Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada umumnya, isi kebun di Indonesia berupa tanaman sayuran, tanaman
hias dan wangi- wangian, tanaman bumbu masak, tanaman obat- obatan, dan
tanaman penghasil rempah. Sedangkan di negara maju, budidaya tanaman
hortikultura sudah merupakan suatu usaha tani yang berpola komersial. Yaitu
diusahakan secara monokultur di ladang produksi yang luas. Seiring dengan
semakin pentingnya kedudukan hortikultura dalam kehidupan sehari-hari sebagai
sumber vitamin dan mineral disamping sebagai bahan baku produk olahan,
pengusahaan hortikultura di Indonesia kini mulai dilakukan secara monokultur
dan dikelola secara agribisnis.
Tanaman-tanaman yang digolongkan ke dalam tanaman hortikultura
sangat luas dan beragam, namun tanaman hortikultura memiliki banyak
kesamaan pokok. Diantaranya mudah rusak; mutu produk ditentukan oleh
kandungan air; ketersediaan bersifat musiman; harga produk ditentukan oleh
kualitas; dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit; sebagai sumber
vitamin dan mineral serta berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rohani. Oleh
karena itu, tanaman hortikultura bersifat padat modal dan padat karya. Sehingga
membutuhkan masukan yang tinggi, namun menghasilkan keluaran yang tinggi
pula persatuan luas dan persatuan waktu.
Budidaya tanaman hortikultura menghendaki perhatian yang serius,
khususnya dalam penentuan persyaratan ekologinya, hal ini dikarenakan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman hortikultura sangat tergantung pada
keadaan ekologi tempat tanaman tersebut tumbuh. Apabila tanaman tersebut
diusahakan pada lingkungan yang memenuhi kebutuhan syarat tumbuhnya, dapat
dipastikan tanaman tersebut akan tumbuh dan berproduksi secara maksimal.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman
hortikultura dapat dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor medium tumbuh.

1
Pada umumnya, tanaman hortikultura dan tanaman perkebunan adalah
jenis tanaman yang dinilai baik bagi para petani untuk dibudidayakan. Selain
karena sesuai dengan lahan pertanian dan menjadi komoditas yang banyak
tersebar diberbagai wilayah, pergiliran tanaman-tanaman hortikultura dapat
dilakukan setiap tahunnya, sesuai permintaan pasar yang seringkali berubah-
ubah. Demikian halnya tanaman perkebunan yang dengan sekali penanaman
dapat hidup bertahun-tahun sehingga dapat terus memberi penghasilan yang
dapat membantu meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan para petani.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan panen?
2. Bagaimana cara melakukan pemanenan?
3. Apa yang dimaksud dengan pasca panen?
4. Apa saja tahapan penangan pasca panen?
5. Bagaimana prinsip pasca panen tanaman holtikultura?
6. Apa saja perubahan yang terjadi pada tanaman setelah panen?
7. Apa saja jenis kerusakan yang terjadi pada tanaman?
8. Apa penangan yang harus dilakukan saat terjadi kerusakan tanaman?
9. Apa saja factor yang mempengaruhi kerusakan tanaman?
10. Apa saja klasifikasi produk-produk olahan tanaman hortikultura?
11. Mengapa terjadi kehilangan hasil pasca panen?
12. Bagaimana Teknologi Pasca Panen?
13. Bagaimana Implementasi Teknologi Hasil Pasca Panen?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian panen
2. Mengetahui cara melakukan pemanenan
3. Mengetahui pengertian pasca panen
4. Mengetahui tahapan penangan pada pasca panen
5. Mengetahui prinsip pasca panen
6. Mengetahui perubahan yang mungkin terjadi pada pasca panen
7. Mengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada tanaman?
8. Mengetahui penangan yang harus dilakukan saat terjadi kerusakan tanaman?
9. Mengetahui factor yang mempengaruhi kerusakan tanaman?
10. Mengetahui klasifikasi dari tanaman hortikultura
11. Mengetahui sebab terjadi kehilangan hasil pasca panen
12. Mengetahui Teknologi Pasca Panen
13. Mengetahui Implementasi Teknologi Hasil Pasca Panen

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Panen
Panen merupakan suatu kegiatan pemungutan hasil pertanian yang telah
cukup umur dan sudah saatnya untuk dipetik hasilnya. Produk hortikultura
setelah panen tidak bisa dinaikan, hanya bisa dipertahankan. Pada saat panen
kualitas harus maksimal, dengan penanganan yang baik dapat dipertahankan
untuk waktu yang lama. Indikator yang dapat digunakan untuk penentuan waktu
panen yang tepat menurut Purwadaria (1989) antara lain sebagai berikut :
1. Indikator fisik
Indikator fisik sering digunakan khususnya pada beberapa komuditas buah,
Indikatornya adalah:
a. Buah mudah tidaknya dilepaskan dari tangkainya, uji kesegaran buah
dengan menggunkaan onenetrometer.
b. Uji kesegaran buah lebih objektif, karena dapat dikuantitatifkan.
2. Indikator visual
Indikator ini paling banyak dipergunakan baik pada komoditas bauh ataupun
komoditas sayur.
Indikatornya adalah:
a. Berdasarkan warna kulit, ukuran dan bentuk.
b. Berdasarkan karakteristik permukaan dan bagian tanaman yang
mengering. Sifatnya sangat subjektif, keterbatasan dari indera penglihatan
manusia.
3. Analisis kimia
Terbatas pada perusahan besar, lebih banyak pada komoditas buah.
Indikatornya adalah:
a. Jumlah kandungan zat padat terlarut
b. Jumlah kandungan asam
c. Jumlah kandungan pati
d. Jumlah kandungan gula.

4
Metode analisis kimia lebih objektif dari visual karena terukur.
Dasarnya terjadi perubahan biokimia selama proses pemasakan buah.
Perubahan yang sering terjadi adalah:
a. Pati menjadi gula
b. Menurunnya kadar asam
c. Meningkanya zat padat terlarut
4. Indikator fisiologis sangat baik diterapkan pada komoditas yang bersifat
klimaterik. Saat komoditas tercapai masak fisiologis respirasinya mencapai
klimaterik. Apabila laju respirasi suatu komoditas sudah mencapai
klimaterik, maka siap dipanen.
Setelah diketahui bahwa produk hortikultura sudah cukup tua untuk
dipanen, panen dapat segera dilakukan dan produk harus dikumpulkan di lahan
secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin dengan kerusakan
produk sekecil mungkin dan biaya semurah mungkin. Umumnya panen masih
dilakukan secara manual menggunakan tangan dan peralatan-peralatan
sederhana. Meskipun memerlukan banyak tenaga kerja, panen secara manual
masih lebih akurat, pemilihan sasaran panen juga dapat lebih baik dilakukan,
kerusakan fisik yang berlebihan dapat dihindari, dan membutuhkan biaya yang
lebih kecil dibandingkan dengan panen menggunakan peralatan mekanis
(Suparlan, 1990).

B. Cara Panen
Cara panen yang umum dilakukan menurut (Arga. 2010) adalah sebagai
berikut:
1. Dengan cara ditarik: apokat, kacang polong, tomat
2. Dengan cara dipuntir: jeruk, melon
3. Dengan cara dibengkokkan: nenas
4. Dengan cara dipotong: buah dan sayuran pada umunya, dan bunga potong
5. Dengan cara digali dan dipotong: umbi, dan sayuran akar
6. Dengan menggunakan galah: buah pada di pohon yang tinggi secara umum

5
Beberapa bagian yang dipanen menurut Dhalimi (1990) antara lain:

1. Biji
Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu
pematangan dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-lakukan
pada saat biji telah masak fisiologisnya. Fase ini ditandai dengan sudah
maksimalnya pertumbuhan buah atau polong dan biji yang di dalamnya telah
terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau polong mengalami perubahan
warna misalnya kulit polong yang semula warna hijau kini berubah menjadi
agak kekuningan dan mulai mengering. Pemanenan biji pada tanaman se-
musim yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada suatu luasan
tertentu. Pemanenan dilaku-kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah
mulai mongering. Hal ini berbeda dengan tanaman se-musim indeterminate
dan tahunan, yang umumnya dipanen secara berkala berdasarkan pemasakan
dari biji atau polong.
2. Buah
Buah harus dipanen setelah masak fisiologisnya dengan cara me-metik.
Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan
kualitas yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada
saat masih muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah
ceplukan akan memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya kurang sedap.
Begitu pula halnya dengan pemanenan yang terlambat akan menyebabkan
penurunan kualitas karena akan terjadi perombakan bahan aktif yang terdapat
di dalamnya menjadi zat lain. Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan
buah menjadi lebih cepat busuk.
3. Daun
Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal
dan sudah memasuki periode matang fisiologisnya. Pema-nenan daun
dilakukan dengan memangkas tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan
menggunakan pisau yang bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu
cepat menyebabkan hasil produksi yang diperoleh rendah dan kandungan
bahan-bahan aktifnya juga rendah, Seperti tanaman Jati Belanda dapat

6
dipanen pada umur 1 - 1,5 tahun, Jambu Biji pada umur 6 - 7 bulan, Cincau 3
- 4 bulan dan Lidah Buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah ditanam.
Demikian juga dengan pe-manenan yang terlambat menyebabkan daun
mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan
aktifnya sudah ter-degradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang
terlambat akan mempersulit proses panen.
4. Rimpang
Untuk jenis rimpang waktu pemanenan bervariasi tergantung peng-
gunaan. Tetapi pada umumnya pemanenan dilakukan pada saat tanaman
berumur 8 - 10 bulan. Seperti rimpang jahe, untuk kebutuhan ekspor dalam
bentuk segar jahe dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan
untuk bibit 10 - 12 bulan. Selanjutnya untuk keperluan pem-buatan jahe
asinan, jahe awetan dan permen dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada
umur tersebut serat dan pati belum terlalu tinggi. Sebagai bahan obat, rimpang
dipanen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan setelah ditanam. Untuk temulawak
pemanenan rimpang dilakukan setelah tanaman berumur 10 - 12 bulan.
Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan kadar minyak
atsiri dan kurkumin yang tinggi. Penanaman rimpang dilakukan pada saat
awal musim hujan dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen
yang tepat ditandai dengan mulai mengeringnya bagian tanaman yang berada
di atas permukaan tanah (daun dan batang semu) misalnya kunyit, temulawak,
jahe, dan kencur.
5. Bunga
Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk
segar maupun kering. Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan
dilakukan pada saat bunga kuncup atau setelah per-tumbuhannya maksimal.
Berbeda dengan bunga yang digunakan dalam bentuk kering, pemanenan
dilakukan pada saat bunga sedang mekar. Seperti bunga piretrum, bunga yang
dipanen dalam keadaan masih kuncup menghasilkan kadar piretrin yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bunga yang sudah mekar.
6. Kayu

7
Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa
metabolit sekunder secara maksimal. Umur panen tanaman berbeda-beda
tergantung jenis tanaman dan kecepatan pembentukan metabolit sekundernya.
Tanaman baru dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5 tahun, karena
apabila dipanen terlalu muda kandungan zat aktifnya seperti tanin dan sappan
masih relatif sedikit.

Disamping cara panen, waktu panen juga mempengaruhi kualitas produk


hortikultura yang dihasilkan. Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika
matahari baru saja terbit karena hari sudah cukup terang tetapi suhu lingkungan
masih cukup rendah sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat respirasi
produk dan juga meningkatkan efisiensi pemanenan. Beberapa jenis produk
hortikultura lebih baik dipanen agak siang agar embun yang menempel pada
produk telah mengering, atau sekalian sore hari bila suhu lingkungan juga
menjadi pertimbangan penting. Hal ini dapat mengurangi luka bakar akibat getah
yang mengering pada buah-buah yang mengeluarkan getah dari tangkainya
seperti mangga, atau mengerluarkan minyak seperti jeruk, dan mengurangi
kerusakan mekanis (sobek) pada sayuran daun (Winarno, 2001).

C. Pasca Panen
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai berbagai
tindakan atau perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen
sampai komoditas berada di tangan konsumen. Istilah tersebut secara keilmuan
lebih tepat disebut pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua
bagian atau tahapan yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan
(processing). Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai
pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan
untuk semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi
segar atau untuk persiapan pengolahan. (Winarno, 2001).
Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk penampilan atau
penampakan kedalamnya termasuk berbagai aspek dari pemasaran dan distribusi.

8
Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan yang mengubah hasil
tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama
(pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau untuk
penggunaan lain. Ke dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan
industri.Gambaran umum karakteristik komoditas hortikultura bersifat
volumunios (membutuhkan tempat yang besar) dan perishable (mudah rusak)
sehingga dibutuhkan penanganan pasca panen yang cepat dan tepat. Hal utama
yang timbul akibat penanganan yang kurang tepat dan cepat tersebut adalah
tingginya kehilangan atau kerusakan hasil (Dhalimi,1990).
Hal ini disebabkan antara lain penanganan pasca panen produk hortikultura
yang masih dilakukan secara tradisional atau konvensional dibandingkan
kegiatan pra panen. Terlihat bahwa masih rendahnya penerapan teknologi, sarana
panen/pasca panen yang terbatas, akses informasi dalam penerapan teknologi dan
sarana pasca panen juga terbatas sehingga menjadi kendala dalam peningkatan
kemampuan dan pengetahuan petani/pelaku usaha.
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman
budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik
serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya
Penanganan pasca panen hortikultura secara umum bertujuan untuk
memperpanjang kesegaran dan menekan tingkat kehilangan hasil yang
dilaksanakan melalui pemanfaatan sarana dan teknologi yang baik. Oleh karena
itu, untuk mengurangi dampak teknologis, ekologis dan ekonomis diperlukan
road map (peta perjalanan) penanganan pasca panen hortikultura sebagai
landasan dalam penyusunan program kegiatan, rencana aksi serta kebijakan
(Dhalimi,1990).
Pada penanganan hasil tanaman, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan
segera setelah panen, tindakan tersebut bila tidak dilakukan segera, akan
menurunkan kualitas dan mempercepat kerusakan sehingga komoditas tidak tahan
lama disimpan. Perlakuan tersebut antara lain:

9
1. Pengeringan (drying) bertujuan mengurangi kadar air dari komoditas. Pada
biji-bijian pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu agar dapat
disimpan lama. Pada bawang merah pengeringan hanya dilakukan sampai
kulit mengering.
2. Pendinginan pendahuluan (precooling) untuk buah-buahan dan sayuran buah.
Buah setelah dipanen segera disimpan di tempat yang dingin/sejuk, tidak
terkena sinar matahari, agar panas yang terbawa dari kebun dapat segera
didinginkan dan mengurangi penguapan, sehingga kesegaran buah dapat
bertahan lebih lama. Bila fasilitas tersedia, precooling ini sebaiknya
dilakukan pada temperatur rendah (sekitar 10C) dalam waktu 1 2 jam.
3. Pemulihan (curing) untuk ubi, umbi dan rhizom. Pada bawang merah, jahe
dan kentang dilakukan pemulihan dengan cara dijemur selama 1 2 jam
sampai tanah yang menempel pada umbi kering dan mudah dilepaskan/ umbi
dibersihka, telah itu juga segera disimpan di tempat yang dingin / sejuk dan
kering. Untuk kentang segera disimpan di tempat gelap (tidak ada
penyinaran) ! Curing juga berperan menutup luka yang terjadi pada saat
panen.
4. Pengikatan (bunching) dilakukan pada sayuran daun, umbi akar (wortel) dan
pada buah yang bertangkai seperti rambutan, lengkeng dll. Pengikatan
dilakukan untuk memudahkan penanganan dan mengurangi kerusakan.
5. Pencucian (washing) dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat tanah
untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain
itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu pestisida dan hama
penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih,
penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan. Kentang dan ubi
jalar tidak disarankan untuk dicuci. Pada mentimun pencucian berakibat buah
tidak tahan simpan, karena lapisan lilin pada permukaan buah ikut tercuci.
Pada pisang pencucian dapat menunda kematangan.
6. Pembersihan ( cleaning, trimming) yaitu membersihkan dari kotoran atau
benda asing lain, mengambil bagian-bagian yang tidak dikehendaki seperti
daun, tangkai atau akar yang tidak dikehendaki.

10
7. Sortasi yaitu pemisahan komoditas yang layak pasar (marketable) dengan
yang tidak layak pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau penyakit
agar tidak menular pada yang sehat.
Penanganan pasca panen umumnya meliputi pekerjaan:
a. Grading (pengkelasan) dan standarisasi
b. Pengemasan dan pelabelan
c. Penyimpanan
d. Pengangkutan.

D. Tahapan Penanganan Pasca Panen


1. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran terutama tanah dan
menghilangkan bahan asing pada buah-buahan dan sayuran, misalnya residu
fungisida dan insektisida. Selain itu juga untuk meengurangi jumlah
mikroorganisme yang ada di sayur-sayuran dan buah-buahan. Tujuan yang
lain untuk mengurangi aktifitas enzim bila air yang digunakan dingin atau air
panas.
Secara umum, konsumen menghendaki hasil pertanian khususnya
sayur-sayuran dan buah-buahan yang bersih, maka dilakukan pencucian.
Sayur-sayuran dan buah-buahan yang telah dicuci akan bersih dan tampak
menarik, karena kalau kotor oleh tanah, tangkai maupun jamur mengakibatkan
kurang menarik.
Pencucian tidak dilakukanpada buah-buahan yang lunak seperti arbei,
karena cara budidayanya cukup menjamin kebersihan. Ubi jalar, mentimun
dan blewah tidak dilakukan pencucian, umumnya hanya dibersihkan dengan
cara disikat dalam keadaan kering (Pantastiko, 1986).
2. Sortasi / Gradding
Sortasi digunakan untuk memisahkan warna, memisahkan buah yang
cacat dan memilih sayur-sayuran dan buah-buahan yang seragam. Sortasi
secara umum bertujuan untuk mendapatkan mutu sayur-sayuran dan buah-
buahan sesuai standar. Di Indonesia standar mutu sayuran dan buahan belum
tercantum dalam SNI. Di Negara maju seperti Jerman mempunyai standar
mutu untuk sayur-sayuran dan buah-buahan.

11
3. Pengemasan
Tujuan pengemasan secara umum :
a. Melindungi bahan yang dikemas terhadap gaya mekanis dari luar seperti
benturan, himpitan dan goresan.
b. Mengurangi terjadinya transpirasi atau penguapan air bahan yang
dikemas.
c. Mengurangi kemungkinan kontaminasi mikroba atau serangan hama.
d. Mempermudah pemindahan atau trasportasi bahan ke tempat lain.
e. Menambah daya tarik bagi konsumen, khususnya untuk pemasaran
ditingkat pengecer.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu pemilihan bahan dan tipe
pengemasan yang sesuai. Persyaratan pengemasan sayur-sayuran dan buah-
buahan segar:
a. Bahan pengemas harus mempunyai kekuatan mekanis yang cukup untuk
melindungi isinya selama penanganan, pengangkutan dan saat dilakukan
pengangkutan.
b. Bahan untuk pembuatan pengemas tidak mengandung bahan kimia yang dapat
mengkontaminasi bahan yang dikemas dan tidak beracun.
c. Bahan pengemas harus memenuhi persyaratan penanganan dan pemasaran,
meliputi berat, ukuran, dan bentuk.
d. Kemasan memungkinkan pendinginan cepat dan isinya.
e. Kekuatan mekanis tidak dipengaruhi oleh kandungan airnya atau tidak
dipengaruhi oleh RH tinggi.
f. Mudah dibuka dan ditutup, hal ini penting pada berbagai situasi pasar.
g. Dapat dipesyaratkan memantulkan cahaya atau meneruskan cahaya
(transparan).
h. Kemasan dapat dipersyaratkan membantu penampilan pada penjualan eceran.
i. kemasan perlu didesain sedemikian rupa agar mudah dibuang, digunakan
kembali atau recycling.

Contoh kemasan :

12
a. Kemasan kotak kayu, cocok untuk pengangkutan dalam jumlah besar, karena
kemungkinan untuk disusun keatas sampai beberapa kotak ( tergantung
kekuatan kotak) dan dapat dibuat berbagai ukuran.

b. Pengemas bentuk kotak dapat dibuat dari karton dengan daya tampung dan
daya tahan lebih rendah dari kotak kayu.
c. Pengemas berupa keeranjang anyaman bamboo, harganya murah tetapi daya
tahan menerima himpitan juga lebih rendah.
d. Kemasan karung mempunyai daya perlindungan terhadap himpitan sangat
kurang atau bahkan tidak ada.
e. Kemasan bentuk kantung anyaman tali nilon. Sayur-sayuran yang dikemas
dengan kantung nilon cocok untuk bahan ukuran kecil, namun cukup tahan
benturan atau gesekan, dengan pengemas dari nilon seperti Cabai, buncis,
bawang merah atau bawang putih. Kemungkinan terjadi akumulasi panas
adalah kecil asal tidak ditumpuk
f. Kemasan anyaman tali bamboo atau kreneng atau plastic kecil.
g. Kemasan yang lain kantung kertas karton berlapis plastik, kotak triplek dan
keranjang rotan.

4. Penyimpanan
Sayur-sayuran dan buah-buahan yang disimpan perlu diperhatikan
mutu bahannya. Mutu bahan yang akan disimpan sebaiknya tidak luka
mekanis misalnya kulit lecet (skin breaks) memar (bruises), selain itu tidak
busuk dan tidak rusak karena sebab yang lain, misalnya terserang hama. Luka
mekanis dapat menyebabkan penampakan kurang menarik, juga dapat
memberi kesempatan pada mikro organisme pembusuk untuk tumbuh dan
berkembang dan dapat menyebabkan reaksi fisiologis lebih cepat sehingga
kerusakan terjadi lebih cepat disbanding komoditas yang tidak luka. Rekasi
fisiologis yang dimaksud adalah reaksi respirasi dan transpirasi (penguapan
air).

13
Buah yang akan disimpan dipilih buah yang cukup matang (masak
optimum), bukan yang kurang matang atau lewat matang. Daya simpan
maksimal dari suatu komoditas dapat diperoleh dari komoditas yang bermutu
tinggi, tidak luka mekanis, utuh masak optimal dan tidak terserang hama.
a. Peyimpanan suhu rendah
Pemilihan suhu penyimpanan ditentukan oleh jenis bahannya,
misalnya sayur sayuran dan buah-buahan yang secara umum mudah
mengalami kerusakan, maka disimpan pada suhu rendah (dingin). Suhu
penyimpanan perlu dijaga agar relative tetap, sebab terjadi kenaikan suhu
2-3 F dari suhu 30 sampai 32 F ternyata dapat menyebabkan buah apel
mengalami pembusukan dan proses pemasakan tidak baik. Semakin lama
komoditas disimpan pada suhu diatas suhu optimal akan menyebabkan
semakin besar kerusakan yang terjadi. Dan sebaliknya apabila terjadi
penurunan suhu 1-2 F dari suhu 29 F akan menyebabkan pembekuan.
Penyimpanan suhu rendah mempunyai keuntungan sebagai berikut:
1) Dapat menurunkan laju respirasi, karena semakin tinggi suhu (dalam
batas suhu fisiologis), maka laju respirasi semakin tinggi dan
sebaliknya semakin rendah suhu, maka laju respirasi menurun.
2) Dapat menurunkan produksi etilin, hal ini sejalan dengan laju respirasi
yang terhambat, maka produksi etilin juga menurun.
3) Dapat menghambat proses pematangan, karena pematangan dipacu
oleh laju respirasi dan produksi etilin tinggi juga akan memacu
pematangan.
4) Dapat menurunkan pertumbuhan mikroba, karena pertumbuhan dan
perkembangan mikroba dapat optimal jika suhu normal (Kamar),
sehingga kalau kondisi penyimpanan suhunya rendah, maka
pertumbuhan mikroba juga akan terhambat.
b. Penyimpanan RH tinggi.
RH (Kelembaban Relatif) tinggi pada ruang penyimpanan dapat
menyebabkan kulit retak-retak misalnya pada Apel. Retak-retak dapat

14
disebabkan oleh mengembangnya sel-sel jaringan daging buah. Sel-sel
yang mengembang tersebut saling mendesak sehingga dapat
menimbulkan keretakan. Sedangkan apabila penyimpanan dilakukan
pada RH rendah akan menyebabkan sayuran layu. Selain itu, berat bahan
mengalami penurunan misalnya buah jeruk yang disimpan selama 4
bulan pada suhu dan RH rendah dapat kehilangan berat 1,4 sampai 3,3%.
c. Penyimpanan udara terkendali dan modifikasi atmosfir
Komposisi gas dalam ruang penyimpanan dapat berpengaruh pada
umur simpan. Penyimpanan udara terkendali diatur dengan cara
penambahan dan pengurangan gas yang mengakibatkan komposisi
atmosfir yang berbeda dengan komposisi udara normal (nitrogen 79%,
oksigen 21% dan karbondioksida 0.03%).
Kerusakan yang disebabkan kadar CO2 tinggi dalam ruang
penyimpanan meliputi:
1) Sayur-sayuran menjadi berwarna coklat. Hal ini disebabkan oleh
vitamin C yang mengalami kerusakan yaitu terjadi oksidasi.
Hubungan timbulnya warna coklat dengan banyaknya
karbondioksida yang dihasilkan selama proses menunjukan semakin
banyak CO2, warna coklat semakin gelap. Warna coklat cepat terjadi
jika sayuran disimpan pada suhu tinggi.
2) Daging buah apel menjadi seperti gabus.
3) Buah jeruk kehilangan bau khas, kulit berkerut dan pori-pori
melebar

E. Prinsip Pasca Panen


Melakukan penanganan panen yang baik yaitu menekan kerusakan
yang dapat terjadi. Dalam suatu usaha pertanian (bisnis) cara-cara panen yang
dipilih perlu diperhitungankan, disesuaikan dengan kecepatan atau waktu yang
diperlukan (sesingkat mungkin) dan dengan biaya yang rendah. Untuk menetukan
waktu panen mana atau kombinasi cara mana yang sesuai untuk menentukan

15
kematangan suatu komoditas, kita harus mengetahui proses pertumbuhan dan
kematangan dari bagian tanaman yang akan dipanen.
Contoh: Karakteristik penting produk pascapanen sayuran adalah bahan
tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Akan tetapi
metabolisme tidak sama dengan tanaman induknya yang tumbuh dengan
lingkungan aslinya, karena produk yang telah dipanen mengalami berbagai bentuk
stress seperti hilangnya suplai nutrisi, proses panen sering menimbulkan pelukaan
berarti, pengemasan dan transportasi dapat menimbulkan kerusakan mekanis lebih
lanjut, orientasi gravitasi dari produk pascapanen umumnya sangat berbeda dengan
kondisi alamiahnya, hambatan ketersediaan CO2 dan O2, hambatan regim suhu dan
sebagainya. Sehingga secara keseluruhan bahan hidup sayuran pascapanen dapat
dikatakan mengalami berbagai perlakuan yang menyakitkan selama hidup
pascapanennya.
Produk harus dipanen dan dipindahkan melalui beberapa sistem penanganan
dan transportasi ke tempat penggunaannya seperti pasar retail atau langsung ke
konsumen dengan menjaga sedapat mungkin status hidupnya dan dalam kondisi
kesegaran optimum. Jika stress terlalu berlebihan yang melebihi toleransi fisik dan
fisiologis, maka terjadi kematian.
Aktivitas metabolisme pada buah dan sayuran segar dicirikan dengan adanya
proses respirasi. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya
peningkatan panas. Sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan,
dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Mikroorganisme
pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang ideal dengan adanya
peningkatan suhu, kelembaban dan siap menginfeksi sayuran melalui pelukaan-
pelukaan yang sudah ada. Selama transportasi ke konsumen, produk sayuran
pascapanen mengalami tekanan fisik, getaran, gesekan pada kondisi dimana suhu
dan kelembaban memacu proses pelayuan. Akhirnya produk yang demikian
tersebut dipersembahkan di pasar retail ke pada konsumen sebagai produk farm
fresh.
Disini dapat dilihat bahwa terjadi konflik antara kebutuhan manusia
dengan sifat alamiah biologis dari produk ringkih sayuran yang telah dipanen

16
tersebut. Konsekuensi langsung dari konflik antara kebutuhan hidup dari bagian
tanaman tersebut dan kebutuhan manusia untuk mendistribusikan dan memasarkan
serta menjaga mutu produk itu sedapat mungkin dalam jangka waktu tertentu
sampai saatnya dikonsumsi, adalah adanya keharusan untuk melakukan
kompromi-kompromi. Kompromi-kompromi adalah elemen dasar dari setiap
tingkat penanganan pascapanen produk-produk tanaman yang ringkih sayuran dan
buah-buahan. Dapat dalam bentuk kompromi suhu untuk meminimumkan aktivitas
metabolisme namun dihindari adanya kerusakan dingin, atau kompromi dalah hal
konsentrasi oksigen untuk meminimumkan respirasi namun dihindari terjadinya
respirasi anaerobik, atau kompromi dalam keketatan pengemasan untuk
meminimumkan kerusakan karena tekanan namun dihindari adanya kerusakan
karena fibrasi dan sebagainya.
Pemahaman tentang sifat alami produk panen dan pengaruh praktik-praktik
penanganannya adalah sangat penting untuk melakukan kompromi terbaik untuk
menjaga kondisi optimum dari produk.Sehingga untuk mendapatkan bentuk
kompromi yang optimal maka beberapa pertimbangan penting harus diperhatikan,
yaitu pertimbangan fisiologis, fisik, patologis dan ekonomis.
Penanganan pasca panen yang baik akan menekan kehilangan (losses), baik
dalam kualitas maupun kuantitas, yaitu mulai dari penurunan kualitas sampai
komoditas tersebut tidak layak pasar (not marketable) atau tidak layak dikonsumsi.
Untuk menekan kehilangan tersebut perlu diketahui
1. Sifat biologi hasil tanaman yang ditangani : struktur dan komposisi hasil
tanaman
2. Dasar-dasar fisiologi pasca panen : respirasi, transpirasi, produksi etilen
3. Teknologi penangan pasca panen yang sesuai
Penanganan pasca panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam
kondisi baik dan sesuai/tepat untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku
pengolahan. Prosedur/perlakuan dari penanganan pasca panen berbeda untuk
berbagai bidang kajian antara lain:
Penanganan pasca panen pada komoditas perkebunan yang ditanam dalam
skala luas seperti kopi, teh, tembakau dsb, sering disebut pengolahan primer,

17
bertujuan menyiapkan hasil tanaman untuk industri pengolahan, perlakuannya bisa
berupa pelayuan, penjemuran, pengupasan, pencucian, fermentasi dsb.
Penanganan pasca panen pada produksi benih bertujuan mendapatkan benih
yang baik dan mempertahankan daya kecambah benih dan vigornya sampai waktu
penanaman. Teknologi benih meliputi pemilihan buah, pengambilan biji,
pembersihan, penjemuran, sortasi,pengemasan, penyimpanan, dsb.
Penanganan pasca panen pada komoditas tanaman pangan yang berupa biji-
bijian ( cereal/grains), ubi-ubian dan kacangan yang umumnya dapat tahan agak lama
disimpan, bertujuan mempertahankan komoditas yang telah dipanen dalam kondisi
baik serta layak dan tetap enak dikonsumsi. Penanganannya dapat berupa
pemipilan/perontokan, pengupasan, pembersihan, pengeringan (curing /drying),
pengemasan, penyimpanan, pencegahan serangan hama dan penyakit, dll.
Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi segar dan
mudahrusak (perishable), bertujuan mempertahankan kondisi segarnya dan
mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan,
seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput,
polong alot, ubi berwarna hijau (greening), terlalu matang, dll. Perlakuan dapat
berupa: pembersihan, pencucian, pengikatan,curing, sortasi, grading, pengemasan,
penyimpanan dingin, pelilinan, dll.
Adapun prinsip-prinsip penanganan pasca panen menurut Zulaika, Nur
(2016) yaitusebagai berikut:
a. Harus ditempatkan sebagai bagian integral dari program pengembangan sistem
agroindustri dan agrobisnis.
b. Tidak terlepas dari interaksi faktor faktor yang membentuk sistem sehingga
diperlukan pendekatan yang menyeluruh mulai dari hulu sampai hilir.
c. Harus dilaksanakan berdasarkan kaidah spesifik lokasi dengan tetap mengacu
pada aspek selektif.
d. Tidak terbatas pada perbaikan sarana dan teknologi saja, tetapi perbaikan dari
aspek manajemen dan sosial ekonomi, serta kelembagaannya.

F. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Dari Bagian Tanaman Setelah


Panen
1. Perubahan fisik / morfologis :
a. Daun - menguning

18
b. Bunga layu
c. Batang memanjang atau mengeras
d. Buah matang ranum, - bonyok
e. Buah muda jagung manis biji keriput
f. Mentimun keriput atau mengunin
g. Polong alot, mengunin
h. Umbi dan ubi bertunas / berakar
2. Perubahan komposisi :
1) Kadar air berkurang
2) Karbohidrat - pati menjadi gula dan sebaliknya
3) Protein terurai
4) Lemak - menjadi tengik
5) Vitamin dan mineral hilang / berkurang
6) Timbul aroma / bau

G. Mengetahui Jenis Kerusakan Yang Dapat Terjadi Pada Tanaman


1. Kerusakan Fisik Fisiologis
Perubahan-perubahan terjadi karena proses fisiologi (hidup) yang
terlihat sebagai perubahan fisiknya seperti perubahan warna, bentuk, ukuran,
lunak, keras, alot, keriput, dll. Juga bisa terjadi timbul aroma, perubahan rasa,
peningkatan zat-zat tertentu dalam hasil tanaman tersebut.
2. Kerusakan Mekanis
Kerusakan disebabkan benturan, gesekan, tekanan, tusukan, baik antar
hasil tanaman tersebut atau dengan benda lain. Kerusakan ini umumnya
disebabkan tindakan manusia yang dengan sengaja atau tidak sengaja
dilakukan. Atau karena kondisi hasil tanaman tersebut (permukaan tidak halus
atau merata, berduri, bersisik, bentuk tidak beraturan, bobot tinggi, kulit tipis,
dll.). Kerusakan mekanis (primer) sering diikuti dengan kerusakan biologis
(sekunder)
3. Kerusakan Biologis
Penyebab kerusakan biologis dari dalam tanaman : pengaruh etilen
Penyebab kerusakan biologis dari luar : Hama dan penyakit

H. Penanganan Yang Harus Dilakukan


1. Melakukan penanganan yang baik
a. Menggunakan teknologi yang baik dan menyesuaikan dengan
tujuan penanganan
b. Hindari kerusakan apapun penyebabnya dalam penanganan pasca
panen.

19
c. Penanganan harus dilakukan dengan hati-hati dan mengikuti
kaidah-kaidah yang ditentukan mempertimbangkan hubungan
biaya dan pemanfaatan.

I. Faktor Yang Berpengaruh Pada Kerusakan Hasil Tanaman


a. Faktor biologis : repirasi, transpirasi, pertumbuhan lanjut, produksi etilen,
hama penyakit.
b. Faktor lingkungan : Temperatur, kelembaban, komposisi udara, cahaya,
angin, tanah/media . (Winarno. 1981)

J. Klasifikasi Produk-Produk Olahan Tanaman Hortikultura


Berdasarkan kegunaan tanaman hortikultura dapat dikelompokkan
menjadi tanaman hortikultura yang dikonsumsi yakni sayuran,buah buahan
dan tanaman hortikultura yang tidak dikonsumsi yaitu tanaman hias.
1. Klasifikasi Sayuran
Pengklasifikaian tanaman sangat tergantung pada kegunaan dari
klasifikasi itu sendiri. Pada tanaman sayuran sebenarnya banyak tipe
klasifikasi yang tersedia, tetapi tipe klasifikasi yang akan di uraikan
berikut ini merupakan tipe klasifikasi yang paling banyak dipakai dan
paling mudah dipahami, yaitu klasifkasi berdasarkan sistematika botani dan
klasifikasi berdasarkan bagian yang dikonsumsi.
a. Klasifikasi Botani
Klasifikasi tanaman sayuran tidak ubahnya seperti tanaman-
tanaman lain pada umumnya. Oleh karena itu, jika di uraikan satu per
satu, maka klasifikasi ini akan menjadi sangat panjang. Secara umum
dan ringkas, Yamaguchi (1983) memberikan gambaran klasifikasi
botani tanaman sayuran sebagai berikut.

Divinisi
1) Alga dan jamur (Thallophyta)
2) Lumut dan kerakap (Bryophyta)
3) Paku-pakuan (Pterydophyta)
4) Tumbuhan berbiji (Spermatophyta)
Kelas tumbuhan berbiji (Spermatophyta):

20
1) Berbiji terbuka (Gymnospermae)
2) Berbiji tertutup (Angiospermae)
Subkelas tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae):
1) Biji berkeping satu (Monokotiledonae)
2) Biji berkeping dua (Dikotiledonae)

b. Klasifikasi Berdasarkan Bagian Yang Dikonsumsi

Berdasarkan bagian tanaman yang dikonsumsi, tanaman sayuran dapat


dikelompokkan menjadi:

1) Sayuran akar
a) Pembesaran akar tunggang, misalnya wortel (Daucus carota),
lobak (Raphanus sativus), dan bit gula (Beta vulgaris).

Gambar 2.1 Wortel dan Bit gula

b) Pembesaran akar lateral, misalnya ubi jalar (Ipomoea batatas) dan


singkong (Manihot esculenta).

2) Sayuran batang
a) Batang diatas tanah dan tidak berpati, misalnya asparagus
(Asparagus sp.) dan kohlrabi (Brassica oleraceae grup Gongylodes).

21
Gambar 2.2 Asparagus

b) Batang dibawah tanah dan berpati, misalnya kentang (Solanum


tuberosum), yam (Dioscorea alata), talas (Colocasia esculenta), dan
yautia (Xanthosoma saggittifolium).

3) Sayuran daun
a) Kelompok bawang (yang dikonsumsi adalah bagian bawah daun),
misalnya bawang merah (Allium cepa), bawang bombay (Allium cepa
grup Aggregatum), dan bawang putih (Allium sativum).
b) Kelompok berdaun lebar:
Dokonsumsi sebagai lalapan, misalnya selada (Lactuca sativa),
kubis (Brassica oleracea grup Capitata), dan seledri besar (Apium
graveolens).

Gambar 2.3 Sayur Selada dan Kubis

Dikonsumsi setelah dimasak (termasuk batangnya yang lunak),


misalnya bayam (Amaranthus tricolor) dan kale (Brassica oleraceae
grup Acepala).

22
-

Gambar 2.4 Sayur Kale dan Sayur Bayam

4) Sayuran buah
a) Buah muda, misalnya timun (Cucumis sativus), berbagai jenis
kacang-kacangan, seperti kacang kapri (Pisum sativum), okra
(Hibiscus esculentus), dan terong (Solanum mengolena).

Gambar 2.5 Sayur terong dan Mentimun

b) Buah dewasa:

1) Famili Cucurbitaceae, misalnya labu siem (Schium edule), timun


(Cucumis sativus), gambas (Luffa acutangula), dan pare (Momordica
charantia).
2) Famili Solanaceae, misalnya tomat (Lycopersiconesculentum),
cabai (Capsicum annuum) dan tomat ranti
(Lycopersiconpimpinellifolium)

23
Gambar 2.6 Tomat
5) Sayuran bunga atau tunas bunga muda, misalnya kubis bunga
(Brassica oleraceae grup Botrytis) dan brokoli (Brassica olrraceae
grup Italica).

Gambar 2.7 Brokoli dan Bunga Kubis

6) Jamur (mushroom), seperti jamur merang (Volvariela volvaceae), jamur


kuping (Auricularia auricula) dan jamur tiram (Pleurotus ostreatus).

Gambar 2.8 Jamur Tiram dan Jamur Kuping

2. Klasifikasi buah-buahan

24
Secara botani, buah dapat didefinisikan sebagai ovari matang dari suatu
bunga dengan segala isinya serta bagian-bagian yang terkait erat dari bunga
tersebut. Oleh karena itu, buah terdiri atas bagian-bagian seperti dinding
ovari atau oricarp (yang berdiferensiasi menjadi eksocarp, endocarp, dan
mesocarp), biji, jaringan plasenta, partisi, rsesptakel, dan sumbu tangkai
bunga. Berdasarkan jumlah ovari penyusunnya, buah dapat diklasifikasikan
atas beberapa kelompok, yaitu:

a. Buah sederhana, yaitu buah yang berkembang dari satu ovari. Buah
sederhana dikelompokkan lagi menjadi:
1) Buah sederhana berdaging (pericarpnya berdaging). Tipe buah
demikian dapat dikelompokkan lagi menjadi:
a) Tipe berry, misalnya buah tomat dan anggur (Vitis vinifera).
b) Tipe drupe, misalnya buah zaitun, peach, cherry (Prunus sp.)
c) Tipe pome, misalnya buah apel (Malus dometica).
d) Tipe hesperidium, misalnya buah jeruk (Citrus sp.).
e) Tipe pepo, misalnya buah tanamanan yang tergolong ke dalam
famili Cucurbitaceae.
2) Buah sederhana tidak berdaging (pericarp nya kering), yang dapat
digolongkan menjadi:
a) Golongan dehiscent (membuka dan menyebarkan biji pada saat
matang), yang dikelompokkan lagi menjadi:
1) Tipe legume (polong), misalnya buah kacang-kacangan.
2) Tipe follicle, misalnya buah peony dan Hekea.
3) Tipe capsule, misalnya buah Eucalyptus sp.
4) Tipe silique, misalnya buah mustard (Brassica nigra).
b) Golongan indenhiscent (tidak membuka dan menyebarkan biji pada
saat matang), yang dapat dikelompokkan lagi menjadi:
1) Tipe achene, misalnya buah bunga matahari (Helianthus annuus).
2) Tipe caryopsis (biji-bijian), misalnya buah jagung.
3) Tipe nut, misalnya buah hazel nut.
4) Tipe samara, misalnya buah maple.
b. Buah agregat, yaitu buah yang berasal dari beberapa ovari pada bunga
yang sama, baik ovari tersebut bergerombol maupun menyebar pada satu
reseptakel, yang kemudian bmenyatu menjadi satu buah. Contoh buah
tipe ini misalnya pada tanaman stroberi (Fragaria vesca)

25
Gambar 2.9 Buah Strawberry

c. Buah majemuk, yaitu buah yang bersal dari beberapa ovari dari
beberapa bunga, lalu menyatu menjadi satu massa. Contoh buah tipe
ini misalnya pada tanaman nanas (Ananas comosus).

Gambar 2.10 tanaman nanas

3. Klasifikasi tanaman hias

Tanaman hias sebagai tanaman yang tidak dikonsumsi dapat


dikelompokkan sebagaimana berikut ini.
a. Tanaman hias berbunga untuk pot dan/atau bunga potong, misalnya
berbagai jenis anggrek (Orchidaceae), krisan (Chrysanthemum
morifolium), anyelir (Dianthus caryophyllus), mawar (Rosa sp), keladi
(Anthurium andreanum), nanas hias (Ananas comosus), kempng sepatu

26
(Hibiscus rosa-sinensis), begonia (Begonia rex), bakung (Hippeatrum
hybridu), oleander (Nerium oleander), da sebagainya.
b. Tanaman hias tidak berbunga, seperti palem kuning (Chrysalidocarpus
lutescens), pinus (Pinus sp),cemara, bambu (Bambusa sp), sri rejeki
(Aglaonema pictum), lidah buaya (Aloe miriformis), keladi (Caladium
bicolor), kalatea (Calatea mackoyana), colues (Colues blumei), sirih
gading, suplir, puring (Codiaeum variegatum), dipenbahagia
(Diefenbachia amoena), beringin (Fieus variegatum), hanjuang
(Dracaena fragrans massangeana), dan sebagainya.
c. Rumut-rumputan, sepeti rumput padi (Axonopus copressus), rumput
manila (Zoysia matrella), rumput beruda/rumput golf (Cynodon dactylo),
rumput agrotis (Agrotis palustris), rumput belulang (Eleusine indica), dan
rumout gajah (Pannisetum purpureum).

K. Hilangnya Hasil Pasca Panen


Kehilangan hasil tanaman buah dan sayuran dapat berupa penurunan kuantitas
maupun kualitas. Penurunan kuantitas terjadi seperti penurunan bobot dan
hilangnya produk, baik sebagian ataupun seluruhnya yang disebabkan oleh
kerusakan atau pembusukan. Kehilangan hasil karena penurunan kuantitas relatif
mudah diamati. Bentuk kehilangan hasil yang relatif sulit diamati adalah
menurunnya kualitas, seperti kerusakan tekstur, aroma, atau nilai gizi. Bentuk
kehilangan yang lain adalah kehilangan daya tumbuh dan penurunan nilai jual
yang disebabkan oleh turunnya harga.
Kehilangan hasil pasca panen dapat terjadi di lapangan atau di kebun, di
tempat pengepakan, tempat penyimpanan, selama pengangkutan, di pasar besar
atau pasar eceran. Kehilangan tersebut dapat terjadi karena fasilitas yang kurang
memadai, pengetahuan yang terbatas, manajemen yang tidak baik, pasar yang
tidak berfungsi, atau penanganan oleh petani yang kurang hati-hati. Lebih lanjut,
kehilangan hasil dapat juga terjadi di tempat konsumen, di dapur atau di meja
makan.

27
Penyebab-penyebab terjadinya kehilangan hasil pascapanen dapat
dikelompokkan kedalam 4 katagori, yaitu:
1. Luka mekanis
Karena teksturnya yang empuk dan kandungan air yang tinggi, buah-
buahan dan sayur-sayuran segar sangat peka dan mudah luka. Penanganan
yang kurang baik, kotak penampung yang tidak sesuai, pengemasan dan
transportasi yang tidak sempurna dapat dengan mudah menyebabkan memar,
patah, pecah, terlipat, dan lain-lain.
2. Kerusakan secara fisiologis
Setelah dipanen, buah-buahan dan sayur-sayuran aktivitas fisiologis-nya
masih terus berlangsung. Kerusakan fisiologis terjadi karena kekurangan
mineral, temperatur yang tinggi atau rendah, kelembaban yang tinggi atau
rendah, atau komposisi atmosfir yang tidak sesuai seperti kekurangan oksigen
atau kelebihan karbondioksida. Kerusakan fisiologis dapat juga terjadi
dengan sendirinya karena adanya aktivitas enzim yang dapat menyebabkan
terjadinya pemasakan dan gejala penuaan yang berlebihan.
3. Penyakit-penyakit parasitis
Mikroorganisme dapat menyerang produk segar dengan mudah dan
menyebar secara cepat karena produk-produk tersebut tidak memiliki
mekanisme pertahanan. Pertumbuhan mikrobia juga didukung oleh faktor
kelembaban dan kandungan nutrisi dari produk yang cukup tinggi.
Pengendalian terhadap terjadinya pembusukan hasil pascapanen menjadi
lebih sulit karena ketersediaan pestisida semakin berkurang. Hal ini terjadi
karena kepedulian konsumen terhadap keselamatan dan keamanan makanan
semakin tinggi.
4. Terbatasnya permintaan pasar
Informasi pasar atau perencanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan
produksi buah-buahan dan sayur-sayuran sering berlimpah sehingga tidak
dapat terjual pada waktunya. Keadaan ini sering terjadi di daerah yang
transportasi dan fasilitas penyimpanannya tidak memadai. Produksi dapat
membusuk di tempat, jika petani tidak dapat mengirimkan produk itu ke
tempat lain yang banyak membutuhkan.

28
L. Teknologi Pasca Panen
Teknologi pasca panen yang mempengaruhi tingkat kehilangan hasil antara
lain ialah grading, pengepakan, pendinginan, penyimpanan, dan pengangkutan.
Beberapa produk juga memerlukan perlakuan khusus seperti pemberian
kelengkapan (assessori), pembersihan, pengawetan, pengendalian organisme
pengganggu, pelapisan lilin, dan penyeragaman pematangan.
1. Grading
Pada dasarnya semua buah-buahan dan sayur-sayuran yang dijual di pasar
modern dilakukan grading dan sortasi. Produk disortir dan digrading menjadi
beberapa tingkat berdasarkan standar yang telah ditentukan. Produk digrading
secara manual dan secara visual yaitu berdasarkan pada warna.
Grading menurut bobotnya dapat dilakukan dengan alat pengukur
otomatis dengan berbagai ukuran kapasitas. Buah-buahan yang bundar atau
agak bundar diukur berdasarkan diameternya dengan menggunakan alat
pengukur yang berbentuk lingkaran, yang dilakukan secara manual. Grading
perlu dilakukan secara hati-hati, karena kegiatan grading yang dilakukan
dengan tidak hati-hati dapat menyebabkan terjadinya kerusakan secara nyata
2. Pengemasan
Cara pengemasan dapat mempengaruhi stabilitas produk selama
pengangkutan dan mempengaruhi tingkat keamanan produk Terdapat dua
bentuk pengemasan, yaitu: (1) pengemasan skala besar di kotak
pengangkutan, dan (2) pengemasan kecil untuk keperluan eceran.
Kotak yang baik untuk mengemas buah-buahan dan sayur-sayuran harus
memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu mudah dipegang, dapat memberi
perlindungan dari kerusakan mekanis, terdapat ventilasi yang memadai,
mudah diperdagangkan, tidak mahal, dan juga mudah didaurulang.
Pertama-tama yang perlu dipertimbangkan dalam memilih kotak adalah
faktor ekonomis. Jika produknya bernilai tinggi dapat menggunakan kotak
mewah seperti kotak papan kaca, atau peti kayu atau peti plastik. Akan tetapi,

29
jika harga produknya bernilai rendah cukup dengan kotak yang sederhana dan
murah seperti keranjang bambu atau kantong jaring nilon.
Pengemasan juga memiliki tujuan untuk menambah nilai tambah. Hal ini
dapat dicapai dengan mengemas yang sesuai dengan keinginan konsumen dan
pengecer. Bahan pembungkus atau pengemaas tambahan seperti plastik yang
sering kita lihat di supermarket. Hanya saja, penggunaan bahan pengemas
tambahan tersebut dapat menambah limbah yang berdampak buruk terhadap
lingkungan dan beban tambahan untuk biaya pembuangan limbah.
3. Pendinginan
Pengaturan suhu yang baik merupakan cara yang efektif untuk
menurunkan tingkat kehilangan hasil dan mempertahankan kualitas buah-
buahan dan sayur-sayuran. Suhu yang rendah, tetapi tidak terlalu rendah,
dapat menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas fisiologi sehingga buah
menjadi rusak. Suhu yang rendah juga menurunkan laju pertumbuhan
mikrobia dan laju pembusukan. Pendinginan merupakan cara yang efektif
untuk menjaga kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran.
Produk yang dipanen dari kebun pada umumnya suhunya tinggi dan
masih memiliki laju respirasi yang tinggi. Mempercepat penurunan suhu
produk sangat efektif untuk menjaga kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran.
Oleh karena itu teknologi pendinginan digunakan secara luas terutama untuk
produk yang mudah rusak dan membusuk.
Terdapat berbagai metode pendinginan yang digunakan, antara lain adalah
kamar pendingin (room cooling), udara pendingin yang bertekanan (forced air
cooling), air pendingin (hydrocooling), pendingin dengan ruangan hampa
(vacuum colling), dan pengemasan dengan lapisan es (package icing).
Room cooling merupakan metode yang relatif sederhana yang hanya
memerlukan pengatur suhu ruangan dengan kapasitas pendinginan yang
memadai. Produk dikemas dalam kotak dan ditumpuk tidak rapat di dalam
ruang pendingin. Sisa ruangan yang cukup di antara setiap kotak berguna
untuk sirkulasi udara dingin. Laju pendinginan dengan room cooling agak

30
lambat jika dibandingkan dengan metode pendinginan yang lain karena panas
di bagian dalam setiap kotak perlu dipindahkan ke permukaan kotak secara
konduksi sebelum terbuang oleh udara dingin. Untuk mendinginkan produk,
cara ini dapat berlangsung agak lama bisa beberapa jam atau bahkan beberapa
hari bergantung pada jenis produk yang didinginkan, ukuran dan sifat kotak,
dan suhu serta kecepatan udara yang bersirkulasi.
Forced air cooling merupakan cara yang lebih cepat. Udara dingin ditekan
sehingga mengalir melalui sisi-sisi dalam kotak-kotak pengemas. Dengan
demikian, udara panas secara langsung terbuang dari permukaan produk dan
tidak hanya dari permukaan kotak pengemas. Aliran udara terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara dua sisi yang berlubang-lubang dari setiap
kotak pengemas. Kotak disusun pada sisi-sisi terowongan (tunnel) yang
tertutup. Kipas pembuang udara ditempatkan di salah satu ujung terowongan.
Dengan metode ini, produk yang bernilai tinggi dan sangat mudah rusak,
seperti anggur, strawberi, dan buah-buah frambus (raspberries) dapat
didinginkan kurang dari satu jam.
Hydrocooling atau watercooling merupakan cara yang cepat dan sedikit
mahal. Produk disiram atau direndam dalam air dingin. Waktu pendinginan
yang diperlukan cukup lama. Walaupun demikian, tidak semua jenis produk
toleran terhadap pendinginan dengan air. Produk yang didinginkan dengan
cara ini permukaannya akan basah sehingga dapat mendorong terjadinya
pembusukan pada beberapa jenis produk pertanian.
Vacuum cooling merupakan cara yang paling efisien untuk mendinginkan
sayur-sayuran berupa daun, terutama sayuran berdaun yang memiliki bungkul,
seperti selada bungkul, kobis, dan kol cina. Produk ditempatkan di dalam
tabung hampa yang tekanannya diturunkan. Jika tekanan udara turun hingga
4,6 mm Hg, suhu turun di bawah 0 C dan air akan mengembun di atas
seluruh permukaan daun. Akibatnya, panas selama penguapan akan diserap
oleh embun dan menyebabkan produk menjadi dingin. Pendinginan dengan
cara ini biasanya memerlukan waktu 20 hingga 30 menit. Sayangnya,

31
peralatan yang diperlukan untuk pendinginan ruang hampa ini sangat mahal
dan tidak sesuai untuk sistem usaha tani skala kecil.
Package-icing atau top-icing merupakan cara yang paling sederhana. Cara
ini dilakukan dengan menambahkan es yang diremuk, serpihan es atau
menyisipkan es di dalam kotak sehingga produk dapat didinginkan. Metode
ini tidak cocok untuk produk yang sangat peka terhadap suhu dingin.
Pendinginan dengan es dapat menyebabkan produk dan kotak menjadi basah
dan banyak air.
4. Penyimpanan
Banyak tanaman hortikultura yang masa panennya relatif singkat.
Penyimpanan diperlukan untuk memperpanjang jangka waktu pemasaran.
Berbagai metode penyimpanan telah digunakan pada skala komersial.
Air-Cooled Common Storage (AC) merupakan metode penyimpanan ini
digunakan secara luas untuk menyimpan produk hortikultura. Namun,
penggunaan cara ini masih terbatas pada musim dingin di daerah sub-tropik
dan daerah iklim sedang, atau daerah dataran tinggi yang naik turunnya suhu
pada malam hari rendah. Teknologi ini lambat diadopsi di beberapa negara di
dunia karena keterbatasan pengetahuan teknis dan untuk membangun fasilitas
membutuhkan investasi yang besar.
Refrigerated storage merupakaan penyimpanan dengan instalasi
pendingin merupakan teknologi yang telah dibangun dan diterapkan secara
luas untuk menyimpan produk hortikultura. Namun, penggunaannya masih
terbatas karena pertimbangan biaya dan keuntungan. Pada prinsipnya semua
produk hortikultura akan aman dan menguntungkan jika disimpan pada suhu
rendah yang sesuai, karena kualitasnya tetap terjaga dan jangka waktu
penyimpanannya lebih lama. Akan tetapi, jika harga produk terlalu rendah,
keuntungannya seringkali tidak dapat menutup biaya penyimpanan. Metode
ini tidak digunakan karena biaya investasi awal terlalu tinggi dan penggunaan
energinya terlalu besar.

32
Controlled Atmosphere (CA) storage dapat mengendalikan konsentrasi
oksigen dan karbondioksida, suhu, dan kelembaban. Pengendalian yang baik
terhadap suhu, kelembaban, dan komposisi atmosfir dapat memperlama
jangka waktu penyimpanan produk. Penerapan CA storage secara komersial
terbatas pada beberapa tanaman saja, yaitu apel dan peer karena buah-buah itu
sangat populer. Cara ini tidak digunakan untuk tanaman-tanaman lain karena
keuntungannya terlalu sedikit untuk menutupi biaya. Teknologinya sangat
rumit dan jelimet, biaya bangunan, fasilitas, dan manajemen CA storage tinggi
jika dibandingkan dengan refregerated storage. Oleh karena itu, sebelum
direkomendasikan perlu dilakukan analisis biaya dan keuntungan.
5. Pengangkutan
Pengangkutan di daratan dilakukan dengan menggunakan truk atau kereta
api dan pengangkutan antar pulau dengan angkutan laut atau lewat udara. Jika
produknya bernilai tinggi atau jumlahnya terbatas pengiriman antar pulau
dilakukan lewat udara. Kondisi yang dibutuhkan selama pengiriman sama
dengan kondisi selama penyimpanan, antara lain: suhu dan kelembaban harus
dikendalikan dengan baik, ventilasi memadai. Selain itu, produk harus
dikemas dan ditumpuk sedemikian rupa sehingga getaran atau gerakan selama
pengiriman tidak terlalu berlebihan. Getaran atau gerakan selama pengiriman
dapat menyebabkan memar atau terjadinya kerusakan mekanis.
Pengangkutan dengan truk yang dilengkapi dengan instalasi pendingin
selain sesuai, baik, dan menyenangkan, juga efektif dalam mempertahankan
kualitas produk. Akan tetapi, investasi awal maupun biaya operasionalnya
sangat tinggi. Untuk pengiriman jarak dekat, truk yang disekat-sekat saja
lebih hemat biaya dari pada truk yang dilengkapi instalasi pendingin, dan
tidak menurunkan kualitas. Apabila produk didinginkan terlebih dahulu dan
jarak pengangkutan jauh, penggunaan truk yang diberi ventilasi lebih baik dari
pada truk-truk tanpa ventilasi dan tanpa instalasi pendingin. Adanya ventilasi
biasanya menyebabkan suhu dingin yang tidak seragam, tetapi dapat

33
membantu menghilangkan panas akibat respirasi yang berlebihan sehingga
kerusakan yang timbul sebagai akibat suhu tinggi dapat dihindari.

M. Implementasi Teknologi
Teknologi yang ada untuk pendinginan, penyimpanan, dan pengangkutan
tanaman hortikultura secara umum sudah sesuai dan perlu diimplementasi.
Permasalahannya adalah bagaimana teknologi-teknologi itu dapat
diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan pada kerugian hasil pasca
panen.
Untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara pelaku pasca panen
hortikultura dan perekayasa bidang pertanian. Kerjasama dan koordinasi yang
sungguh-sungguh mungkin diwujudkan melalui pembahasan dalam pertemuan-
pertemuan yang intensif dalam perumusan program, sosialisasi penerapan paket-
paket teknologi.
Selain itu, kegiatan dalam rangka penyiapan sumberdaya manusia juga perlu
dilakukan, misalnya:
1. Pelatihan keahlian bagi petugas di bidang penanganan pascapanen untuk
melaksanakan fungsi sebagai perencana, sedangkan pelaksana teknis dilatih
ketrampilan untuk dapat mengimplementasikan.
2. Penguatan kelompok-kelompok usaha dan pelibatan tokoh-tokoh masyarakat
ke dalam kelompok-kelompok kerja yang kuat.
3. Pembahasan atau diskusi tentang permasalahan prioritas dan program untuk
membangun konsensus di dalam kelompok.
4. Pengintegrasian program-program penanganan pascapanen ke dalam program
wilayah yang berbasis agribisnis. Seluruh upaya tersebut dapat dibicarakan
dalam musyawarah rencana pembangunan baik di tingkat desa, kecamatan,
kabupaten dan seterusnya hingga menyentuh program nasional.

34
BAB III
KESIMPULAN

1. Panen merupakan suatu kegiatan pemungutan hasil pertanian yang telah cukup
umur dan sudah saatnya untuk dipetik hasilnya.

2. Umumnya panen dilakukan pagi hari ketika matahari baru saja terbit karena hari
sudah cukup terang tetapi suhu lingkungan masih cukup rendah sehingga dapat
mengurangi kerusakan akibat respirasi produk dan juga meningkatkan efisiensi
pemanenan.

3. Pasca panen diartikan sebagai berbagai tindakan atau perlakuan yang diberikan
pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen.

4. Melakukan penanganan panen yang baik yaitu menekan kerusakan yang dapat
terjadi.

5. Melakukan penanganan yang baik yaitu dengan Menggunakan teknologi yang


baik dan menyesuaikan dengan tujuan penanganan, Hindari kerusakan apapun
penyebabnya dalam penanganan pasca panen. Penanganan harus dilakukan
dengan hati-hati dan mengikuti kaidah-kaidah yang ditentukan
mempertimbangkan hubungan biaya dan pemanfaatan.

6. Berdasarkan kegunaan tanaman hortikultura dapat dikelompokkan menjadi


tanaman hortikultura yang dikonsumsi yakni sayuran,buah buahan dan tanaman
hortikultura yang tidak dikonsumsi yaitu tanaman hias.

7. Kehilangan hasil karena penurunan kuantitas relatif mudah diamati. Bentuk


kehilangan hasil yang relatif sulit diamati adalah menurunnya kualitas, seperti
kerusakan tekstur, aroma, atau nilai gizi.

8. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Dari Bagian Tanaman Setelah Panen yaitu


berupa Perubahan fisik / morfologis dan perubahan komposisi

35
9. Kerusakan Yang Dapat Terjadi Pada Tanaman dapaat berupa Kerusakan Fisik
Fisiologis, Kerusakan Mekanis, dan Kerusakan Biologis

10. Faktor biologis kerusakan hasil tanaman : repirasi, transpirasi, pertumbuhan


lanjut, produksi etilen, hama penyakit.

11. Faktor lingkungan kerusakan hasil tanaman : Temperatur, kelembaban, komposisi


udara, cahaya, angin, tanah/media .

12. Teknologi pasca panen yang mempengaruhi tingkat kehilangan hasil antara lain
ialah grading, pengepakan, pendinginan, penyimpanan, dan pengangkutan.

13. Kerjasama yang baik antara pelaku pasca panen hortikultura dan perekayasa
bidang pertanian. Kerjasama dan koordinasi yang sungguh-sungguh mungkin
diwujudkan melalui pembahasan dalam pertemuan-pertemuan yang intensif
dalam perumusan program, sosialisasi penerapan paket-paket teknologi.

36

Anda mungkin juga menyukai