Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tifoid

1.1 Definisi

Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan dan

terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella typi.

Demam paratifoid adalah penyakit sejenis yang disebabkan oleh salmonella

paratyphi A, B, C. Gejala dan tanda kedua penyakit tersebut hampir

sama,tetapi manifestasi klinis paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit diatas

disebut tifoid.1,2

1.2 Etiologi

Adapun penyebab dari penyakit demam tipoid ini adalah Bakteri

Salmonella Typi dan Salmonella Paratyphi.

Salmonella typi adalah bakteri gram negatif yang bergerak dengan bulu

getar,tidak berspora. Bakteri ini akan mati pada pemanasan 57 C selama

beberapa menit,mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:

antigen O (somatik), antigen H (flagella), antigen V1 (hyalin, protein,

membrane).

1.3 Patofisiologi

Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan

oleh asam lambung, sebagian lagi akan masuk ke dalam usus, kemudian

7
berkembang biak. Apabila respon immunitas (Imunoglobulin A) usus

kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M),

selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak

dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Bakteri dapat hidup dan

berkembang biak di dalam makrofag, kemudian dibawa ke Plaques peyeri di

illeum distal. Selanjutnya ke kelenjar getah bening mesenterika. Melalui

duktus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag masuk ke dalam

sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak menimbulkan

gejala. Selanjutnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh terutama

hati dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan

berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi ke

dalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia yang kedua yang

menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi. Di dalam hati bakteri

masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan diekskresikan ke

dalam lumen usus melalui cairan empedu, sebagian bakteri ini dikeluarkan

melalui feses dan sebagian lagi menembus usus.3,11

1.4 Gejala

Gejala Tifoid ditandai denga demam, suhu badan meningkat mulai sore

hari dan menurun pada pagi hari, sakit kepala, permukaan lidah kotor dan

tebal, berwarna putih kekuningan dengan pinggiran lidah berwarna merah

disertai dengan gangguan pencernaan berupa diare atau buang air besar

sulit.

8
1.5 Diagnosa

Untuk mengetahui seseorang terkena tifus atau tidak, harus dilihat

gejala-gejala kliniknya dan harus dilakukan pemeriksaan laboratorium

karena penderita sering mengalami : Penurunan sel darah putih, anemia

rendah karena pendarahan pada usus, jumlah trombosit menurun dari

keadaan normal, menemukan bakteri salmonella typhosa pada kotoran,

darah dan urin.

Penegakan diagnosa Klinis dengan pemeriksaan laboratorium dengan

tujuan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid secara pasti. Pemeriksaan

laboratorium penunjang diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat

kelompok, yaitu:

a. Pemeriksaan darah rutin.

Pemeriksaan darah secara rutin berguna untuk membantu diagnosis

demam Tifoid dengan menilai jumlah dan bentuk eritrosit, jumlah leukosit

eosinofil dan trombosit.

Jumlah dan hitung jenis leukosit serta laju endap darah tidak

mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi

untuk dipakai membedakan penderita demam tifoid atau bukan, tetapi

adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis

demam tifoid.

9
b. Pemeriksaan biakan kuman.

Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang

(pada awal penyakit), urine dan feces. Metode biakan darah mempunyai

spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah ( 40%)

terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi

antibiotika sebelumnya. Pemeriksaan biakan perlu waktu lama ( 7 hari),

harganya relatif mahal dan tidak semua laboratorium bisa

melakukannya.Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan kultur kuman

negatif, akan tetapi hal tersebut tidak menyingkirkan adanya demam tifoid.

Hasil pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

- Telah mendapat terapi antibiotik, yang menyebabkan pertumbuhan

bakteri dalam media biakan terhambat.

- Volume darah yang kurang (minimal 5 cc darah)

- Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu

agglutinin semakin meningkat.

c. Uji serologis

Uji Widal

Metode pemeriksaan serologis mempunyai nilai penting dalam proses

diagnostik demam tifoid, yang paling sering digunakan adalah tes Widal.

Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/160 atau titer antibody H

1/320 menunjang diagnosis Demam Tifoid pada penderita dengan gejala

klinis yang khas. Peningkatan titer 4 kali seteleh satu minggu dapat

memastikan demam Tifoid.

10
Pemeriksaan uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi

terhadap Salmonella typhi. Pada uji Widal terjadi suatu rekasi aglutinasi

antara antigen bakteri S. typhi dengan antibodi yang disebut agglutinin.

Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang

sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Uji Widal dimaksudkan untuk

menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka demam

Tifoid. Akibat adanya infeksi S. typhi maka penderita membuat antibodi

yaitu :

- Aglutinin O, karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh

bakteri

- Aglutinin H, karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella

bakteri

- Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai

bakteri

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O dan H yang digunakan untuk

diagnosis demam Tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar

kemungkinan menderita Tifoid. Pembentukann agglutinin mulai terjadi pada

akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan

mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa

minggu. Peningkatan antibodi menunjang diagnosis tifoid.

Tes TUBEX

merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan

cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna

untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

11
menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya

ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam

diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan

tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun

belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini, beberapa

penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian

oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas

100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan

spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal,

dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah

dan sederhana, terutama dinegara berkembang.

Ada 4 interpretasi hasil :

- Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi

demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari

kemudian.

- Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid

- Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid

1.6 Penatalaksanaan

Dalam penatalaksanaan demam tifoid dikenal adanya trilogi

penatalaksanaan yaitu :

1. Istirahat tirah baring dan perawatan professional dengan tujuan

mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.

12
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif) dengan tujuan

mengembalikan rasa nyaman dan kesehatan penderita secara optimal.

Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan padat

dini ( menghinndari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan

dengan aman. Bubur saring ditujukan untuk menghindari komplikasi

perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.

3. Pemberian antibiotik dengan tujuan untuk menghentikan dan

mencegah penyebaran bakteri.

Pilihan utama : kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7

hari bebas demam.

Alternatif lain:

Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah

dibndingkan kloramfenikol)

Kotrimoksazol 2 x 960 mg selama 2 mingggu

Ampisilin dan amoksisilin 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu

Sefalospori generasi III; yang terbukti efektif adalah

seftriakson 3-4 gram dekstrosa 100 cc selama jam per-infus

sekali sehari selama 3-5 hari.

Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x

1 gram

Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau

menjelang hari IV)

Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

13
Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari

1.7 Komplikasi

Beberapa komlikasi yang dapat terjadi pada demam tifoid yaitu :

a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, ileus paalitik

b. Komplikasi Ekstra-intestinal : komplikasi kardivaskuler (gagal sirkulasi

perifer,miokarditis, tromboflebitis), komplikasi darah (anemia hemolitik,

trombositopenia, trombosis), komplikasi paru (pneumonia, empyema,

pleuritis), komplikasi hepatobilier (hepatitis, kolesititis).

1.8 Prognosis

Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10 20%,

sedangkan kasus yang diobati angka mortalitas demam tifoid sekitar 2%.

Kebanyakan kasus kematian berhubungan dengan malnutrisi, balita dan

lannsia. Pasien lanjut usia atau pasiendengan debil prognosisnya lebih

buruk. Bila terjadi komplikasi, maka prognosis semakin buruk. Relaps

terjadi pada 25% kasus.

14

Anda mungkin juga menyukai