Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KELOMPOK

BELLS PALSY

OLEH:

ALFENSIUS RISKYANDI (30120116012K)


FELISIANA LISSA OKTAVIA (30120116005K)
IKA RASTIYAWATI (30120116026K)
PERDI NERPADA FORTUNATUS (30120116001K)
PUTRI DEWANTI (30120116011K)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS


PADALARANG
2016
Tinjauan Teoritis

A. Pengertian

Bells palsy adalah kelumpuhan atau paralisis wajah unilateral karena

gangguan nervus VII (nervus fasialis) yang bersifat akut dengan penyebab

yang tidak teridentifikasi dan dengan perubahan fungsi yang terjadi dalam 6

bulan (Berg, 2009).

Bells palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-

supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin

akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus

atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat

sembuh sendiri tanpa pengobatan. (Muttaqin, 2008)

B. Etiologi

Gangguan nervus fasialis yang paling sering ini terjadi pada sekitar 25

dari 100.000 orang pertahun. Penyebabnya masih belum diketahui. Gangguan

ini ditandai dengan paresis flasid pada semua otot ekspresi wajah (termasuk

otot-otot dasi), serta manifestasi lain yang sesuai dengan lokasi lesi. Pada

kasus kelumpuhan wajah akut, karena tidak semua kasus bersifat idiopatik:

10% kasus terjadi akibat herpes zoster optikus, 4% akibat otitis media, dan

2% akibat berbagai jenis tumor (tumor parotis, neurinoma, dan lainnya).

C. Gambaran klinis
Bells plasy adalah suatu gangguan saraf fasialis perifer akut, yang

biasanya mengenai hanya satu sisi wajah. Gambaran klinis bervariasi,

tergantung lokasi lesi dari saraf fasialis sepanjang perjalanan menuju otot.

Tanda dan gejala yang dihasilakan tidak hanya pada serabut motorik

termasuk ke otot stapedius, tetapi juga pada inervasi otonom kelenjar

lakrimal, submandibular, sensasi sebagian telinga, dan pengecapan pada dua

pertiga lidah melalui korda timpani (Finsterer, 2008).

Pasien bells palsy biasanya datang dengan paralisis wajah unilateral

yang terjadi secara tiba-tiba. Temuan klinis yang sering termasuk alis mata

turun, dahi tidak berkerut, tidak mampu menutup mata, dan bila diusahakan

akan tampak bola mata berputar ke atas (Bells Phenomen), sudut nasolabial

tidak tampak, dan mulut tertarik ke sisi yang sehat. Gejala lainnya adalah

berkurangnya air mata, hiperakusis, dan atau berkurangnya sensasi

pengecapan pada dua pertiga lidah. Beberapa literature juga menyebutkan

tentang nyeri sebagai gejala tambahan yang sering dijumpai pada pasien

bells palsy. Nyeri postauricular dapat ditemukan pada hampir 50% pasien

bells palsy. Nyeri ini dapat terjadi bersamaan dengan paralisis wajah

(beberapa hari atau minggu) atau terjadi sebelum onset paralisis.

(Setyapranoto, 2009).

D. Patofisiologi

Bells palsy dipertimbangkan dengan beberapa tipe paralisis tekanan.

Saraf yang radang dan edema, saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh
nutriennya tersumbat pada titik yang enghasilkan nekrosis iskemik dalam

kanal panjangnya saluran yang paling baik sangat sempit. Ada penyimpangan

wajah berupa paralisis wajah peningkatan lakrimalis (air mata), sensasi nyeri

pada wajah, belakang telinga, dan pada klien mengalami kesukaran bicara

dan kelemahan atau otot wajah pada sisi yang terkena. Pada kebanyakan

klien, yang pertama mengetahui paresis facialisnya ialah orang terdekat atau

keluarganya.

Pada observasi sudah dapat disaksikan juga, bahwa gerakan kelopak

mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan

kelopak mata yang sehat. Fenomena tersebut dikenal sebagai lagoflatmos.

Pada saat mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak

mengembung. Pada saat mencibirkan bibir, gerakan bibir tersebut

menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Selain kelumpuhan otot wajah sesisi

tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar benar

bersifat bells palsy. Tetapi dua hal harus disebut sehubungan dengan ini.

Pertama, air mata yang keluar berlebihan disisi kelumpuhan dan pengecapan

pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. Gejala tersebut timbul karena

konjungtiva bulbi tidak dapat penuh di tutupi kelopak mata yang lumpuh,

sehingga mudah mendapat iritasi angina, debu dan sebagainya.

Berkurangnya ketajaman pengecapan mungkin sekali edema nervus

fasialis ditingkat foramen stlidomastoideus meluas sampai bagian nervus

fasialis, dimana khorda timpani menggabungkan diri padanya. Setelah

paralisi fasialis perifer sembuh, masih sering terdapat gejala sisa. Pada
umumnya gejala merupakan proses regenerasi yang salah, sehingga timbul

gerakan fasial yang berasosiasi dengan gerakan otot kelompok lain. Gerakan

yang mengikuti gerakan otot kelompok lain itu dinamakan sinkinesis.

Kebanyakan penyebab dari bells palsy bersifat idiopatik, 10% kasus

terjadi akibat herpes, 4% akibat otitis media, dan 2% akibat berbagai jenis

tumor. Pada otitis media yang menyebabkan paresis fasialis biasanya yang

disebabkan karena infeksi streptokokus mukosus, oleh karena kuman tersebut

mudah dan cepat menimbulkan perusakan di tulang-tulang yang berada di

kavum timpani. Pada otitis media, membran timpani memperlihatkan tanda-

tanda inflamasi tanpa perforasi dan karena itu sekresi tertimbun di dalam

kavum timpani.

Pada virus herpes biasanya menginfeksi saraf fasialis dan olfaktorius.

Gambaran penyakit dikuasai oleh adanya gelembung herpes di daun telinga.

Beberapa hari setelah vesikel-vesikel tersebut muncul, tanda-tanda paresis

fasialis perifer dan tinnitus serta tuli perseptif dapat dijumpai pada sisi

ipsilateral juga.

Tumor intrakranial yang paling sering menimbulkan paresis fasialis

ialah tumor disudut serebroplontin, yaitu neurinoma akustikus. Gejala awal

tumor tersebut ialah tuli sesisi yang bersifat tuli perseptif yang hampir selalu

disertai tinnitus dan gangguan vestibular. Kemudian timbul getaran akibat

gangguan terhadap traktus desendens saraf trigeminus yang dapat berupa

hemihipestesia ispilateral atau neuralgia trigeminus. Paresis fasialis yang

dapat timbul pada tahap berikutnya jarang bersifat berat. Yang paling sering
dijumpai ialah kombinasi paresis fasialis yang ringan sekali dengan kedutan

fasialis.

E. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik

a. Tingkat kesadaran

Pada klien bells palsy biasanya kesadaran compos mentis.

b. Fungsi serebri

Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai

gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, aktifitas motoric yang pada

klien bells palsy biasanya status mental klien mengalami perubahan.

c. Pemeriksaan saraf kranial

1) Saraf I. biasanya pada klien bells palsy tidak ada kelainan fungsi.

2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

3) Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerak kelopak mata pada sisi yang

sakit.

4) Saraf V. Kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, lipatan nasolabial

pada sisi kelumpuhan yang mendatar, adanya gerakan sikinetik.

5) Saraf VII. Berkurangnya ketajaman pengecapan, mungkin sekali

edema nervus fasialis di tingkat foramen stilomastoideus meluas

sampai bagian nervus fasialis, dimana khorda timpani

menggabungkan diri padanya.

6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. paralisis otot orofaring, kesulitan bicara,

mengunyah, dan menelan. Kemampuan menelan kurang baik,

sehingga menggaggu pemenuhan nutrisi via oral.

8) Saraf XI. Tidak ada atrofi pada otot sternokloidomastoideus dan

trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik.

9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak

ada fasikulasi. Indra pengecapan mengalami kelumpuhan dan

pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam.

2. Pemeriksaan penunjang

Bells palsy merupakan diagnosa klinis sehingga pemeriksaan

penunjang perlu dilakukkan untuk menyingkirkan etiologi sekunder dari

paralisi saraf kranial. Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau

radiografi polos dapat dilakukkan untuk menyingkirkan fraktur, metastasi

tulang, dan keterlibatan system saraf pusat (SSP). Pemeriksaan MRI

dilakukkan pada pasien yang dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak,

grandula parotis, atau untuk mengevaluasi sclerosis multiple. Selain itu,

MRI dapat memvisualisasi perjalanan dan penyengatan kontras saraf

fasialis.

F. Penatalaksaaan medis

Tujuan penatalaksanaan medis adalah untuk mempertahankan tonus

otot wajah dan untuk mencegah atau meminimalkan denervasi. Klien harus
diyakinkan bahwa keadaan yang terjadi bukan stroke dan pulih dengan

spontan dalam 3-5 minggu pada kebanyakan klien.

Terapai kortikosteroid (Prednison) dapat diberikan untuk menurunkan

edema, yang pada gilirannya mengurangi kompresi vascular dan

memungkinkan perbaikan sirkulasi darah ke saraf tersebut. Pemberian awal

terapi kortikosteroid ditunjukkan untuk mengurangi penyakit semakin berat,

mengurangi nyeri, dan membantu meminimalkan denervasi.

Nyeri wajah dikontrol dengan analgesik. Kompres panas pada sisi

wajah yang sakit dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan dan aliran

darah sampai ke otot tersebut.

Stimulasi listrik dapat diberikan untuk mencegah otot-otot wajah

menjadi atropi. Walaupun banyak klien pulih dengan pengobatan konservatif,

namun eksplorasi pembedahan pada wajah dapat dilakukan pada klien yang

cenderung mempunyai tumor atau untuk dekompresi saraf wajah melalui

pembedahan dan pembedahan untuk merehabilitasi keadaan paralisis wajah.

Klien diajarkan untuk menutup kelopak mata yang dialami paralisis

secara manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan kacamata hitam

untuk meurunkan penguapan normal dari mata. Jika saraf tidak terlalu

sensitif, wajah dapat di masase beberapa kali sehari untuk mempertahankan

tonus otot. Teknik untuk memasase wajah adalah dengan gerakan lembut ke

atas. Latihan wajah seperti mengerutkan dahi, menggembungkan pipi ke luar,

dan bersiul dapat dilakukkan dengan teratur untuk mencegah atrofi otot.

Hindari wajah terkena udara dingin.


G. Komplikasi

Menurut Lumbantobing, 2010, pada sebagian besar penderita bells

palsy kelumpuhannya akan menyembuh, namun pada beberapa diantara

mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa

ini dapat berupa:

1. Kontraktur. Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika

nasolabialis lebih jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi

pemeriksa yang belum berpengalaman mungkin bagian yang sehat ini

yang disangkanya lumpuh, sedangkan bagi yang lumpuh disangka sehat.

2. Sinkinensia (associated movement). Dalam hal ini otot-otot tidak dapat

digerakkan satu persatu atau tersendiri; selalu timbul gerakan bersama.

Bila pasien disuruh memejamkan mata, maka otot orbikularis orispun

ikut berkontraksi dan sudut mulut terangkat. Bila ia disuruh

menggembungkan pipi, kelopak mata ikut merapat.

3. Spasme spontan. Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan,

tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis. Akan tetapi, tidak semua

tic fasialis merupakan gejala sisa dari bells palsy.


DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Lumbantobing. 2010. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

http://indonesia.digitaljournals.org

http://repository.usu.ac.id

Anda mungkin juga menyukai

  • Pneumonia dan Manifestasinya
    Pneumonia dan Manifestasinya
    Dokumen1 halaman
    Pneumonia dan Manifestasinya
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Askep Gadar Sistem Pencernaan-1
    Askep Gadar Sistem Pencernaan-1
    Dokumen114 halaman
    Askep Gadar Sistem Pencernaan-1
    fransiska batlayeri
    100% (1)
  • Pathway LB KGD
    Pathway LB KGD
    Dokumen17 halaman
    Pathway LB KGD
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Aneurisma
    Aneurisma
    Dokumen11 halaman
    Aneurisma
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Askep LB
    Askep LB
    Dokumen11 halaman
    Askep LB
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Pathway LB KGD
    Pathway LB KGD
    Dokumen17 halaman
    Pathway LB KGD
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • COMPASSION
    COMPASSION
    Dokumen7 halaman
    COMPASSION
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Buerger Disease
    Buerger Disease
    Dokumen8 halaman
    Buerger Disease
    nadia diva
    Belum ada peringkat
  • Apn 2013
    Apn 2013
    Dokumen12 halaman
    Apn 2013
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Anemia KMB 1
    Anemia KMB 1
    Dokumen16 halaman
    Anemia KMB 1
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • WOC HIrschprung
    WOC HIrschprung
    Dokumen2 halaman
    WOC HIrschprung
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Patway CA Paru
    Patway CA Paru
    Dokumen4 halaman
    Patway CA Paru
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Anemia KMB 1
    Anemia KMB 1
    Dokumen16 halaman
    Anemia KMB 1
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Askep DHF 1
    Askep DHF 1
    Dokumen1 halaman
    Askep DHF 1
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Renpra Anemia Fix
    Renpra Anemia Fix
    Dokumen5 halaman
    Renpra Anemia Fix
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • ASUHAN KEPERAWATAN POLA NAFAS
    ASUHAN KEPERAWATAN POLA NAFAS
    Dokumen1 halaman
    ASUHAN KEPERAWATAN POLA NAFAS
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • WOC Anemia Fix
    WOC Anemia Fix
    Dokumen2 halaman
    WOC Anemia Fix
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Askep Asfiksia WOC
    Askep Asfiksia WOC
    Dokumen1 halaman
    Askep Asfiksia WOC
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Buerger Disease
    Buerger Disease
    Dokumen8 halaman
    Buerger Disease
    nadia diva
    Belum ada peringkat
  • Aneurisma
    Aneurisma
    Dokumen11 halaman
    Aneurisma
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Antenatal Care
    Antenatal Care
    Dokumen23 halaman
    Antenatal Care
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Hipertiroid
    Bab 2 Hipertiroid
    Dokumen16 halaman
    Bab 2 Hipertiroid
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Abses Otak Kel. 3
    Abses Otak Kel. 3
    Dokumen1 halaman
    Abses Otak Kel. 3
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Askep Hipotiroid
    Askep Hipotiroid
    Dokumen14 halaman
    Askep Hipotiroid
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Diagnosa GNC
    Diagnosa GNC
    Dokumen2 halaman
    Diagnosa GNC
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Kanker Paru
    Kanker Paru
    Dokumen100 halaman
    Kanker Paru
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Patway CA Paru
    Patway CA Paru
    Dokumen4 halaman
    Patway CA Paru
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Askep Thypoid
    Askep Thypoid
    Dokumen1 halaman
    Askep Thypoid
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Aneurisma
    Aneurisma
    Dokumen11 halaman
    Aneurisma
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat
  • Anemia KMB 1
    Anemia KMB 1
    Dokumen16 halaman
    Anemia KMB 1
    fransiska batlayeri
    Belum ada peringkat