BELLS PALSY
OLEH:
A. Pengertian
gangguan nervus VII (nervus fasialis) yang bersifat akut dengan penyebab
yang tidak teridentifikasi dan dengan perubahan fungsi yang terjadi dalam 6
atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat
B. Etiologi
Gangguan nervus fasialis yang paling sering ini terjadi pada sekitar 25
ini ditandai dengan paresis flasid pada semua otot ekspresi wajah (termasuk
otot-otot dasi), serta manifestasi lain yang sesuai dengan lokasi lesi. Pada
kasus kelumpuhan wajah akut, karena tidak semua kasus bersifat idiopatik:
10% kasus terjadi akibat herpes zoster optikus, 4% akibat otitis media, dan
C. Gambaran klinis
Bells plasy adalah suatu gangguan saraf fasialis perifer akut, yang
tergantung lokasi lesi dari saraf fasialis sepanjang perjalanan menuju otot.
Tanda dan gejala yang dihasilakan tidak hanya pada serabut motorik
yang terjadi secara tiba-tiba. Temuan klinis yang sering termasuk alis mata
turun, dahi tidak berkerut, tidak mampu menutup mata, dan bila diusahakan
akan tampak bola mata berputar ke atas (Bells Phenomen), sudut nasolabial
tidak tampak, dan mulut tertarik ke sisi yang sehat. Gejala lainnya adalah
tentang nyeri sebagai gejala tambahan yang sering dijumpai pada pasien
bells palsy. Nyeri postauricular dapat ditemukan pada hampir 50% pasien
bells palsy. Nyeri ini dapat terjadi bersamaan dengan paralisis wajah
(Setyapranoto, 2009).
D. Patofisiologi
Saraf yang radang dan edema, saraf pada titik kerusakan, atau pembuluh
nutriennya tersumbat pada titik yang enghasilkan nekrosis iskemik dalam
kanal panjangnya saluran yang paling baik sangat sempit. Ada penyimpangan
wajah berupa paralisis wajah peningkatan lakrimalis (air mata), sensasi nyeri
pada wajah, belakang telinga, dan pada klien mengalami kesukaran bicara
dan kelemahan atau otot wajah pada sisi yang terkena. Pada kebanyakan
klien, yang pertama mengetahui paresis facialisnya ialah orang terdekat atau
keluarganya.
mata yang tidak sehat lebih lambat jika dibandingkan dengan gerakan
Pada saat mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak
menyimpang ke sisi yang tidak sehat. Selain kelumpuhan otot wajah sesisi
tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar benar
bersifat bells palsy. Tetapi dua hal harus disebut sehubungan dengan ini.
Pertama, air mata yang keluar berlebihan disisi kelumpuhan dan pengecapan
pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam. Gejala tersebut timbul karena
konjungtiva bulbi tidak dapat penuh di tutupi kelopak mata yang lumpuh,
paralisi fasialis perifer sembuh, masih sering terdapat gejala sisa. Pada
umumnya gejala merupakan proses regenerasi yang salah, sehingga timbul
gerakan fasial yang berasosiasi dengan gerakan otot kelompok lain. Gerakan
terjadi akibat herpes, 4% akibat otitis media, dan 2% akibat berbagai jenis
tumor. Pada otitis media yang menyebabkan paresis fasialis biasanya yang
tanda inflamasi tanpa perforasi dan karena itu sekresi tertimbun di dalam
kavum timpani.
fasialis perifer dan tinnitus serta tuli perseptif dapat dijumpai pada sisi
ipsilateral juga.
tumor tersebut ialah tuli sesisi yang bersifat tuli perseptif yang hampir selalu
dapat timbul pada tahap berikutnya jarang bersifat berat. Yang paling sering
dijumpai ialah kombinasi paresis fasialis yang ringan sekali dengan kedutan
fasialis.
E. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran
b. Fungsi serebri
gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, aktifitas motoric yang pada
1) Saraf I. biasanya pada klien bells palsy tidak ada kelainan fungsi.
3) Saraf III, IV, dan VI. Penurunan gerak kelopak mata pada sisi yang
sakit.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. paralisis otot orofaring, kesulitan bicara,
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
2. Pemeriksaan penunjang
fasialis.
F. Penatalaksaaan medis
otot wajah dan untuk mencegah atau meminimalkan denervasi. Klien harus
diyakinkan bahwa keadaan yang terjadi bukan stroke dan pulih dengan
wajah yang sakit dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan dan aliran
namun eksplorasi pembedahan pada wajah dapat dilakukan pada klien yang
secara manual sebelum tidur. Gunakan penutup mata dengan kacamata hitam
untuk meurunkan penguapan normal dari mata. Jika saraf tidak terlalu
tonus otot. Teknik untuk memasase wajah adalah dengan gerakan lembut ke
dan bersiul dapat dilakukkan dengan teratur untuk mencegah atrofi otot.
1. Kontraktur. Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga plika
nasolabialis lebih jelas terlihat dibanding pada sisi yang sehat. Bagi
3. Spasme spontan. Dalam hal ini otot-otot wajah bergerak secara spontan,
tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis. Akan tetapi, tidak semua
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
http://indonesia.digitaljournals.org
http://repository.usu.ac.id