BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Persiapan
Persiapan pasien sebaiknya berlangsung dalam 2 fase yang berbeda, yaitu :
1. Fase Pra-rumah Sakit (Pre-hospital)
Umumnya terdapat 3 kategori personel pada
kegawatdaruratan, yaitu: penerima pertama, Basic Emergency
Medical Technicians (EMT-B), dan paramedis (EMT-P). Penerima
pertama adalah orang yang sudah terlatih untuk memberikan
pertolongan pertama seperti, pembalutan, pembidaian, kontrol
perdarahan, dan resusitasi jantung paru. Umumnya, mereka adalah
polisi, pemadam kebakaran, dan relawan lain yang tiba pertama
kali di tempat kejadian. Penerima pertama umumnya tidak
melakukan transportasi pada pasien. EMT-B adalah orang yang
terlatih untuk melakukan bantuan hidup dasar, meliputi penilaian
tanda dan gejala, membebaskan tubuh pasien yang mungkin
terperangkap dalam kendaraan, imobilisasi, dan memberikan terapi
non-invasif seperti pemberian oksigen. EMT-T adalah orang yang
sarung tangan kedap air bila ada kontak dengan cairan tubuh pasien
(American College of Surgeons, 2008).
2.3 Triase
Triase adalah cara pemilahan pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada prioritas ABC (Airway dengan
kontrol vertebra servikal, Breathing, dan Circulation dengan kontrol perdarahan)
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2011) berikut
merupakan langkah-langkah triase:
1. Ambulans Transportasi
Ambulans ini dipakai untuk penderita yang tidak memerlukan
perawatan khusus/tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan
diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan.
Berikut ini merupakan persyaratan persyaratan teknis yang harus
terpenuhi:
a. Kendaraan roda empat atau lebih dengan peredam getaran yang lunak.
b. Warna kendaraan putih.
c. Sirene 1(satu) atau 2(dua) nada.
d. Lampu rotator berwarna biru terletak di tengah atas kendaraan.
e. Antara dinding dan lantai tidak bersudut dan lantainya landai.
f. Dilengkapi dengan sabuk pengaman untuk penderita dan petugas.
g. Buku petunjuk pemeliharaan alat alat berbahasa Indonesia.
h. Radio komunikasi/telepon genggam di ruangan pengemudi.
i. Ruangan penderita mempunyai akses langsung dengan tempat
pengemudi.
j. Tempat duduk bagi petugas dan keluarga di ruangan penderita.
k. Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya 1(satu) tandu.
l. Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 20 cm di atas tempat
penderita.
m. Tempat sambungan listrik khusus untuk 12 Volt DC di ruang penderita.
n. Lampu ruangan secukupnya dan bukan neon.
o. Lemari untuk obat dan peralatan.
p. Tempat kereta dorong penderita.
q. Dipersiapkan untuk dapat membawa inkubator transport.
p. Peta lokasi.
q. Persiapan alat medis berupa tabung oksigen dengan peralatannya,
peralatan resusitasi lengkap untuk dewasa dan anak, peralatan medis
pertolongan pertama kegawatdaruratan dan cairan infus secukupnya,
serta peralatan upaya pelayanan medis sesuai tujuan penggunaan
kendaraan.
r. Persiapan petugas yang terdiri dari 1(satu) orang pengemudi dengan
kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan dan
komunikasi, 1(satu) orang perawat (jumlah sesuai kebutuhan),petugas
paramedis lain sesuai kebutuhan dan 1(satu) orang dokter masing -
masing dengan kemampuan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan.
Secara umum, tata tertib yang perlu dipatuhi selama transportasi
menggunakan ambulans jenis ini sama dengan tata tertib penggunaan
ambulans transportasi.
j. Persiapan alat medis berupa tabung oksigen dan regulator, EKG monitor
dan defibrilator, kotak darurat/emergensi, alat alat pertolongan luka.
k. Persiapan petugas yang terdiri dari 2(dua) orang perawat/paramedis
dengan kemampuan pertolongan pertama kegawatdaruratan.
7. Ambulans Udara
Berikut ini merupakan persyaratan persyaratan teknis yang harus
terpenuhi:
a. Heli kecil :
a. Persiapan perlengkapan medis berupa 2 buah tandu, 1 buah vacum
matres, 1 buah keranjang tandu, defibrilator/EKG monitor, pulsemeter,
kotak respirator, alat dan obat resusitasim suction, pneumatic (inflattable)
splints, kotak obat obatan (syok luka bakar, keracunan, perdarahan, dan
lain-lain) termasuk infus dan alat infus, kotak pendingin untuk
korban/bag bag korban, dan kantong mayat.
b. Persiapan perlengkapan non medis berupa baterai, ear protector,
pemadam kebakaran, radio komunikasi, dan piroteknik.
c. Persiapan personil sebanyak 3(tiga) orang terdiri dari pilot yang
mendapat latihan lengkap, dokter umum yang memiliki kemampuan
pertolongan pertama kegawatdaruratan, serta pembantu medis
(paramedis, orang awam yang telah mendapatkan pelatihan untuk
pertolongan pertama kegawatdaruratan) dan mempunyai pengetahuan
tentang lapangan.
b. Heli besar : Jenisnya sama dengan di atas hanya jumlah ditambah.
a. Persiapan personil terdiri dari pilot dibantu co-pilot, winchman, radar
operator/navigator, dan pembantu medis (jumlah disesuaikan).
c. Pesawat Fixed Wing : tergantung jenis pesawat (minimal seperti heli
besar).
2.5.1 Airway , menjaga jalan nafas dengan kontrol servikal (cervical spine
control)
1. Bentuk anatomis dari jalan napas
Pengetahuan yang benar tentang struktur anatomis jalan napas
diperlukan untuk tindakan yang akan dilakukan pada manajemen airway.
Saluran napas berawal dari rongga hidung(nasal cavity) dan rongga
mulut(oral cavities). Rongga hidung memanjang darinostrils sampai ke
rongga hidung posterior(choana). Nasofaring memanjang dari ujung rongga
hidung sampai ke soft palatum. Rongga mulut diisi oleh gigi di sisi anterior,
hard dan soft palatum di sisi superior, dan lidah di sisi inferior. Orofaring,
yang menghubungkan rongga mulut dengan nasofaring, memanjang dari soft
palatum sampai ke ujung epiglotis. Kemudian, orofaring akan berlanjut
sebagai laringofaring, yang memanjang dari epiglotis sampai ke batas atas
kartilago krikoid (setentang servikal 6 pada vertebra). Laring terletak di antara
laringofaring dan trakea. Epiglotis yang fleksibel, yang berasal dari tulang
hyoid dan bagian dasar dari lidah, menutupi glotis selama proses menelan dan
melindungi jalan napas dari aspirasi. Laryngeal inlet adalah bagian yang
terbuka menuju laring yang diisi oleh epiglotis, aryepiglottis folds, dan
kartilago aritenoid. Glotis adalah vocal apparatus, termasuk true dan
falsevocal cord, yang berada di sisi inferior dan posterior dari epiglotis.
Bagian-bagian saluran napas tampak luar juga penting untuk diketahui.
Mentum adalah bagian anterior dari mandibula, dan merupakan ujung dari
dagu. Hyoid bone membentuk bagian dasar dari rongga mulut. Kartilago
tiroidea membentuk prominensia laring (Adams Apple) dan thyroid notch.
Kartilago krikoidea, berada di sisi inferior kartilago tiroid, dan membentuk
cincin sempurna yang menopang jalan napas bagian bawah. Membran
krikotiroidea berada di antara kartilago tiroidea dan kartilago krikoidea, serta
memiliki peranan penting dalam manajemen airway yang membutuhkan
tindakan operatif (Mahadevan dan Sovndal, 2005).
Gambar 2.6 Head tilt dan chin lift Gambar 2.7 Jaw thrust tanpa head tilt
Sumber : Mahadevan dan Sovndal (2005). An Introduction to Clinical Emergency
Medicine
Tabel 2.2 Perkiraan Jumlah Darah yang Hilang pada Presentasi Klinis Inisial
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Volume darah <750 750-1500 1500-2000 >2000
yang
hilang(ml)
2. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikenali dan dikelola pada primary
survey. Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan langsung
pada luka.Sumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah
perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, fraktur tulang panjang,
retroperitoneal, atau fraktur pelvis (American College of Surgeons,
2008).
2.5.5 Exposure
Pakaian pasien harus dibuka secara keseluruhan dengan cara menggunting
pakaiannya untuk memeriksa dan mengevaluasi pasien. Setelah pakaian dibuka,
pasien harus diselimuti untuk mencegah hipotermia. Pasien harus dipakaikan
selimut hangat, suhu ruangan sudah cukup hangat, dan diberikan cairan intravena
yang telah dihangatkan (American College of Surgeons, 2008).
2.6 Resusitasi
Resusitasi yang agresif dan pengelolaan yang cepat pada yang mengancam
jiwa merupakan hal yang mutlak untuk mempertahankan hidup pasien.Yang perlu
dinilai adalah (American College of Surgeons, 2008):
2.6.1 Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua pasien. Jaw thrust atau chin
lift dapat dipakai. Bila pasien tidak sadar atau tidak ada gag reflex dapat dipakai
oropharyngeal airway. Bila ada keraguan mengenai kemampuan menjaga airway,
lebih baik memasang airway definitif.
2.6.2 Breathing/Ventilasi/Oksigenasi
Kontrol jalan nafas pada pasien dengan airway terganggu karena faktor
mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran, dicapai dengan
intubasi endotrakeal, baik melalui oral maupun nasal. Prosedur ini harus
dilakukan dengan kontrol terhadap vertebral servikal. Surgical airway
(cricothryoidectomy) dapat dilakukan bila intubasi endotrakeal tidak
memungkinkan karena kontraindikasi atau masalah teknis (American College of
Surgeons, 2008).
Adanya tension pneumothorax akan sangat mengganggu ventilasi dan
sirkulasi, dan bila curiga akan adanya keadaan ini, harus segera dilakukan
dekompresi. Setiap pasien trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi,
sebaiknya oksigen diberikan denganface mask. Pemakaian pulse oxymetry baik
untuk menilai saturasi oksigen yang adekuat (American College of Surgeons,
2008).
2.7.1 Anamnesis
Riwayat AMPLE patut diingat (American College of Surgeons, 2008):
A : Allergy
M : Medication (obat yang diminum saat ini)
P : Past illness (penyakit penyerta)
L : Last meal
E : Event (berhubungan dengan kejadian trauma)
Mekanisme perlukaan juga sangat menentukan keadaan pasien dan dapat
memprediksi jenis perlukaan yang terjadi. Jenis perlukaan terbagi menjadi dua,
yakni trauma tumpul dan trauma tajam. Pada kasus kecelakaan lalu lintas, trauma
tumpul sering kali terjadi. Keterangan lain yang dibutuhkan pada kecelakaan lalu
lintas ialah pemakaian sabuk pengaman, deformasi kemudi, arah
tabrakan,kerusakan kendaraan, dan adanya penumpang terlempar ke luar.
5. Punggung
a. Pemeriksaan ini dilakukan dengan log-roll pasien dengan dibantu
oleh asisten sambil tetap menjaga servikal tetap stabil. Palpasi
daerah servikal untuk menentukan apakah ada nyeri tekan atau
tidak.
b. Nilai luka tersembunyi pada bagian ketiak, dibawah kolar servikal,
dan daerah bokong.
6. Perineum,rektum, dan uretra
a. Pada perineum, lihat apakah ada ekimosis ,yang mengarahkan pada
adanya fraktur pelvis. Pada uretra, lihat apakah ada akumulasi
darah yang menjadi tanda adanya disrupsi uretra sebelum
dilakukan pemasangan kateter uretra. Pada daerah rektum, periksa
apakah adanya letak prostat tinggi yang mengindikasikan adanya
disrupsi pada membran uretra dan menjadi kontraindikasi
pemasangan kateter urin.
7. Ekstremitas
a. Evaluasi kembali status vaskular pasien di setiap ekstremitas, yaitu
pulsasi nadi , warna kulit, capillary refill time, dan suhunya.
b. Inspeksi dan palpasi secara keseluruhan, evaluasi range of motion
dari setiap persendian. Nilai apakah ada deformitas, krepitasi, nyeri
tekan, pembengkakan, dan laserasi. Fraktur femur dapat menjadi
sumber perdarahan tersembunyi.
Respon Verbal
Orientasi baik 5
Kebingungan 4
Kata-kata yang tidak sesuai 3
Suara-suara yang tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik
Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi untuk menjauhi stimulus nyeri 4
Fleksi abnormal (Dekortikasi) 3
Ekstensi (Deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1
Sumber : American College of Surgeons (2012). Advanced Trauma Life Support
Student Course Manual 9th Edition
2.8 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris
khususnya, mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2002).
Proses adopsi perilakumenurut Notoadmodjo S.(1977) yang mengutip
pendapat Rogers (1974) dalam Sunaryo (2002), sebelum seseorang mengadopsi
perilaku, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan (akronim
AIETA), yaitu:
1. Awareness (kesadaran), individu menyadari adanya stimulus.
2. Interest (tertarik), individu mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang), individu menimbang-nimbang
tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada
proses ketiga ini, subjek sudah memiliki sikap yang lebih baik lagi.