Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510, Telp: 021-56942061
RS BAYUKARTA
Jl. Kertabumi No.44 Kabupaten Karawang Karawang
1
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT BAYUKARTA
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. H Jenis kelamin : Laki - laki
Usia : 7 Tahun 11 bulan 5 hari Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung Berat badan : 30kg
Tanggal masuk RS : 14 Maret 2017 Panjang Badan : 126 cm
Nama Ny. SA
Umur 40 tahun
Pendidikan SMA
2
ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Pasien datang diantar oleh ibunya ke poli anak Rs Bayukarta dengan keluhan buang
air kecil terasa panas dan berwarna merah yang dirasakan sejak 5 hari SMRS. Keluhan BAK
berwarna merah tidak disertai nyeri disekitar pinggang atau nyeri saat buang air kecil.
Keluhan disertai demam, batuk berdahak dan pilek sejak 1 minggu sebelum keluhan
BAK tersebut. Demam dirasakan naik turun, turun ketika minum obat penurun panas, demam
tidak disertai dengan menggigil dan kejang. Batuk berdahak sulit keluar, pilek dengan lender
encer dan bening.
Keluhan disertai dengan adanya bengkak disekitar mata sejak 3 hari SMRS, bengkak
lebih dirasakan pada pagi hari ketika bangun tidur. Bengkak tidak disertai dengan mata
berair, merah dan penglihatan kabur.
Keluhan tidak disertai dengan adanya mual, muntah, nyeri kepala. Napsu makan dan
minum pasien berkurang.
3
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Kehamilan
Perawatan antenatal : Kontrol teratur ke bidan
Penyakit kehamilan : Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : Bidan
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Normal pervaginam
Masa gestasi : 39 minggu, cukup bulan
Keadaan bayi
Langsung menangis kuat : Ya
Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : 51 cm
Pucat/biru/kuning/kejang : tidak ada
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesan: G2P2A0, neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan.
4
RIWAYAT IMUNISASI
Ibu mengatakan anak sudah imunisasi dasar lengkap yang dilakukan dipuskesmas.
Waktu Pemberian
Imunisasi Bulan
0 1 2 3 4 6 9 15 16
Hepatitis B 0
Polio 1 2 3 4
BCG 1
DTP 1 2 3
HiB 1 2 3
Campak 1
5
BMI menurut usia
Riwayat Nutrisi
6
Sekarang : Susu formula + nasi putih + sayur-sayuran + ayam/ikan, telur
Kuantitas : cukup
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu : 37,1oC
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Berat Badan : 30kg
Panjang badan : 126 cm
Pemeriksaan Sistematis
Kepala : Normocephal, tidak teraba benjolan, rambut hitam distribusi merata, tidak
mudah dicabut
Mata : Bentuk normal, palpebra superior dan inferior sedikit bengkak, kedudukan
bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva kanan dan kiri tidak anemis,
sclera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea kanan dan kiri jernih, kedua pupil
bulat isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung pada
kedua mata positif, tidak terdapat sekret.
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, secret (+) bening, kental, darah (-)
Mulut : Bentuk normal, mukosa mulut lembab, sianosis tidak ada, tonsil T1-T1, faring
tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada kelainan, kelenjar getah bening dan tiroid tidak teraba pembesaran,
7
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris keadaan stasis maupun dinamis, retraksi
sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di sela iga V linea mid clavicula
sinistra.
Perkusi :-
Auskultasi : Bunyi jantung I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak massa
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi : Supel, tidak teraba adanya massa, tidak teraba adanya
perbesaran hepar dan lien, turgor kulit masih baik
Perkusi : Timpani di seluruh lapang.
Genitalia eksterna : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, tidak ada sianosis,
CRT < 2 detik
Tonus : Normotonus.
Sendi : Dapat digerakkan dengan normal.
8
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Basofil 1 % 0-1
Eosinofil 1 % 0-3
batang/stat 0 % 0-5
limfosit 14 % 25-50
monosit 8 % 2-10
Segmen 75 % 50-80
Urin Rutin
9
pH 6.5 4,5 8,0
Protein 3+ (-)
Sedimen
Kristal -
Silinder c.
granular
0-1
Lain lain -
Kimia Klinik
10
RESUME:
Pasien datang diantar oleh ibunya ke Poli anak RS Bayukarta dengan keluhan Bak terasa panas
dan berwarna merah dirasakan sejak 5 hari SMRS. Ibu pasien juga mengatakan bahwa bengkak
disekitar mata pasien dirasakan 3 hari SMRS. Pasien tidak merasakan adanya sakit di sekitar
pinggang atau nyeri saat berkemih. Pasien juga mengeluh adanya demam, batuk berdahak yang
sulit keluar dan pilek yang dirasakan 1 minggu yang lalu. Demam naik turun , turun ketika
minum obat penurun panas. Mula -, muntah -, BAB normal seperti biasa dan Napsu makan
pasien berkurang. Pada pemeriksaan fisik suhu 37,1oC, Nadi 88x/menit, RR 24x/menit, berat
badan 30 kg, panjang badan 126 cm. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan darah ruitn :
leukosit 18.18 uL, urin Rutin :warna kuning kemerahan, keruh, Protein 3+, darah samar (+),
leukosit 20-25/LPB, eritrosit banyak.
DIAGNOSA KERJA
Glomerulonefritis akut
Dasar diagnosis :
Anamnesis : Demam, batuk, pilek, mata bengkak, BAK terasa panas dan berwarna merah.
Pemeriksaan penunjang :
Urin rutin: warna kuning kemerahan, keruh, Protein 3+, darah samar (+), leukosit 20-25/LPB,
eritrosit banyak.
DIAGNOSIS BANDING
Glomerulonefritis kronik
Dasar Diagnosis
Merupakan glumerulus nefritis yang diagnosis kliniknya berdasarkan ditemukannya
hematuria dan proteinuria yang menetap karena terjadinya kekambuhan yang berulang kali
pada GNA dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Penyebabnya adalah
glomerulonephritis yang berulang, trauma pada ginjal, hipertensi. Gejala klinis GNA
kronik adalah gangguan metabolic dan aliran darah, lemah,letih, kurang napsu makan,
mual,muntah, hipertensi dan hematuria. Pada pemeriksaan lab urinalisis GNA kronis
didapatkan hematuria dan proteinuria.
11
Sindroma Nefrotik
Dasar Diagnosis
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria massif,
hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesteronemia. Kadang kadang gejala disertai
dengan hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Angka kejadian bervariasi
antara 2-7 per 100.000 anak dan lebih banyak pada lelaki daripada perempuan dengan
perbandingan 2:1. Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak kedua mata, perut,
tungkai atau seluruh tubuh yang dapat disertai penurunan jumlah urin. Keluhan lain juga
dapat ditemukan seperti urin keruh atau jika terdapat hematuri berwarna kemerahan.Pada
pemeriksaan penunjang urinalisis didapatkan proteinuria massif ( 2+), rasio albumin
keratin urin >2. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia
(<2,5g/dL),hiperkolesterolemia (>200mg/dl) dan laju endap darah yang meningkat. Kadar
ureum dan kreatinin umumnya normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
Dasar Diagnosis
Henoch Schonlein Purpura adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis
pembuluh darah kecil sistemik yang ditandai dengan lesi spesifik berupa purpura
nontrombositopenik, artritis atau atralgia, nyeri abdomen atau perdarahan
gastrointestinalis, dan kadang kadang nefritis atau hematuria. Penyakit ini terutama
terdapat pada anak umur 2 15 tahun (usia anak sekolah) dengan puncaknya pada umur 4
7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki laki dibanding anak perempuan (1,5 : 1).
Penyebab penyakit ini belum diketahui. Infeksi Streptokokus grup A diduga merupakan
salah satu penyebab penyakit HSP ini.
Kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria (<2g/d), sindrom nefrotik (proteinuria
>40mg/m2/jam) atau nefritis. Penyakit pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah
onset ruam kulit. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2 3 bulan, biasanya
berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Resiko nefritis meningkat
pada usia di atas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat dana
penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada
yang menjadi kronik. Seringkali derajat keparahan nefritis tidak berhubungan dengan
parahnya gejala HSP yang lain. Pada pasien HSP dapat timbul adanya oedem. Oedem ini
12
tidak bergantung pada derajat proteinuria namun lebih pada derajat vaskulitis yang terjadi.
Pada pemeriksaan penunjang Kadar komplemen seperti C1q, C3 dan C4 dapat normal
maupun menurun, Analisis urin dapat menunjukkan hematuria, proteinuria maupun
penurunan kreatinin klirens menandakan mulai adanya kerusakan ginjal atau karena
dehidrasi, demikian pula pada feses dapat ditemukan darah.
PENATALAKSANAAN
- RL 20 tpm
- Ceftriakzon 2x750 inj
- Prednisone 2mg/kg
- Diet (Rendah protein dan kalium)
PROGNOSIS
1. Ad Vitam :dubia ad bonam
2. Ad Fungsionam :dubia
3. Ad Sanationam :dubia ad bonam
13
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi dan penurunan fungsi
ginjal (azotemia). Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptokokus beta
hemolitikus grup A disaluran nafas bagian atas atau dikulit. GNAPS terutama menyerang
anak usia sekolah dan jarang menyerang anak <3tahun. Laki-laki lebih sering daripada
perempuan dengan perbandingan 2:1. GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self
limiting, tetapi dapat juga menyebabkan gagal ginjal akut. Sebagian besar pasien (95%) akan
sembuh, tetapi 5% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan
cepat. Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptokokus beta hemolitikus
disaluran nafas bagian atas dan kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran
nafas atas dan kulit dapat menurunkan kejaidan penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan
14
. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal
antara vetebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Ginjal terdiri dari
korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri dari 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid
terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papilla bermuara di kaliks minor. Pada daerah
korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. 4
Panjang dan beratnya bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan,
sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus
yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur.4
Tiap ginjal mengandung 1 juta nefron (glomerulus dan tubulus yang berhubungan
dengannya ). Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada janin 35 minggu. Nefron baru
tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia
struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional.4
Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman, tubulus proksimal, anse
henle dan tubulus distal. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman juga disebut badan
maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam
pembentukan urine tidak kalah pentingnya.5
15
Gambar 2. Vaskularisasi pada ginjal
A. Fungsi Ginjal
Fungsi utama ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.4
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi
air.
b. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3
c. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
a. Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
b. Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
c. Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
d. Degradasi insulin.
e. Menghasilkan prostaglandin
16
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling
penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan
lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.4
Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan
dalam tubuh adalah :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak akan
direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam plasma
dan kapiler peritubulus.4
Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan
tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-
substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi yang disekresi.4
B. Sistem glomerulus normal
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh
simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(juxtame-dullary) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler berasal dari
arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan normal tidak nyata , dan
kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola
itu disebut kutub vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang
oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan sel mesangial.4
Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam
daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di
sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis dengan
tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau foot processes. Maka
itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat
membrana basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis
ini tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler.4
17
Dengan mikroskop elektron ternyata bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga
lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara
externa. Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut dengan
membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana basalis tubuler pada
kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi
membentuk bulan sabit ( crescent). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan
bisa seluler, fibroseluler atau fibrosa. 4
18
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina densa dan sel epitel.4
Sel-sel epitel kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan
sitoplasma foot process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara tonjolan-
tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore dengan lebar 200-300 A. Pori-
pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel
mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler gromerulus dan membentuk bagian
medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin berperan dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun) pada
glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-
saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular.4
Tidak ada protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat glomerulus
menyatakan efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki kandungan ion
negatif yang kuat. Muatan anion ini adalah hasil dari 2 muatan negatif :proteoglikan (heparan-
19
sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam sialat. Protein dalam darah relatif memiliki
isoelektrik yang rendah dan membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh
dinding kapiler gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.4
2.2. Fisiologi
A. Filtarasi glomerulus
Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui
dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua
substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin, peptida, protein-protein
dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperti
albumin dan globulin). Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus
sebelum meningalkan ginjal berupa urin.4,6
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural filtration rate (GFR) merupakan
penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut single nefron
glomerular filtration rate (SN GFR). Besarnya SN GFR ditentukan oleh faktor dinding kapiler
glomerulus dan gaya Starling dalam kapiler tersebut.4,6
SN GFR = Kf.(P-)
= Kf.P.uf
Koefesien ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang tersedia
untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.5,6
20
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam kapiler ditentukan oleh :
- tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
- tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
- tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus ( g)
- tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat tidak
mengandung protein.
Laju filtrasi glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin
atau memakai rumus berikut :
Harga k pada: BBLR < 1 tahun = 0,33
LFG = k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1 tahun = 0,45
Kretinin serum (mg/dl) 1 12 tahun = 0,55
EPIDEMIOLOGI.1
Insiden GNAPS mengikuti infeksi sterptococcus hemolitikus pada faring atau kulit.
Hanya tipe M tertentu yang berhubungan dengan sekuel tersebut. Pembagian tipe M
berdasarkan lokasi menginfeksi. Tipe 3, 4, 12, 25 berhubungan dengan GNAPS-faringitis dan
tipe 2, 6, 49, 55 dan 57 berhubungan dengan GNAPS-pioderma. GNAPS-faringitis memuncak
pada musim semi dan musim salju sedangkan GNAPS-pioderma lebih prevalen pada musim
panas dan musim gugur. Interval antara terjadinya infeksi streptococcus dengan perkembangan
GNAPS adalah 1-2 minggu (rata-rata 10 hari) pada GNAPS-faringitis dan 4-8 minggu pada
GNAPS-pioderma. Faktor penentu dimana hanya beberapa strain streptococcus nefritogenik
tertentu yang mampu menginfeksi masih belum jelas
Penyakit ini sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak pria dibanding wanita. Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor
alergi mempengaruhi perkembangan menjadi GNAPS.
21
berkurang. Tetapi kebalikannya antideoxyribonuclease B (antiDNAase B) dan
antihialuronidase dapat digunakan. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa peningkatan
antibodi zimogen streptococcus adalah penanda paling efektif untuk infeksi streptococcus yang
berhubungan dengan GNA. Studi mutakhir melaporkan bahwa kombinasi ASTO dan
AntiDNAase B sangat sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi penyakit post infeksi
streptococcus (sensitifitas 95,5% spesifisitas 88,6%).
PATOGENESIS.3
Pada GNAPS, periode laten antara infeksi akut dengan onset nefritis diperkirakan
merupakan periode yang dibutuhkan untuk menghasilkan jumlah antibodi antistreptococcus
yang cukup untuk menginduksi pembentukan kompleks imun. Beberapa antigen streptococcus
telah berhasil diidentifikasi pada deposit imun dalam glomerulus yaitu endostreptosin, protein
strain nerfritic dan nephritis plasma-binding protein, yang membuktikan bahwa antigen
tersebut adalah target serangan sistem imun yang selanjutnya menyebabkan kerusakan pada
glomerulus. Hipotesis terakhir mengungkapkan bahwa antigen target pertama kali
terperangkap di dalam glomerulus dan memicu pembentukan kompleks imun berikutnya di
dalam ginjal. Antigen tersebut berasal dari kuman streptococcus atau merupakan molekul
glomerulus normal yang mengalami reaksi silang (cross reaction) dengan antibody yang
sebenarnya dihasilkan untuk menyerang antigen streptococcus. Imunoglobulin G dapat
menjadi antigen yang tertanam setelah mengalami desialasi oleh neuraminidase streptococcus
dengan pengambilan Imunoglobulin G elektrostatik akibat paparan muatan permukaan yang
positif. Sesaat setelah deposit imun glomerular terbentuk, aktivasi kaskade komplemen dan
infiltrasi leukosit yang berada dalam sirkulasi akan mengawali terjadinya kerusakan
glomerulus yang bersifat eksudatif dengan banyak neutrofil intraglomerular dijumpai.
22
Mekanisme pertama apabila antigen dari luar memicu terbentuknya antibody spesifik,
kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab yang ikut dalam sirkulasi. Kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang kemudian berikatan dengan kompleks Ag-Ab.
Kompleks imun yang mengalir dalam sirkulasi akan terjebak dalam glomerulus dan
mengendap di subenditel dan mesangium. Aktivasi sistem komplemen akan terus berjalan
setelah terjadi pengendapan kompleks imun. Mekanisme kedua apabila antibody secara
langsung berikatan dengan antigen yang merupakan komponen glomerulus. Alternatif lain
apabila antigen non glomerulus yang bersifat kation terjebak pada bagian anionic glomerulus
diikuti pengendapan antibody dan aktivasi komplemen secara loca.
Meskipun studi morfologis dan penurunan level komplemen serum (C3) secara kuat
mengindikasikan bahwa glomerulonefritis akut post infeksi streptococcus diperantarai oleh
imun kompleks, mekanisme pasti dimana streptococcus nefritogenik menginduksi
pembentukan kompleks imun belum dapat ditentukan. Selain persamaan klinis dan histologis
dengan serum sickness akut pada kelinci, penemuan kompleks imun yang bersikulasi pada
GNAPS tidak selalu sama dan aktivasi komplemen terutama melalui jalur alternatif daripada
melalui jalur klasik.
PROSES PATOLOGI
Ginjal tampak secara simetris membesar. Semua glomeruli tampak melebar dan
vaskularisasinya menurun dan menunjukkan proliferasi sel mesangial dengan peningkatan
matriks mesangial. Leukosit polimorfonuklear sering ditemukan di glomeruli pada fase awal
penyakit. Inflamasi sel sabit dan sel interstisiil dapat ditemukan pada tahap yang berat.
Perubahan tersebut tidak khas untuk GNAPS. Mikroskopi imunofluorescent mengungkapkan
adanya lumpy-bumpy deposit dari immunoglobulin dan komplemen pada dasar membrane
glomerulus dan pada mesangium. Pada electron mikroskopi, deposit electron ditemukan pada
sisi epithelial dari membrane dasar glomerulus.3
GEJALA KLINIK :
Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi melalui ISPA terdapat pada
45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.1 Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi
23
dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada
bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila
terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak
dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan
timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi
pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi
kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung
kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi
dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schenlein atau
Benign recurrent haematuria.4
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi
streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu
umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu
didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila
periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan
penyakit lain, seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik,
2. Edema
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra),
disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut
(asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik. Distribusi
edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal. Oleh sebab
itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar
pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah
melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang- kadang terjadi edema
laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan
24
penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan
masuk ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukann semula.
3. Hematuria
4. Hipertensi
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar
mendapati hipertensi berkisar 32-70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus
dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu
diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal
kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi
yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan
kejang- kejang.4
5. Oligouria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus
yang berat dengan prognosis yang jelek. 4
25
DIAGNOSIS.5
1. Anamnesis
Riwayat infeksi saluran nafas atas (faringitis) 1-2 minggu sebelumnya atau infeksi
kulit (pyoderma) 3-6 minggu sebelumnya.
Umumnya pasien datang dengan hematuria yang nyata atau sembab di kedua
kelopak mata dan tungkai.
Kadang-kadang pasien datang dengan kejang dan penurunan kesadaran akibat
ensefalopati hipertensi.
Oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau gagal jantung
Pemeriksaan Fisik.6
Edema. Edema adalah manifestasi klinis yang paling umum pada pasien GNAPS,
yaitu 90% kasus. Edema biasa terjadi di pagi hari pada bagian periorbital.
Ekstremitas bagian bawah adalah lokasi kedua untuk retensi cairan. Biasanya tidak
dijumpai ascites atau efusi pleura kecuali pada pasien dengan sindrom nefrotik.
Derajat edema tergantung pada jumlah garam dalam diet. Pasien dengan edema
yang kurang jelas, dapat kehilangan 1-2 kg berat badan selama masa penyembuhan.
Hematuria. Gross hematuria adalah tanda umum kedua setelah edema. Hematuria
ini dideskripsikan pasien sebaga air kencing yang berwarna seperti teh atau cola.
Warna coklat pada kencing ini akibat terjadinya hemolisis sel darah merah dengan
pembebasan hemoglobin yang kemudian diubah menjadi hematin pada suasana urin
yang asam.
Hipertensi. Hipertensi terjadi pada 70-82% kasus, dan dapat memberat pada
setengah dari persentase tersebut. Hipertensi biasanya muncul bersamaan onset
GNAPS. Hipertensi pada pasien GNAPS berhubungan dengan ekspansi volume
intravaskular dan ekstravaskuler hingga vasospasme akibat faktor neurogenik dan
hormonal. Hipertensi pada GNAPS adalah bentuk volume-dependent-
hypertension, sehingga restriksi cairan dan garam serta pemberian diuretik dan
vasodilator mampu mengontrol kejadian hipertensi dengan optimal.
Hipertensif Ensefalopati. Gejala serebral biasanya berhubungan dengan peningkatan
tekanan darah akut. Gejala ini dilaporkan terjadi pada 5-10% kasus. Manifestasi
26
cerebral akut yang paling umum adalah sakit kepala, nausea, muntah, gangguan
kesadaran dan kejang.
Gagal jantung kongestif / Edem Pulmo. Bukti klinis adanya gagal jantung kongestif
yaitu adanya takikardi, takipneu, respiratory distress, ritme gallop, dan pembesaran
hepatik dan adanya bukti radiologis adanya edem pulmonum yaitu infiltrat pada
alveolar pulmo, cardiomegali, dan penebalan septum terjadi pada 20% kasus.
Hipertensi dan hipervolemia adalah faktor primer yang menghasilkan gejala gagal
jantung kongestif. Pada GNAPS, volume plasma pada pasien meningkat, dan bahwa
terdapat hubungan yang nyata antara volume darah dengan gejala edem pulmonal.
Pada anak dengan distress respiratory, dan foto thoraks dengan cardiomegali dan
edem pulmonal, maka analiusa urin harus segera dilakukan untuk mendiagnosis
glomerulonefritis akut. Hemoptisis (perdarahan pulmonal) juga dapat terjadi pada
GNAPS.
PEMERIKSAAN PENUNJANG.6
Hematuria mikroskopis biasanya muncul pada semua pasien. Pemeriksaan urin
mengungkapkan kadar RBCs dengan bukti hematuria glomerular, dan silinder
eritrosit dapat dilihat pada spesimen urin segar.
Proteinuria muncul pada 80% kasus dengan GNAPS. Meskipun begitu proteinuria
masif hanya muncul pada 4-10% pasien.
Kadar serum komplemen C3 didapatkan turun pada 80-95% kasus jika pengukuran
dilakukan 2 minggu awal penyakit. Kadar komplemen biasanya akan kembali
normal pada 6-8 minggu. Kadar komplemen yang ,menetap lebih dari 8 minggu
mengindikasikan penyebab lain dari glomerulonefritis .
Fungsi ginjal : azotemia timbul pada GNAPS, biasanya terdapat penurunan ringan
hingga sedang dari laju filtrasi glomerulus. Serum kreatinin biasanya tidak lebih dari
150 micromole/L pada sebagian besar pasien.
Anemia biasanya timbul ringan berhubungan dengan ekspansi volume plasma
(anemia dilusi).
Laju sedimentasi meningkat selama fase akut penyakit.
Kreatinin dan ureum darah meningkat
ASTO meningkat pada 75-80% kasus
27
Kultur tenggorok positif mendukung diagnosis atau menunjukkan bahwa seseorang
adalah carrier. Dengan kata lain, titer antibody yang naik terhadap antigen
streptococcus mengkonfirmasi infeksi streptococcus yang baru terjadi.
Jika terjadi komplikasi gagal ginjal akut, didapatkan hiperkalemia, asidosis
metabolic, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
Biopsi ginjal harusnya dipertimbangkan bila hanya dijumpai gagal ginjal akut,
sindrom nefrotik, tidak ada bukti infeksi streptococcus atau kadar komplemen yang
normal. Biopsi ginjal juga dianjurkan bila terdapat hematuria, proteinuria, hilangnya
fungsi ginjal dan kadar C3 yang menetap selama 2 bulan setelah onset.
KOMPLIKASI.6
1. Oligouria sampai anuria dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hidremia.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh dfarah lokal dengan anoksisa dan edem otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, ortopneu, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh
darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di
miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia disamping sintesis eritropoietin yang
menurun.
PENGOBATAN.6
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu
pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di
tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan
28
tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-
bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif,
penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila
masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu
berobat jalan.
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa
garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein
dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus
diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan
yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin +
insensible water loss (20-25 ml/kgbb/ hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10ml/kgbb/hari).
3. ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu
hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus,
sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat
antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu).
Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin
50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan
penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
4. Simptomatik
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain
asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru
akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis
peritoneal.
b. Hipertensi
29
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat
cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1
minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril
(0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut
diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual
dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan.
Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat
diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/
kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 3
mg/kgbb)
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup
dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila
terdapat hiperkalemi deberi Ca glukonas atau Kayxalate untuk meningkatkan kalium.
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS
dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2
minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria
mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS
sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis,
baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-
30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus terjadi
glomerulonephritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama
dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau
ensefalopati hipertensi.
30
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32