Anda di halaman 1dari 12

BAB V

PENDAHULUAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Karakteristik Sampel
Tabel 5.1. Frekuensi Penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air sungai
di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang berdasarkan umur

Penggunaan Air Sungai Tanpa Penggunaan air sungai


Umur
N % N %

< 10 Tahun 4 18,2 18 81,8


10-20 Tahun 11 61,1 7 38,9
20-40 Tahun 21 87,5 3 12,5
> 40 Tahun 18 69,2 8 30,8

Total 54 60 36 40

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa data pasien yang menderita


penyakit kulit dengan umur dibawah 10 tahun dengan penggunaan air sungai
sebanyak 4 orang (18,2%) dan tanpa penggunaan air sungai sebanyak 18 orang
(81,8%). Data pasien yang menderita penyakit kulit pada umur 10 sampai 20
tahun dengan penggunaan air sungai sebanyak 11 orang (61,1%) dan yang tanpa
penggunaan air sungai sebanyak 7 orang (38,9%). Data pasien yang menderita
penyakit kulit pada umur 20 sampai 40 tahun dengan penggunaan air sungai
sebanyak 21 orang (87,5%) dan yang tanpa penggunaan air sungai sebanyak 3
orang (12,5%). Data pasien yang menderita penyakit kulit pada umur diatas 40
tahun dengan penggunaan air sungai sebanyak 18 orang (69,2%) dan yang tanpa
penggunaan air sungai sebanyak 8 orang (30,8%).

Tabel 5.2. Frekuensi Penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air sungai
di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang berdasarkan pekerjaan
Penggunaan Air Sungai Tanpa Penggunaan air sungai
Pekerjaan
N % N %

Petani 18 100 0 0
Wiraswasta 0 0 5 100
Pelajar 14 48,3 15 51,7
Tidak bekerja/IRT 22 84,6 4 15,4
Belum Sekolah 0 0 12 100

Total 54 60 36 40

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa data pasien yang menderita


penyakit kulit yang bekerja sebagai petani akibat penggunaan air sungai sebanyak
18 orang (100%). Data pasien yang menderita penyakit kulit bekerja sebagai
wiraswasta tanpa penggunaan air sungai sebanyak 5 orang (100%). Data pasien
yang menderita penyakit kulit dengan pekerjaan sebagai pelajar akibat
penggunaan air sungai sebanyak 14 orang (48,3%) dan tanpa penggunaan air
sungai sebanyak 15 orang (51,7%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
yang tidak bekerja atau sebagai Ibu Rumah Tangga akibat penggunaan air sungai
sebanyak 22 orang (84,6%) dan tanpa penggunaan air sungai sebanyak 4 orang
(15,4%). Data pasien yang menderita penyakit kulit yang belum sekolah tanpa
penggunaan air sungai sebanyak 12 orang (100%).

Tabel 5.3. Frekuensi Penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air sungai
di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang berdasarkan Pendidikan
terakhir

Pendidikan Penggunaan Air Sungai Tanpa Penggunaan air sungai


Terakhir N % N %

SD 6 42,9 8 57,1
SMP 9 90 1 10
SMA 38 86,4 6 13,6
Sarjana/Kuliah 1 10 9 90
Belum Sekolah 0 0 12 100

Total 54 60 36 40

Berdasarkan tabel 5.3. menunjukkan bahwa data pasien yang menderita


penyakit kulit mempunyai pendidikan terakhir Sekolah Dasar akibat penggunaan
air sungai sebanyak 6 orang (42,9%) dan tanpa penggunaan air sungai sebanyak 8
orang (57,1%). Data pasien yang menderita penyakit kulit mempunyai pendidikan
terakhir Sekolah Menengah Pertama akibat penggunaan air sungai sebanyak 9
orang (90%) dan tanpa penggunaan air sungai sebanyak 1 orang (10%). Data
pasien yang menderita penyakit kulit mempunyai pendidikan terakhir Sekolah
Menengah Atas akibat penggunaan air sungai sebanyak 38 orang (86,4%) dan
tanpa penggunaan air sungai sebanyak 6 orang (13,6%). Data pasien yang
menderita penyakit kulit mempunyai pendidikan terakhir Sarjana atau sementara
kuliah akibat penggunaan air sungai sebanyak 1 orang (10%) dan tanpa
penggunaan air sungai sebanyak 9 orang (90%). Data pasien yang menderita
penyakit kulit yang belum sekolah tanpa penggunaan air sungai sebanyak 12
orang (100%).

Tabel 5.4. Frekuensi Penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air sungai
di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang berdasarkan Status Sosial
Ekonomi.

Status Sosial Penggunaan Air Sungai Tanpa Penggunaan air sungai


Ekonomi
N % N %
Menengah Keatas 0 0 36 100
Menengah Kebawah 54 100 0 0

Total 54 60 36 40

Berdasarkan tabel 5.4. menunjukkan bahwa data pasien yang menderita


penyakit kulit mempunyai yang mempunyai status sosial ekonomi menengah
keatas tanpa penggunaan air sungai sebanyak 36 orang (100%). Data pasien yang
menderita penyakit kulit mempunyai yang mempunyai status sosial ekonomi
menengah kebawah dengan penggunaan air sungai sebanyak 54 orang (100%).

Tabel 5.5. Frekuensi Penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air sungai
di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang berdasarkan Jenis
Kelamin.

Penggunaan Air Sungai Tanpa Penggunaan air sungai


Jenis Kelamin
N % N %

Lakilaki 37 72,5 14 27,5


Perempuan 17 43,6 22 56,4

Total 54 60 36 40

Berdasarkan tabel 5.5. menunjukkan bahwa data pasien yang menderita


penyakit kulit mempunyai yang mempunyai jenis kelamin laki-laki akibat
penggunaan air sungai sebanyak 37 orang (72,5%) dan tanpa penggunaan air
sungai sebanyak 14 orang (27,5%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
mempunyai yang mempunyai jenis kelamin perempuan akibat penggunaan air
sungai sebanyak 17 orang (43,6%) dan tanpa penggunaan air sungai sebanyak 22
orang (56,4%).

5.1.2. Frekuensi penggunaan air sungai

Tabel 5.6. Frekuensi Pasien Penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air
sungai di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang

(Penggunaan Air Sungai) N %

Menggunakan air sungai 56 62.2

Tidak Menggunakan air sungai 34 37.8

Total 90 100.0

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa pasien yang menderita


penyakit kulit akibat menggunakan air sungai sebanyak 56 orang (62,2%),
sedangkan yang menderita penyakit kulit tanpa menggunakan air sungai sebanyak
34 orang (37,8%).

5.1.3. Jenis Penyakit kulit


Tabel 5.7. Jenis penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan tanpa penggunaan air sungai di
Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang

Air Sungai Total


Nama Penyakit Kulit
Menggunakan Tidak Menggunakan

Dermatitis 39 17 56
Varicella 0 4 4

Furunkel 0 4 4

Herpes Zooster 1 2 3

Abses 2 0 2

Morbili 0 1 1

Urtikaria 2 3 5

Vitiligo 1 0 1

Tinea 3 0 3

Pioderma 1 0 1

Miliaria 2 1 3

Dermatofitosis 2 0 2

Skabies 0 2 2

Neurodermatitis 0 2 2

Veruka Vulgaris 1 0 1

Total 54 36 90

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa data penyakit kulit yang


tertinggi akibat penggunaan air sungai adalah dermatitis sebanyak 39 orang dan
penyakit kulit tanpa penggunaan air sungai adalah dermatitis sebanyak 17 orang.

5.2. Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Sampel
a. Jumlah pasien kulit berdasarkan umur
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa data pasien yang menderita
penyakit kulit dengan umur dibawah 10 tahun yang termasuk pengguna air
sungai sebanyak 4 orang (18,2%) dan bukan pengguna air sungai sebanyak 18
orang (81,8%). Data pasien yang menderita penyakit kulit pada umur 10
sampai 20 tahun yang termasuk pengguna air sungai sebanyak 11 orang
(61,1%) dan yang bukan pengguna air sungai sebanyak 7 orang (38,9%). Data
pasien yang menderita penyakit kulit pada umur 20 sampai 40 tahun yang
termasuk pengguna air sungai sebanyak 21 orang (87,5%) dan yang bukan
pengguna air sungai sebanyak 3 orang (12,5%). Data pasien yang menderita
penyakit kulit pada umur diatas 40 tahun yang termasuk pengguna air sungai
sebanyak 18 orang (69,2%) dan yang bukan pengguna air sungai sebanyak 8
orang (30,8%).
Perlu kita ketahui bahwa umur diatas 40 tahun merupakan umur yang
sangat mudah untuk terkena penyakit kulit. Menurut penelitian, Fungsi sistem
imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan
imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun
dengan peningkatan usia. Produksi imunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh
orang tua juga berkurang jumlahnya sehingga vaksinasi yang diberikan pada
kelompok lansia kurang efektif melawan penyakit. Masalah lain yang muncul
adalah tubuh orang tua kehilangan kemampuan untuk membedakan benda
asing yang masuk ke dalam tubuh atau memang benda itu bagian dari dalam
tubuhnya sendiri. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa pada usia diatas
40 tahun lebih mudah untuk terkena penyakit kulit.

Pada umur 20-40 tahun pada penelitian ini sebanyak 21 orang yang
terkena penyakit kulit akibat penggunaan air sungai, hal ini disebabkan karena
pada usia ini laki-laki dan perempuan kebanyakan telah berumah tangga dan
oleh karena itu misalnya pada laki-laki kebanyakan bertani dan keterpaparan
dengan mikroorganisme ataupun zat kimia lebih meningkat akhirnya dapat
menyebabkan penyakit kulit dan pada perempuan kebanyakan ibu rumah
tangga yang biasanya melakukan kegiatan seperti mencuci biasanya
menggunakan air sungai.
Pada umur 10-20 tahun pada penelitian ini sebanyak 11 orang yang
terkena penyakit kulit akibat penggunaan air sungai dan 7 orang tanpa
penggunaan air sungai, hal ini disebabkan karena pada usia ini laki-laki jarang
untuk memperhatikan keadaan kulit, dan sering dijumpai pada umur belasan
kebanyakan menghabiskan waktu untuk mandi di sungai akhirnya
keterpaparan dengan zat kimia atau mikroorganisme lebih meningkat sehingga
lebih mudah untuk terkena penyakit kulit.
Sedangkan pada usia dibawah 10 tahun ini sebanyak 4 orang akibat
penggunaan air sungai dan 18 orang yang tanpa penggunaan air sungai yang
terkena penyakit kulit, hal ini disebabkan karena pada usia ini sistem imunitas
belum berkembang dan masih memiliki antibodi maternal, oleh karena itu
pada usia ini lebih mudah untuk terkena penyakit kulit.
b. Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin
Berdasarkan tabel 5.5. menunjukkan bahwa data pasien yang menderita
penyakit kulit mempunyai yang mempunyai jenis kelamin laki-laki akibat
penggunaan air sungai sebanyak 37 orang (72,5%) dan tanpa penggunaan air
sungai sebanyak 14 orang (27,5%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
mempunyai yang mempunyai jenis kelamin perempuan akibat penggunaan air
sungai sebanyak 17 orang (43,6%) dan tanpa penggunaan air sungai sebanyak
22 orang (56,4%).
Jika dihubungkan dengan keterpaparan air sungai pada laki-laki
mempunyai pengaruh lebih tinggi untuk terkena penyakit kulit akibat
penggunaan air sungai, sedangkan pada perempuan penyakit kulit akibat
penggunaan air sungai lebih rendah

Pada penelitian ini pada laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang
relatif, hal ini disebabkan karena baik laki-laki dan perempuan memiliki
sistem imunitas dan antibodi yang sama serta struktur kulit yg relatif sama,
akan tetapi laki-laki kadang tidak memperhatikan kebersihan pada kulit yang
akhirnya dapat menyebabkan penyakit kulit tersebut.
Perbedaan jenis kelamin juga dapat membedakan tingkat kerentanan
terhadap penyakit. Pada beberapa kasus, suatu mikroba patogen dapat
menginfeksi orang dengan jenis kelamin tertentu, tetapi tidak dapat
menginfeksi pada orang dengan jenis kelamin lainnya. Contoh infeksi saluran
urin (UTI) lebih menyerang wanita dan tidak dapat menyerang pria. Hal ini
karena panjang saluran uretra pria 18 cm, sedangkan wanita 4 cm, sehingga
mikroba patogen lebih mudah mencapai kantong kemih pada wanita daripada
pria. Kemiripan anatomi dan kedekatan jarak uretra dan anus pada wanita,
sehingga mikroba saluran pencernaan dengan mudah masuk ke dalam saluran
urin
.
c. Jumlah pasien penyakit kulit berdasarkan pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa data pasien yang menderita
penyakit kulit yang bekerja sebagai petani akibat penggunaan air sungai
sebanyak 18 orang (100%). Data pasien yang menderita penyakit kulit bekerja
sebagai wiraswasta tanpa penggunaan air sungai sebanyak 5 orang (100%).
Data pasien yang menderita penyakit kulit dengan pekerjaan sebagai pelajar
akibat penggunaan air sungai sebanyak 14 orang (48,3%) dan tanpa
penggunaan air sungai sebanyak 15 orang (51,7%). Data pasien yang
menderita penyakit kulit yang tidak bekerja atau sebagai Ibu Rumah Tangga
akibat penggunaan air sungai sebanyak 22 orang (84,6%) dan tanpa
penggunaan air sungai sebanyak 4 orang (15,4%). Data pasien yang menderita
penyakit kulit yang belum sekolah tanpa penggunaan air sungai sebanyak 12
orang (100%).
Pada penelitian ini jumlah tertinggi yang menderita penyakit kulit adalah
pelajar, hal ini mungkin dapat disebabkan karena kebanyakan pelajar lebih
sering ke sungai untuk mandi, misalnya pada pelajar lebih sering
menghabiskan waktu di sungai untuk mandi, dan menangkap ikan pada sore
hari. Ibu rumah tangga biasanya untuk mencuci pakaian dan mandi
menggunakan air sungai sungai. Pada petani dapat terkena penyakit kulit
karena mereka sering terpapar dengan tanah yang merupakan tampat
organisme patogen dan non-patogen untuk hidup, dan mereka kurang
memperhatikan kebersihan ketika sedang bertani.
d. Jumlah pasien penyakit kulit berdasarkan pendidikan
Berdasarkan tabel 5.3. menunjukkan bahwa data pasien yang menderita
penyakit kulit mempunyai pendidikan terakhir Sekolah Dasar akibat
penggunaan air sungai sebanyak 6 orang (42,9%) dan tanpa penggunaan air
sungai sebanyak 8 orang (57,1%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
mempunyai pendidikan terakhir Sekolah Menengah Pertama akibat
penggunaan air sungai sebanyak 9 orang (90%) dan tanpa penggunaan air
sungai sebanyak 1 orang (10%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
mempunyai pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas akibat penggunaan
air sungai sebanyak 38 orang (86,4%) dan tanpa penggunaan air sungai
sebanyak 6 orang (13,6%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
mempunyai pendidikan terakhir Sarjana atau sementara kuliah akibat
penggunaan air sungai sebanyak 1 orang (10%) dan tanpa penggunaan air
sungai sebanyak 9 orang (90%). Data pasien yang menderita penyakit kulit
yang belum sekolah tanpa penggunaan air sungai sebanyak 12 orang (100%).
Dari penelitian ini didapatkan data tertinggi pasien yang menderita
penyakit kulit yang perpendidikan terakhir SMA, hal ini dapat disebabkan
karena kurangnya pengetahuan tentang perlindungan kulit dan melindungi
kulit agar tidak terkena penyakit kulit, oleh karena itu penting bagi kita untuk
mempelajari atau setidaknya mengetahui tentang bagaimana melindungi diri
agar tidak terkena penyakit kulit.
e. Jumlah pasien penyakit kulit berdasarkan status sosial ekonomi
Berdasarkan tabel 5.4. menunjukkan bahwa data pasien yang menderita
penyakit kulit mempunyai yang mempunyai status sosial ekonomi menengah
keatas tanpa penggunaan air sungai sebanyak 36 orang (100%). Data pasien
yang menderita penyakit kulit mempunyai yang mempunyai status sosial
ekonomi menengah kebawah dengan penggunaan air sungai sebanyak 54
orang (100%)
Status sosial ekonomi pada tingkat menengah kebawah didapatkan
menderita penyakit kulit lebih banyak, hal ini mungkin dapat disebabkan
karena pada tingkat menengah kebawah lebih sering menggunakan air sungai
karena sulit untuk mendapat air bersih dan hal ekonomi yang membatasi
untuk berlangganan PDAM serta untuk membuat atau membeli penyaringan
air, sehingga kebersihan kulit pada kalangan tersebut kurang terjaga akhirnya
lebih mudah untuk terkena penyakit kulit.
5.2.2. Frekuensi penggunaan air sungai
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa pasien yang menderita penyakit
kulit akibat menggunakan air sungai sebanyak 56 orang (62,2%), sedangkan yang
menderita penyakit kulit tanpa menggunakan air sungai sebanyak 34 orang
(37,8%).
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa pasien penyakit kulit dengan
menggunakan air sungai lebih banyak daripada pasien penyakit kulit tanpa
menggunakan air sungai, hal ini dapat disebabkan karena air sungai merupakan
sebuah ekosistem dimana terdapat organisme patogen dan non-patogen, serta
bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit kulit. Oleh karena itu untuk
menghindari timbulnya penyakit kulit maka sebaiknya kita menggunakan air yang
bersih dan tetap menjaga kebersihan kulit.

5.2.3. Jenis penyakit kulit


Berdasarkan tabel 5.7 menunjukkan bahwa data penyakit kulit yang tertinggi
akibat penggunaan air sungai adalah dermatitis sebanyak 39 orang dan penyakit
kulit tanpa penggunaan air sungai adalah dermatitis sebanyak 17 orang.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa penyakit kulit dermatitis paling banyak
di derita oleh pasien penyakit kulit akibat penggunaan air sungai, meninjau
kembali etiologi dari dermatitis diantaranya suhu, air, bahan-bahan kimia,
kebersihan kulit yang kemudian dapat menyebabkan peradangan kulit yang
awalnya merusak barrier kulit kemudian terjadi perubahan pada sel epidermis dan
selanjutnya pelepasan mediator radang, yang apabila proses ini dibiarkan
berlanjut akan menyebabkan peradangan pada kulit dan lebih mudah terjadi
infeksi kulit.

Anda mungkin juga menyukai