang diinginkan


atau profit margin lebih dulu sebelum kegiatan dijalankan. Oleh karena
itu, sebelumnya perlu ditetapkan penjualan minimal yang harus dicapai
sehingga keuntungan yang telah ditargetkan dapat dicapai sehingga.
Bila tidak, kita sulit untuk melihat berapa penjualan yang dicapai.

Contoh :

Kegiatan PT Dewantara pada tahun 2007 mengalami titik impas pada


penjualan (S) sebesar Rp.300.000.000,- biaya teteap (FC) yang
dikeluarkan Rp.120.000.000 diperkirakan penjualan harus ditetapkan
untuk memperoleh keuntungan per tahun. Untuk tahun 2008 perusahaan
menetapkan keuntungan sebesar Rp.50.000.000,-

Pertanyaan :

Berapa penjualan minimal yang harus ditetapkan ?

Jawab dan Penyelesaian :

Seperti diketahui bahwa dalam keadaan BEP, besarnya biaya total sama
dengan penjualan atau :

Sales = VC + FC
VC = Sales FC

17
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Jadi dari soal di atas :

VC = 300.000.000 120.000.000 = 180.000.000

Selanjutnya, terlebih dulu cari Rasio Variabel Cost (RVC) :

Rp. 180.000.000,-
RVC x 100 60 %
Rp. 300.000.000,-

Sales minimal adalah sebagai berikut :

FC Keuntungan
Sales Minimal
VC
1
S

Rp.120.000 .000 Rp.50.000. 000


Sales Minimal
180.000.000
1
300.000.000

Rp.120.000 .000 Rp.50.000. 000


Sales Minimal Rp. 425.000.000
6
1
10

Jadi untuk memperoleh keuntungan sebesar Rp. 50.000.000,-


diperlukan penjualan Rp. 425.000.0000,-.

II. METODE PERHITUNGAN BREAK EVEN POINT (BEP)

Asumsi dan Keterbatasan Analisis BEP

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa satu kelemahan analisis


BEP adalah karena banyaknya asumsi yang mendasari analisis ini. Akan
tetapi, asumsi-asumsi ini memang harus dilakukan jika kita mau analisis ini
dapat dilakukan secara tepat. Kemudian dengan asumsi-asumsi ini, analisis
BEP dapat dilakukan secara cepat dan akurat. Hanya saja asumsi-asumsi
yang dilakukan terkadang terlalu memaksa dan pertanggungjawabannya
sering diambangkan. Oleh karena itu para manager menganggap bahwa
asumsi ini harus tetap dilakukan dan ini merupakan salah satu keterbatasan
analisis BEP bila kita mau menggunakannya.

18
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Adapun asumsi-asumsi dan keterbatasan analisis BEP yakni sebagai berikut :

1. Biaya

Dalam analisis BEP, hanya digunakan dua macam biaya, yaitu


fixed cost dan variable cost. Oleh karena itu, kita harus memisahkan
dulu komponen antara biaya tetap dan biaya variabel. Artinya
mengelempokkan biaya tetap disatu sisi dan biaya variabel disisi lain.
Dalam hal ini secara umum untuk memisahkan kedua biaya ini relatif
sulit karena ada biaya yang tergolong semi variabel dan tetap. Untuk
memisahkan biaya ini dapat dilakukan melalui dua pendekatan sebagai
berikut :

Pendekatan analitis, yaitu kita harus meneliti setiap jenis dan


unsur biaya yang terkandung satu per satu dari biaya yang ada
beserta sifat-sifat biaya tersebut.

Pendekatan historis, dalam hal ini yang harus dilakukan adalah


memisahkan biaya tetap dan variabel berdasarkan angka-angka
dan data biaya masa lampau.

2. Biaya tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami


perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan
(dalam batas tertentu). Artinya kita menganggap biaya tetap konstan
sampai kapasitas tertentu saja, biasanya kapasitas produksi yang
dimiliki. Namun, untuk kapasitas produksi bertambah, biaya tetap juga
menjadi lain. Contoh biaya tetap adalah seperti gaji, penyusutan aktiva
tetap, bunga, sewa atau biaya kantor dan biaya tetap lainnya.

3. Biaya variabel (Variable Cost)

Biaya variable merupakan biaya yang secara total berubah-ubah


sesuai dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya
asumsi kita biaya variabel berubah-ubah secara sebanding

19
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
(proporsional) dengan perubahan volume produksi atau penjualan.
Dalam hal ini sulit terjadi dalam praktiknya karena dalam penjualan
jumlah besar akan ada potongan-potongan tertentu, baik yang diterima
maupun diberikan perusahaan . contoh biaya variabel biaya variabel
adalah biaya bahan baku, upah buruh langsung, dan komisi penjualan
biaya variabel lainnya.

4. Harga Jual

Harga jual maksudnya dalam analisis ini hanya digunakan untuk


satu macam harga jual atau harga barang yang dijual atau diproduksi.

5. Tidak Ada Perubahan Harga Jual

Artinya diasumsikan harga jual per satuan tidak dapat berubah


selama periode analisis. Hal ini bertentangan dengan kondisi yang
sesungguhnya, dimana harga jual dalam suatu periode dapat berubah-
ubah seiring dengan perubahan biaya-biaya lainnya yang berhubungan
langsung dengan produk maupun tidak.

Rumus yang Digunakan

Untuk mencari titik BEP dapat kita gunakan beberapa model rumus.
Pemakaian rumus dapat dilakukan sesuai dengan keinginan dan tujuan
pemakai. Hanya saja masing-masing rumus memiliki keuntungan atau
kelebihan masing-masing. Misalnya rumus matematika dengan grafik tentu
memberikan informasi yang berbeda dalam arti luas, seperti lengkap tidaknya
informasi yang diberikan dan kemudahan dalam menggunkan. Sebagai
contoh, dengan menggunakan model matematik, kita dapat dengan mudah
mencari dan mengetahui titik impas suatu produk. Sebaliknya, penggunaan
model grafik memberikan informasi yang diberikan cukup luas dan dapat
dibuatkan grafik dengan mudah pula.

Untuk menentukan BEP suatu usaha bisnis dapat menggunakan


beberapa cara yaitu: (1) pendekatan trial and error, (2) pendekatan grafik,
dan (3) pendekatan matematis. Perhitungan break even point dengan

20
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
pendekatan trial and error (coba-coba), yaitu dengan menghitung keuntungan
operasi dari suatu volume produksi/penjualan tertentu dan terus diulang
hingga menghasilkan volume produksi/penjualan yang menghasilkan
keuntungan = 0 (Total Revenu = Total Cost).

Apabila perhitungan menghasilkan keuntungan maka hitung kembali


dengan mengambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah.
Sebaliknya, jika hasil perhitungan mengalami kerugian maka hitung kembali
dengan mengambil volume penjualan/produksi yang lebih besar. Demikian
dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan/produksi di mana
penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total. Sebagai
contoh : Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesan Rp 300.000.
Biaya variabel per unit Rp 40. Harga jual per unit Rp l00. Kapasitas produksi
maksimal 10.000 unit. BEP usaha ini dihitung dengan cara coba-coba dengan
menghitung keuntungan saat volume produksi 6.000 unit. Dengan volume
produksi 6.000 unit maka dapat dihitung keuntungan operasi sebagai berikut:

= Q x P (FC + (Q x VC))

= (6.000 x Rp 100) (Rp 300.000,00 + (6.000 x Rp 40))

= Rp 600.000 - (Rp 300.000 + Rp 240.000)

= Rp 60.000

Pada volume produksi 6.000 unit perusahaan masih mendapatkan


keuntungan. Ini berarti bahwa break-even pointnya terletak di bawah 6.000
unit. Hitung kembali dengan memisalkan volume penjualannya sebesar 4.000
unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

= (4.000 x Rp 100) (Rp 300.000 + (4.000 x Rp 40))

= Rp 400.000 (Rp 300.000 + Rp160.000)

= Rp 60.000,00

21
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Pada volume 4.000 unit ternyata diderita kerugian sebesar Rp 60.000
sehingga break-even pointnya lebih besar dari 4.000 unit. Misalkan volume
penjualannya 5.000 unit, dan hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

= (5.000 x Rp 100) (Rp 300.000 + (5.000 x Rp 40))

= Rp 500.000 (Rp 300.000 + Rp 200.000)

= Rp 0.

Ternyata pada volume produksi penjualan 5.000 unit tercapai break-even


point dimana keuntungan nettonya sama dengan nol.

Pendekatan grafik dilakukan dengan menggambarkan unsur-unsur


biaya dan penghasilan kedalam sebuah gambar grafik. Dalam gambar tersebut
akan terlihat garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah
biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan. Besarnya
volume produksi/penjualan dalam unit digambarkan pada sumbu horizontal
(sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan digambarkan pada
sumbu vertikal (sumbu Y).

Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalam grafik break even


point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis
biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan
menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada
cara yang kedua, besarnya contribution margin akan tampak pada gambar
break even point tersebut.

Penentuan break even point pada grafik, yaitu pada titik dimana
terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya
total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai
sumbu X akan tampak besarnya break even point dalam unit. dan Kalau titik
itu ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan tampak
besarnya break even point dalam rupiah.

22
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Untuk jelasnya, perhatikan contoh berikut ini: Suatu perusahaan
beroperasi dengan biaya tetap sebesar Rp 300.000, biaya variabel per unit Rp
40. Harga jual produk per unit Rp l00. Kapasitas produksi maksimal 10.000
unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar
data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break even point

Gambar 1. Grafik BEP dengan Biaya Tetap Sejajar Sumbu X

Gambar 2. Grafik BEP dengan Biaya Tetap yang Sejajar Garis Biaya
Variabel

Dari Gambar 1 dan Gambar 2 tersebut terlihat bahwa break even point
tecapai pada volume penjualan sebesar Rp 500.000 atau dinyatakan dalam
unit sebanyak 5.000 unit. Pada Gambar 2. adalah lebih baik karena pada
gambar tersebut tampak konsep contribution margin. Dalam gambar tersebut

23
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
break-even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin
(yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya
dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp 500.000 atau dalam unit
sebanyak 5.000 unit.

Perhitungan BEP dengan pendekatan matematis menggunakan rumus


aijabar dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (a) atas dasar unit dan (b) atas
dasar nilai penjualan dalam rupiah.

a. Perhitungan BEP atas dasar unit dapat dilakukan dengan


menggunakan rumus:

FC
BEP (Q) = ................................................................................. (1)
PV

dimana

P = harga jual per unit

V = biaya variabel per unit

FC = biaya tetap

Q = jumlah unit/kuantitas produk yang dihasilkan dan dijual.

Dari contoh di atas dapat dihitung secara langsung dalam unit dengan
menggunakan rumus pada persamaan 1 dan hasilnya adalah sebagai
berikut:

Rp 300.000
BEP = = 5.000 unit
Rp 100 Rp 40

b. Perhitungan break-even point atas dasar nilai penjualan dalam rupiah


dapat dilakukan dengan menggunakan rumus aljabar sebagai berikut:

FC
BEP = VC ....................................................................................... (2)
1
S

dimana:

FC = biaya tetap

24
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
VC = biaya variabel

S = volume penjualan

Dengan menggunakan contoh pada bagian sebelumnya, BEP penjualan


yang dinyatakan dalam rupiah dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2 sebagai berikut:

Rp 300.000
BEP = = Rp 500.000
Rp 400.000
1 Rp 1.000.000

Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa volume


penjualan BEP yang dinyatakan dalam rupiah sebesar Rp 500.000.
Apabila volume penjualan tersebut dibagi dengan harga jual per unit,
hasilnya menunjukkan break-even point dalam unit yaitu:

Rp 500.000
= = 5.000 unit
Rp 100

Dalam analisa BEP perlu pula dipahami konsep Margin of Safety.


Margin of safety merupakan batas penurunan penjualan yang bisa ditolerir
oleh perusahaan agar tidak menderita kerugian (Sutrisno, 2000). Besarnya
margin of safety dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


= 100%

Margin of Safety merupakan angka yang menunjukkan jarak antara


penjualan yang direncanakan atau dibudgetkan (budgeted Sales) dengan
penjualan pada break even. Dengan demikian maka margin of safety adalah
juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau berkurangnya penjualan
melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan menderita kerugian. Dari
contoh, besamya margin of safety dapat dihitung sebagai berikut:

1.000.000 500.000
= 100% = 50%
1.000.000

25
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Angka margin of safety sebesar 50% menunjukkan jika jumlah
penjualan yang nyata berkurang atau menyimpang lebih besar dari 50% (dari
penjualan yang direncanakan) perusahaan akan menderita kerugian. Kalau
berkurangnya penjualan hanya 40% dari yang direncanakan, perusahaan
belum menderita kerugian.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makin kecil margin of safety


berarti makin cepat perusahaan menderita kerugian dalam hal adanya
penurunan jumlah penjualan yang nyata. Untuk membedakan batas
penyimpangan yang dapat menimbulkan kerugian dinyatakan dalam angka
absolut dan dalam angka relatif, kadang-kadang digunakan dua macam
istilah. Untuk batas penyimpangan yang absolut digunakan istilah margin of
Safety dan untuk batas penyimpangan dalam angka yang relatif (dalam
persentase dari penjualan) digunakan istilah margin of safety ratio. Untuk
contoh tersebut di atas besarnya margin of safety adalah Rp 500.000 dan
besarnya margin of safety ratio adalah 50%.

III. JENIS BIAYA BERDASARKAN BREAK EVEN POINT

Biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Variabel Cost (biaya Variabel)

Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan
perubahan volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam
biaya variabel total. Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari penjualan, atau variabel cost per
unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

2. Fixed Cost (biaya tetap)

Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak
terpengaruh oleh volume penjualan melainkan dihubungkan dengan
waktu(function of time) sehingga jenis biaya ini akan konstan selama
periode tertentu. Contoh biaya sewa, depresiasi, bunga. Berproduksi
atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap dikeluarkan.

26
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
3. Semi Varibel Cost

Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan
sebagian tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost.
Biaya yang tergolong jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi
salesman dimana komisi bagi salesman ini tetap unutk range atau
volume tertentu, dan naik pada level yang lebih tinggi.

Apabila perusahaan mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan


muncul masalah break even point dalam perusahaan tersebut. Masalah break
even point baru akan muncul apabila suatu perusahaan disamping mempunyai
biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara
totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan volume produksi perusahaan,
sedangkan besarnya biaya tetap sacara totalitas tidak mengalami perubahan
meskipun ada perubahan volume produksi.

Karena adanya unsur biaya variabel disuatu sisi dan unsur biaya tetap
disisi lain maka suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita
kerugian karena penjualan hanya menutupi biaya tetap. Ini berarti bahwa
bagian dari hasil penghasilan penjualan yang tersedia hanya cukup untuk
menutupi biaya tetap tetapi tidak cukup menutupi biaya variabelnya.

Volume penjualan dimana penghasilan total sama besarnya dengan


biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak mencapai laba atau keuntungan dan
tidak menderita kerugian disebut Break Even Point.

Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk


menguji tindakan-tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan
alternatif-alternatif atau tujuan pengambilan keputusan yang lain. Analisa
break even point tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan
perusahaan yang break even saja, akan tetapi analisa break even point mampu
memeberikan informasi kepada pimpinan perusahaan mengenai berbagai
tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan kemungkinan memperoleh
laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

27
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
IV. ANALISIS BEP SEBAGAI DASAR PERENCANAAN LABA DAN
PENENTUAN TINGKAT PENJUALAN

Perusahaan dapat menjaga tingkat profitabilitasnya apabila semua


aktifitas yang ada dalam perusahaan tersebut dilaksanakan secara terpadu dan
terus menerus disertai dengan langkah dan strategi yang terencana,
terkoordinasi dan terkendali. Untuk pencapaian laba seperti yang diharapkan,
perlu disusun suatu perencanaan laba yang akurat. Salah satu alternalif dari
analisis perencanaan laba yang dapat digunakan dalam menetapkan tingkat
penjualan adalah menggunakan analisis break even point atau titik impas atau
titik pulang pokok. Analisis break even point adalah suatu teknik analisis
untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, harga jual
dan volume penjualan.

Sebagai contoh perusahaan kopi bubuk Cap NONGKO merupakan


perusahaan kopi yang cukup lama berdiri yaitu pada tahun 1978 sampai
sekarang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat penjualan, harga
jual dan laba tahun 2006, menentukan jumlah maksimum penurunan
penjualan agar perusahaan tidak mengalami kerugian, dan menentukan
produk yang harus ditingkatkan agar perusahaan mendapatkan keuntungan
maksimal. Setelah mengetahui hasil analisis break even point , terlihat bahwa
perubahan laba dan tingkat break evennya yang paling mengguntungkan bagi
Perusahaan Kopi Bubuk Cap Nongko Tuban adalah meningkatkan
penjualan dan produksi produk III atau istimewa jika dibandingkan dengan
kedua produk lainnya.

Rumusnya adalah sebagai berikut :

BEP = Total Fixed Cost


Harga perunit variable cost perunit

dan atau :
BEP adalah Total Revenue sama dengan Total Cost

28
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Contoh kasus yang diungkapkan :

Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah
kaos kaki adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per
kaos kaki dan biaya tetap sebesar Rp. 10.000.000

BEP = 10.000.000 / (10.000 5.000)

BEP = 20.000

Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi


seimbang antara biaya dengan keuntungan/profit.

1. Bagaimana jika kaos kaki yang dibuat 1000 pasang?


2. Bagimana jika pertanyaannya di ubah menjadi ; Jika berproduksi 1000
pairs, pada harga berapa seharunya kaos kaki tersebut dijual agar
perusahaan mencapai break even point?
3. Jika berproduksi 1000 pairs dengan harga Rp 10,000/pair, berapa
fixed cost yang bisa dialokasikan agar perusahaan mencapai break
even?
4. Jika berproduksi 5000 pairs, harga kaos kaki Rp 15,000/pair berapa
lama perusahaan akan mencapai BEP?
5. Fixed Cost yang dimaksudkan pada contoh diatas meliputi apa saja?
(fixed cost yang dimaksudkan disini adalah pengeluaran-pengeluaran
yang tidak dipengaruhi oleh aktivitas produksi).
6. Yang dimaksudkan variable cost dari proses produksi kaos kaki disini
apa saja?.
7. Bagaimana jika ada mixed cost (cost yang sebagian tergolong fixed
cost, sisanya tergolong variable cost). Misal: Perusahaan menyewa
genset untuk satu bulan Rp 10,000,000,- untuk penggunaan 8 jam saja,
sedangkan kelebihan jam penggunaan akan dihitung Rp 25,000/jam.
Perusahaan juga membayar gaji seorang salesman dengan Gaji Pokok
Rp 2,000,000,- dan komisi 2% untuk setiap penjualan yang dihasilkan.
Bagaimana menentukan BEP-nya?.

29
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
8. Bagaimana jika perusahaan tidak hanya menjual kaos kaki,
perusahaan juga menjual kaos dalam dan celana dalam, bagaimana
menghitung BEP-nya?

Untuk menjawab tantangan business yang semakin berkembang,kita


tidak bisa berpatokan pada satu formualsi saja, formula harus lebih jauh lagi.
Dari logika diawal bahwa break even point adalah titik dimana perusahaan
belum memperoleh keuntungan tetapi juga tidak dalam kondisi rugi, maka
Break Even Point dapat kita formulasikan secara sederhana sebagai berikut:

BEP : TR = TC
Dimana TR = Total Revenue ; TC = Total Cost

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan Sales, Cost,


Volume, Profit termasuk waktunya, kita coba kembangkan formula sederhana
di atas sehingga menjadi lebih flexible dan bisa beradaptasi dengan situasi
yang berbeda-beda, yaitu dengan membentuk persamaan linear sederhana
seperti dibawah ini:

TR = TC
TR TC = 0

Karena TR adalah untuk Total Revenue maka TR dapat kita turunkan


menjadi :
TR = Unit Price x Qty

Sedangkan TC stand for Total Cost, yang mana kita semua tahu bahwa
dalam Cost Accounting, cost itu ada 2 macamnya, yaitu: Variable Cost dan
Fixed Cost, maka turunan dari TC adalah:
TC = Variable Cost + Fixed Cost

Dari formula di atas kita turunkan lagi menjadi:


TC = [Qty x Unit Variable Cost] + Fixed Cost

30
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Selanjutnya kita akan membuat persamaan linear secara penuh untuk kondisi
Break Even Point:
TR - TC = 0
[Qty x Unit Price] - [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau
[Qty x Unit Price] - [Qty x Unit VC] - Fixed Cost = 0
Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost

Pertanyaan : Jika perusahaan berproduksi dalam jumlah tertentu, agar


perusahaan bisa mencapai break even point, berapakah unit price yang harus
ditargetkan?

* Target nya adalah Unit Price, maka formulanya:


Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost
Unit Price = [Fixed Cost / Qty] + Unit Variable Cost

Pertanyaan: Jika perusahaan menyadari bahwa harga paling bersaing untuk


produknya adalah Rp tertentu, maka berapa pcs kah perusahaan harus
berproduksi agar mencapai break even point?
maka formulanya:
Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost
Qty = Fixed Cost / [Unit Price - Unit Variable Cost]

Determinasi Elemen-Elemen Break Even Point


Elemen-elemenya BEP terdiri: Revenue (R), Quantity (Qty), Unit Price,
Variable Cost, Unit Variable Cost, dan Fixed Cost.

Revenue (R) : adalah pendapatan, yang dalam perusahaan manufactur


biasanya didominasi oleh Sales, yang mana Sales adalah jumlah
terjual (Qty=Quantity) dikalikan dengan unit price product yang akan
terjual.

Quantity (Qty) : adalah jumlah barang yang akan dijual, yang dalam
perusahaan manufactur tentunya diproduksi terlebih dahulu.

Unit Price : adalah harga per unit dari barang yang akan dijual

31
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Variable Cost : adalah cost yang timbul akibat diproduksinya suatu
product (barang), artinya segala yang cost yang terjadi untuk
memproduksi suatu barang. Seperti sebutannya Variable Cost, akan
berubah-ubah mengikuti jumlah product yang akan diproduksi.
Semakin banyak jumlah yang diproduksi semakin bedar juga variable
cost-nya, begitu juga sebaliknya. Jika kita lihat pada Laporan Laba
rugi nantinya, variable cost akan tergolong ke dalam kelompok Cost
of Good Sales, yang pada perusahaan manufacur umumnya terdiri
dari: Bahan Baku (Raw Material), Bahan Penolong, Cost Tenaga
Kerja Langsung (Direct labor Cost) dan Ovear Head Cost yang
biasanya terdiri dari penyusutan Gedung Pabrik, Penyusutan Mesin
(Machineries) yang menggunakan unit production output,
Maintenance, Listrik (electricity), Pengiriman (Delivery & Services).

Unit Variable Cost : adalah besarnya variable cost yang ditimbulkan


untuk membuat satu unit produk tertentu, yang besarnya diperoleh
dengan cara membagi total variable cost (Variable Cost) dengan
jumlah product yang dibuat (Qty).

Fixed Cost : adalah cost yang akan terjadi akibat penggunaan sumber
daya tertentu yang penggunaannya tanpa dipengaruhi oleh banyak
sedikitnya produk yang diproduksi. Dengan kata lain: berapapun
jumlah product yang dibuat, fixed cost yang akan dibuat, costnya
relative sama, bahkan tidak berproduksi sekalipun cost ini akan tetap
terjadi. Seperti sebutannya, fixed cost sifatnya relative stabil, tidak
dipengaruhi oleh production output. Adapun jenis-jenis cost yang
terjadi biasanya yang ada pada kelompok Biaya Operasional
(Operating Expenses: Payroll, Office Supplies), Lease Hold (Hak
Sewa), termasuk penyusutan-penyusutan dan amortisasi yang
menggunakan metode garis lurus.

32
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
V. APLIKASI ANALISIS BREAK EVEN POINT PADA KASUS

Kesuksesan PT. Royal Bali Cemerlang dalam memproduksi produk


kaos kaki, membuat board member berencana akan melakukan expansi usaha,
yaitu dengan membuat pabrik pakaian jadi yang akan memproduksi women
apparels (Blouses, Skirts, Trousers & Short Pants). Untuk maksud tersebut
PT. Royal Bali Cemerlang akan membangun pabrik yang akan menggunakan
badan usaha sendiri yang akan diberi nama PT. Royal Bali Apparel, berikut
adalah Investasi dan budget yang akan dialokasikan:

Di bulan pertama operasi, PT. Royal Bali Apparel berencana akan


mulai membuat jenis product Blouses. Perusahaan belum tahu berapa
volume (Qty) blouse yang akan diproduksi dan berapa unit price yang akan di
set untuk 1 piece blouse. Dari hasil research yang dilakukan, diketahui bahwa
harga pasaran 1 pc blouse kurang lebih Rp 60,000,-/pc.

Dibawah ini adalah estimated consumption yang diperkirakan oleh


Production Dept untuk 1 piece blouse: On other hand, Marketing Dept
merekomendasikan agar produk blouse yang akan di launched mendapat
sambutan yang significant dari pasar, PT. Royal Bali Apparel hendaknya
mematok harga dibawah harga pasaran blouse saat ini (dibawah Rp
60,000/pc)

Pak Harri Prasetyo (Financial Controller) PT. Royal Bali Cemerlang


yang sekaligus ditugaskan sebagai CFO (Chief Financial Officer) di PT.
Royal Bali Apparel mencoba mengira-ngira. Jika kapasitas produksi adalah
2000 pcs blouse per bulan maka :

1. Berapa unit price yang harus direkomendasikan oleh Pak Harri


Prasetyo agar perusahaan bisa mencapai break even point dalam
waktu 2 bulan?

2. Apakah target break even point dalam 2 bulan realistic? Apa langkah
selanjutnya dari Pak Harri Prasetyo?

33
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Kita ikuti langkah-langkah perhitungan yang dibuat oleh Pak Harri Prasetyo :

Langkah pertama : Determinasi Fixed Cost

Karena Pak Lie menargetkan lamanya break even point selama 2 bulan saja,
maka, Semua monthly expense dikalikan 2 (dua), sehingga Pak Lie
memperoleh Fixed Cost seperti dibawah ini.

Langkah dua : Determinasi Unit Variable Cost

Pak Harri Prasetyo menggunakan estimated consumption yang dibuat oleh


Production Dept yaitu sebesar Rp 45,750/pc.

Langkah tiga : Penghitungan Break Even Point dengan Target Unit Price

Break Even Point TR = TC

TR TC = 0
[Qty x Unit Price] - [(Qty x Unit VC) + Fixed Cost] = 0, atau
[Qty x Unit Price] - [Qty x Unit VC] - Fixed Cost = 0

Karena targetnya adalah Unit Price, maka:

Qty x [Unit Price - Unit Variable Cost] = Fixed Cost


Unit Price = [Fixed Cost / Qty] + Unit Variable Cost

Setelah angka-angka dimasukkan, maka Pak Lie memperoleh perhitungan


seperti di bawah ini:

Fixed Cost : Pak Lie membebankan 2 bulan payroll, 2 bulan office supplies
dan 2 bulan telephone expense, kelihatannya sudah benar juga. Tetapi coba
kita lihat penyusutan dan amortisasi yang dibebankan, kelihatannya ada yang
aneh. Semuanya dibebankan sekaligus, mana mungkin company set-up yang
umur ekonomisnya 30 tahun dibebankan dalam 2 bulan, mana mungkin
leasehold yang umur ekonomisnya 5 tahun dibebankan 2 bulan.

34
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
Sehingga kita memperoleh Fixed cost seperti dibawah ini:

Unit Variable Cost sudah benar, jadi tetap Rp 45,750/pc

Selanjutnya, kita hitung Break Even Point dengan target Unit Price dengan
cara memasukkan semua elemen yang ada ke dalam formula yang sama
seperti yang di pakai oleh Pak Harri Prasetyo:

Unit Price = [Fixed Cost / Qty] + Unit Variable Cost.

Maka akan diperoleh :

Dengan kapasitas produksi 2000 sebulan dan dengan Variable cost yang ada,
serta fixed cost yang dialokasikan sesuai dengan umur ekonomisnya, PT.
Royal Bali Apparel harus menjual product blousenya seharga Rp 73,698,-/pc
agar mencapai break even dalam waktu dua bulan.

35
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Teknik analisis Break Even Point sudah umum bagi segenap pelaku
bisnis. Hal ini sangat berguna di dalam pengaturan bisnis dalam cakupan
yang luas, termasuk organisasi yang kecil dan besar. Ada 2 (dua) alasan
mengapa para pelaku bisnis menerima alasan ini :

1) Analisis ini berdasarkan pada asumsi yang lugas.

2) Perusahaan-perusahaan telah menemukan bahwa informasi yang


didapat dari metode titik impas ini sangat menguntungkan di dalam
pengambilan keputusan.

Break Even Point adalah suatu keadaan dimana perusahaan dalam


operasinya tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau
dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada
laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam
operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume
penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Dan
apabila penjualan hanya cukup menutupi sebagian biaya variabel dan
sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya,
perusahaan akan memperoleh keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya
variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan.

Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan


sesuai dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang
semaksimal mungkin, yang dapat dilakukan dengan tiga langkah yaitu :

1) Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-


rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan
kuantitas.

36
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
2) Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang
dikehendaki.

3) Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.

Dari ketiga langkah-langkah tersebut diatas tidak dapat dilakukan


secara terpisah-pisah karena tiga faktor tersebut mempunyai hubungan yang
erat dan saling berkaitan. Pengaruh salah satu faktor akan membawa akibat
terhadap seluruh kegiatan operasi. Oleh karena itu struktur laba dari sebuah
perusahaan sering dilukiskan dalam break even point, sehingga mudah untuk
memahami hubungan antara biaya, volume kegiatan dan laba.

Saran

Dengan kondisi bunga deposito yang semakin menurun, tentunya


tidak memberikan return yang cukup baik untuk meningkatkan daya beli kita
akan dana yang kita miliki. Hal ini bisa disebabkan oleh tingkat inflasi yang
lebih besar dari bunga deposito.

Bila kita mencoba untuk memulai suatu usaha baru dalam rangka
untuk meningkatkan return kita (apapun usaha yang kita pilih seperti toko
lampu, toko HP, toko stationary, usaha laundry dll), tentunya kita perlu
menghitung-hitung berapa dana yang diperlukan untuk menyewa tempat
usaha, membeli perabotan, mempekerjakan karyawan dan hal-hal lain, dan
kita juga harus membuat proyeksi ; a) Berapa volume penjualan yang perlu
diperoleh agar dapat minimal menutup seluruh biaya-biaya timbul. Ini dikenal
dengan istilah Break Even Point (BEP/Analisis Pulang Pokok) dimana
seluruh biaya yang timbul sama dengan total penjualan yang diperoleh,
sehingga perusahaan tidak memperoleh laba maupun kerugian, b) Berapa
volume penjualan yang diperlukan agar kita dapat memperoleh laba yang kita
targetkan.

Untuk dapat membuat proyeksi tersebut tentunya kita perlu


mengetahui bagaimana cara menghitung Break Even Point atau yang biasa

37
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
disingkat BEP. Dalam menyusun perhitungan BEP, kita perlu menentukan
dulu 3 elemen dari rumus BEP yaitu :

1) Fixed Cost (Biaya tetap) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyewa
tempat usaha, perabotan, komputer dll. Biaya ini adalah biaya yang
tetap kita harus keluarkan walaupun kita hanya menjual 1 unit atau 2
unit, 5 unit, 100 unit atau tidak menjual sama sekali.
2) Variable cost (biaya variable) yaitu biaya yang timbul dari setiap unit
penjualan contohnya setiap 1 unit terjual, kita perlu membayar komisi
salesman, biaya antar, biaya kantong plastic, biaya nota penjualan.
3) Harga penjualan yaitu harga yang kita tentukan dijual kepada pembeli

38
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Buku

Sutrisno. 2000. Manajemen Keuangan: Teori, Konsep dan Aplikasi. Penerbit


EKONISIA, Yogyakarta.

Sumber dari Internet on-line

http://matakuliahekonomi.wordpress.com/2010/11/16/pengertian-titik-impas-
break-event-point/

http://ilmumanajemen.wordpress.com/2009/02/20/break-event-point
bep/2011/12/16

http://www.wealthindonesia.com/wealth-growth-and-accumulation/cara-simple-
menghitung-break-even-point-dalam-usaha.html

39
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG
40
SITI NUR FAIZAH_AKUNTANSI 2011 STIE PGRI DEWANTARA JOMBANG

Anda mungkin juga menyukai