KELAS A
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper Karakteristik Lahan Basah dalam
rangka memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Pengendalian Lahan Basah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, mengenai isi
maupun pemakaian bahasanya, sehingga kami memohon kritikan yang bersifat membangun
untuk penulisan lebih lanjut. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca serta
menambah pengetahuan bagi kita semua, dan kiranya Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia Nya kepada kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan.......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2
2.1. Karakteristik Lahan Basah.....................................................................................2
2.2. Jenis Lahan Basah................................................................................................4
2.2.1 Rawa........................................................................................................................ 4
2.2.2 Paya......................................................................................................................... 5
2.2.3 Gambut.................................................................................................................... 6
2.2.4 Riparian................................................................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................9
3.1. Kesimpulan................................................................................................................9
3.2. Saran......................................................................................................................... 9
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lahan basah merupakan wilayah yang strategis bagi Indonesia. Lahan basah yang
dimaksud di sini adalah ekosistem rawa, termasuk rawa bergambut yang dipengaruhi oleh
air tawar maupun payau. Berbagai definisi yang dikemukakan itu mengacu pada berbagai
bentuk lahan basah yang beraneka, seperti rawa (swamp), Paya, Gambut, dan Riparian.
Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Di atas lahan basah tumbuh berbagai
macam tipe vegetasi (masyarakat tetumbuhan), seperti hutan rawa air tawar, hutan rawa
gambut, hutan bakau, paya rumput dan lain-lain. Margasatwa penghuni lahan basah juga
tidak kalah beragamnya, mulai dari yang khas lahan basah seperti buaya, kura-kura, biawak,
ular, aneka jenis kodok, dan berbagai macam ikan; hingga ke ratusan jenis burung dan
mamalia, termasuk pula harimau dan gajah.
Pada sisi yang lain, banyak kawasan lahan basah yang merupakan lahan yang
subur, sehingga kerap dibuka, dikeringkan dan dikonversi menjadi lahan-lahan pertanian.
Baik sebagai lahan persawahan, lokasi pertambakan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian
atau seluruhnya kadang-kadang tergenangi oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan ke
dalam lahan basah ini, di antaranya, adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, dan
gambut. Air yang menggenangi lahan basah dapat tergolong ke dalam air tawar, payau atau
asin.
Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan hayati, seperti
air, tanah, spesies tumbuhan dan hewan, serta unsur hara. Ciri-ciri yang berkaitan dengan
komponen fisik, kimia dan hayati tidak sama antara lahan basah yang satu dengan yang lain
(Notohanagoro, 1996).
Suatu lahan dapat disebut lahan basah jika memenuhi salahsatu atau lebih dari tiga
kondisi. Pertama, secara periodik terdapat tanaman air. Kedua, merupakan areal yang cukup
basah dalam jangka waktu yang lama. Ketiga, secara permanen dalam keadaan jenuh.
Notohanagoro (1996) menyatakan bahwa sistem lahan basah dapat berfungsi membersihkan
air karena memiliki empat komponen asasi yaitu :
A. Hidrologi
2
1. Lahan Basah Basin (Danau dan Kolam)
Lahan basah yang selalu tergenang air
Fisik: aliran air vertikal (contoh: air hujan)
Periode penggenangan: Penggenangan lebih lama dari musim kering
2. Sungai
Secara periodik mengalami penggenangan
Fisik: aliran air vertikal/horizontal.
Periode penggenangan: Penggenangan lebih singkat dari musim kering
3. Pantai/payau (mangrove dan padang lamun)
Perbatasan antara daratan dan hutan
Fisik : aliran air vertikal dan horizontal
Periode penggenangan : pendek dan teratur.
B. Tanah
Tanah adalah campuran antara berbagai partikel mineral, udara, air, pelapukan batuan,
organisme hidup dan mati. Komponen dasar tanah antara lain: pasir, tanah liat, dan lempung.
Tanah terbentuk dari pelapukan batuan hingga menjadi partikel kecil. Hewan, serangga dan
akar tanaman membantu proses pelapukan batuan. Bahan organik lain serta organisme yang
mati membantu pelapukan.
Tipe tanah :
C. Vegetasi
1. Tumbuhan asli: akan menyediakan makanan dan habitat untuk hewan asli, menjaga
ketersediaan gen lokal, dan ketersediaan gen.
3
2. Tumbuhan pendatang/asing: jenis tumbuhan yang bukan asli daerah tersebut dan
sengaja didatangkan dengan berbagai cara. Bias menjadi tanaman penjajah karena
tidak mendominasi ekosistem.
2.2.1 Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah
yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat
drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-
ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis.
Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan
berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut pembersih alamiah, karena rawa-
rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan
itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-
lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Rawa dibedakan menjadi dua; Hutan Rawa air tawar dan Hutan bakau
Hutan rawa air tawar, atau banjir hutan, adalah hutan yang dibanjiri dengan air
tawar, baik secara permanen maupun musiman. Mereka biasanya terjadi di sepanjang
hilir sungai dan sekitar danau air tawar. Hutan rawa air tawar ditemukan di berbagai
zona iklim, dari utara melalui beriklim sedang dan subtropis ke tropis. Di Cekungan
Amazon Brazil, hutan banjir musiman dikenal sebagai sebuah vrzea, penggunaan
yang sekarang menjadi lebih luas untuk jenis hutan di Amazon (meskipun umumnya
dieja varzea ketika digunakan dalam bahasa Inggris).Igap, kata lain yang digunakan
di Brazil untuk hutan Amazon banjir, juga kadang-kadang digunakan dalam bahasa
Inggris. Secara khusus, varzea mengacu pada arung-hutan terendam,
dan igapo untuk blackwater-hutan terendam. Hutan Rawa gambut, rawa hutan di
mana tanah tergenang air mencegah puing-puing kayu dari sepenuhnya membusuk,
yang dari waktu ke waktu menciptakan lapisan tebal gambut asam.
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas
rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-
surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi
pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
4
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat
khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan
kurangnya aerasi tanah;salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur
penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang
bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas
hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.
Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di
sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Luas hutan bakau
Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia.
Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997
dalam Noor dkk, 1999).
Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang
relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur
Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini
telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia,
di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat
daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha,
sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
2.2.2 Paya
Paya atau disebut juga paya-paya adalah sejenis lahan basah yang terbentuk dari
lapangan yang sering atau selalu tergenang oleh air. Paya adalah rawa dangkal yang
terutama ditumbuhi oleh rerumputan seperti wlingi, mendong, gelagah, atau terna sejenis
bakung, teratai dan sebangsanya. Terkadang ada, namun jarang, adalah tumbuhan berkayu
yang lambat tumbuh. Lingkungan paya mungkin digenangi oleh air tawar, payau atau asin.
Paya bisa jadi merupakan bagian dari ekosistem yang lebih besar, seperti mangrove atau
hutan rawa gambut. Atau, merupakan wilayah ekoton (peralihan) antara danau, sungai dan
hutan rawa air tawar.
Wilayah yang berpaya-paya ini seringkali kaya akan jenis-jenis ikan, sehingga menjadi
habitat yang penting bagi pelbagai margasatwa, terutama burung-burung merandai, bebek
liar serta angsa liar. Juga berjenis-jenis buaya dan reptil lainnya seperti ular sanca dan
anakonda.
5
2.2.3 Gambut
Gambut adalah jenis tanah yang
terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan
yang setengah membusuk; oleh sebab itu,
kandungan bahan organiknya tinggi. Tanah
yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah
ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat;
dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan
dunia dikenal dengan aneka nama sepertibog,
moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain.
Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa
daerah Banjar.
Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut
di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m, yang menutupi wilayah sebesar kurang-
lebih 3 juta km atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-
kira 8 milyar terajoule.
Geografis
Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia, Belarusia, Ukraina,
Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandia, Polandia, Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan di
Amerika Utara, khususnya di Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan di
delta Sungai Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi
selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat dijumpai
di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan Kepulauan Falkland.
Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-lahan gambut itu
telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Manakala
kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati periode
waktu geologis.
Pembentukan gambut
Gambut di Indonesia
Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,39,7 juta hektare atau kira-kira
seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya,
gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
6
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air
yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di
pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam,
hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara
yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa
tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula
sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya
lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah
gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur
hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan,
sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut
ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,04,5), mengandung
banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang
pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
2.2.4 Riparian
Mintakat riparian atau wilayah
riparian adalah zona peralihan antara
sungai dengan daratan. Wilayah ini memiliki
karakter yang khas, karena perpaduan
lingkungan perairan dan daratan. Salah
satunya, komunitas tumbuhan pada
mintakat ini dicirikan oleh tetumbuhan yang
beradaptasi dengan perairan, yakni jenis-
jenis tumbuhan hidrofilik; yang dikenal
sebagai vegetasi riparian.
Istilah-istilah teknis seperti sempadan sungai dan kakisu (kanan-kiri sungai) mengacu kepada
mintakat ini, meski pengertiannya tak sepenuhnya setangkup. Karakteristik dan fungsi
Wilayah riparian bisa berbentuk alami atau terbangun untuk keperluan stabilisasi tanah atau
rehabilitasi lahan. Mintakat ini merupakan biofilter alami yang penting, yang melindungi
lingkungan akuatik dari sedimentasi yang berlebihan, limpasan air permukaan yang terpolusi,
dan erosi tanah.
Vegetasi di kanan-kiri sungai memiliki karakter yang khas, yang sering memperlihatkan
pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang dinamis. Banyak dari jenis
7
tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar dengan mengandalkan aliran air atau
pergerakan ikan.
Dari segi ekologi, fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme aliran energi ke
dalam ekosistem perairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah tetumbuhan ke
air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik.
Dari sudut sosial, kawasan riparian banyak menyumbang bagi nilai-nilai kehidupan
masyarakat di sekitarnya. Wilayah tepian sungai yang bervegetasi baik sering dijadikan
taman tempat bersantai dan berinteraksi bagi penduduk, terutama di perkotaan.Taman dan
hutan kota semacam ini biasa dijadikan tempat rekreasi harian, bersepeda, memancing,
berbiduk, dan lain-lain. Pemandangan sungai yang indah, juga di waktu malam di daerah
perkotaan, menjadikan banyak restoran dibangun di tepian air.
8
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan hayati, seperti
air, tanah, spesies tumbuhan dan hewan, serta unsur hara.
2. Tiga karakteristik lahan basah yaitu Hidrologi, Tanah, Tanaman (Vegetasi)
3.2. Saran
1. Pelajari dan pahami Karakteristik Lahan Basah agar mudah dalam memahami
karakteristik lahan basah tersebut
2. Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi, oleh karena itu kita harus menjaga agar lahan basah tersebut tidak dirusak.
3. Melaporkan kepada pihak terkait jika melihat perusakan di daerah lahan basah.