Anda di halaman 1dari 11

NABILA SARI

KELAS: VII E

KERAJAAN MATARAM KUNO

A. PENYEBAB RUNTUHNYA

Hancurnya Kerajaan Mataram Kuno dipicu permusuhan antara Jawa dan Sumatra
yang dimulai saat pengusiaran Balaputradewa oleh Rakai Pikatan.
Balaputradewa yang kemudian menjadi Raka Sriwijaya menyimpan dendam
terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi
permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan
Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia
Tenggara.

Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika
Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur,
pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah
Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu
Sindok.

Runtuhnya Kerajaan Mataram ketika Raja Dharmawangsa Teguh yang


merupakan cicit Mpu Sindok memimpin. Waktu itu permusuhan antara Mataram
Kuno dan Sriwijaya sedang memanas. Tercatat Sriwijaya pernah menggempur
Mataram Kuno tetapi pertempuran tersebut dimenangkan oleh Dharmawangsa.
Dharmawangsa juga pernah melayangkan serangan ke ibu kota Sriwijaya. Pada
tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta
perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari
Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa
tersebut, Dharmawangsa tewas.

B. PENINGGALAN KERAJAAN MATARAM KUNO

Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Guning Wukir di desa Canggal


berangka tahun 732 M. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa
Sansekerta yang isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa)
di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga diceritakan bawa
yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang digantikan oleh Sanjaya anak
Sannaha (saudara perempuan Sanna).
Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta berangka tahun 778M,
ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta. Isinya
menceritakan pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta
oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra dan Panangkaran juga
menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha).
Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M
yang menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isi dari prasasti tersebut adalah daftar
silsilah raja-raja Mataram yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu
Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung,
Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M ditulis dalam
huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan Acra
Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.

KERAJAAN SINGASARI

A. PENYEBAB RUNTUHNYA

Hal yang menyebabkan mundurnya kerajaan Singasari yakni, pada tahun


1292 M, Jayakatwang (Raja kecil di Kediri) melakukan pemberontakan.
Ternyata Singasari dapat dikalahkan dan Kertanegara dapat dibunuh. Ini
terjadi karena sebagian besar pasukan dikirim untuk melakukan Ekspedisi
Pamalayu. Dengan sedikitnya pasukan di dalam kerajaan, memudahkan bagi
Jakatwang untuk melakukan pemberontakan.

Kertanegara di candikan di Candi Jawi sebagai syiwa-Buddha dan Bairawa


di Candi Singosari. Sebagian keluarga di istana melarikan diri yang kelak
akan mendirikan Majapahit. Akhirnya, Jakatwang naik takhta menjadi Raja
Singasari. Pada saat penyerangan tersebut, Raden Wijaya, menantu
Kertanegara dapat meloloskan diri ke Madura dan mendapat pertolongan
dari Bupati Sumenep, Arya Wiraraja.

Bertepatan dengan selesainya persiapan untuk menyerang Kediri, pasukan


Kubilai Khan datang menyerang Singasari. Mereka mengira Singasari masih
dipimpin oleh Kertanegara yang telah menghinanya. Kesempatan ini
dimanfaatkan oleh Raden Wijaya yang segera bergabung dengan pasukan
Kubilai Khan untuk menyerang Singasari.

Dengan mudah, pasukan gabungan antara tentara Mongol dengan pasukan


Raden Wijaya berhasil mengalahkan Singasari. Setelah berhasil mengalahkan
Singasari disertai tewasnya Jayakatwang, pasukan tentara Mongol berpesta
merayakan kemenangannya.

Namun tanpa diketahui Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol.


Pasukan Mongol hancur dan sisanya pulang ke negerinya. Pada tahun 1293 M,
Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit yang terkenal.

B. PENINGGALAN KERAJAAN SINGASARI

1. Candi Singosari
Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak
pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan
penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada yang
bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat
"pendharmaan" bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang
mangkat(meninggal) pada tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-
gelang yang dipimpin oleh Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah
selesai dibangun.

2. Candi Jago

Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini
cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita
setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra
dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun
atas bahan batu andesit.

3. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa


Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan
peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa
itu. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat
sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama
Candi Rawan.

4. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut
penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke
wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti
dimanan letak kotaraja Singhasari.

5. Prasasti Manjusri

Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian


belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi
Jago dan sekarang tersimpan di Museum Nasional Jakarta

6. Prasasti Mula Malurung

Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa


Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa
lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun
1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja
Singhasari.

Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua waktu


yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di
dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali
ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi
penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di
Museum Nasional Indonesia, Jakarta.

7. Prasastri Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan
ditulis dengan Aksara Jawa.

Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau


candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh
pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci,
termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua
mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan
sebuah caitya.

8. Candi Jawi

Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan -


Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat
pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan
tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari,
Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi
Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang
merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.

9. Prasasti Wurare

Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati


penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga
prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa
Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut
sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan
Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina
(Buddha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada
bagian bawahnya.

KERAJAAN MAJAPAHIT

A. PENYEBAB RUNTUHNYA

Kemerosotan kekuasaan istana majapahit menyebabkan para adipati daerah


pantai yang beragama islam membebaskan diri dan tidak tunduk lagi pada
perintah-perintah raja majapahit.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
itu meliputi :
Faktor Agama
Penyebaran Islam di Asia Tenggara, melalui jalur perdagangan yang lebih dulu
terpengaruh adalah para pedagang, maka para pedagang Majapahit beragama
Islam, tetapi Majapahit masih Hindu. Para pedagangpun menentang Majapahit
dan meninggalkan Majapahit.
Faktor Politik
Dalam negeri, kesatuan Majapahit itu berkat kekuatan Gajah Mada, tetapi setelah
Gajah Mada Meninggal, banyak daerah Cina yang otonom tak membayar pajak
dan meninggalkan Majapahit.
Faktor Perselisihan
Sebelum Majapahit runtuh terjadi perang saudara (perang paregreg) pada tahun
1405-1406 antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Yang diakhiri
dengan meninggalnya Wirabhumi.
Terjadi pergantian raja yang dipertengkarkan pada tahun 1450-an.
Pemberontakan besar yang dilancarkan oleh seorang bangsawan pada tahun
1468.
Faktor Ekonomi
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, sudah mulai berdirinya kerajaan-
Kerajaan yang bercorak islam. Karena itu, para pengikut Majapahit sudah mulai
meninggalkan Majapahit sedikit demi sedikit untuk berpindah ke kerajaan Islam
tersebut.
selain itu, Kelemahan pemerintahan pusat akibat perang saudara mengakibatkan
kemunduran ekonomi Majapahit. Perdagangan di kepulauan Nusantara diambil
alih oleh pedagang-pedagang Melayu dan Islam

B. PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT

1. Candi Sukuh Candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang pertama adalah Candi Sukuh.
Candi ini terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar-Jawa Tengah.
Berbeda dengan candi-candi peninggalan kerajaan Majapahit lainnya, Candi Sukuh
dianggap memiliki bentuk yang tidak lazim.

2. Candi Cetho
Candi Cetho terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Karanganyar-
Jawa Tengah. Salah satu candi peninggalan Kerajaan Majapahit ini diperkirakan berasal
dari masa akhir keruntuhan kerajaan Majapahit sebelum menjelang keruntuhannya
atau tepatnya sekitar abad ke 15 Masehi. Candi ini ditemukan pada tahun 1842 berkat
tulisan arkeolog Belanda bernama van de Vlies

3. Candi Pari

Candi Pari adalah candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang terletak Desa Candi Pari,
Kecamatan Porong, Sidoarjo - Jawa Timur. Candi yang diperkirakan dibangun pada
masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk (1350-1389 M) ini terletak sekitar 2 km arah
Barat Laut semburan pusat lumpur panas Lapindo Brantas.
KERAJAAN SRIWIJAYA
A. PENYEBAB RUNTUHNYA

Sejak abad ke-7 M Sriwijaya sering melakukan ekspansi wilayah terhadap


beberapa daerah dengan tujuan untuk memakmurkan rakyatnya. Ekspansi ini
meliputi Jawa dan Semenanjung Malaya. Pada kala itu kedua wilayah tersebut
merupakan jalur pelayaran terbesar sehingga Sriwijaya mampu mengontrol jalur
pelayaran pula.

Pada masa raja Samartungga, yakni pada tahun 795 hingga 835 ekspansi militer
Sriwijaya sudah mulai berkurang. Sebab raja Samartungga lebih banyak
menghabiskan sumber daya untuk memperkuat penguasaan kerajaan di jawa.
Pada masa kepemimpinan raja Samartungga inilah candi borobudur yang sangat
megah itu dibangun dan selesai pada tahun 825 M. Candi borobudu merupakan
salah satu peninggalan kerajaan sriwijaya yang masih bisa kita lihat
keberadaanya hingga saat ini.

Sriwijaya memanglah kerajaan yang sangat besar dan kuat, namun tiada gading
yang tak retak, sehingga Sriwijaya mengalami keruntuhan. Pada saat itu kerajaan
Sriwijaya diserang oleh sebuah kerajaan yang dipimpin oleh raja cholamandala
yang pada ahirnya terjadilah suatu pertempuran sengit antara keduanya. Akan
tetapi seerangan raja Cholamandala sangatlah kuat sehingga mampu membuat
kerajaan Sriwijaya sangat lemah dan mengalami kemunduran. Serangan tersebut
juga mengakibatkan kebangkitan kerajaan Melayu-Jambi menjadi lebih kuat.

Setelah terjadi penyerangan dari raja Cholamandala wilayah kerajaan Sriwijaya


direbut oleh kerajaan Melayu-Jambi yanng mengakibatkan semakin kecilnya
wilayah kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Melayu-Jambi pun berubah menjadi
kerajaan yang cukup besar dan menggeserkan roda kekuasaan kerajaan
Sriwijaya.

Kerajaan Sriwijaya mulai runtuh antara tahun 1178 dan 1225 disebabkan
penaklukan oleh kerajaan Melayu-Jambi. Namun ada pula yang mengatakan
bahwa melemahnya kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh munculnya agma Islam
(Moh. Dahlan Mansoer, 1979:132)

B. PENINGGALAN KERAJAAN SRIWIJAYA

1. Prasasti Ligor

Prasasti Ligor merupakan prasasti yang terdapat di Ligor (sekarang Nakhon Si Thammarat,
selatan Thailand). Prasasti ini merupakan pahatan ditulis pada dua sisi, bagian pertama disebut
prasasti Ligor A atau dikenal juga dengan nama manuskrip Viang Sa sedangkan di bagian lainnya
disebut dengan prasasti Ligor B.
Isi:

Dari manuskrip Ligor A ini berisikan berita tentang raja Sriwijaya, raja dari segala raja yang ada
di dunia, yang mendirikan Trisamaya caitya untuk Kajara.[2] Sedangkan dari manuskrip Ligor B
berangka tahun 775, berisikan berita tentang nama Visnu yang bergelar Sri Maharaja, dari
keluarga S ailendravams a serta dijuluki dengan S esavva rimadavimathana (pembunuh musuh-
musuh yang sombong tidak bersisa).

2. Prasasti Palas Pasemah

Prasasti Palas Pasemah, prasasti pada batu, ditemukan di Palas Pasemah, di tepi Way (Sungai)
Pisang, Lampung. Ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Melayu Kuna sebanyak 13 baris.
Meskipun tidak berangka tahun, namun dari bentuk aksaranya diperkirakan prasasti itu berasal
dari akhir abad ke-7 Masehi.

Isi:

Isinya mengenai kutukan bagi orang-orang yang tidak tunduk kepada Sriwijaya.

3. Prasasti Leiden

Prasasti Leiden merupakan manuskrip yang ditulis pada lempengan tembaga berangka
tahun1005 yang terdiri dari bahasa Sanskerta dan bahasa Tamil. Prasasti ini dinamakan sesuai
dengan tempat berada sekarang yaitu pada KITLV Leiden, Belanda.

Isi:

Prasasti ini memperlihatkan hubungan antara dinasti Sailendra dari Sriwijaya dengan dinasti
Chola dari Tamil, selatan India.

4. Prasasti Kota Kapur


Prasasti ini ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka. Prasasti ini dinamakan menurut tempat
penemuannya yaitu sebuah dusun kecil yang bernama Kotakapur. Tulisan pada prasasti ini
ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuna, serta merupakan salah satu
dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini ditemukan oleh J.K. van der Meulen pada
bulan Desember 1892.

Isi:

Prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari lima buah batu prasasti kutukan yang dibuat oleh
Dapunta Hiya, seorang penguasa dari Kada tuan S rwijaya.

5. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di
Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang,Sumatera Selatan, di tepi Sungai Tatang
yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 80 cm, ditulis
dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuna. Prasasti ini sekarang disimpan di
Museum Nasional Indonesia

Isi:

Menyatakan bahwa Dapunta Hyang mengada- kan perjalanan suci (sidhayarta) dengan perahu
dan membawa 2.000 orang. Dalam perjalanan tersebut, ia berhasil menaklukkan beberapa
daerah.

6. Prasasti Hujung Langit


Prasasti Hujung Langit, yang dikenal juga dengan nama Prasasti Bawang, adalah sebuah prasasti
batu yang ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung, Indonesia. Aksara yang digunakan di
prasasti ini adalah Pallawa dengan bahasa Melayu Kuna. Tulisan pada prasasti ini sudah sangat
aus, namun masih teridentifikasi angka tahunnya 919 Saka atau 997 Masehi.

Isi:

Isi prasasti diperkirakan merupakan pemberian tanah sima.

7. Prasasti Talang Tuwo

Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (residen Palembang
kontemporer) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang,

Isi:

Isi prasasti Talang Tuo adalah berupa doa-doa dedikasi, dimana hingga kini, doa-doa demikian
masih dijalankan dan diyakini. Prasasti ini memperkuat bahwa terdapat pengaruh yang kuat dari
cara pandang Mahayana pada masa tersebut, dengan ditemukannya kata-kata seperti bodhicitta,
mahasattva, vajrasarira, danannuttarabhisamyaksamvodhi, dimana istilah-istilah bahasa
Sanskerta tersebut memang digunakan secara umum dalam ajaran Mahayana.

Anda mungkin juga menyukai