1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru
disebabkan infeksi basil Mycobacterium tuberculosa (M. tuberculosa).(Price, Sylvia A
& M Wilson, 2005)
2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting khususnya di
negara berkembang. PadabulanMarettahun 1993 World Health Organization (WHO)
telahmendeklarasikantuberkulosissebagai Global Health
Emergency.BerdasarkanlaporanPenanggulangan TB Global yang dikeluarkanoleh WHO
padatahun 2007, angkainsidensi TB padatahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranyadiperkirakanmerupakankasusbaru. Asia
termasukkawasandenganpenyebarantuberkulosis (TB) tertinggi di duniasebesar 33%.Setiap
30 detik, adasatupasien di Asia meninggalduniaakibatpenyakitini.(Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis, 2006)
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan
India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998. TB
menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah
penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia. (Program
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2006)
3. Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling
banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob,
dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo protein, mudah mati pada air
mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena sinar
ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan
ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). (widoyono,2008)
1
4. Cara Penularan
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang didapat dari pasien TB
paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan Dahak).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Dalam 1
tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, salura
napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya (widoyono, 2008)
RisikomendapatinfeksiMycobacterium tuberculosisditentukanterutamaolehfaktor-
faktoreksogen :
a. Kontakdenganpenderita BTA positif (seberapadekatdanseberapa lama)
b. Lingkungantempatkontak (lingkungan yang padatdanventilasiruang yang buruk)
Sedangkanfaktor-faktorendogen :
a. Dayatahantubuh
b. Usia
c. Penyakitpenyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi,
gagalginjalkronis, diabetes melitus, orang denganterapiimunosupresifdan
hemophilia).
5. Patogenesis
5.1 Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana. Bila kuman menetap di jaringan
paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 3-8 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
2
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis.Kompleks primer tersebut
selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
3
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian
dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin aktif kembali, mencair lagi
dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.
6. Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
4
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
7. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(repiratorik) dan gejala sistemik sesuai PDPI 2011
a. Gejala Respiratorik
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk 2 minggu
dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada
bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-
produk ekskresi peradangan. Dahakdapatbersifatmukoidataupurulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk darah
yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak
selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita
berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
5
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan nafasnya.
4. Ronchi
Terjadi karena penumpukan ciran atau lendir di dalam paru, terutama erdengar di daerah
apical paru.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas.
Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.
b. Gejala sistemik
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfebril, mirip demam
influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman,
serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3
bulan). Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang
dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak badan,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan mudah lelah.
.
8. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar menurut Depkes tahun 2004
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
6
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat badan
menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi alveoli dan
beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta didapatkan sekret
dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita
datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah diketahui, berupa:
- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau kerusakan
parenkim dengan sisa suatu kavitas.
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa disertai dengan
penyempitan maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hampir selalu terjadi
reaksi pleura berupa penebalan atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang masih
terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara meningkat.
Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik
yang disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan berupa ronki
basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan
saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat
terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
7
skala International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD), sebagai
berikut:
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), minimal dibaca 50
lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+), minimal dibaca 20
lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.
Darah
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen
lainnya.
8
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
9. Diagnosis Banding
Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple bronchopneumonia,
kanker paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada proses tuberkulosis menahun perlu
diingat bahwa ada penyakit paru non tuberkulosis yang bersifat menahun, seperti
bronkiektasis, bronkitis, emfisema dan kanker paru.
10. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:
- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis
9
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Paska
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom gagal
nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
11. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif dan fase lanjutan:
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduanobat yang digunakanterdiridaripanduanobatutama dan obattambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak
dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
10
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed
Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan menelan
obat.
intensif 2 bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48
11
11.3 Dosispanduan OAT KDT kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
lanjutan 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60
71 kg 5 tab 4KDT
12
11. 6 Dosis OAT kombipaksisipan : HRZE
Tahap Lama Tab H Kaplet R Tab Z Tab E Jumlahhari/kal
@ 300 @ 450 @ 500 @ 250 i menelanobat
mg mg mg mg
Tahapintensif 1 bulan 1 1 3 3 28
(dosisharian)
12. Pencegahan
a. Terhadap Infeksi tuberkulosis
1. Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
- bila batuk, mulut ditutup
- Isolasi penderita dan mengobati penderita
- Ventilasi harus baik
- Jangan sembarangan membuang dahak bila batuk
13
b. Meningkatkan daya tahan tubuh
1. Memperbaiki standar hidup
2. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
Imunisasi BCG diberikan dibawah usia 2 bulan, jika baru diberikan setelah usia 2
bulan, disarankan tes Mantoux dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes tersebut
negatif.
14
DAFTAR PUSTAKA
Raviglion MC, OBrien RJ. Tuberculosis. In: Harrisons Principles of internal medicine.
15th Edition. USA: McGraw-Hill, 2001.
Bahar A, Amin Z. Tuberkulosisparu. Dalam: BukuAjarIlmuPenyakitDalam, Jilid 2.
Jakarta: PusatPenerbitanIlmu Penyakit Dalam FKUI, 2009. 988-993
Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006
Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA, Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi
Kedokteran, Buku II Edisi I Jakarta: Salemba Medika, 2005.
Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan Tuberkulosis.
http://www.tbcindonesia.or.id [Diakses 01 april 2014]
WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI, 2006
Price, Sylvia A & M Wilson. Buku Ajar Patofisiologi. 2005
15